Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan | ![]() |
“Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: ‘Damai sejahtera bagi kamu!’ Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu. Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.’ Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Dan ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: ‘Adakah padamu makanan di sini?’ Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka. Ia berkata kepada mereka: ‘Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.’ Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: ‘Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi. Lalu Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga. Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita ….” (Lukas 24:36-53)
“ … menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu. Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya. Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju. Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati. Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: ‘Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya.” (Matius 28 :1-6)
“Kemudian serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus ke gedung pengadilan, lalu memanggil seluruh pasukan berkumpul sekeliling Yesus. Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu kepada-Nya. Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya. Kemudian mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, katanya: ‘Salam, hai Raja orang Yahudi!’ Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya.” (Matius 27:27-30)
“Mereka menerima Yesus. Sambil memikul salib-Nya pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah. Dan Pilatus menyuruh memasang juga tulisan di atas kayu salib itu, bunyinya: ‘Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi.’ Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa Latin dan bahasa Yunani. Maka kata imam-imam kepala orang Yahudi kepada Pilatus: ‘Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, tetapi bahwa Ia mengatakan: Aku adalah Raja orang Yahudi.’ Jawab Pilatus: ‘Apa yang kutulis, tetap tertulis.’” (Yohanes 19:16-22)
St. Katarina dari Siena kepada Beato Raimundus dari Kapua: “Aku sudah melihat rasa sakit di Neraka dan Api Penyucian, [yang] sebegitu besarnya sehingga tiada lidah manusia yang mampu menyatakannya. Aku juga sudah melihat kegembiraan di Surga dan kemuliaan Allah Mempelaiku; hanya dengan memikirkan itu saja, jiwaku penuh kebencian terhadap segala sesuatu di muka bumi.”
St. Anselmus, Doktor Gereja, Prosologion, Bab 1: “Sebab aku tidak ingin paham agar bisa percaya, namun aku percaya agar bisa paham. Sebab hal ini kupercayai juga: yakni ‘jika aku tak percaya, aku takkan bisa paham.”
Suster Lusia dari Fatima: “Lihatlah, Romo, Sang Perawan Tersuci pada hari-hari terakhir kita hidup ini telah memberi kemujaraban baru kepada pendarasan Rosario Suci. Telah diberikannya kemujaraban baru ini sedemikian rupa sehingga tiada masalah, sebesar apa pun masalah itu, entah yang bersifat duniawi atau terutama rohani, dalam kehidupan pribadi kita masing-masing, sanak keluarga kita, keluarga-keluarga di dunia, atau komunitas religius, atau bahkan dalam kehidupan bangsa-bangsa dan negara-negara, yang tidak dapat dipecahkan oleh Rosario. Bahwasanya tiada masalah, tidak peduli sesulit apa pun masalah itu, yang tak bisa kita tuntaskan dengan doa Rosario Suci. Dengan Rosario Suci, kita akan menyelamatkan diri kita sendiri. Kita akan menguduskan diri kita sendiri. Kita akan menghibur Tuhan kita dan beroleh keselamatan banyak jiwa.” (Dari wawancara tahun 1957 dengan Romo Fuentes)
Paus Leo XIII: “Menolak dogma, jelas pada dasarnya setara menghendaki agama Kristen tidak ada.” (Tametsi #9, 1 Nov. 1900)
Ketika bangsa Filistin berhasil merebut tabut Allah: “Orang Filistin mengambil tabut Allah itu, dibawanya masuk ke kuil Dagon [berhala mereka] dan diletakkannya di sisi Dagon. Ketika orang-orang Asdod bangun pagi-pagi pada keesokan harinya, tampaklah Dagon terjatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut Tuhan; lalu mereka mengambil Dagon dan mengembalikannya ke tempatnya. Tetapi ketika keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi, tampaklah Dagon terjatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut Tuhan, tetapi kepala Dagon dan kedua belah tangannya terpenggal dan terpelanting ke ambang pintu …” (1 Samuel 5:24)
St. Ireneus, Adversus Haereses [Melawan Bidah], sekitar tahun 185: “Dan bahwasanya para bidah, yang membawakan api yang asing pada altar Allah – yakni, doktrin-doktrin asing – akan terbakar oleh api yang datang dari langit, seperti yang terjadi pada Nadab dan Abihu. Namun mereka yang bangkit melawan kebenaran, dan menghasut orang lain untuk menentang Gereja Allah, [akan] tinggal di antara mereka yang berada dalam Neraka, ditelan oleh gempa bumi, bahwasanya sama seperti mereka yang dahulu ada bersama Korah, Datan dan Abiram.”
St. Basilius, De Spiritu Sancto, abad ke-4: “Di zaman ini, kita tidak kekurangan para pendengar dan penanya yang gemar mencari gara-gara; tetapi untuk menemukan seseorang yang rindu akan informasi, dan yang mencari kebenaran sebagai obat untuk ketidaktahuan, sangat sulit adanya. Sebagaimana pada jebakan pemburu, atau sergapan serdadu, umpannya disembunyikan dengan cerdik, demikian pula adanya dengan pertanyaan-pertanyaan kebanyakan para penanya yang mengajukan argumen-argumen, bukan demi mendapatkan kebaikan apa-apa dari pertanyaan-pertanyaan mereka, namun justru supaya kalau orang gagal memberi jawaban yang bertepatan dengan keinginan-keinginan diri mereka sendiri, mereka mungkin tampak punya dasar yang masuk akal untuk membuat kontroversi.”
St. Tomas Aquinas, Summa Theologiae, I-II, Pertanyaan 88, Artikel 8, Jawaban 1: “Sehubungan kemabukan, kami menjawab bahwa itu merupakan dosa berat dengan alasan genusnya; sebab, bahwa seorang manusia, tanpa ada keperluan, dan semata-mata karena nafsu akan anggur, membuat dirinya sendiri tak mampu menggunakan akalnya, sarana dirinya dibimbing menuju Allah dan menghindari berbuat banyak dosa, jelas berlawanan dengan kebajikan.”
St. Agustinus, Contra Julianum [Melawan Julianus], Buku 5, Bab 1, 422 M: “ … manusia bagaikan kesia-siaan dan hari-harinya berlalu ibarat bayang-bayang ....”
Paus Pius IX: “Kita juga perlu secara khusus memastikan agar para umat beriman sendiri dengan mantap mencamkan baik-baik dalam benak mereka sedalam-dalamnya dogma agama kita yang teramat suci, yaitu perlunya iman Katolik untuk memperoleh keselamatan.” (Nostis et Nobiscum #10, 8 Des. 1849)
St. Alfonsus: “Semua orang yang terkutuk telah binasa karena mereka lalai untuk berdoa; seandainya saja mereka telah berdoa, mereka tidak akan menjadi binasa; dan semua santo-santa telah menjadi orang kudus dengan berdoa; seandainya saja mereka lalai untuk berdoa, mereka tidak akan telah menjadi santo-santa. St. Yohanes Krisostomus berkata: kita harus hidup dalam keyakinan bahwa kelalaian untuk berdoa dan kehilangan rahmat Allah, adalah hal yang satu dan sama.”
Paus Pius IX: “Kita juga perlu secara khusus memastikan agar para umat beriman sendiri dengan mantap mencamkan baik-baik dalam benak mereka sedalam-dalamnya dogma agama kita yang teramat suci, yaitu perlunya iman Katolik untuk memperoleh keselamatan.” (Nostis et Nobiscum #10, 8 Des. 1849)
St. Alfonsus tentang Terkutuknya Orang yang Tak Murni: “Teruskanlah, hai orang bodoh, ujar St. Petrus Damianus (ketika berbicara tentang orang yang tak murni), teruslah engkau memuaskan dagingmu; sebab akan tiba hari saat kenajisanmu akan menjadi seperti batu bara di dalam ususmu, untuk memperbesar dan memperparah siksaan-siksaan lidah api yang akan membakarmu di dalam Neraka: ‘Akan tiba harinya, bahwasanya alih-alih malamnya, ketika hawa nafsumu akan berubah menjadi batu bara, untuk memberi makan api yang kekal di dalam ususmu.’”
Paus St. Leo Agung, Surat 15, 21 Juli 447: “Selain Ketuhanan yang esa, sehakikat, kekal dan tak dapat berubah dari Tritunggal Yang Mahatinggi ini, tiada sesuatu pun dalam ciptaan yang, sedari asalnya sendiri, tidak diciptakan dari ketiadaan.”
St. Alfonsus (1755): “Orang-orang yang duniawi menghindari kesendirian, dan mereka memiliki alasan yang baik untuk melakukannya; sebab di dalam kesendirian, mereka lebih merasakan perihnya penyesalan hati nurani, dan maka dari itu, mereka pergi mencari percakapan-percakapan serta hiruk-pikuk dunia, agar gaduhnya kesibukan-kesibukan ini dapat meredam sengatan-sengatan penyesalan.”
Amsal 15:8 – “Korban orang fasik adalah kekejian bagi Tuhan ....”
^