Paket $5.00: Termasuk 2 Buku dan 14 Program DVD (Harga Termasuk Ongkos Kirim)

Beli Seharga $5.00

Bantu Kami Menyelamatkan Jiwa-Jiwa
DONASI

Inilah Penjelasan untuk Kebingungan & Krisis Pasca-Vatikan II
TONTON VIDEO

“Pesulap”: Bukti Keberadaan Dunia Rohani
TONTON VIDEO

Inilah Antikristus!
TONTON VIDEO

Bukti yang Mengagumkan untuk Allah - Bukti Ilmiah yang Membantah Evolusi
TONTON VIDEO

Mengapa Neraka Harus Abadi
TONTON VIDEO

Babel Sudah Jatuh, Sudah Jatuh!!
TONTON VIDEO

Salah Kaprah Orang-Orang Kristen Palsu tentang Efesus
TONTON VIDEO

Penciptaan dan Mukjizat - Versi Kompak
TONTON VIDEO
^
Ensiklik Mirari Vos - Paus Gregorius XVI, 1832 - Mengecam Indiferentisme & Kebebasan Berhati Nurani
💬(0)
Pada tanggal 15 Agustus 1832, Paus Gregorius XVI mengeluarkan surat ensiklik yang mengecam pandangan-pandangan yang berbahaya terhadap Gereja, umat Katolik, dan Negara. Bahaya-bahaya ini termasuk indiferentisme, kebebasan berhati nurani, kebebasan pers, dan kebebasan berpendapat.
Daftar Isi
1. Mengapa sang Paus baru menunda menuliskan surat sampai sekarang
2. Masalah publik
3. Masalah-masalah baru
4. Keadaan masyarakat yang menyedihkan
5. Pertempuran besar dinyatakan terhadap Gereja
6. Bencana-bencana tersebut dialami kuasa sipil
7. Kewajiban para uskup untuk menindakinya
8. Kesatuan dengan Gereja Roma
9. Para uskup tunduk kepada Paus dan para imam tunduk kepada uskup
10. Rasa hormat terhadap disiplin Gereja
11. Opini yang lancang: bahwa Gereja membutuhkan suatu regenerasi/pemulihan
12. Musuh dari keselibatan gerejawi
13. Indisolubilitas pernikahan
14. Kuasa Gereja atas pernikahan
15. Indiferentisme
16. Kebebasan berhati nurani
17. Kebebasan pers
18. Buku-buku yang jahat
19. Indeks buku-buku terlarang
20. Kepatuhan terhadap pemerintahan
21. Teladan dari orang-orang Kristiani pertama
22. Santo Mauritius dan Legiun Thebes
23. Para pendukung kebebasan sebenarnya pendukung kelaliman
24. Pemisahan Gereja dan Negara
25. Perkumpulan Rahasia
26. Kewajiban untuk bertempur demi iman
27. Hindari rasionalisme
28. Para Pangeran wajib melindungi agama
29. Berdoa dengan keteguhan
SURAT ENSIKLIK DARI BAPA SUCI KITA PAUS GREGORIUS XVI
Kepada seluruh Patriark, Primat, Uskup Agung, dan Uskup
GREGORIUS XVI, PAUS.
Saudara-saudara yang terhormat,
Salam dan berkat apostolik.
Mengapa sang Paus baru menunda menuliskan surat sampai sekarang
Anda sekalian pastinya terkejut bahwa, sejak hari di mana beban untuk memerintah seluruh Gereja telah dijatuhkan kepada diri kami yang lemah, kami belum menyurati anda, seperti yang telah dimintakan, oleh kebiasaan sejak dahulu kala, atau oleh kasih sayang kami kepada anda. Harapan kami yang terdalam adalah untuk pertama-tama membuka hati kami kepada anda, dan untuk memperdengarkan kepada anda suara kami ini yang dengannya, sesuai perintah yang kami terima dari pribadi Petrus yang terberkati,[1] kami harus menguatkan saudara-saudara kami.
Masalah publik
Tetapi anda cukup banyak mengetahui kejahatan, bencana, dan prahara macam apa yang telah menyerang kami sejak saat pertama masa Kepausan kami; bagaimana kami diterjang seketika oleh badai! Jikalau tangan kanan Tuhan tidak menunjukkan kekuatan-Nya, anda akan berduka saat anda melihat kami tenggelam, dan menjadi kurban konspirasi yang menyeramkan dari orang-orang jahat. Hati kami begitu sedih akibat banyaknya bahaya dan keperihan yang disebabkan oleh orang-orang jahat itu, tetapi kami memberkati sang Bapa dari segala penghiburan karena Ia telah mencerai-beraikan para pengkhianat tersebut, dan telah merampas diri kami dari bahaya yang mungkin segera menimpa diri kami, meredakan badai yang begitu kuat, serta memberikan kami kesempatan untuk menghela napas setelah menghadapi ketakutan yang begitu besar itu. Kami berkehendak untuk segera menyampaikan kepada anda rencana kami untuk menyembuhkan luka-luka Israel, tetapi beban yang berat dari kekhawatiran kami untuk memulihkan ketertiban umum menunda pelaksanaannya.
Masalah-masalah baru
Masalah kami pun bertambah akibat kelancangan dari fraksi-fraksi yang berupaya keras untuk mengibarkan kembali bendera pemberontakan mereka. Kami telah melihat kekeraskepalaan mereka, keberangan mereka yang tidak beradab, yang tidak melembut, melainkan terlihat mengeras dan bertambah akibat bebasnya mereka dari hukuman dan akibat belas kasih kebapaan dari diri kami. Oleh karena itu, kami akhirnya, walaupun jiwa kami berduka, harus menggunakan kuasa yang telah dipercayakan oleh Allah kepada kami untuk menghentikan mereka dengan tongkat di dalam genggaman tangan kami;[2] dan sejak saat itu, seperti yang anda dapat terka, kekhawatiran dan kelelahan kami hanya bertambah hari demi hari.
Tetapi, karena keterlambatan yang diakibatkan oleh masalah-masalah kami, kami telah menempati Basilika Kepausan Lateran, sesuai kebiasaan dan ketetapan dari para pendahulu kami. Kami bergegas kepada anda, saudara-saudara yang terhormat, dan sebagai suatu kesaksian akan sentimen kami untuk anda, kami menujukan surat ini kepada anda yang kami tuliskan pada hari yang penuh sukacita ini, di mana kami merayakan dengan pesta yang khidmat, kemenangan sang Perawan yang amat suci, hari di mana ia memasuki Surga.
Kami telah mengalami perlindungan dan kekuatannya di tengah-tengah bencana yang paling mengerikan. Semoga ia pula sudi membantu kami dalam tanggung jawab kami kepada anda, dan mengilhami jiwa kami dengan ide-ide serta cara-cara untuk menyelamatkan kawanan domba Yesus Kristus!
Keadaan masyarakat yang menyedihkan
Memang benar, dengan penuh dukacita dan dengan jiwa yang terbebani kesedihan, kami menghampiri anda, karena kami mengenal semangat anda terhadap agama dan kekhawatiran yang disebabkan oleh zaman ini. Memang benar bahwa inilah saat di mana kuasa kegelapan itu diberikan kekuatan untuk menampi, bagaikan gandum, anak-anak yang terpilih.[3] “Dan bumi menjadi cemar oleh penduduknya, karena mereka melanggar hukum, mengubah ketetapan, dan merusak perjanjian yang kekal.” [4] Saudara-saudara yang terhormat, kami berbicara tentang kejahatan yang kami lihat dengan mata kepala kami sendiri dan yang kami pun tangisi.
Pertempuran besar dinyatakan terhadap Gereja
Kebejatan, pengetahuan tanpa kesusilaan, serta kecemaran tanpa batas bergelora penuh semangat dan kelancangan. Orang-orang yang bejat pun memandang misteri-misteri suci sebagai hina, dan keagungan dari pemujaan ilahi, yang begitu diperlukan dan yang menyelamatkan manusia telah dijadikan oleh mereka suatu kambing hitam, penistaan, dan penghujatan yang hina. Alhasil, doktrin suci pun mereka sesatkan dan berbagai jenis kesalahan pun mereka sebarkan dengan penuh skandal. Ritus-ritus suci, hukum-hukum, institusi gerejawi, yang merupakan bagian dari disiplin tersuci dari Gereja, hal-hal tersebut pun tidak lagi luput dari kelancangan lidah-lidah penuh dosa. Takhta Roma dianiaya dengan amat kejam, Takhta dari Petrus yang terberkati ini di mana Kristus telah menetapkan fondasi Gereja; dan rantai kesatuan pun semakin diperlemah hari demi hari atau dipatahkan dengan kekerasan. Kuasa ilahi dari Gereja diserang; hak-hak Gereja dirampas, Gereja dihakimi dengan pertimbangan yang sepenuhnya duniawi. Juga, berulang kali Gereja dijadikan sasaran penghinaan orang-orang, dan dijadikan budak yang memalukan. Kepatuhan yang pantas diberikan kepada para uskup pun dihancurkan dan hak-hak mereka diinjak-injak. Opini-opini baru yang mengerikan terdengar dari akademi-akademi dan universitas-universitas. Opini-opini yang menyerang iman Katolik tersebut pun tidak lagi menjadi rahasia; ini adalah suatu pertempuran yang mengerikan dan jahat yang mereka nyatakan secara publik dan terang-terangan. Oleh ajaran dan teladan dari guru-guru ini, orang-orang muda menjadi bejat, bencana yang dialami agama pun berkembang pesat, dan imoralitas yang paling menakutkan pun menyebar dan merajalela.
Bencana-bencana tersebut dialami kuasa sipil
Sekalinya batasan suci dari agama ditolak, satu-satunya pembatas yang menjaga kerajaan-kerajaan serta kekuatan dan kuasa otoritas, ketertiban publik pun menghilang. Segala kuasa yang legitim terancam oleh pemberontakan yang selalu mendekat. Inilah jurang tak berdasar yang digali oleh organisasi-organisasi konspirasi di mana bidah dan sekte-sekte telah memuntahkan dari perut mereka segala keasusilaan, penistaan, dan penghujatan.
Saudara-saudara yang terhormati, itulah hal-hal menyebabkan keperihan tanpa henti dalam diri kami ini. Rincian dari hal-hal tersebut terlalu panjang untuk dituliskan, dan anda telah mengetahui semuanya. Karena kami telah ditetapkan di atas Takhta Pangeran dari para Rasul, kami pun harus menindakinya dengan penuh semangat bagi bait Allah.
Kewajiban para uskup untuk menindakinya
Tetapi takhta yang sama yang kami tempati ini berkata bahwa tidaklah cukup hanya dengan menyesali kejahatan yang tidak terhitung itu, jika kita tidak mengerahkan segala upaya kita untuk menghentikan sumber-sumber kebejatan tersebut. Saudara-saudara yang terhormat, kami meminta pertolongan dari iman anda serta semangat anda, demi keselamatan kawanan domba suci. Kebajikan anda begitu dikenal dan keberhati-hatian serta kewaspadaan anda yang mengagumkan dan yang tidak pernah lelah membesarkan keberanian kami serta memberikan penghiburan kepada jiwa kami yang berduka akibat begitu banyak bencana. Karena kita semua wajib untuk bersuara dengan nyaring dan dengan seluruh upaya kita bersama, mencegah agar babi hutan tidak memorak-porandakan kebun anggur dan agar serigala-serigala tidak memangsa kawanan domba Tuhan.
Kita wajib untuk memimpin domba-domba kepada padang rumput keselamatan di mana kita tidak khawatir bahwa mereka akan memakan satu pun gulma yang jahat. Di tengah-tengah malapetaka dan bahaya yang begitu banyak ini, para gembala tidak boleh takut dan meninggalkan domba-domba mereka ataupun tidur terlelap tanpa kekhawatiran terhadap kawanan domba mereka. Marilah bertindak dalam kesatuan demi tujuan kita bersama atau demi kehendak Allah. Terhadap musuh kita bersama, marilah menyatukan kewaspadaan dan upaya kita demi keselamatan orang-orang.
Kesatuan dengan Gereja Roma
Anda sekalian akan melakukan hal-hal tersebut dengan amat sempurna jika dalam melakukan kewajiban anda, anda memperhatikan diri anda serta doktrin. Ulangilah tanpa henti kata-kata ini, bahwa “segala hal-hal yang baru mengancam Gereja universal”,[5] dan kata-kata peringatan dari Paus Santo Agatho, “tidak satu pun hal-hal yang telah ditetapkan dapat dikurangi; tidak satu pun berubah; tidak satu pun ditambahkan; tetapi mereka harus dipertahankan di dalam ungkapan dan artinya.”[6]
Dengan begitu, kesatuan yang berfondasikan Takhta Santo Petrus ini tetap kokoh dan tidak tergoyahkan. Takhta ini merupakan pusat di mana segala gereja mendapatkan hak-hak suci dari kesatuan Katolik, dan merupakan tembok yang akan melindungi mereka, suaka yang akan menutupi mereka, dermaga yang akan menyelamatkan mereka dari karamnya kapal, serta harta karun yang akan memperkaya mereka dengan hal-hal yang tidak ternilai.[7] Maka, untuk mengendalikan kelancangan dari orang-orang yang berupaya untuk menghancurkan hak-hak dari Takhta Suci, atau memisahkan darinya gereja-gereja yang bergantung kepadanya, anda perlu menanamkan tanpa henti kepada para umat kepercayaan dan rasa hormat yang mendalam terhadap Takhta Suci ini. Perdengarkanlah kepada telinga mereka kata-kata Santo Siprianus ini, “Adalah suatu kesalahan untuk percaya bahwa seseorang berada di dalam Gereja sewaktu ia meninggalkan Takhta Petrus, yang merupakan fondasi Gereja.”[8]
Para uskup tunduk kepada Paus dan para imam tunduk kepada uskup
Tujuan dan sasaran dari upaya-upaya serta kewaspadaan anda yang berkesinambungan haruslah untuk menjaga deposit iman di tengah-tengah konspirasi besar yang dibuat oleh orang-orang jahat. Mereka bertujuan untuk menghilangkan deposit iman tersebut, suatu hal yang amat menyedihkan kami. Semua orang harus mengingat kuasa penghakiman tentang doktrin yang benar yang kita harus ajarkan kepada orang-orang, pemerintahan serta administrasi seluruh Gereja adalah milik Paus Roma, “kepadanya telah dipercayakan oleh Tuhan kita Yesus Kristus, kekuatan penuh untuk menggembalakan, menguasai, dan mengatur Gereja universal”, seperti yang telah dinyatakan dengan begitu jelas oleh para Bapa dari Konsili Florence.[9] Untuk para uskup, tanggung jawab mereka adalah untuk tetap melekatkan diri secara penuh kepada Takhta Petrus, untuk menjaga deposit suci dengan kesetiaan yang saksama, dan untuk menggembalakan kawanan domba Allah yang tunduk kepada mereka. Untuk para imam, mereka harus tunduk kepada para uskup, “yang mereka hormati bagaikan para bapa dari jiwa-jiwa mereka”, seturut pendapat Santo Hieronimus;[10] mereka tidak boleh pernah lupa bahwa mereka dilarang, bahkan oleh kanon-kanon terkuno, untuk mengabaikan pelayanan yang telah dipercayakan kepada mereka, dan untuk melaksanakan tugas untuk mengajarkan dan berkhotbah, “tanpa persetujuan dari uskup, yang kepadanya telah diberikan tugas untuk menjaga para umat dan yang bertanggung jawab atas jiwa-jiwa mereka.”[11] Akhirnya, buatlah mereka percaya sebagai suatu kebenaran yang pasti bahwa semua orang yang hendak mengganggu segala aturan yang telah ditetapkan, menggoyahkan pula konstitusi Gereja.
Rasa hormat terhadap disiplin Gereja
Maka, tidaklah diperbolehkan untuk menyalahkan disiplin yang telah dikuduskan oleh Gereja, yang mengatur pelaksanaan hal-hal yang suci dan perilaku umat beriman, serta yang menentukan hak-hak Gereja dan kewajiban para pelayannya. Disiplin Gereja tersebut selaras dengan prinsip-prinsip yang pasti dari hukum alam. Disiplin itu dengan sendirinya sempurna dan tidaklah tunduk kepada kuasa sipil.
Opini yang lancang: bahwa Gereja membutuhkan suatu regenerasi/pemulihan
Tetapi kami tentunya perlu untuk mengulangi kata-kata para Bapa Konsili Trente ini, bahwa “Gereja telah dipandu oleh Yesus Kristus dan oleh para Rasul-Nya, dan bahwa Gereja senantiasa diajarkan oleh Roh Kudus tentang segala kebenaran oleh pertolongan-Nya setiap hari”.[12] Oleh karena itu, adalah keabsurdan dan penghinaan yang tertinggi terhadap Gereja untuk menyatakan bahwa suatu pemulihan dan regenerasi diperlukan untuk menjamin keberadaan dan perkembangan Gereja, seakan-akan kita dapat percaya bahwa Gereja dapat mengalami kecacatan atau pengaburan, atau perubahan semacam itu. Tujuan dari para pencipta hal-hal baru ini hanyalah untuk “memberikan fondasi baru kepada suatu institusi yang hanyalah merupakan suatu karya ciptaan manusia”.
Tujuan mereka adalah untuk mewujudkan apa yang amat dibenci oleh Santo Siprianus, yakni “membuat Gereja yang ilahi menjadi manusiawi”.[13] Hendaknya para pelaku dari tipu muslihat tersebut menyadari dan percaya bahwa hanya Paus Roma seoranglah yang, sesuai dengan kesaksian Santo Leo “telah dipercayakan dispensasi kanon-kanon”, bahwa hanya Paus Roma seoranglah, dan bukan perorangan pribadi, yang memiliki kuasa untuk melaksanakan “hukum-hukum yang telah dikuduskan oleh para Bapa” dan oleh karena itu, seperti yang dikatakan oleh Santo Gelasius. “ia berkuasa untuk mengatur berbagai dekret hukum kanon, dan membatasi peraturan-peraturan dari para pendahulunya, untuk mengendurkan sesuatu dari keketatannya, dan untuk mengubahnya setelah pemeriksaan yang matang, sesuai dengan keperluan waktu, untuk kebutuhan-kebutuhan baru dari Gereja.”[14]
Musuh dari keselibatan gerejawi
Di sini kami menghendaki keteguhan dari semangat anda terhadap Gereja untuk melawan para musuh dari keselibatan gerejawi, melawan persekutuan yang najis yang semakin hari bertumbuh besar berkat beberapa pengkhianat dari kalangan imam dan para filsuf yang amat lancang dari abad ini. Mereka telah melupakan kewajiban mereka dan menjadi budak dari godaan hawa nafsu. Para pengkhianat tersebut telah mendukung percabulan sampai pada titik di mana di beberapa tempat, mereka berani untuk mengutarakan permohonan mereka bahkan secara publik dan berulang kali, untuk mendapatkan penghapusan atas disiplin suci tersebut. Tetapi kami memohon agar anda memalingkan perhatian anda terhadap upaya-upaya yang begitu memalukan tersebut. Dengan penuh keyakinan atas kesalehan anda, kami bersandar kepada anda untuk membela secara penuh aturan-aturan dari hukum kanon yang suci, yang amat penting, dan untuk menjaganya secara utuh, serta melawan segala upaya yang menentang hukum-hukum ini dari berbagai penjuru oleh orang-orang yang tergoda oleh hawa nafsu yang paling menjijikkan.
Indisolubilitas pernikahan
Perhatian kita bersama pun terarah kepada pernikahan Kristiani, persekutuan yang terhormat yang telah disebut oleh Santo Paulus sebagai “suatu Sakramen agung di dalam Yesus Kristus dan Gereja-Nya.”[15]
Marilah mengakhiri segala pendapat yang kurang ajar serta pembaruan-pembaruan yang sembrono yang dapat mengompromikan kekudusan dari ikatan pernikahan serta indisolubilitasnya. Saran ini telah dibuat kepada anda secara khusus oleh surat-surat dari pendahulu kami, Pius VIII, dalam kenangan yang terberkati. Tetapi, serangan-serangan dari musuh terus bertambah. Maka, kita harus mengajarkan kepada orang-orang bahwa pernikahan, sekalinya dilaksanakan secara legitim, tidak dapat dipisahkan; bahwa Allah telah mewajibkan kepada para pasangan yang telah dipersatukan-Nya untuk hidup bersama selamanya, dan bahwa simpul yang mengikat mereka hanya dapat diputuskan oleh kematian.
Kuasa Gereja atas pernikahan
Para umat harus selalu ingat bahwa pernikahan adalah hal yang suci dan oleh karena itu diatur oleh Gereja. Dengan begitu, para umat akan selalu mencermati aturan-aturan yang telah dibuat oleh Gereja sehubungan dengan pernikahan; dan mematuhi aturan-aturan tersebut dengan penuh hormat dan kesaksamaan, karena mereka yakin bahwa hak-hak, stabilitas, dan legitimitas dari kesatuan pernikahan bergantung terhadap pelaksanaan pernikahan tersebut. Semoga mereka terus berteguh dan tidak pernah mengakui hal apa pun yang menentang hukum kanonik dan dekret-dekret konsili. Mereka perlu mengetahui dengan baik bahwa suatu pernikahan akan selalu tidak bahagia, jika hubungan tersebut dibentuk dengan melanggar disiplin gerejawi, atau sebelum mendapatkan berkat Allah, atau dengan hanya mengikuti gelora hawa nafsu yang mencegah mereka untuk berpikir tentang sakramen ataupun misteri ilahi yang dilambangkan oleh sakramen tersebut.
Indiferentisme
Kita sekarang sampai kepada suatu sebab yang begitu subur dari kejahatan yang menyedihkan yang membuat Gereja berduka, yaitu indiferentisme. Indiferentisme adalah pendapat yang mematikan yang tersebar di mana-mana oleh muslihat orang-orang jahat, yang menyatakan bahwa seseorang dapat memperoleh keselamatan kekal bagi jiwanya lewat pengakuan iman apa pun, selama moralitas dijaga sesuai dengan keadilan. Tetapi, dalam masalah yang begitu jelas ini, akan sangat mudah bagi anda untuk melenyapkan dari antara orang-orang yang dipercayakan kepada anda kesalahan yang begitu berbahaya ini. Dengan teguran dari sang rasul,[16] “satu Tuhan, satu iman, satu baptisan”, semoga mereka menjadi takut, yaitu orang-orang yang membuat-buat ide bahwa dermaga keselamatan terbuka kepada orang-orang dari agama apa pun. Mereka harus mempertimbangkan kesaksian Kristus sendiri bahwa “mereka yang tidak bersama-Nya melawan-Nya”. [17] dan mereka yang tidak bersama-Nya akan tercerai-berai dengan tidak bahagia. Maka, “tanpa keraguan, mereka akan binasa selamanya, kecuali mereka berpegang kepada iman Katolik secara penuh dan utuh”.[18]
Hendaknya mereka mendengarkan Santo Hieronimus sendiri di kala Gereja terpecah menjadi tiga bagian. Ia mengulangi tanpa henti dan dengan keteguhan yang tidak tergoyahkan kepada orang-orang yang mencoba menariknya, “Barangsiapa bersekutu kepada Takhta Petrus, ia ada bersama saya”.[19] Mereka yang terpisah dari Takhta Petrus mengelabuhi diri mereka sendiri sewaktu mereka berkata bahwa mereka pula diregenerasikan di dalam air, sebab Santo Agustinus menjawab secara persis,[20] “Carang yang terpisah dari pokok anggur pun mempertahankan bentuknya; tetapi apa guna bentuk tersebut, jika carang itu tidak hidup dari akarnya?”
Kebebasan berhati nurani
Dari mata air yang beracun itu, yakni indiferentisme, mengalir pepatah yang sesat dan absurd, yang juga dapat disebut suatu kegilaan: bahwa kebebasan berhati nurani harus diberikan dan dijamin kepada semua orang. Ini adalah kesesatan yang amat berjangkit, yang meratakan jalan menuju kebebasan berpendapat yang mutlak tanpa henti. Hal ini pun merajalela dan datang untuk menghancurkan Gereja dan Negara, dan orang-orang tertentu yang begitu lancang tidak takut untuk menggambarkannya sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi agama. “Kematian yang paling mengerikan bagi jiwa-jiwa adalah kebebasan untuk melakukan kesesatan!” ujar Santo Agustinus.[21] Kami melihat dilenyapkannya segala batasan yang berguna untuk menjaga orang-orang di dalam jalan kebenaran, dan mereka pun terseret menuju kesesatan oleh kecenderungan yang alami terhadap kejahatan.
Memang benar ucapan kami, bahwa telah terbuka lubang jurang maut itu,[22] dari mana Santo Yohanes menyaksikan sebuah asap membumbung dan menutupi matahari, dan dari mana belalang-belalang keluar untuk menghancurkan bumi. Alhasil, ketidakstabilan pikiran manusia; berkembangnya pencemaran terhadap orang muda; kebencian terhadap hukum-hukum, hal-hal, dan aturan-aturan tersuci; malapetaka yang paling mengerikan yang dapat menimpa Negara. Pengalaman menjadi saksi dan sejak dari zaman terdahulu, kita diajarkan bahwa untuk menghancurkan Negara yang terkaya, yang terkuasa, yang termulia, yang termaju, hanya dibutuhkan kebebasan berpendapat tanpa batas, kebebasan tanpa aturan untuk berbicara secara publik, gairah untuk hal-hal yang baru.
Kebebasan pers
Kepada hal tersebut, bergantung kebebasan pers, yakni kebebasan yang paling mematikan dan menjijikkan, yang untuknya kengerian kami tidak pernah cukup besar dan yang secara lancang dimintakan dan disebarkan oleh orang-orang tertentu acap kali dengan suara lantang. Saudara-saudara yang terhormat, kami gemetar sewaktu kami memikirkan doktrin-doktrin monster macam apa, atau kesesatan-kesesatan besar mana yang menimpa kami; kesesatan-kesesatan yang disebarluaskan ke seluruh penjuru oleh buku, brosur, dan tulisan lain yang begitu banyak, yang walaupun tipis, tetapi penuh dengan kebejatan serta kutukan yang menutupi muka bumi dan membuat kami meneteskan air mata. Terdapat orang-orang yang terbawa oleh kelancangan yang begitu besar sehingga mereka tidak takut untuk bersikeras mendukung ide bahwa banjir kesesatan akibat tulisan-tulisan tersebut diimbangi dengan cukup oleh penerbitan beberapa buku yang dicetak untuk membela kebenaran dan agama, di tengah-tengah tumpukan kejahatan itu. Tetapi, untuk melaksanakan rancangan kejahatan yang begitu besar dan pasti itu tentunya adalah suatu kejahatan yang dikecam oleh segala jenis hukum. Rancangan kejahatan itu diharapkan untuk mungkin menghasilkan kebaikan tertentu, tetapi seseorang yang memiliki akal sehat tidak akan pernah berani berkata bahwa seorang pun diizinkan untuk menyebarkan racun, untuk menjualnya secara umum, menjajakannya, bahkan untuk meminumnya, di bawah dalil bahwa terdapat obat-obatan yang terkadang mencegah kematian kepada orang-orang yang meminumnya.
Buku-buku yang jahat
Tetapi, betapa berbeda disiplin Gereja sehubungan dengan penghancuran buku-buku jahat sejak zaman para Rasul. Memang, kita membaca bahwa mereka membakar secara publik sejumlah besar buku.[23] Untuk yakin akan hal ini, seseorang cukup membaca dengan cermat hukum-hukum yang diberikan tentang hal tersebut oleh Konsili Lateran V dan Konstitusi yang diterbitkan tidak lama setelah Leo X, pendahulu kami dalam kenangan yang terberkati, untuk mencegah “agar penemuan-penemuan yang bermanfaat untuk perkembangan iman dan penyebaran keterampilan yang berguna tidak dibejatkan oleh penggunaan yang amat bertentangan dan tidak menjadi suatu halangan bagi keselamatan para umat beriman”.[24]
Indeks buku-buku terlarang
Hal tersebut pun menjadi objek perhatian dari para Bapa Trente ; dan untuk memperbaiki kejahatan yang begitu besar ini, mereka mendekretkan pembuatan sebuah Indeks buku-buku yang mengandung doktrin-doktrin yang buruk.[25]
“Kita harus bertarung dengan penuh keberanian”, ujar Klemens XIII, pendahulu kami dalam kenangan yang terberkati, oleh surat ensikliknya tentang larangan untuk buku-buku yang berbahaya, “Kita harus bertarung dengan penuh keberanian, selama masalah itu memerlukannya, dan meniadakan dengan segala upaya, bencana dari buku-buku yang mematikan yang begitu banyak jumlahnya. Kita tidak akan pernah dapat melenyapkan kesesatan itu, jika elemen-elemen pencemaran tersebut tidak habis terbakar oleh api.” [26] Oleh perhatian yang terus-menerus di sepanjang masa, Takhta Apostolik yang Suci ini berupaya keras untuk mengecam buku-buku yang mencurigakan dan berbahaya dan merampasnya dari tangan orang-orang. Takhta Apostolik ini melihat dengan jelas betapa sesat, lancang, dan berbahayanya kepada umat Kristiani doktrin dari orang-orang yang telah menyebarkan kebejatan ini. Mereka tidak puas hanya dengan menolak sensor tersebut sebagai hal yang terlalu berat, tetapi mereka juga mengumumkan bahwa sensor tersebut bertentangan dengan prinsip keadilan dan dengan lancang menolak hak Gereja untuk mendekretkan dan melaksanakan sensor ini.
Kepatuhan terhadap pemerintahan
Kami telah mendapatkan informasi bahwa di dalam tulisan-tulisan yang disebarkan dalam masyarakat umum, telah diajarkan doktrin-doktrin yang menggoyahkan kesetiaan dan kepatuhan kepada para pangeran dan yang menyalakan api pengkhianatan. Maka, kita harus amat mewaspadai doktrin-doktrin tersebut dan menjaga agar orang-orang tidak memisahkan diri dari tanggung jawab mereka. Hendaknya semua orang memperhatikan dengan saksama peringatan sang Rasul, “tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.”[27] Maka, hak-hak ilahi dan manusiawi pun menentang orang-orang yang, lewat muslihat yang paling kelam untuk melakukan pembangkangan dan pemberontakan, berupaya untuk menghancurkan kesetiaan terhadap para pangeran dan menggulingkan mereka dari takhta mereka.
Teladan dari orang-orang Kristiani pertama
Tentunya untuk alasan ini dan agar tidak dipermalukan, walaupun orang-orang Kristiani kuno mengalami penganiayaan yang terkejam, mereka bagaimanapun tetap pantas mendapatkan para kaisar yang memerintah di atas mereka. Mereka pun menunjukkan dengan jelas, tidak hanya oleh kesetiaan mereka untuk mematuhi secara tepat dan segera segala hal-hal yang tidak bertentangan terhadap agama, tetapi juga oleh keteguhan mereka dan bahkan pencucuran darah mereka di dalam peperangan. “Para serdadu Kristiani“, ujar Santo Agustinus, “melayani kaisar yang tidak beriman. Tetapi, dalam hal-hal yang berhubungan dengan Kristus, mereka hanya mengakui Ia yang tinggal di Surga. Mereka membedakan Penguasa abadi dari penguasa temporal [sementara], dan oleh karena sang Penguasa abadi itu, mereka patuh kepada penguasa temporal.”[28]
Santo Mauritius dan Legiun Thebes
Santo Mauritius, martir yang tidak terkalahkan, kepala dari Legiun Thebes, seperti yang diceritakan oleh Santo Eukerius, memberi jawaban ini kepada kaisar: “Wahai Pangeran, kami adalah serdadumu; tetapi walau bagaimanapun, kami mengaku dengan sukarela bahwa kami ini pelayan Allah… Dan pada saat ini, bahaya yang amat besar ini tidak membuat kami menjadi pemberontak; anda melihat walaupun senjata kami genggam dalam tangan, kami pun tidak melawan, karena kami memilih untuk mati daripada membunuh.”[29] Kesetiaan dari orang-orang Kristiani kuno terhadap para pangeran tampak mengagumkan sewaktu kita mempertimbangkan bersama Tertulianus, bahwa kekuatan yang berasal dari jumlah dan “pasukan tidak kurang jumlahnya, jika mereka hendak bertindak sebagai musuh berbuyutan. Agama kami ini baru, ujarnya, tetapi kami memenuhi segala tempat, kota anda, pulau anda, benteng anda, kotamadya anda, majelis anda, kubu-kubu, suku-suku, serdadu, istana, senat, forum… Perang macam apa yang tidak membutuhkan kami walaupun dengan kekuatan yang tidak imbang, kami yang dengan sukarela menumpahkan darah kami, jika oleh iman yang kami akui, kami lebih diizinkan untuk dibunuh daripada membunuh? Jumlah kami begitu banyak, jika kami menjauhkan diri ke suatu pelosok bumi, jika kami memisahkan diri dari anda, anda akan kehilangan begitu banyak warga negara sehingga anda harus menghukum tindakan semacam itu. Dengan berpisah diri dari anda, kami menghukum anda. Anda akan mencari-cari siapa yang dapat anda perintahkan; anda akan memiliki lebih banyak musuh daripada warga negara. Tetapi sekarang, musuh anda kecil jumlahnya, berkat jumlah orang-orang Kristiani.”[30]
Para pendukung kebebasan sebenarnya pendukung kelaliman
Teladan yang mulia di mana para Kristiani kuno tunduk kepada para pangeran bersumber secara pasti dari prinsip-prinsip suci agama Kristiani. Prinsip-prinsip ini mengecam keangkuhan yang berlebihan dari para pengkhianat yang, karena terbakar oleh gairah yang tidak terkendali untuk kebebasan untuk segala hal, menggunakan segala cara untuk menggulingkan dan menghancurkan hak-hak dari pemerintahan. Bertopengkan kebebasan, mereka menjadikan orang-orang sebagai budak. Itulah pula tujuan yang sama yang dikehendaki kaum Waldens, Beghards, dan pengikut Wycliffe serta putra-putra Belial yang lain, mereka yang adalah sampah masyarakat, dan untuk alasan itu, mereka seringkali mendapatkan secara pantas anatema yang dijatuhkan oleh Takhta Apostolik. Jika para penipu ulung ini menyatukan kekuatan mereka, tentunya mereka melakukannya agar mereka dapat merayakan kemenangan mereka bersama Luther, agar mereka dapat bebas melakukan segala hal yang mereka inginkan. Untuk dapat mencapai tujuan mereka dengan lebih mudah dan segera, mereka pun melakukan serangan-serangan yang terkeji dengan kelancangan yang amat besar.
Pemisahan Gereja dan Negara
Hasil yang baik untuk agama maupun kuasa sipil tidak dapat kami harapkan dari mereka yang menghendaki dengan penuh semangat pemisahan antara Gereja dan Negara, dan penghancuran keharmonisan antara imamat dan pemerintahan. Sebab faktanya, keharmonisan tersebut, yang selalu bermanfaat bagi Gereja dan Negara, adalah hal yang paling ditakuti oleh semua pecinta kebebasan yang tidak terkendalikan.
Perkumpulan rahasia
Kekhawatiran dan kepedihan hati kami bertambah di tengah bahaya yang diakibatkan oleh asosiasi dan perkumpulan tertentu yang memiliki suatu aturan yang tetap. Perkumpulan tersebut terbentuk bagaikan suatu badan militer, yang beranggotakan orang-orang dari berbagai agama dan sekte sesat, yang bertopengkan kesalehan kepada agama, tetapi yang sebenarnya bertujuan untuk menyebarluaskan hal-hal baru dan perpecahan. Untuk mencapai tujuan ini, mereka mengumumkan segala jenis kebebasan, dan menimbulkan masalah-masalah yang menentang kuasa agama dan kuasa sipil, serta menolak segala jenis otoritas, bahkan otoritas yang tersuci.
Kewajiban untuk bertempur demi iman
Dengan hati yang lara, walaupun penuh kepercayaan akan Ia yang mengembuskan dan menenangkan angin, kami menulis kepada anda sekalian, saudara-saudara yang terhormat, agar anda berupaya untuk mengenakan perisai iman anda, dan mengerahkan tenaga anda untuk bertarung dengan berani dalam pertempuran Tuhan. Anda terutama wajib untuk menjadi sebuah benteng yang berdiri teguh melawan segala hal yang menentang ilmu pengetahuan akan Allah. Hunuskanlah pedang roh anda, yang adalah sabda Allah, dan berilah makan mereka yang lapar akan keadilan. Karena anda telah terpilih untuk merawat kebun anggur Tuhan, anda harus bertindak hanya untuk mencapai tujuan tersebut dan bekerja bersama untuk mencabut segala akar yang pahit dari ladang yang telah dipercayakan kepada anda, dan menghancurkan segala benih kejahatan serta memperbanyak panenan kebajikan.
Hindari rasionalisme
Orang-orang yang terutama memerlukan pelukan kebapaan anda adalah mereka yang mengerahkan pikiran mereka secara khusus kepada ilmu pengetahuan suci dan filosofi. Nasihatilah mereka dan tuntunlah mereka agar mereka tidak berpisah dari jalan kebenaran untuk berlari menuju jalan kesesatan, dengan hanya berpegangan secara sembrono kepada kekuatan akal budi mereka. Hendaknya mereka ingat bahwa “Allah adalah yang menuntun kepada jalan kebenaran dan yang menyempurnakan orang-orang bijak”,[31] dan tanpa Allah, seseorang tidak dapat belajar untuk mengenal Allah yang, oleh Sabda-Nya, mengajarkan manusia untuk mengenal diri-Nya.[32] Orang yang sombong, atau gila, menimbang dengan timbangan yang manusiawi, misteri-misteri iman, yang berada jauh di atas segala indera manusia. Orang tersebut menaruh kepercayaannya di dalam akal budi yang, akibat keadaan dari sifat manusiawi, lemah dan bodoh.
Para pangeran wajib melindungi agama
Akhirnya, hendaknya para Pangeran, putra kami yang amat terkasih di dalam Yesus Kristus, mendukung dengan kekuatan dan kuasa mereka, harapan kami bagi mereka untuk kemakmuran dari agama dan Negara. Semoga mereka ingat bahwa kekuatan telah diberikan kepada mereka, bukan hanya untuk pemerintahan dunia, tetapi terutama untuk mendukung dan membela Gereja. Hendaknya mereka mempertimbangkan dengan serius bahwa segala karya yang dilakukan untuk kesejahteraan Gereja mendukung kuasa mereka. Terlebih lagi, semoga mereka yakin bahwa perkara iman harus lebih dipentingkan bahkan daripada perkara kerajaan mereka, dan bahwa perhatian mereka yang terbesar, seperti kata-kata Paus Santo Leo yang kami ulangi, “adalah untuk menyaksikan tangan Tuhan menambahkan mahkota iman kepada takhta mereka.” Mereka telah ditetapkan sebagai bapa dan masa depan rakyat. Mereka akan memberikan kepada para rakyat kebahagiaan sejati yang berkesinambungan, keberlimpahan, dan perdamaian, jika perhatian utama mereka adalah untuk membuat agama dan kesalehan terhadap Allah berkembang, yang tertulis di atas jubahnya: “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan.”[33]
Berdoa dengan keteguhan
Tetapi agar segala hal itu tercapai dengan baik, kami memalingkan mata dan mengarahkan tangan kami kepada Santa Perawan Maria. Ia sendiri telah menghancurkan segala bidah; kepadanya kami menaruh kepercayan yang amat besar, kepada ialah kami menyandarkan harapan kami.[34] Semoga dalam kebutuhan yang mendesak yang melibatkan kawanan domba Tuhan, ia memohonkan keberhasilan untuk semangat, rencana, dan upaya kami.
Kami memohon pula, oleh doa-doa yang rendah, kepada Petrus, pangeran para Rasul, dan Paulus, pembantu kerasulannya, agar anda semua menjadi tembok yang tidak tergoyahkan, dan agar tidak seorang pun meletakkan fondasi selain fondasi yang telah ditetapkan. Dengan bersandar terhadap harapan yang manis ini, kami percaya bahwa sang pencipta dan empunya iman kami, Yesus Kristus, akan selalu menghibur kami pada akhirnya, di tengah-tengah pencobaan yang amat besar yang menimpa diri kami; dan bagaikan suatu tanda-tanda pertolongan surgawi, kami memberikan kepada anda dengan penuh kasih, saudara-saudara yang terhormat, dan kepada domba-domba yang dipercayakan kepada anda, berkat apostolik.
Diberikan di Roma, di Basilika Santa-Maria-Mayor, tanggal 15 Agustus, hari khidmat Diangkatnya Perawan Maria yang Terberkati ke Surga, tahun 1832 dari Penjelmaan Tuhan Kita, tahun kedua dari Kepausan kami.
GREGORIUS XVI, PAUS
Sumber-sumber:
[Teks] Lettres apostoliques de Pie IX, Grégoire XVI, Pie VII, Encycliques, Brefs, etc. {Surat-Surat Apostolik dari Pius IX, Gregorius XVI, Pius VII, Ensiklik, Breve, dsb.}, A. Roger et F. Chernoviz, Paris, 1893, hal. 200-221.
[Judul paragraf] M. L’abbé Raulx, Encylique et Documents en français & en latin {Ensiklik dan Dokumen-Dokumen dalam Bahasa Prancis dan Latin}, P. 2, L. Guérin, Éditeur, Paris, 1865, hal. 188-217.
Catatan kaki:
[1] Luc, XXII, 32.
[2] 1 Corinth., IV, 21.
[3] Luc, XXII, 53.
[4] Isaiae XXIV, 5.
[5] S. Celest. PP. Ep. 21. ad Episc. Galliar.
[6] S. Agatho PP. Ep. ad Imp. apud Labb. Tom. 11, pag. 235. Ed. Mansi.
[7] S. Innocent. PP. Ep. 11. apud Coustant.
[8] S. Cypr. de unitate Eccles.
[9] Conc. Flor. Sess. 25. In definit. Apud Labb. Tom XVIII, col. 528. Edit. Venet.
[10] S. Hieron Ep. 3, ad Nepot, a. 1 ad 24.
[11] Ex Can, p. 38, apud Labb. Tom. 1, pag. 38. Edit. Mansi.
[12] Conc. Trid. Sess. 13 dec. de Eucharist. In prœm.
[13] S. Cypr. Ep. 52, Edit. Baluz.
[14] S. Gelasius PP. in Ep. ad Episcop Lucaniae.
[15] Ephes., V. 32.
[16] Ephes., IV, 5.
[17] Luc, XI, 23.
[18] Symbol. S. Athanas.
[19] S. Hier. Ep. 58.
[20] S. Aug. in Psal. contra part. Donat.
[21] S. Aug. Ep. 166.
[22] Apocalyps., IX, 3.
[23] Act. XIX, 19.
[24] Act. Conc. Lateran. V. Sess. 10, ubi refertur Const. Leonis X. Legenda est anterior Const. Alexandri VI, Inter multiplices, in qua multa ad rem.
[25] Conc. Trid. Sess. XVIII et XXVI.
[26] Lit. Clem. XIII. Christianae 25 nov. 1766.
[27] Rom., XIII, 1, 2.
[28] S. Aug. in Psal. 124, n. 7.
[29] S. Eucher. apud Ruinard. Act. SS. MM. de SS. Maurit. et Soc., n. 4.
[30] Tertul. in Apolog. Cap. 35.
[31] Sap. VII, 15.
[32] S. Irenaeus lib. IV, cap.6.
[33] Apoc., XIX, 16.
[34] Ex S. Bernardo, Ser,. De Nat. B. M. V., S7.