Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan | Bidah-Bidah di dalam Vatikan II |
Skisma Barat Besar (1378-1417) dan Hal yang Kita Pelajari akan Kemurtadan Setelah Vatikan II
Ketidakpastian yang besar, berbagai Anti-Paus, Anti-Paus di Roma, seorang Anti-Paus yang diakui oleh semua kardinal ; Skisma Barat Besar membuktikan bahwa sebuah urutan Anti-Paus di tengah-tengah krisis setelah Vatikan II dapat terjadi –
Analisis Skisma Barat Besar
Bagaimana hal ini terjadi
Pemilihan Paus yang terjadi di Vatikan (1378) setelah meninggalnya Paus Gregorius XI, adalah pemilihan pertama yang terjadi di Roma sejak tahun 1303. Para Paus sebelumnya bertempat tinggal di Avignon sejak sekitar 70 tahun lamanya, akibat masalah-masalah politik. Pemilihan Paus terjadi di dalam sebuah kekacau-balauan besar.[1] Karena Prancis telah menjadi tempat tinggal para Paus sejak 70 tahun, para kerumunan orang Roma di sekitar pemilihan Paus tersebut sedikit banyak kehilangan disiplin dan memerintahkan para kardinal untuk memilih seorang dari Roma, atau setidaknya dari Italia. Pada suatu ketika, sewaktu kita berpikir bahwa seorang Prancis telah terpilih pada tempat itu, kerumunan orang menyerbu istana.
Akhirnya, seorang dari Italia, Paus Urbanus VI terpilih oleh 16 kardinal. Sang Paus yang baru bertanya kepada para kardinal bila ia telah terpilih secara bebas dan secara kanonik; mereka menjawab ya. Segera setelah pemilihan sang Paus, ke-16 kardinal yang telah memilih Paus Urbanus VI menulis kepada enam kardinal yang menetap di Avignon: “Kami telah memberikan suara kami kepada Bartolomeo, uskup agung dari Bari [Urbanus VI], yang dikenal untuk pekerjaannya yang baik, dan yang kebajikannya merupakan contoh yang brilian; kami telah memilihnya lewat sebuah persetujuan di puncak kesempurnaan apostolik dan telah menunjukkan pilihan kami kepada pada umat Kristiani.”[3]
PARA KARDINAL MENOLAK PAUS URBANUS VI DENGAN ALASAN BAHWA PARA KERUMUNAN ORANG-ORANG ROMA TIDAKLAH BERDISIPLIN
Tetapi, segera setelah terpilih, Paus Urbanus mulai menjauhi para kardinal.
Satu persatu, para kardinal pergi berlibur ke Agnagni. “Paus yang baru, yang sama sekali tidak curiga, memberikan mereka izin untuk pergi ke sana selama musim panas. Pada pertengahan bulan Juli... mereka setuju bahwa pemilihan Paus pada bulan April sebelumnya tidaklah sah akibat halangan yang dipaksakan oleh massa yang mengelilingi mereka dan, berdasarkan hal ini, mereka mencabut pengakuan mereka akan Urbanus.”[5]
Mengetahui bahwa para kardinal tidak lagi mengakui Urbanus VI, juru kanon Baldus, yang dianggap sebagai juri yang paling terkenal pada masa itu, menerbitkan sebuah traktat yang menolak keputusan mereka. Di dalamnya, ia berkata:
Walaupun ketidaktepatan dari pernyataan Baldus ini – karena seorang Paus sejati tidak akan bisa dipecat; seorang bidah memecat dirinya sendiri – kita dapat melihat dengan jelas di dalam kata-katanya, kebenaran yang diakui secara umum, bahwa seorang klaiman akan kepausan yang persisten dan terang-terangan adalah seorang bidah, dapat ditolak sebagai non-Paus, karena ia berada di luar Gereja.
SELURUH KARDINAL PADA WAKTU ITU MENOLAK URBANUS VI DAN MENGAKUI SEORANG ANTI-PAUS
Pada tanggal 20 Juli 1378, 15 dari 16 kardinal yang telah memilih Urbanus VI berhenti mematuhinya dengan alasan bahwa massa Romawi yang kacau membuat pemilihan Paus tersebut non-kanonik. Satu-satunya kardinal yang tidak menolak Urbanus VI adalah kardinal Tebaldeschi, tetapi ia meninggal segera setelahnya, pada tanggal 7 September – yang membuat keadaan di mana tidak terdapat satu kardinal pun dari Gereja Katolik yang mengakui sang Paus sejati, Urbanus VI. Semua kardinal yang hidup menganggap mulai dari saat itu bahwa pemilihannya tidak sah.[7]
Setelah menolak Urbanus VI, pada tanggal 20 September 1378, para kardinal mulai memilih Klemens VII sebagai ‘Paus’, yang memulai ‘kepausan’ musuh di Avignon. Skisma Barat Besar telah dimulai.
Walaupun Urbanus VI benarlah sah, kita dapat melihat bagaimana banyak orang terpengaruh oleh argumen bahwa massa Romawi telah memengaruhi secara ilegal pemilihannya, suatu hal yang membuatnya tidak kanonik. Juga, kita bisa melihat bagaimana posisi Anti-Paus Klemens VII di mata banyak orang jauh lebih berarti, lewat fakta bahwa 15 dari ke-16 kardinal yang telah memilih Urbanus VI telah menolak pemilihannya. Situasi yang setelah diterimanya Klemens VII menghasilkan suatu mimpi buruk – suatu mimpi buruk sejak awalnya – sebuah mimpi buruk yang menunjukkan kepada kita bagaimana Allah kadangkala membiarkan hal-hal menjadi benar-benar buruk dan kacau, tanpa melanggar janji-janji-Nya kepada Gereja-Nya:
Pertunjukan tersebut berlangsung selama para Paus dan Anti-Paus meninggal, hanya untuk digantikan oleh yang lainnya. Paus Urbanus VI meninggal pada tahun 1389 dan digantikan oleh Paus Bonifasius IX yang memerintah dari tahun 1389 sampai 1404. Setelah pemilihan Bonifasius IX, ia langsung diekskomunikasikan oleh Anti-Paus Klemens VII, dan membalas juga dengan ekskomunikasi.
Pada waktu pemerintahannya, Paus Bonifasius IX “tidak dapat memperbesar pengaruhnya di Eropa; Sisilia dan Genoa bahkan meninggalkannya. Untuk mencegah partai Klemens untuk mendapatkan dukungan di Jerman, ia memberikan banyak hadiah-hadiah kepada raja Jerman Wenceslas...”[10]
PARA KARDINAL DI KEDUA KUBU BERKHOTBAH UNTUK MENGHENTIKAN SKISMA TERSEBUT SEBELUM BERPARTISIPASI DI DALAM PEMILIHAN PAUS BARU, YANG MEMBUKTIKAN BETAPA PARAHNYA SITUASI TERSEBUT
Pada waktu itu di Avignon, Anti-Paus Klemens VII meninggal pada tahun 1394. Sebelum memilih penerus Anti-Paus Klemens VII, ke-21 kardinal “bagaimanapun bersumpah untuk menghentikan skisma tersebut; tiap-tiap dari mereka bersumpah, jika ia terpilih, untuk turun takhta jika mayoritas menghendakinya.”[11] Ingatlah akan hal ini, yang menjadi relevan sewaktu kami membahas mengapa seorang klaiman ketiga muncul.
Para kardinal di Avignon memilih Pedro de Luna, (Anti-Paus) Benediktus XIII untuk meneruskan Klemens VII. Benediktus XIII memerintah sebagai klaiman dari Avignon selama sisa waktu Skisma. Untuk suatu waktu, Benediktus XIII mendapat dukungan dari sang pembuat mukjizat, sang dominikan St. Vincent Ferrer. St. Vincent Ferrer adalah penerima pengakuan dosa Benediktus XIII selama beberapa waktu.[12] Ia percaya bahwa urutan Avignon adalah yang sah (sampai akhir dari skisma tersebut). St. Vincent Ferrer memang terbujuk bahwa pemilihan Urbanus VI tidak sah akibat massa Romawi yang tidak berdisiplin, di samping diterimanya urutan Avignon oleh 15 dari 16 kardinal yang telah mengambil bagian dalam pemilihan Urbanus VI.
Sebagai seorang kardinal, Anti-Paus Benediktus XIII sebetulnya telah mengambil bagian juga di dalam pemilihan Paus Urbanus VI, tetapi setelahnya, ia menolak Urbanus dan membantu pemilihan Klemens (karena ia telah yakin bahwa pemilihan Urbanus tidak sah). Sebagai seorang kardinal di bawah Klemens VII, Benediktus XIII “bepergian ke semenanjung Iberia selama sebelas tahun sebagai utusan Anti-Paus, dan peran diplomatisnya merambah ke Aragon, Kastila, Navarra dan Portugal di bawah kepatuhannya [kepada Klemens VII].”[13]
Setelah bersumpah untuk turun takhta agar dapat menghentikan skisma, jika disetujui oleh para kardinal, Anti-Paus Benediktus menghindari banyak dari para kardinalnya sewaktu ia kembali kepada janjinya dan kelihatan enggan turun takhta walaupun kebanyakan dari kardinal-kardinalnya berharap bahwa ia melakukannya. Musuhnya, Paus Bonifasius IX juga sama enggannya.
Pada tahun 1404, Paus Bonfasius IX (penerus Urbanus IV) meninggal, dan Paus Inosensius VII terpilih sebagai penerusnya oleh delapan kardinal yang hadir. Tetapi, Paus Inosensius VII tidak hidup lama; ia meninggal dunia dua tahun setelahnya, pada tahun 1406. Dalam pemerintahannya yang singkat, tidak mau berhadapan muka dengan klaiman dari Avignon, Benediktus XIII, walaupun ia telah bersumpah sebelum pemilihannya untuk melakukan segala hal di dalam kekuatannya untuk mengakhiri skisma tersebut, termasuk turun takhta.
Sewaktu skisma tersebut terus berlangsung, para anggota dari kedua kubu menjadi semakin frustrasi akan keseganan kedua klaiman untuk melakukan sebuah aksi untuk menyudahi skisma tersebut:
Sesuai dengan sentimen yang tersebar untuk mengambil keputusan yang efektif agar skisma tersebut berakhir, sebuah sumpah diambil sebelum pemungutan suara untuk menentukan penerus Paus Inosensius VII:
Fakta bahwa para kardinal yang mempersiapkan diri untuk memilih seorang Paus sejati bersumpah seperti itu, yang mengikutsertakan negosiasi dengan seorang Anti-Paus, menunjukkan betapa mengenaskan situasi itu pada waktu skisma tersebut terjadi, dan bagaimana sang Anti-Paus mendapatkan dukungan dari Kekristenan.
Konklaf tersebut memilih Paus Gregorius XII pada tanggal 30 November 1406. Harapan agar skisma tersebut berakhir menyala kembali lewat negosiasi-negosiasi Paus Gregorius XII dengan Anti-Paus Benediktus XIII. Keduanya bahkan telah setuju akan tempat pertemuan, tetapi Paus Gregorius XII mungkir diri; ia khawatir (dengan alasan yang baik) akan kejujuran dari intensi Benediktus XIII. Paus Gregorius XII juga dipengaruhi oleh beberapa teman dekatnya agar ia tidak turun takhta. Hal ini membuatnya digambarkan secara negatif, akan apa yang dapat terjadi bila ia mengundurkan diri.
PARA KARDINAL MUAK, PERGI KE PISA, DAN MEMILIH SEORANG ‘PAUS’ BARU DI DALAM SEBUAH PERAYAAN YANG MENGAGUMKAN, YANG MENGIKUTSERTAKAN PARA KARDINAL DARI KEDUA KUBU
Keempat belas kardinal yang telah meninggalkan Paus Gregorius untuk Pisa, diikuti oleh sepuluh kardinal yang telah meninggalkan kesetiaan kepada Anti-Paus Benediktus XIII. Para kardinal dari kedua kubu telah mengatur sebuah konsili, dan setuju untuk menyudahi skisma lewat pemilihan Paus serempak di Pisa.
Kardinal uskup agung dari Milan membuat kata sambutan. Ia mengutuk kedua klaiman Gregorius XII dan (Anti-Paus) Benediktus XIII, dan memerintahkan mereka secara resmi untuk menghadiri konsili itu. Mereka dinyatakan melanggar pengadilan jika mereka tidak datang.
Harus kita katakan bahwa pada fase skisma ini (1409), orang-orang sangatlah muak akan perpecahan yang tanpa henti dan janji-janji yang tidak dipenuhi oleh kedua klaiman, sampai perkumpulan di Pisa diterima dan didukung. Konsili ini menjadi sangat memukau dan disenangi karena para 24 kardinal terdiri dari jumlah yang besar dari para kardinal yang telah mengambil bagian dari kedua kubu [kubu dari Gregorius XII dan dari Anti-Paus Benediktus XIII]. Hal ini memberikan kesan bahwa para kardinal dari Gereja melakukan sebuah aksi serempak. Pada tanggal 29 Juni 1409, ke-24 kardinal memilih secara serempak Aleksander V. Sebelumnya, terdapat tiga klaiman kepausan pada waktu yang bersamaan.
KLAIMAN KETIGA, ANTI-PAUS DARI PISA MENDAPATKAN DUKUNGAN YANG PALING BESAR DAN DARI PARA TEOLOG, KARENA IA MEMILIKI KESAN BAHWA IA MERUPAKAN PILIHAN YANG SEREMPAK DARI PARA KARDINAL DARI KEDUA KUBU
Anti-Paus Pisa yang baru terpilih, Aleksander V, mendapatkan dukungan yang paling besar dari Kekristenan dari antara ketiga klaiman. Paus sejati, Gregorius XII, mendapat dukungan paling sedikit.
Kebanyakan teolog dan kanonis dari zaman tersebut mendukung para Anti-Paus dari urutan Pisa.
SAMPAI PADA AKHIR SKISMA BARAT BESAR, TIDAK SATU PUN PAUS SEJATI DI DALAM SEJARAH GEREJA MEMILIKI DUKUNGAN YANG SEKECIL PAUS GREGORIUS XII
Pada tahun 1411, Sigismund, Kaisar Romawi Suci yang baru saja terpilih, mengikuti sentimen publik dan meninggalkan Paus sejati, Gregorius XII.
Anti-Paus yang baru saja dipilih, Aleksander V, tidak hidup lama. Ia meninggal kurang dari satu tahun setelah pemilihannya di bulan Mei 1410. Untuk meneruskannya, tanggal 17 Mei 1410, para kardinal Pisa memilih kembali secara serempak Baldassare Cossa sebagai Yohanes XXIII. Seperti pendahulunya, Aleksander V, Yohanes XXIII juga mendapatkan dukungan terbesar dari antara para klaiman yang lain.
Seperti yang kita lihat, Anti-Paus Yohanes XXIII berhasi memerintah dari Roma. Yohanes XXIII (1410-1415) adalah Anti-Paus terakhir yang memerintah dari Roma sampai dengan para Anti-Paus di dalam kemurtadan setelah Vatikan II, yang dimulai dari seorang pria yang juga disebut sebagai Yohanes XXIII (Angelo Roncalli, 1958-1963).
Pada tahun keempat pemerintahannya sebagai seorang Anti-Paus, Anti-Paus Yohanes XXIII mengadakan Konsili Konstanz pada tahun 1414 atas dorongan dari Kaisar Sigismund. Adalah hal yang menarik bahwa Yohanes XXIII baru-baru ini juga mengadakan Vatikan II pada tahun keempat pemerintahannya di tahun 1962. Dan seperti Vatikan II, Konsili Konstanz bermula sebagai sebuah konsili yang palsu, karena digelar oleh seorang Anti-Paus.
Pada fase skisma ini, Kaisar Sigismund bertekad untuk menyatukan Kekristenan dengan mencoba membuat ketiga klaiman untuk turun takhta. Sewaktu Anti-Paus Yohanes XXIII menyadari bahwa ia tidak akan diterima sebagai Paus yang sejati di Konsili Konstanz, ia melarikan diri dari konsili itu. “Pada sore hari itu, Cossa melarikan diri dari Konstanz, dengan menunggang seekor kuda hitam kecil (suatu kontras dengan sembilan kuda putih di belakang mana ia memasuki kota pada bulan Oktober), berkerudungkan sebuah mantel kelabu untuk menyembunyikan sebagian besar badan dan mukanya...”[23]
Anti-Paus Yohanes XXIII lalu secara resmi dikutuk dan digulingkan oleh konsili itu. Sebuah mandat dari Kaisar dikirimkan untuk menangkapnya; Ia ditangkap dan dipenjarakan. Di dalam penjara, Anti-Paus Yohanes XXIII “menangis, menyerahkan kepada perwakilan konsili meterai kepausannya dan cincin nelayannya.” Ia menerimanya tanpa menentang keputusan yang melawannya.[24]
Maka, setelah Anti-Paus Yohanes XXIII telah dipecat, Paus Gregorius XII setuju untuk mengadakan Konsili Konstanz (agar dapat memberikan kepada dirinya kesahan kepausan, yang tidak akan dapat diberikan kepadanya oleh Yohanes XXIII) dan lalu untuk turun takhta agar dapat menyudahi skisma itu.
Pada waktu itu, Anti-Paus Benediktus XIII (klaiman dari Avignon) didatangi oleh Kaisar Sigismund yang memintanya untuk mengundurkan diri. Ia berkeras untuk menolaknya, tetapi sejak saat itu, sentimen publik menjadi sangat berlawanan dengannya sampai-sampai para pendukungnya berkurang dengan drastis.
Kedua Anti-Paus telah dipecat, dan Paus sejati telah mengundurkan diri, Konsili Konstanz lalu memilih Paus Martinus V pada tanggal 11 November 1417, menyudahi secara resmi Skisma Barat Besar (urutan Anti-Paus dari Avignon berlanjut setelah kematian Anti-Paus Benediktus XIII dengan pemilihan Anti-Paus Klemens VIII sebagai penerusnya oleh empat kardinal yang tersisa. Kardinal-kardinal tersebut lalu menganggap pemilihan Anti-Paus Klemens VIII sebagai tidak sah, dan memilih Anti-Paus Benediktus XIV; tetapi, pada waktu pemecatan Anti-Paus Benediktus XIII oleh Konsili Konstanz, urutan Avignon telah benar-benar kehilangan dukungan sampai penerus-penerus akhir dari Anti-Paus Benediktus XIII benar-benar tidak signifikan dan bahkan tidak patut mendapat tulisan di catatan kaki.)
KESIMPULAN :
YANG KITA PELAJARI DARI SKISMA BARAT BESAR UNTUK MASA INI
Di dalam artikel ini, kita telah membahas salah satu bab paling penting dalam sejarah Gereja. Selanjutnya, kita telah melihat sejumlah hal yang sangat penting – yang relevan dengan situasi di mana kita hidup.
Berikut kutipan dari diskusi Romo O’Reilly tentang Skisma Barat Besar.
Romo O’Reilly berkata bahwa sebuah interregnum (sebuah kurun waktu di mana tidak ada seorang Paus) yang mencakup seluruh kurun waktu Skisma Barat Besar bukanlah hal yang bertentangan dengan janji Kristus tentang Gereja-Nya. Periode yang dikatakan oleh Romo O’Reilly bermula pada tahun 1378 dengan meninggalnya Paus Gregorius XI dan berakhir pada dasarnya pada tahun 1417 dengan dipilihnya Paus Martinus V. Hal tersebut menghasilkan tiga puluh sembilan tahun masa interregnum!
Romo O’Reilly menulis setelah Konsili Vatikan Pertama, jelas-jelas ia memihak sisi dari mereka, yang dalam menolak Anti-Paus Yohanes XXIII, Paulus VI, Yohanes Paulus I, Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI, mendukung kemungkinan akan terjadinya kekosongan Takhta Suci dalam kurun waktu yang lama. Bahkan, pada halaman 287 dari bukunya, Romo O’Reilly memberikan peringatan berikut yang merupakan sebuah nubuat:
Romo O’Reilly berkata bahwa jika Skisma Barat Besar tidak pernah terjadi, orang-orang akan berkata bahwa hal tersebut sama sekali tidak mungkin terjadi dan bertentangan sama sekali dengan janji-janji Kristus kepada Gereja-Nya, dan bahwa kita tidak bisa mengecualikan kemungkinan bahwa hal yang mirip atau mungkin lebih buruk di masa depan sebagai tidak mungkin terjadi dalam skala besar.