^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Dignitatis Humanae – Deklarasi Vatikan II tentang Kebebasan Beragama
Kembali ke rangkuman bidah utama Vatikan II.
Deklarasi tentang Kebebasan Beragama Vatikan II tidak diragukan merupakan dokumen Vatikan II yang paling terkenal akibat keburukannya. Untuk mengerti mengapa ajaran Vatikan II tentang kebebasan beragama adalah ajaran sesat, seseorang harus mengerti ajaran Gereja Katolik yang infalibel tentang perkara ini.
Gereja Katolik mendogmakan bahwa Negara memiliki suatu hak, dan memang, suatu kewajiban untuk mencegah para anggota dari agama sesat agar tidak secara publik menyebarkan dan mempraktikkan iman-iman mereka yang sesat. Negara-Negara harus melakukan hal ini demi melindungi kebaikan bersama – kebaikan jiwa-jiwa – yang dicelakakan oleh penyebaran kejahatan secara publik. Inilah mengapa Gereja Katolik selalu mengajarkan bahwa Katolisisme haruslah menjadi satu-satunya agama Negara, dan bahwa Negara harus selalu mencegah dan melarang pengakuan dan penyebaran secara publik segala agama lain.
Mari melihat tiga pernyataan yang telah dikutuk oleh Paus Pius IX di dalam Silabus Kesalahan-kesalahannya yang otoritatif.
Perhatikan: ide bahwa agama Katolik tidak sepatutnya merupakan agama Negara dan sehingga agama-agama lain dilarang, merupakan pandangan yang dikutuk. Maknanya adalah bahwa agama Katolik harus merupakan satu-satunya agama Negara dan bahwa agama-agama lain harus dilarang sehingga tidak secara publik melakukan ibadat, pengakuan iman, praktik dan penyebarannya. Gereja Katolik tidak memaksa orang-orang yang tidak percaya akan iman Katolik untuk percaya akan iman Katolik, karena kepercayaan (seturut definisinya sendiri) adalah tindak dari kehendak bebas.
Tetapi Gereja mengajarkan bahwa Negara harus melarang penyebaran dan pengakuan iman secara publik dari agama-agama sesat yang menuntun jiwa-jiwa ke dalam Neraka.
Di dalam Quanta Cura, Paus Pius IX juga mengecam ide bahwa setiap manusia harus diberikan hak sipil kebebasan beragama.
Tetapi Vatikan II mengajarkan hal yang justru berlawanan:
Vatikan II mengajarkan bahwa kebebasan beragama harus menjadi hak sipil, suatu gagasan yang secara langsung dikutuk oleh Paus Pius IX. Vatikan II juga mengajarkan bahwa hak kebebasan beragama ini juga berlaku untuk ungkapan hal keagamaan seseorang, baik di muka umum maupun sebagai perorangan; dan bahwa tidak seorang pun boleh dihalang-halangi untuk secara publik mengungkapkan atau mempraktikkan agamanya. Ajaran Vatikan II ini adalah bidah yang secara langsung menentang ajaran yang infalibel dari Paus Pius IX serta berbagai Paus lainnya. Ajaran Vatikan II tentang kebebasan beragama dapat telah secara harfiah disematkan kepada kesalahan-kesalahan yang ada di dalam Silabus Kesalahan-Kesalahan yang dikutuk oleh Paus Pius IX.
Benediktus XVI mengakui bahwa ajaran Vatikan II tentang Kebebasan Beragama menentang ajaran Silabus Kesalahan-kesalahan dari Paus Pius IX!
Hal yang menakjubkan adalah bahwa Benediktus XVI mengakui apa yang kami buktikan di atas!
Benediktus XVI mengakui di sini bahwa ajaran Vatikan II (yang dipegangnya) secara langsung bertentangan dengan ajaran dari Silabus Kesalahan-Kesalahan dari Paus Pius IX. Dalam kata lain, ia baru saja mengakui bahwa ajaran Vatikan II bertentangan dengan ajaran Magisterium Katolik. Seseorang tidak dapat meminta suatu penegasan yang lebih banyak bahwa ajaran Vatikan II adalah ajaran sesat. Di dalam bukunya, Benediktus XVI mengulang-ulangi hal ini, dan menyebut ajaran Vatikan II sebagai “kontra-silabus”, dan berkata bahwa kita tidak bisa lagi kembali kepada Silabus Kesalahan-kesalahan!
Bidah Vatikan II mungkin diungkapkan paling jelas dalam kutipan berikut:
Vatikan II berkata bahwa Negara melampaui batas wewenangnya jika Negara memberanikan diri untuk merintangi kegiatan-kegiatan religius. Ini adalah bidah.
Di sini kita melihat bahwa Paus Leo XIII (yang hanya mengulangi ajaran yang konsisten dari berbagai Paus) mengajarkan bahwa Negara bukan hanya dapat, tetapi juga harus mengekang serta melarang segala hak, yang biasa maupun istimewa, dari agama-agama lain untuk melaksanakan tindak-tindak keagamaan. Ajaran Paus Leo XIII ini sepenuhnya berlawanan dengan apa yang telah dinyatakan oleh Vatikan II. Tindak-tindak publik, opini-opini yang penuh dusta, serta ajaran-ajaran sesat semacam itu harus dikekang oleh otoritas publik (Negara), menurut ajaran Gereja Katolik, agar tidak menyebabkan skandal terhadap atau menyesatkan jiwa-jiwa.
Bidah Vatikan II tentang perkara ini sangatlah jelas, tetapi akan selalu para bidah yang mencoba untuk membela hal yang tidak dapat dipertahankan.
Membantah upaya-upaya pembelaan ajaran Vatikan II tentang Kebebasan Beragama
Beberapa pembela ajaran Vatikan II tentang kebebasan beragama berargumentasi bahwa Vatikan II hanya mengajarkan bahwa kita tidak seharusnya memaksakan orang-orang untuk percaya.
Seperti yang kita telah lihat, hal ini sama sekali salah. Vatikan II bukan hanya mengajarkan bahwa Gereja Katolik tidak memaksa seseorang yang tidak percaya untuk menjadi Katolik. Tetapi, Vatikan II mengajarkan bahwa Negara tidak memiliki hak untuk mencegah ungkapan, penyebaran, serta praktik secara publik agama-agama sesat (karena hak sipil atas kebebasan beragama harus diakui secara universal). Kembali lagi, kita harus memahami perbedaan antara kedua perkara yang berbeda yang kadang kala sering dicampuradukkan oleh para pembela Vatikan II yang tidak jujur. Perkara pertama) Gereja Katolik tidak memaksa atau memforsir seseorang yang tidak percaya untuk percaya, karena kepercayaan adalah suatu tindakan yang bebas – benar; Perkara kedua) Negara tidak boleh mengekang ungkapan publik agama-agama sesat ini – di sinilah tempat Vatikan II menentang Gereja Katolik tentang kebebasan beragama. Perkara kedua ini merupakan kuncinya.
Untuk mengerti hal ini dengan lebih baik, mari kita melihat sebuah contoh: Andaikata suatu Negara menyaksikan, sebagai contoh, orang-orang Muslim dan Yahudi menyelenggarakan ibadat-ibadat serta perayaan-perayaan keagamaan mereka di suatu tempat umum (walaupun seandainya mereka tidak mengganggu ketenteraman atau melanggar hak properti perorangan ataupun mengganggu ketertiban publik sama sekali), Negara dapat dan harus (menurut ajaran Katolik) mengekang ibadat-ibadat serta perayaan-perayaan ini dan memulangkan orang-orang Yahudi dan Muslim itu (atau akan menangkap mereka, seandainya hukum Negara tertata secara mapan) karena ibadat dan perayaan mereka menimbulkan skandal terhadap orang lain dan dapat menyebabkan orang lain untuk bergabung ke dalam agama-agama sesat ini. Negara akan memberi tahu mereka akan kewajiban mereka untuk menjadi Katolik di hadapan Allah dan mencoba mengoversikan mereka dengan mengarahkan mereka kepada para imam Katolik, tetapi Negara tidak akan memaksa mereka untuk berkonversi. Demikianlah suatu contoh untuk perbedaan yang jelas antara 1) memaksa seseorang untuk menjadi Katolik, suatu hal yang dikutuk oleh Gereja, karena kepercayaan adalah tindakan yang bebas dan 2) hak Negara untuk mengekang kegiatan agama sesat, suatu hal yang diajarkan oleh Gereja.
Tetapi Vatikan II justru mengajarkan kebalikannya. Teks yang dikutip di bawah ini merupakan bidah yang paling jelas dari Vatikan II mengenai kebebasan beragama. Kami mengutipnya kembali karena teks ini benar-benar tidak dapat dipertahankan dan menyingkapkan segala upaya pemutarbalikan, seperti yang dilakukan oleh Patrick Madrid di atas.
Di sini Vatikan II mengatakan bahwa Negara melampaui batas wewenangnya jika Negara berani mengatur atau merintangi kegiatan religius. Kita baru saja melihat di atas bahwa Silabus Kesalahan-Kesalahan mengutuk gagasan bahwa Negara tidak boleh mencegah aktivitas agama-agama lain. Hal ini membuktikan bahwa ajaran Vatikan II tentang kebebasan beragama jelas-jelas salah dan sesat, dan bahwa Vatikan II tidak semata-mata mengajarkan bahwa seseorang tidak boleh dipaksa untuk menjadi Katolik.
Dalih “Dalam Batasan-Batasan yang Ditentukan”
Untuk mencoba membela ajaran sesat Vatikan II akan kebebasan beragama dengan segala cara, para pembela Vatikan II akan mencoba melakukan sebuah pemutarbalikan yang besar. Mereka akan mengutip paragraf berikut dari Vatikan II dan memutarbalikkan ajarannya agar paragraf tersebut (yang telah diputarbalikkan) dapat menjadi sesuai dengan ajaran tradisional tentang kebebasan beragama. Mereka menyatakan bahwa Vatikan II tidak mengizinkan kebebasan beragama publik tanpa syarat, tetapi menyebutkan ‘batasan-batasan’ tertentu.
“Lihat kan”, ujar mereka, “Vatikan II mengajarkan bahwa Negara dapat membatasi ungkapan keagamaan ini; dan ajaran ini selaras dengan ajaran tradisional.” Argumen ini sedemikian tidak jujurnya, dan merupakan pemutarbalikan yang sedemikian rupa dari teks itu, sehingga orang-orang Katolik seharusnya merasa terhina oleh argumen ini. Di dalam teks di atas, sembari mengajarkan bahwa tak seorang pun (apa pun agama yang dianut orang itu) dapat dicegah untuk mengungkapkan agamanya secara publik, Vatikan II semata-mata bertindak dengan keberhati-hatian dan memastikan agar tulisannya tidak mengizinkan anarki untuk dilakukan di dalam Negara.
Vatikan II harus menambahkan klausul “dalam batas-batas yang wajar” agar tulisannya tidak mendukung, misalnya, suatu kelompok religius yang memblokir lalu lintas pada jam yang tersibuk atau ibadat-ibadat keagamaan yang diselenggarakan di tengah-tengah jalan tol yang padat. Itulah mengapa Vatikan II mengajarkan bahwa “tak seorang pun … dihalang-halangi untuk bertindak melawan suara hatinya … dalam batas-batas yang wajar, baik sebagai perorangan maupun di muka umum.” Vatikan II sama sekali tidak berkata bahwa suatu Negara Katolik dapat mengekang hak kebebasan beragama dari warga negara non-Katolik; Vatikan II tetap mengajarkan bidah yang tidak dapat dibela tentang kebebasan beragama: bahwa kebebasan beragama harus menjadi hak sipil dan bahwa tak seorang pun boleh dirintangi oleh Negara untuk bertindak sesuai dengan suara hatinya di muka umum; tetapi Vatikan II hanya mengindikasikan bahwa ketertiban umum tidak boleh dilanggar oleh orang-orang yang menggunakan hak ini.
Untuk membuktikan bahwa ini memang makna dari teks Vatikan II ini – yang, tentunya, jelas adanya bagi orang yang jujur yang menilai hal ini – kami hanya perlu mengutip #2 yang sama di dalam Deklarasi tersebut:
Kita bisa melihat bahwa “dalam batas-batas yang wajar” semata-mata berarti “selama tata masyarakat tetap berdasarkan keadilan”. Maka, menurut Vatikan II, setiap orang memiliki hak kebebasan beragama, termasuk ekspresi dan praktik publik agamanya, yang Negara tidak bisa batasi selama ketertiban publik tetap terjaga. Ini adalah ajaran sesat. Vatikan II tidak selaras dengan ajaran tradisional, tidak peduli betapa pun kerasnya para bidah seperti “Romo” Brian Harrison berupaya dengan tidak jujur untuk menggunakan klausul ini untuk berargumentasi demikian. Vatikan II mengajarkan bahwa Negara tidak dapat mencegah agama-agama sesat untuk berekspresi secara publik, seperti yang kita lihat dengan sangat jelas di dalam kutipan yang telah kami diskusikan.
Ajaran sesat Vatikan II tentang kebebasan beragama sama sekali tidak dapat dipertahankan.
Penolakan: “Ajaran tentang Kebebasan Beragama bukanlah suatu dogma”
Sehubungan dengan kontradiksi yang jelas antara ajaran Vatikan II tentang kebebasan beragama dan ajaran tradisional, para pembela kemurtadan pasca-Vatikan II yang lain telah menekankan bahwa, walaupun terdapat kontradiksi, ajaran Vatikan II bukanlah suatu bidah karena ajaran tradisional tentang kebebasan beragama tidak diajarkan secara infalibel sebagai suatu dogma.
Pernyataan ini sama sekali salah, dan dapat dengan mudah dibantah. Gagasan yang diajarkan Vatikan II, bahwa setiap manusia harus dianugerahkan hak sipil atas kebebasan beragama, sehingga ia memiliki jaminan hukum atas hak untuk secara publik mempraktikkan dan menyebarkan agama sesatnya, telah secara dogmatis, secara khidmat, dan secara infalibel dikutuk oleh Paus Pius IX di dalam surat ensiklik Quanta Cura. Gaya bahasa yang digunakan Pius IX lebih dari cukup untuk memenuhi persyaratan definisi dogmatis. Perhatikan terutama bagian-bagian yang dicetak tebal dan digarisbawahi.
Paus Pius IX secara khidmat menolak, melarang, dan mengutuk opini yang jahat tersebut dengan kuasa apostoliknya, dan menyatakan secara khidmat bahwa semua anak Gereja Katolik harus mencamkan bahwa opini yang jahat itu telah dikutuk. Ini adalah gaya bahasa yang khidmat dan ajaran yang infalibel yang dikeluarkan dari posisi yang tertinggi. Tidak diragukan lagi bahwa Quanta Cura merupakan mengecam secara dogmatis ide bahwa kebebasan beragama dijadikan sebagai hak sipil yang diberikan kepada setiap orang. Ajaran Vatikan II, oleh karena itu, merupakan bidah yang bertentangan secara langsung dengan ajaran dogmatis infalibel tentang perkara tersebut.
Ajaran Vatikan II tentang Kebebasan Beragama menentang seluruh Sejarah Dunia Kristiani dan menghancurkan Masyarakat Katolik
Kami telah menunjukkan bahwa ajaran Vatikan II tentang kebebasan beragama adalah ajaran sesat. Terdapat banyak contoh lain yang dapat diberikan untuk menggambarkan bahwa ajaran Vatikan II tentang kebebasan beragama adalah ajaran yang sesat, jahat, dan tidak Katolik. Misalnya, Konsili Vienne yang dogmatis secara khusus memerintahkan para pemimpin Katolik dari Negara-Negara bahwa mereka harus mengontrol secara publik (yaitu dengan mengekang secara publik) ibadah agama Islam yang dilaksanakan secara publik. Paus Klemens V mengingatkan Negara akan kewajibannya untuk melarang pengakuan secara publik agama-agama sesat.
Menurut Vatikan II, ajaran Konsili Vienne ini salah. Adalah suatu hal yang juga salah, menurut ajaran Vatikan II, bahwa agama Kristiani harus dideklarasikan sebagai agama dari Kekaisaran Romawi oleh Theodosius pada tahun 392 Masehi, dan semua kuil pagan ditutup.[22] Hal ini kembali menunjukkan bahwa ajaran Vatikan II tentang kebebasan beragama adalah ajaran yang jahat dan bidah.
Ajaran sesat Vatikan II tentang kebebasan beragama tepatnya adalah alasan bahwa, setelah Vatikan II, sejumlah bangsa Katolik mengubah konstitusi Katolik mereka menjadi konstitusi sekuler! Konstitusi Katolik dari negeri Spanyol dan Kolombia bahkan dihapuskan atas arahan yang jelas dari Vatikan, dan hukum-hukum di negara-negara tersebut diubah untuk mengizinkan praktik agama-agama non-Katolik secara publik.
Perubahan-Perubahan kepada Hukum Katolik Negara Spanyol akibat Ajaran Vatikan II
“Fuero de los Espanoles” [Piagam Bangsa Spanyol], hukum dasar dari Negara Spanyol yang diadopsi pada tanggal 17 Juli 1945 hanya mengizinkan pelaksanaan ibadat [agama-agama] non-Katolik secara pribadi dan melarang semua aktivitas propaganda dari pihak agama-agama sesat.
Kita dapat melihat bahwa, sesuai dengan ajaran Katolik tradisional, hukum Spanyol mendekretkan bahwa satu-satunya perayaan dan manifestasi keagamaan yang diizinkan secara publik adalah hanya akan merupakan perayaan dan manifestasi agama Katolik. Tetapi, setelah Vatikan II, ‘Ley Organica del Estado’ [Hukum Organik Negara] (10 Januari 1967) mengubah paragraf kedua dari artikel tersebut sebagai berikut:
Terlebih lagi, pembukaan Konstitusi Spanyol, yang diubah oleh “Ley Organica del Estado” yang sama setelah Vatikan II, secara eksplisit mendeklarasikan:
Kita dapat melihat bahwa bagian kedua dari Artikel 6 dari Konstitusi tahun 1945 digantikan pada tahun 1967 persisnya untuk menyesuaikan hukum Spanyol dengan deklarasi Vatikan II! Revisi terhadap hukum Katolik di dalam negara Katolik ini, yang dilakukan demi membuat penyesuaian terhadap agama baru dari Vatikan II, mungkin merupakan suatu ilustrasi yang paling jelas yang menggambarkan kuasa-kuasa yang bekerja di sini. Spanyol berubah dari suatu negeri Katolik menjadi negara yang tidak bertuhan, yang sekarang memberikan perlindungan hukum kepada perceraian, sodomi, pornografi, dan kontrasepsi – dan semuanya itu berkat Vatikan II.
Sejalan dengan ajaran sesatnya tentang kebebasan beragama, Vatikan II mengajarkan bidah bahwa semua agama memiliki kebebasan berbicara dan kebebasan pers.
Gagasan bahwa semua orang memiliki hak kebebasan berbicara dan kebebasan pers telah dikecam oleh banyak Paus. Kami hanya perlu mengutip Paus Gregorius XVI dan Paus Leo XIII. Perhatikan bahwa Paus Gregorius XVI menyebut gagasan ini (hal yang sama yang diajarkan oleh Vatikan II) sebagai hal yang berbahaya dan yang “tidak pernah cukup diperkejikan”.
Semua ajaran Katolik ini menentang secara langsung ajaran sesat Vatikan II.Kembali ke rangkuman bidah utama Vatikan II.
Catatan kaki:
[1] Denzinger 1777.
[2] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 2 (1878-1903), hal. 115.
[3] Denzinger 1778.
[4] Denzinger 1755.
[5] Denzinger 1690.
[6] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal. 1002.
[7] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal. 1003.
[8] Benediktus XVI, Principles of Catholic Theology {Prinsip-Prinsip Teologi Katolik}, San Francisco, CA: Ignatius Press, 1982, hal. 381.
[9] Benediktus XVI, Principles of Catholic Theology {Prinsip-Prinsip Teologi Katolik}, hal. 385.
[10] Benediktus XVI, Principles of Catholic Theology {Prinsip-Prinsip Teologi Katolik}, hal. 391.
[11] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal. 1004.
[12] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 2 (1878-1903), hal. 175-176.
[13] Patrick Madrid, Pope Fiction {Fiksi Paus}, San Diego: Basilica Press, 1999, hal. 277.
[14] Denzinger 1778.
[15] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal. 1004.
[16] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal. 1002.
[17] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal. 1003.
[18] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal. 1004.
[19] Chris Ferrara, Catholic Family News, “Opposing the Sedevacantist Enterprise, Part II” {“Melawan Kelompok Sedevakantis, Bagian II”}, Oct. 2005, hal. 24-25.
[20] Denzinger 1690; 1699.
[21] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 1, hal. 380.
[22] Fr. John Laux, Church History {Sejarah Gereja}, hal. 98.
[23] Denzinger 1995.
[24] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 1 (1740-1878), hal. 271.
[25] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal. 1004.
[26] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 1 (1740-1878), hal. 238.
[27] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 2 (1878-1903), hal. 180.
[28] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 2 (1878-1903), hal. 114.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 1 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 2 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 2 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...