^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Ensiklik Vehementer Nos - Paus St. Pius X, 1906 - Mengutuk Hukum Pemisahan Gereja dari Negara di Prancis
VEHEMENTER NOS
SURAT ENSIKLIK DARI BAPA SUCI KITA, PAUS PIUS X
Kepada para Uskup Agung, Uskup, Imam, dan Rakyat Prancis.
“Kepada Putra-Putra Kami yang Terkasih,
François-Marie Richard, Kardinal Imam dari Gereja Roma yang Kudus, Uskup Agung Prancis; Victor-Lucien Lecot, Kardinal Imam dari Gereja Roma yang Kudus, Uskup Agung Bordeaux; Pierre-Hector Coullié, Kardinal Imam dari Gereja Roma yang Kudus, Uskup Agung Lyon; Joseph-Guillaume Labouré, Kardinal Imam dari Gereja Roma yang Kudus, Uskup Agung Rennes, dan kepada semua Saudara Kami yang Terhormat, para Uskup Agung dan Uskup serta kepada semua Imam dan Rakyat Prancis,
Pius X, Paus.
Saudara-Saudara yang Terhormat, Para Putra yang Terkasih, Salam dan Berkat Apostolik
Jiwa Kami dipenuhi oleh kekhawatiran yang pedih dan dukacita meluap-luap di dalam hati Kami sewaktu benak Kami tertuju kepada anda sekalian. Bagaimanakah tidak demikian adanya, segera setelah pemakluman hukum itu yang, dengan mengoyakkan ikatan-ikatan kuno yang menghubungkan bangsa anda dengan Takhta Apostolik, menciptakan bagi Gereja Katolik di Prancis suatu keadaan yang tidak pantas dialaminya dan yang akan diratapi selamanya? Tidak dipertanyakan sama sekali bahwa kejadian itu sungguh berat adanya, dan harus disayangkan oleh semua orang yang berpikiran benar, sebab kejadian itu adalah suatu bencana yang begitu besarnya bagi masyarakat dan bagi agama; tetapi kejadian itu tidak mungkin mengejutkan seorang pun yang telah memerhatikan kebijakan religius yang diberlakukan di Prancis pada tahun-tahun terakhir ini. Bagi anda, Saudara-Saudara yang Terhormat, kejadian ini tentunya bukanlah hal yang baru maupun aneh, karena anda telah menjadi saksi atas pukulan-pukulan yang mengerikan yang ditujukan dari waktu ke waktu kepada agama oleh otoritas publik.
Siapakah yang Bertanggung Jawab atas Hukum Pemisahan Gereja dari Negara?
Anda telah melihat kesucian dan inviolabilitas dari pernikahan Kristiani dilanggar oleh tindak-tindak legislatif yang secara resmi bertentangan dengannya; sekolah-sekolah dan rumah-rumah sakit disekularisasikan; para imam direnggut dari studi mereka dan dari disiplin gerejawi mereka untuk dipaksa menjalani wajib militer; kongregasi-kongregasi religius dicerai-beraikan dan hartanya dirampas, dan kebanyakan waktu para anggotanya dibuat menjadi amat melarat. Anda pun mengenali semua kebijakan hukum lainnya yang diberlakukan setelahnya: abrogasi hukum yang mewajibkan doa-doa publik pada awal dari tiap-tiap sesi parlementer dan pembukaan ulang pengadilan; penghapusan tanda-tanda perkabungan yang secara tradisional dirayakan di atas kapal pada hari Jumat Agung; penghapusan karakter religius dari sumpah yudisial; peniadaan semua tindakan-tindakan serta emblem-emblem yang memiliki kegunaan sedikit pun untuk mengingatkan akan agama dari pengadilan, sekolahan, militer, angkatan laut, dan, pendek kata, dari semua tempat umum. Kebijakan-kebijakan ini, serta kebijakan lainnya, yang sedikit demi sedikit memisahkan secara de facto Gereja dari Negara, semata-mata adalah batu loncatan yang ditempatkan untuk mencapai pemisahan penuh dan resmi: para promotornya sendiri tidak ragu-ragu mengakuinya acapkali dengan suara lantang.
2. Di sisi lain, Takhta Suci telah mengerahkan segala upaya untuk menghindarkan terjadinya bencana besar ini. Walaupun Takhta Suci tanpa kenal lelah memperingatkan orang-orang yang mengepalai urusan-urusan di Prancis, dan memohon kepada mereka berulang kali untuk menimbang dengan baik besarnya kejahatan yang secara pasti akan menjadi hasil dari kebijakan separatis mereka, Takhta Suci pun pada waktu yang sama melimpahkan kepada Prancis bukti-bukti yang luar biasa akan kasih sayangnya yang penuh sabar. Takhta Suci pada waktu itu berhak untuk berharap bahwa rasa syukur akan membuat para politikus itu agar tetap berada di atas tebing dan agar mereka meninggalkan rencana-rencana mereka. Tetapi semua perhatian, pertolongan, dan upaya dari para Pendahulu Kami serta diri Kami sendiri telah menjadi sia-sia belaka. Para musuh agama telah pada akhirnya berhasil untuk mewujudkan, dengan menggunakan kekerasan, apa yang mereka telah dambakan sejak lama, yang bertentangan dengan hak-hak anda sebagai bangsa Katolik dan keinginan semua orang yang berpikir secara benar. Maka dari itu, pada saat yang demikian gentingnya bagi Gereja ini, Kami, dipenuhi dengan rasa tanggung jawab Apostolik Kami, telah menganggap sebagai tugas Kami untuk bersuara dengan lantang dan membuka hati Kami kepada anda, Saudara-Saudara yang Terhormat, dan kepada para imam serta rakyat anda – kepada anda sekalian yang telah selalu Kami sayangi dengan kasih yang istimewa, tetapi yang sekarang Kami bahkan lebih sayangi, sebagaimana benar adanya.
Melawan Prinsip Pemisahan Gereja dari Negara
3. Bahwa Negara harus dipisahkan dari Gereja adalah dalil yang secara mutlak salah, suatu kesesatan yang amat berbahaya. Dalil yang, sebagaimana adanya, didasari oleh prinsip bahwa negara tidak boleh mengakui suatu kultus keagamaan mana pun, dalil ini, di atas segala hal, bersalah atas suatu ketidakadilan yang besar terhadap Allah; sebab sang Pencipta manusia juga adalah sang Pembangun masyarakat-masyarakat manusia, dan Ia menjaga keberadan masyarakat-masyarakat tersebut sebagaimana Ia menjaga keberadaan diri kita. Maka, kita bukan hanya wajib untuk memberikan kepada-Nya suatu pemujaan pribadi, tetapi suatu penyembahan publik dan sosial untuk menghormati-Nya. Di samping itu, dalil tersebut adalah suatu penyangkalan yang jelas terhadap tatanan supernatural. Dalil itu membatasi tindakan Negara semata-mata demi mengejar kesejahteraan publik di dalam hidup ini, yang hanyalah tujuan langsung dari masyarakat-masyarakat politis; dan sama sekali tidak mengurusi, seakan-akan hal ini asing bagi Negara, tujuan akhirnya, yang adalah kebahagiaan abadi manusia setelah hidup yang singkat ini akan mencapai akhirnya. Tetapi, karena tatanan masa kini dari hal-hal sementara adanya dan disubordinasikan kepada pencapaian kesejahteraan manusia yang mutlak dan tertinggi, kuasa sipil bukan hanya tidak boleh membuat halangan terhadap tujuan tersebut, tetapi harus membantu kita untuk mewujudkannya.
Dalil tersebut juga mengganggu tatanan yang telah didirikan oleh Penyelenggaraan Allah di dunia, yang menuntut suatu persetujuan yang harmonis antara kedua masyarakat, yakni, masyarakat sipil dan religius, walaupun keduanya melaksanakan otoritasnya di dalam ruang lingkupnya masing-masing. Itulah mengapa pastinya, terdapat banyak hal-hal yang dimiliki oleh kedua masyarakat itu bersama, di mana kedua masyarakat tersebut harus berhubungan satu dengan yang lainnya. Tiadakan persetujuan antara Gereja dan Negara, dan hasil yang akan didapatkan dari hal-hal bersama itu adalah benih perpecahan yang akan sangat menyakitkan bagi kedua belah pihak; akan menjadi lebih sulit untuk melihat di mana kebenaran berada, dan suatu kebingungan yang besar pastinya akan timbul. Pada akhirnya dalil ini menyebabkan kerusakan-kerusakan yang besar terhadap masyarakat sipil sendiri, karena dalil tersebut tidak dapat berhasil maupun bertahan dalam kurun waktu yang panjang sewaktu tempat yang layak tidak diberikan kepada agama, yang merupakan aturan yang terluhur dan penguasa yang berdaulat dalam hal hak-hak serta kewajiban-kewajiban manusia.
Itulah mengapa para Paus Roma tidak pernah berhenti, sebagaimana yang dibutuhkan oleh keadaan-keadaan, untuk membantah dan mengutuk doktrin pemisahan Gereja dan Negara. Pendahulu Kami yang agung, Leo XIII, terutama telah acapkali dan dengan amat baik menguraikan ajaran Katolik tentang hubungan-hubungan yang harus ada antara kedua masyarakat tersebut. Ia berkata bahwa di antara kedua masyarakat tersebut, ‘secara pasti harus terdapat suatu persatuan yang pantas, yang tidak boleh secara tidak tepat dibandingkan dengan persatuan yang ada antara raga dan jiwa manusia. – Quaedam intercedat necesse est ordinata colligatio (inter illas) quae quidem conjunctio non immerito comparatur, per quam anima et corpus in homine corpulantur.’ Ia menambahkan pula: ‘Masyarakat-masyarakat manusia tidak dapat, tanpa menjadi kriminal, bertindak seolah-olah Allah tidak ada atau menolak untuk memedulikan agama, seakan-akan agama adalah sesuatu yang asing bagi mereka, atau tidak berguna bagi mereka… Adapun Gereja, yang Allah sendirilah penciptanya, untuk meniadakan Gereja dari kehidupan aktif bangsa, dari hukum, dari pendidikan orang muda, dari keluarga, adalah suatu kesalahan yang besar dan berbahaya. – Civitates non possunt citra scelus, gerere se tamquam si Deus omnino non esset, aut curam religionis velut alienam nihilque profuturam abjicere… Ecclesiam vero, quam Deus ipse constituit, ab actione vitae excludere, a legibus, ab institutione adolescentium, a societate domestica, magnus et perniciosus est error.’[1]
4. Dan jika benar adanya bahwa suatu Negara Kristiani mana pun melakukan sesuatu yang amat mengerikan dan tercela dengan memisahkan dirinya sendiri dari Gereja, betapa jauh lebih menyedihkannya bahwa Prancis, dari segala negara di dunia, telah memeluk kebijakan ini; Prancis, yang, selama berabad-abad, telah amat dicintai secara khusus oleh Takhta Apostolik, yang kemakmuran dan kemuliaannya telah selalu terikat secara erat dengan praktik kebajikan Kristiani dan rasa hormat terhadap agama. Sungguh benar perkataan Leo XIII ini: ‘Prancis tidak dapat melupakan bahwa Penyelenggaraan Ilahi telah menyatukan takdirnya dengan Takhta Suci oleh ikatan-ikatan yang terlalu kuat dan terlalu kuno andaikata sekali pun ia hendak mengoyakkannya. Memang, persatuan ini menghasilkan kemegahannya yang nyata serta kemuliaannya yang termurni… Untuk mengusik persatuan tradisional ini setara dengan merampas dari bangsa itu sendiri suatu bagian dari kekuatan moralnya serta pengaruhnya yang besar di dalam dunia.’[2]
Sudut Pandang Diplomatis
5. Dan ikatan-ikatan yang menguduskan persatuan ini seharusnya jauh lebih tidak boleh dilanggar daripada traktat-traktat yang diikat oleh sumpah. Konkordat yang diberlangsungkan antara Sri Paus yang Berdaulat dan Pemerintahan Prancis, layaknya semua traktat yang serupa, diputuskan antara Negara-Negara, suatu kontrak bilateral yang mengikat kedua belah pihak dari perjanjian tersebut. Sri Paus Roma di satu pihak dan kepala negara Prancis di pihak lain secara khidmat menetapkan, baik untuk diri mereka sendiri maupun bagi para penerus mereka, agar pakta yang mereka tandatangani tersebut dijaga agar tidak dilanggar. Maka, aturan yang sama berlaku kepada Konkordat sebagaimana pula berlaku kepada semua traktat internasional, yakni, hukum bangsa-bangsa, yang menentukan bahwa perjanjian semacam itu sama sekali tidak dapat dibatalkan oleh hanya salah satu dari pihak-pihak yang mengadakan kontrak. Takhta Suci telah selalu menaati dengan kesetiaan yang saksama janji-janji yang telah dibuatnya, dan telah selalu menuntut kesetiaan yang sama dari Negara. Kebenaran ini sama sekali tidak dapat disangkal oleh seorang hakim yang tidak memihak. Tetapi, sampai saat ini, Negara, oleh otoritasnya sendiri, mengabrogasikan pakta yang khidmat yang ditandatanganinya. Maka, Negara melanggar janjinya yang telah disumpah. Untuk memisahkan diri dari Gereja, untuk membebaskan dirinya dari pertemanan dengan Gereja, Negara melakukan segala cara, dan tanpa ragu-ragu telah melakukan kekurangajaran terhadap Takhta Suci oleh pelanggarannya akan hukum bangsa-bangsa, serta mengusik tatanan sosial serta politis sendiri – sebab keamanan timbal balik dari bangsa-bangsa dalam hubungannya satu dengan yang lain bergantung terutama kepada kesetiaan yang utuh serta rasa hormat yang sakral terhadap traktat-traktat.
6. Besarnya penghinaan yang dideritakan kepada Takhta Apostolik melalui abrogasi unilateral Konkordat secara menonjol diperparah oleh cara Negara melaksanakan abrogasi ini. Adalah suatu prinsip yang diakui tanpa pertentangan, dan yang ditaati secara universal oleh semua negara, bahwa pembatalan suatu traktat harus didahului dengan suatu pemberitahuan yang beraturan secara jelas dan eksplisit, kepada pihak lain yang berkontrak, oleh pihak yang bermaksud untuk mengakhiri traktat tersebut. Tetapi, bukan hanya pemberitahuan semacam ini tidak pernah diberikan sekali pun kepada Takhta Suci, tetapi indikasi apa pun tentang masalah ini tidak pernah dikemukakan kepadanya. Maka, Pemerintahan Prancis tidak ragu-ragu memperlakukan Takhta Apostolik tanpa rasa hormat yang lazim dan tanpa sopan santun yang tidak pernah diabaikan bahkan saat berurusan dengan Negara-Negara terkecil mana pun. Para pejabatnya, walapun mereka adalah perwakilan dari suatu bangsa Katolik, tidak takut memperlakukan dengan hina jabatan dan kuasa Sri Paus, yang adalah kepala tertinggi dari Gereja, walaupun seharusnya mereka menunjukkan rasa hormat yang lebih besar kepada kuasa ini daripada kepada kuasa politis lainnya – suatu rasa hormat yang jauh lebih besar, oleh karena fakta bahwa Takhta Suci berkenaan dengan kebaikan abadi jiwa-jiwa, dan bahwa misinya menjangkau semua tempat.
Hukum Tersebut, dengan Sendirinya, Buruk Adanya
7. Jika Kami sekarang berlanjut dengan menelaah hukum yang baru saja dipermaklumkan itu, dengan sendirinya, Kami menemukan di dalamnya suatu alasan baru untuk berprotes secara lebih energik. Karena Negara mematahkan ikatan-ikatan Konkordat dan memisahkan dirinya sendiri dari Gereja, Negara itu seharusnya, sebagai suatu konsekuensi yang alami, menyerahkan kepada Gereja kemerdekaannya dan mengizinkan Gereja untuk menikmati dengan damai kebebasan yang dianugerahkan oleh hukum umum yang diaku-akui oleh Negara diberikannya kepada Gereja. Tetapi, hal itu sama sekali berbeda dari kenyataannya: Kami mengenali di dalam hukum ketentuan-ketentuan yang luar biasa yang keketatannya demikian menjijikkan, yang menempatkan Gereja di bawah dominasi kuasa sipil. Kami telah amat berduka karena Kami melihat Negara melakukan penjajahan yang sedemikian rupanya dalam hal-hal yang merupakan bagian dari yurisidiksi eksklusif kuasa gerejawi; dan Kami pun lebih meratapi hal ini oleh karena Negara, yang mati rasa terhadap segala makna kesetaraan dan keadilan, telah dengan demikian menciptakan bagi Gereja Prancis suatu situasi yang memilukan, yang meremukkan dan mengekang hak-hak Gereja yang amat sakral.
8. Sebab ketentuan-ketentuan dari hukum baru tersebut bertentangan dengan konstitusi yang melandasi pembangunan Gereja oleh Yesus Kristus. Kitab Suci mengajarkan kepada kita, dan tradisi para Bapa meneguhkan ajaran ini, bahwa Gereja adalah tubuh mistis Kristus, yang dipimpin oleh para Gembala dan Doktor[3] – suatu masyarakat manusia yang mengandung di dalam kandang dombanya sendiri ketua-ketua yang memiliki kekuatan yang penuh dan sempurna untuk memerintah, mengajar, dan mengadili.[4] Itulah mengapa Gereja, secara esensi, adalah suatu masyarakat yang tidak setara, yakni, suatu masyarakat yang terdiri dari dua kategori orang-orang, para gembala dan kawanan domba, mereka yang menduduki suatu peringkat di dalam derajat-derajat yang berbeda dari hierarki serta khalayak umat beriman. Kategori-kategori ini demikian berbedanya sehingga di dalam badan pastoral sajalah terdapat hak dan otoritas yang diperlukan untuk memajukan tujuan dari masyarakat tersebut dan mengarahkan semua anggotanya kepada tujuannya; adapun tugas khalayak itu hanyalah untuk membiarkan dirinya sendiri dipimpin, layaknya kawanan domba yang jinak, untuk mengikuti para gembala. St. Siprianus, Martir, mengungkapkan kebenaran ini secara mengagumkan sewaktu ia menulis: ‘Tuhan kita, yang prinsip-prinsip-Nya harus kita hormati dan taati, untuk menetapkan jabatan Keuskupan dan kodrat Gereja, berkata demikian kepada Petrus di dalam Injil: Ego dico tibi quia tu es Petrus, etc. Maka, di sepanjang segala kemelut waktu dan keadaan, tatanan Keuskupan serta konstitusi Gereja sedemikian rupa adanya sehingga Gereja bersandar kepada para Uskup, dan segala tindakannya dipimpin oleh mereka. – Dominus Noster, cujus praecepta metuere et servare debemus, episcopi honorem et ecclesiae suae rationem disponens, in evangelio loquitur et dicit Petro: Ego dico tibi quia tu es Petrus, etc. … Inde per temporum et successionum vices Episcoporum ordinatio et Ecclesiae ratio decurrit, ut Ecclesia super Episcopos constituatur et omnis actus Ecclesiae per eosdem praepositos gubernetur’.[5] Santo Siprianus menegaskan bahwa semua itu didasari oleh suatu hukum ilahi, divina lege fundatum.
Asosiasi-Asosiasi Peribadatan
Bertentangan dengan prinsip-prinsip ini, Hukum Pemisahan, menugaskan administrasi serta pengawasan ibadat publik bukan kepada badan hierarkis yang didirikan secara ilahi oleh Juru Selamat kita, melainkan kepada suatu asosiasi yang terdiri dari orang-orang awam. Kepada asosiasi ini, hukum tersebut memberikan suatu bentuk yang khusus serta pribadi yurisis, dan menganggapnya sebagai satu-satunya yang memiliki hak-hak serta kewajiban-kewajiban di mata hukum dalam segala hal yang berhubungan dengan ibadat religius. Kepada asosiasi ini diberikan pula penggunaan atas bait-bait serta tempat-tempat suci; asosiasi inilah yang akan memiliki segala harta gerejawi, baik properti riil maupun properti pribadi; asosiasi inilah yang akan memiliki, walaupun hanya untuk kurun waktu sementara, tempat tinggal para Uskup, para imam, serta seminari-seminari; asosiasi inilah yang akan mengelola properti, mengatur kolekte serta menerima derma dan warisan yang ditujukan untuk ibadat keagamaan. Sehubungan dengan badan hierarkis para pastor, hukum tersebut diam seribu bahasa. Dan jika hukum itu mewajibkan agar asosiasi-asosiasi peribadatan harus dikonstitusikan sesuai dengan aturan-aturan umum dari organisasi peribadatan yang keberadaannya dirancang untuk dijamin oleh asosiasi-asosiasi tersebut, bagaimanapun, mereka telah memastikan untuk menyatakan bahwa di dalam segala sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan properti mereka, Dewan Negara adalah satu-satunya pengadilan yang kompeten. Asosiasi-asosiasi peribadatan ini, oleh karena itu, akan ditempatkan di dalam suatu ketergantungan yang sedemikian rupa kepada otoritas sipil sehingga otoritas gerejawi, jelas, sama sekali tidak akan memiliki kuasa atas asosiasi-asosiasi tersebut. Jelas adanya sewaktu dilihat sepintas bahwa semua ketentuan ini secara berat melanggar hak-hak Gereja dan bertentangan terhadap konstitusi ilahinya. Di samping itu, hukum tentang poin-poin ini tidak ditetapkan di dalam istilah-istilah yang jelas dan persis, tetapi dibiarkan agar samar dan amat terbuka kepada keputusan-keputusan yang sewenang-wenang sehingga seseorang dapat menakuti timbulnya masalah-masalah yang amat besar semata-mata dari interpretasi hukum itu sendiri.
9. Di samping itu, tiada sesuatu pun yang dapat dibayangkan, yang lebih bermusuhan kepada kebebasan Gereja selain hukum ini. Sebab, dengan adanya asosiasi-asosiasi peribadatan, Hukum Pemisahan mengalangi para pastor untuk melaksanakan kepenuhan dari otoritas mereka serta jabatan mereka atas para umat beriman, sewaktu hukum tersebut mengatribusikan kepada Dewan Negara yurisdiksi yang tertinggi atas asosiasi-asosiasi ini dan menundukkan asosiasi-asosiasi tersebut kepada segenap rangkaian ketentuan-ketentuan yang tidak terkandung di dalam hukum umum, yang menyulitkan pendirian asosiasi-asosiasi tersebut dan membuat pemeliharaan asosiasi-asosiasi tersebut pun lebih sulit; sewaktu, setelah mengumumkan kebebasan beribadat publik, hukum itu lalu mengekang pelaksanaannya dengan banyak pengecualian; sewaktu hukum itu merampas regulasi internal Gereja atas gereja-gereja demi menganugerahkan fungsi ini kepada Negara; sewaktu hukum itu merintangi pengkhotbahan iman dan moral Katolik dan membuat hukum pidana yang berat dan luar biasa bagi para imam – sewaktu hukum itu meneguhkan semua ketentuan-ketentuan ini dan banyak ketentuan lain yang sejenis yang cakupannya yang luas diserahkan kepada peraturan yang sewenang-wenang, lalu apakah yang dilakukan hukum itu, jika bukan menempatkan Gereja dalam suatu penaklukan yang memalukan, dan di bawah dalih melindungi ketertiban publik, merampas dari warga negara yang cinta damai, yang masih merupakan mayoritas besar di Prancis, hak sakral untuk mempraktikkan agama mereka sendiri? Maka, Negara melukai Gereja bukan hanya semata-mata dengan mengekang pelaksanaan ibadat, yang kepadanya hukum pemisahan menyederhanakan secara salah segenap esensi dari agama; tetapi juga dengan menghalangi pengaruh Gereja yang senantiasa baik adanya atas rakyat, dan melumpuhkan aktivitas Gereja dengan beribu cara. Demikian pula, antara lain, Negara tidak puas merampas dari Gereja ordo-ordo religius, yang merupakan pembantu Gereja yang berharga dalam misi sucinya, dalam pengajaran dan pendidikan, dalam karya-karya amal Kristiani, tetapi Negara juga harus merampas dari Gereja sumber daya yang merupakan bagian dari sarana manusiawi yang diperlukan bagi keberadaannya dan pemenuhan misinya.
10. Di samping kerusakan-kerusakan serta penghinaan-penghinaan yang telah Kami rujukkan sampai saat ini, Hukum Pemisahan juga melanggar dan menginjak-injak di bawah kaki hak-hak properti Gereja. Hukum ini menentang segala keadilan dengan merampas dari Gereja sejumlah besar warisan yang dimiliki oleh Gereja melalui begitu banyak titel dan yang begitu kudusnya; hukum tersebut menghapuskan dan membatalkan segala fondasi-fondasi saleh yang secara legal dikonsekrasikan bagi ibadat ilahi atau bagi doa untuk orang-orang yang telah mati. Harta yang disediakan oleh kemurahan hati Katolik demi pemeliharaan sekolah-sekolah Katolik, dan karya dari berbagai asosiasi amal yang berhubungan dengan agama, telah dipindahtangankan oleh hukum tersebut kepada asosiasi-asosiasi awam yang di dalamnya seseorang akan mencari dengan sia-sia sekelumit pun bekas agama. Dengan demikian, hukum itu bukan hanya melanggar hak-hak Gereja, tetapi juga kehendak yang resmi dan eksplisit dari para donator dan pewaris. Kami juga merasakan kepedihan yang amat besar karena hukum itu, dengan melecehkan segala hak, menyatakan sebagai properti milik Negara, departemen atau komune, segala bangunan yang sudah ada sebelum Konkordat. Memang benar, hukum itu mengizinkan penggunaan bangunan-bangunan tersebut secara cuma-cuma kepada asosiasi-asosiasi peribadatan, tetapi hukum itu mengelilingi kelonggaran tersebut dengan begitu banyak pengecualian yang berat, sehingga kenyataannya, hukum itu menyerahkan kepada kuasa publik penggunaan penuh bangunan-bangunan tersebut. Di samping itu, Kami merasakan ketakutan yang amat besar bagi kekudusan bait-bait tersebut, suaka yang agung bagi sang Raja Ilahi dan tempat yang sedemikian tercintanya, oleh karena kenangan-kenangan akan tempat-tempat tersebut, bagi kesalehan rakyat Prancis. Sebab bait-bait tersebut pastinya mengalami bahaya penistaan jika jatuh ke dalam tangan orang awam.
Anggaran Peribadatan
11. Sewaktu hukum tersebut, dengan menghapuskan anggaran peribadatan, melepaskan Negara dari kewajiban untuk menyediakan biaya-biaya peribadatan, hukum tersebut melanggar suatu perjanjian yang diberkontrakkan di dalam suatu konferensi diplomatis, dan pada waktu yang sama, melakukan suatu ketidakadilan yang besar. Tentang poin ini, tiada suatu keraguan pun, sebab dokumen-dokumen sejarah memberikan penegasan yang amat jelas tentang poin ini. Sewaktu Pemerintahan Prancis mengambil di dalam Konkordat kewajiban untuk menyediakan bagi para imam suatu pendapatan yang cukup untuk subsistensi mereka yang layak dan untuk kebutuhan-kebutuhan ibadat publik, kelonggaran tersebut bukan semata-mata suatu kelonggaran yang cuma-cuma – melainkan suatu kewajiban yang diambil oleh Negara untuk membuat restitusi, setidaknya secara sebagian, kepada Gereja yang propertinya telah disita pada saat Revolusi pertama. Di sisi lain, sewaktu Sri Paus Roma, di dalam Konkordat yang sama ini mengikat dirinya sendiri serta para penerusnya, atas nama perdamaian, untuk tidak mengganggu para pemilik properti yang dirampas secara demikian dari Gereja, ia melakukannya hanya dengan satu persyaratan: bahwa Pemerintahan Prancis harus mengikat dirinya sendiri selamanya untuk memberikan sumbangan kepada para imam secara layak dan untuk memasok biaya-biaya ibadat ilahi.
12. Akhirnya, terdapat suatu poin lain yang tentangnya Kami tidak dapat bungkam diri. Di samping penghinaan yang dilakukan oleh hukum tersebut terhadap kepentingan-kepentingan Gereja, hukum baru itu akan menyebabkan bencana yang amat besar bagi negara anda. Sebab tidak dapat diragukan bahwa hukum itu sayangnya menghancurkan persatuan dan keharmonisan. Dan tanpa persatuan dan keharmonisan, tiada suatu bangsa pun yang mampu hidup ataupun menjadi sejahtera. Terutama di dalam keadaan Eropa di masa kini, pemeliharaan keharmonisan yang sempurna haruslah menjadi keinginan yang membara bagi semua orang di Prancis yang mencintai negaranya dan yang menghendaki keselamatan tanah air mereka. Adapun diri Kami, dengan mengikuti teladan dari pendahulu Kami dan mewarisi darinya suatu kecintaan yang khusus terhadap negara anda, Kami tidak membatasi diri Kami sendiri untuk berjuang demi pelestarian segala hak dari agama para leluhur anda, tetapi Kami telah selalu, dengan damai persaudaraan yang telah selalu Kami perhatikan, yang agamalah ikatan terkuatnya, berjuang untuk memajukan persatuan antara anda sekalian. Maka dari itu, Kami tidak dapat, tanpa dukacita yang mendalam, melihat bahwa Pemerintahan Prancis baru saja melakukan suatu tindakan yang menyulutkan, atas dasar-dasar agamawi, hasrat yang telah sedemikian berbahayanya terbakar, dan yang, oleh karena itu, tampaknya secara pasti akan memorak-porandakan segenap negeri anda.
Anatema
13. Maka, mengingat tanggung jawab Apostolik Kami, dan dalam kesadaran akan kewajiban yang mendesak yang Kami panggul untuk membela dan menjaga, di hadapan segala serangan, integritas yang penuh dan mutlak dari hak-hak Gereja yang sakral dan tak dapat diganggu gugat, atas dasar otoritas tertinggi yang telah dipercayakan oleh Allah kepada Kami, dan atas dasar-dasar yang telah ditetapkan di atas, Kami menolak dan mengutuk hukum yang dipilih melalui pemungutan suara di Prancis untuk pemisahan Gereja dan Negara sebagai hukum yang, secara mendalam, tidak adil terhadap Allah, yang disangkalnya, dan sebagai hukum yang menetapkan prinsip bahwa Republik tersebut tidak mengakui suatu kultus apa pun. Kami menolak dan mengutuk hukum tersebut sebagai pelanggaran terhadap hukum alam, hukum bangsa-bangsa, dan kesetiaan terhadap traktat-traktat; sebagai bertentangan terhadap konstitusi Ilahi Gereja, terhadap hak-hak Gereja yang esensial dan terhadap kebebasan Gereja; sebagai penghancuran terhadap keadilan dan penginjak-injakkan hak-hak dan properti yang telah didapatkan oleh Gereja melalui banyak titel dan, di samping itu, atas dasar Konkordat. Kami menolak dan mengutuk hukum tersebut sebagai penghinaan yang berat terhadap jabatan Takhta Apostolik ini, terhadap pribadi diri Kami sendiri, terhadap Keuskupan, dan terhadap para imam dan semua umat Katolik di Prancis.
Maka dari itu, Kami berprotes secara khidmat dan dengan segenap tenaga Kami, terhadap preambul ini, pemilihan melalui pemungutan suara tersebut serta pemakluman hukum ini, dan menyatakan bahwa hukum ini tidak pernah dapat dinyatakan untuk melawan hak-hak Gereja yang inheren.
14. Kami harus menujukan perkataan yang berat ini kepada anda sekalian, Saudara-Saudara yang Terhormat, kepada rakyat Prancis dan segenap dunia Kristiani, demi membuat kenyataan yang telah terjadi diketahui. Kesedihan Kami tentunya mendalam, sebagaimana yang telah Kami katakan, sewaktu pada awalnya, Kami menimbang kejahatan-kejahatan yang akan dihasilkan oleh hukum ini kepada suatu bangsa yang amat Kami cintai. Dan Kami pun amat tersakiti oleh pikiran akan berbagai macam cobaan, penderitaan, dan kesulitan yang akan menghampiri anda, Saudara-Saudara yang Terhormat, serta para imam anda. Bagaimanapun, di tengah-tengah kekhawatiran yang besar ini, Kami diselamatkan dari kesakitan yang berlebihan serta patahnya semangat sewaktu benak Kami berpaling kepada Penyelenggaraan Ilahi, yang begitu kaya akan kerahiman, dan kepada harapan, yang terbukti ribuan kali, bahwa Yesus Kristus tidak akan pernah meninggalkan Gereja-Nya ataupun merampas dari Gereja-Nya topangan-Nya yang tak pernah gagal. Dengan demikian jauh dari benak Kami untuk merasakan ketakutan sedikit pun untuk Gereja ini. Kekuatannya itu ilahi, sebagaimana pula stabilitasnya yang tak tergoyahkan, seperti yang dibuktikan dengan jaya oleh pengalaman dari berabad-abad. Dunia mengenali bencana-bencana yang tak pernah berakhir, yang satu lebih menyeramkan dari yang sebelumnya, yang telah menimpa Gereja dalam masa yang panjang ini – tetapi walaupun semua institusi-institusi yang sepenuhnya manusiawi secara pasti telah runtuh, hanya kekuatan baru dan kesuburan yang lebih kayalah yang telah ditimba oleh Gereja dari cobaan-cobaannya. Sehubungan dengan hukum-hukum penganiaya yang diberlakukan terhadap Gereja, sejarah mengajarkan, bahkan pada waktu-waktu terkini, dan Prancis sendiri membuktikan kepada kita, bahwa walaupun hukum-hukum tersebut ditempa oleh kebencian, hukum-hukum tersebut pada akhirnya selalu diabrogasikan dengan bijaksana, sewaktu hukum-hukum tersebut terbukti berbahaya terhadap kepentingan-kepentingan Negara. Semoga Allah mengizinkan agar orang-orang yang pada saat ini berkuasa di Prancis akan segera mengikuti teladan yang telah diberikan kepada mereka dalam hal ini oleh para pendahulu mereka. Semoga Allah mengizinkan agar mereka dapat, di tengah-tengah sorakan semua orang baik, segera mengembalikan kepada agama, yang adalah mata air peradaban dan kesejahteraan rakyat, serta penghormatan yang layak diberikan kepadanya, kebebasan.
Tindakan Praktis
15. Sementara itu, selama penganiayaan yang menindas ini terus berlanjut, anak-anak Gereja, dengan mengenakan perisai terang,[6] harus bertindak dengan segenap tenaga mereka untuk membela Kebenaran dan Keadilan – itulah tanggung jawab mereka pada hari ini, lebih dari sebelumnya. – Di dalam perjuangan-perjuangan suci ini, Saudara-Saudara yang Terhormat, anda harus membawa segenap semangat yang berkobar, penuh kewaspadaan, dan yang tak kenal lelah, yang telah selalu diwujudkan secara terpuji dan begitu terkenal dari Keuskupan Prancis. Tetapi, di atas segala hal, Kami menghendaki, oleh karena hal ini memiliki kepentingan yang terbesar, agar di dalam segala rencana yang anda upayakan demi pertahanan Gereja, anda berjuang untuk memastikan persatuan hati dan kehendak yang sempurna.
Kami bermaksud dengan teguh untuk memberikan kepada anda, pada waktu yang tepat, instruksi-instruksi praktis yang akan berguna sebagai aturan berperilaku yang tepat bagi anda di tengah-tengah kesulitan-kesulitan besar pada masa kini. Dan Kami meyakini terlebih dahulu bahwa anda akan mematuhinya dengan amat setia.
Sementara itu, teruskan karya yang berguna yang anda kerjakan; berjuanglah untuk membangkitkan kesalehan yang sebesar mungkin di antara para umat; buatlah ajaran doktrin Kristiani semakin maju dan populer; jagalah jiwa-jiwa yang dipercayakan kepada anda dari kesalahan-kesalahan dan godaan-godaan yang mereka hadapi dari segala sisi; instruksikanlah, peringatkanlah, doronglah, hiburlah kawanan domba anda dan laksanakanlah bagi mereka segala tanggung jawab yang diembankan kepada anda oleh jabatan penggembalaan anda. Dalam karya ini, anda pasti akan menemukan kolaborator yang tidak kenal lelah dalam rupa para imam anda. Banyak dari para imam anda memiliki kesalehan, ilmu pengetahuan, dan kelekatan yang besar kepada Takhta Apostolik dan Kami tahu bahwa mereka selalu siap untuk membaktikan diri mereka sendiri sepenuhnya di bawah bimbingan anda demi perkara kemenangan Gereja dan demi keselamatan kekal jiwa-jiwa. Para imam akan tentunya memahami bahwa di dalam kesulitan pada masa kini, mereka harus tergerak oleh sentimen-sentimen yang diakui dahulu kala oleh para Rasul, yang bersukacita karena mereka layak untuk menderita kehinaan demi nama Yesus, ‘Gaudentes quoniam digni habiti sunt pro nomine Jesu contumeliam pati.’[7] Mereka akan, oleh karena itu, dengan gagah berdiri demi hak-hak dan kebebasan Gereja, tetapi tanpa menghina seorang pun. Selanjutnya, oleh karena kesungguhan mereka untuk melestarikan kasih, sebagaimana yang diwajibkan terutama kepada para pelayan Yesus Kristus, mereka akan menanggapi kebengisan dengan keadilan, kekurangajaran dengan kelemahlembutan, dan perlakuan buruk dengan kebaikan.
16. Dan sekarang Kami berpaling kepada anda sekalian, para umat Katolik Prancis, dan meminta anda untuk menerima perkataan Kami sebagai suatu kesaksian akan kasih sayang yang amat lembut yang dengannya Kami tidak pernah berhenti untuk mencintai negara anda, dan sebagai penghiburan kepada diri anda di tengah-tengah musibah-musibah yang mengerikan yang anda akan harus lalui. Anda mengenali tujuan sekte-sekte yang jahat yang menempatkan kepala anda di bawah kuk mereka, sebab mereka sendiri telah menyerukan dengan kelancangan yang sinis bahwa mereka bertekad untuk ‘mende-Katolisisasikan’ Prancis. Mereka ingin mencabut dari hati anda setiap bekas terakhir dari iman yang memenuhi para bapa anda dengan kemuliaan, iman yang telah membuat tanah air anda sejahtera dan agung di tengah bangsa-bangsa, iman yang menopang diri anda dalam cobaan-cobaan, yang membawa ketenangan dan damai kepada tempat tinggal anda, dan yang membukakan bagi anda jalan menuju kebahagiaan kekal. Anda merasa bahwa anda harus membela iman ini dengan segenap jiwa anda. Tetapi janganlah tersesatkan – segala jerih payah dan usaha akan sia-sia jika anda berjuang untuk menghalau serangan-serangan yang dilakukan terhadap anda jika anda tidak bersatu dengan teguh. Enyahkanlah, oleh karena itu, segala penyebab perpecahan yang mungkin ada di tengah-tengah anda sekalian. Dan lakukanlah apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa kesatuan anda dapat menjadi sekuat yang seharusnya di antara manusia yang bertarung untuk perkara yang sama, terutama sewaktu perkara ini adalah perkara kemenangan yang untuknya setiap orang seharusnya bersedia untuk mengorbankan suatu hal dari opini-opininya sendiri. Jika anda ingin, dalam batasan-batasan kekuatan anda dan sesuai dengan tanggung jawab anda yang mendesak, menyelamatkan agama para leluhur anda dari bahaya-bahaya yang mengancamnya, adalah suatu kepentingan yang utama bahwa anda menunjukkan keberanian dan kemurahan hati yang besar. Kami merasa yakin bahwa anda sekalian akan menunjukkan kemurahan hati ini, dan dengan mengasihi para pelayan Allah, anda akan mencondongkan Allah sehingga Ia semakin mengasihi diri anda sendiri.
17. Sehubungan dengan pertahanan agama, jika anda hendak melaksanakannya dengan cara yang pantas, dan untuk meneruskannya dengan kegigihan dan keefektifan, terdapat dua hal yang utama yang diperlukan: anda harus meneladani dengan penuh kesetiaan asas-asas hukum Kristiani sehingga segala tindakan anda dan segenap hidup anda dapat memberikan penghormatan kepada iman yang anda akui, dan lalu anda harus bersatu secara erat dengan orang-orang yang jabatan khususnya adalah untuk mengawasi agama, dengan para imam anda, para Uskup anda, dan di atas segala hal, dengan Takhta Apostolik ini, yang merupakan poros dari iman Katolik dan dari segala hal yang dapat dilakukan dalam namanya. Dengan bersenjatakan secara demikian untuk peperangan, majulah tanpa rasa takut untuk membela Gereja; tetapi pastikanlah agar kepercayaan anda ditempatkan sepenuhnya dalam Allah, yang perkara-Nya anda perjuangkan, dan janganlah berhenti untuk berdoa kepada-Nya untuk pertolongan.
18. Untuk Kami, selama anda harus berjuang melawan mara bahaya, Kami, dalam hati dan jiwa, akan berada di tengah-tengah anda sekalian; Kami akan berbagi jerih payah, kesakitan, dan penderitaan anda; dan menuangkan kepada Allah, yang telah mendirikan Gereja dan yang selalu menjaganya, doa-doa Kami yang amat rendah dan mendesak, Kami akan memohon kepada-Nya untuk memalingkan tatapan kerahiman kepada Prancis, untuk menyelamatkannya dari badai yang telah menerjangnya, dan, dengan perantaraan Maria yang Tak Bernoda, untuk memulihkan kepadanya berkat keteduhan dan perdamaian.
19. Sebagai jaminan akan karunia-karunia surgawi ini dan sebagai bukti akan cinta kasih Kami yang istimewa, Kami memberikan dengan segenap hati Kami Berkat Apostolik kepada anda sekalian, Saudara-Saudara yang Terhormat, dan kepada para imam anda dan kepada segenap rakyat Prancis.
Diberikan di Roma, di Gereja St. Petrus, pada tanggal 11 Februari di tahun 1906, tahun ketiga dari Kepausan Kami.
Pius X., Paus”
Catatan kaki:
Ensiklik Vehementer Nos dari Paus Pius X diterjemahkan dari sumber-sumber berikut:
Sumber utama, dalam Bahasa Inggris: The American Catholic Quarterly Review, Vol. XXXI. April, 1906 – No. 122, hal. 209-220.
Sumber pendamping, dalam Bahasa Prancis: Revue du monde catholique, T. XLXV, Paris, Arthur Savaète, Éditeur, 1906, hal. 513-525.
[1] Ensiklik ‘Immortale Dei’, 1 Nov. 1885.
[2] Alokusi kepada para peziarah Prancis, 13 April 1888.
[3] Efesus iv., 11 sqq.
[4] Mat., xxviii, 18-20; xvi, 18, 19; xviii, 17; Tit., ii., 15; II Kor., x., 6; xiii., 10, dsb.
[5] St. Siprianus, Epist. xxvii.-xxviii. ad Lapsos ii. i.
[6] Rom., xiii, 12.
[7] Kis. v., 12
Artikel-Artikel Terkait
Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 mingguBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 3 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 3 bulanBaca lebih lanjut...Kami menerima semua dogma Gereja Katolik tanpa terkecuali, dan kami memandang mereka yang menerima semua dogma Gereja dan belum terpisah darinya, sebagai orang Katolik; itulah bagaimana kami bersekutu dengan Gereja...
Biara Keluarga Terkudus 4 bulanBaca lebih lanjut...Maaf tapi saya tidak mempercayai artikel ini. Bagaimana Anda bisa tetap berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik jika Anda menolak untuk percaya Paus (setelah Vatikan II) & Magisterium? Jika Anda...
Novy Binarti 5 bulanBaca lebih lanjut...Gereja Katolik mengajarkan bahwa iman Katolik diperlukan untuk keselataman, dan bahwa kalau ada orang yang mengalami ketidaktahuan, dan dia sungguh-sungguh menjalani hidup baik seturut hukum kodrat, maka Allah akan mencerahkan...
Biara Keluarga Terkudus 7 bulanBaca lebih lanjut...Tuhan Yesus jelas mewajibkan orang untuk mendengar Gereja (Mat. 18:17). Dan Ia telah mendirikan institusi Kepausan di atas St. Petrus (Mat 16:18-19), dan menyerahkan segenap kawanan domba-Nya kepada St. Petrus...
Biara Keluarga Terkudus 7 bulanBaca lebih lanjut...Konsili Vatikan II adalah konsili sesat yang memuat begitu banyak bidah dalam dokumen-dokumennya. Konsili tersebut dibuka oleh Anti-Paus Yohanes Paulus XXIII dan dokumen-dokumennya diratifikasi oleh Anti-Paus Paulus VI. Konsili itu...
Biara Keluarga Terkudus 7 bulanBaca lebih lanjut...Setuju, Tuhan Yesus Turun kebumi bukan membawa agama tapi mengajarkan kasih. Agama adalah buatan manusia.
Joe 7 bulanBaca lebih lanjut...