^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan | ![]() |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Kematian dan Hal-Hal Terakhir
Prakata
Renungkanlah: engkau adalah debu, dan engkau akan kembali menjadi debu. Akan tiba harinya anda mati, dan membusuk dalam liang kubur. Nasib yang sama ini menanti-nanti semua orang, yang agung, yang rendah, baik pangeran maupun petani. Segera setelah jiwa meninggalkan raga, bersama embusan napas yang terakhir ia akan masuk alam baka, dan badannya akan kembali menjadi debu.
Bayangkanlah pada benak anda orang yang baru saja meninggal dunia. Lihatlah jasadnya terbaring di ranjang, kepalanya bertopang pada dadanya, rambutnya kusut dan bermandikan keringat maut, matanya cekung, pipinya berelung, wajahnya keabu-abuan, lidah dan bibirnya berwarna seperti timah, badannya dingin dan berat. Orang yang melihatnya menjadi pucat pasi dan gemetar. Ada berapa banyak orang yang ketika melihat orang tua atau sahabat yang meninggal, mengubah hidup mereka dan meninggalkan dunia ini!
Namun masih lebih ngeri lagi kalau kita menyaksikan badan yang mulai membusuk. Belum berlalu waktu 24 jam usai kematian anak muda itu, bau busuknya sudah bisa tercium. Jendela kamar harus dibuka, dan dupa harus dibakar, dan orang harus bergegas memindahkan jasadnya ke gereja dan menguburkannya, supaya seisi rumahnya itu tidak terjangkiti penyakit. Dan kalau jasad itu adalah milik salah seorang yang ternama atau kaya di dunia, bau busuknya justru akan lebih tak tertahankan.
Lihatlah sekarang, seperti apa nasib orang kaya itu … Dahulu dipuja-puja dan digemari masyarakat, namun sekarang menjadi ngeri dan keji bagi semua orang yang melihatnya. Saudara-saudara sedarahnya bergegas mengambil orang itu dari rumahnya, dan membayar orang supaya membopong orang itu, agar dapat dikemas dalam peti mati dan dicampakkan ke dalam liang kubur.
Dahulu menjadi buah bibir orang oleh karena bakat, keluwesan, budi baik, dan kecerdikannya; namun segera setelah ia mati, ia menjadi terlupakan. Mendengar kabar kematiannya, beberapa orang berkata bahwa dia dahulu menjadi kehormatan bagi keluarganya; orang lain berkata dia dahulu menjadi tulang punggung keluarganya; orang lain berduka karena mendiang itu dahulu memberi bantuan kepada mereka; namun beberapa orang menjadi gembira karena kematiannya membawa keuntungan bagi mereka. Namun tidak lama setelahnya, tidak akan ada lagi yang menyebut namanya … Dan ketika orang berkunjung untuk berbelasungkawa, bahan pembicaraannya adalah hal-hal yang lain; dan seandainya orang kebetulan menyebut nama pihak mendiang, saudara-saudara sedarahnya akan berseru: “Demi ampun, jangan sebut namanya di depan saya.”
Renungkanlah, yang sudah anda lakukan ketika sahabat dan saudara sedarah anda mati, itu jugalah yang akan dilakukan orang lain kepada diri anda. Pertama-tama saudara sedarahnya berduka selama beberapa hari; namun mereka segera terhibur, karena mendapat harta yang jatuh pada genggaman tangan mereka, sehingga singkat waktu, mereka akan bersukacita karena anda sudah mati, dan di dalam kamar yang sama itu, tempat anda mengembuskan roh anda dan telah dihakimi Yesus Kristus, mereka akan menari-nari, makan makanan, bermain-main, dan tertawa seperti sebelumnya. Dan jiwa anda, akan ada di mana jiwa anda?[1]
Namun agar anda bisa melihat lebih jelas jati diri anda, wahai jiwa orang Kristen, pergilah mendatangi kuburan; renungkanlah debu, abu, belatung – dan mendesahlah! Lihatlah, bagaimana jasad itu pertama-tama menjadi kuning, dan lalu menjadi hitam. Kemudian sekujur tubuhnya diselimuti cendawan putih yang menjijikkan. Lalu, keluarlah lendir basah dingin dan berbau busuk, yang kemudian mengalir ke dalam tanah. Dalam pembusukan itu muncul segerombolan cacing, yang makan dagingnya. Tikus-tikus berpesta pora atas badannya; beberapa di luar, yang lain masuk ke dalam mulut dan ususnya. Pipi, bibir dan rambutnya terurai; tulang iganya pertama-tama menjadi telanjang, dan lalu lengan serta kakinya. Setelah cacing menghabisi dagingnya, mereka pun menghabisi satu sama lain; dan pada akhirnya tiada lagi yang tersisa pada badannya selain tengkorak yang berbau busuk, yang kelak hancur menjadi serpihan-serpihan; tulang-belulangnya terpisah, dan kepalanya terjatuh dari badannya. Lihatlah jati diri manusia, hanya seserpih debu pada lantai ruang lumbung, yang dibawa pergi oleh tiupan angin.[2]
Bayangkanlah diri anda dalam lukisan kematian ini, dan nasib anda suatu hari nanti: “Ingatlah, engkau adalah debu, dan engkau akan kembali menjadi debu.”
Renungkanlah bahwa dalam jangka waktu beberapa tahun saja, mungkin beberapa bulan atau beberapa hari, anda akan berubah menjadi kebusukan dan segerombolan belatung. Segala sesuatu harus berakhir; dan jika ketika anda mati, jiwa anda binasa, lantas segala-galanya binasa bagi diri anda. St. Bernardus berkata: “Tataplah dosa-dosa masa muda, dan memerahlah muka anda karena malu; tataplah dosa-dosa manusia, dan menangislah; tataplah kekacauan hidup anda sekarang, dan gemetarlah dan berbenahlah.”
Tataplah makam orang mati, dan berkatalah kepada diri anda sendiri: “Seandainya mereka ini bisa hidup kembali, takkan berbuat apa mereka ini demi kehidupan kekal? Dan aku ini, yang masih punya waktu, apakah yang kulakukan demi jiwaku?”[3] Di bumi ini, mereka yang dianggap bahagia hanyalah mereka yang menikmati barang-barang, kenikmatan, kekayaan dan kemegahan dunia ini; namun kematian mengakhiri segala sukacita dunia ini. “Sebab apakah hidupmu itu kalau bukan uap yang hanya muncul sebentar saja” (St. Yakobus iv. 15). Lihatlah orang itu, pada hari ini ia dirayu-rayu, ditakuti dan hampir disembah; esok hari ketika mati, ia akan dibenci, dicerca dan diinjak-injak. Ketika kematian datang, kita harus meninggalkan segala-galanya. Ketika badan ditempatkan dalam kubur, dagingnya lepas, dan lihatlah, kerangkanya tidak lagi dapat dibedakan dari kerangka-kerangka lainnya. “Pergilah ke kuburan”, ujar St. Basilius, “dan lihatlah apabila engkau di sana bisa menemukan siapa yang dahulu hamba dan siapa yang dahulu majikan”. “Di bumi ini manusia lahir tak setara; namun setelah kematian, segalanya menjadi setara.”[4] Yang dahulu menimpa nenek moyang anda akan terjadi pula pada diri anda; mereka sudah pernah menghuni rumah anda, mereka sudah pernah tidur di ranjang yang sama itu, namun mereka sekarang tiada lagi di sana; itu jugalah yang akan terjadi pada diri anda.[5]
Semua orang tahu bahwa mereka harus mati; namun banyak orang teperdaya, karena dalam bayangan mereka, kematian itu masih begitu jauhnya seolah-olah diri mereka takkan pernah dihampiri maut.[6] “ … manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja”, Ibrani 9:27. Putusan maut ada tertulis bagi seluruh umat manusia. “Hanya maut sajalah yang pasti”, ujar St. Agustinus; “segala kebahagiaan atau kemalangan yang lain tidak pasti”. Tidak pasti, apabila anak-anak yang baru lahir akan menjadi kaya atau miskin; apabila kesehatan mereka akan menjadi baik atau buruk; apabila ia akan mati muda atau tua – segala-galanya tidak pasti; namun yang pasti adalah mereka akan mati. Seandainya anda akan hidup selama bertahun-tahun seperti yang anda perhitungkan, masih akan datang satu hari lagi, dan satu jam lagi pada hari itu, yang akan menjadi yang terakhir bagi anda. “Siapakah manusia yang akan hidup dan tak melihat kematian?” Belum pernah ada manusia yang begitu gilanya, sehingga menyanjung dirinya sendiri bahwa ia takkan pernah mati. Yang dahulu terjadi kepada nenek moyang anda juga akan terjadi kepada diri anda. Dari antara mereka semua yang pada awal abad yang lalu ini hidup di negeri anda, lihatlah, tidak satu pun masih hidup. Para pangeran dan raja di dunia ini pun telah mengubah tempat tinggal mereka; tak ada yang tersisa dari mereka selain makam pualam besar berprasasti, yang sekarang hanya berguna mengajarkan kita bahwa segala yang tersisa dari orang-orang agung di dunia ini hanyalah seserpih debu yang terkurung dalam makam.[7]
“Sudah ditentukan.” Maka kita pasti akan dihukum untuk mengalami ajal. Dan setiap langkah yang kita jalani membawa kita semakin dekat dengan maut. Sebagaimana nama anda pada suatu hari telah terdaftar dalam buku Pembaptisan, demikian pula nama anda itu juga akan terdaftar dalam kitab kematian. Sebagaimana anda sekarang berbicara tentang leluhur anda – kenangan yang terberkati dari bapaku, dari pamanku, dari saudaraku laki-laki – demikian pula para penerus anda akan berkata demikian tentang diri anda. Sebagaimana anda telah sering mendengar berdentangnya lonceng bagi orang lain, demikian pula orang lain akan mendengarnya berdentang bagi diri anda. Lihatlah jasad-jasad itu, mereka masing-masing berkata kepada anda, “Kemarin bagiku, hari ini bagimu”. Perkataan yang sama juga dituturkan kepada anda oleh potret saudara-saudara sedarah anda yang sudah mati … ranjang mereka, pakaian yang telah mereka tinggalkan. Di setiap masa, rumah-rumah, jalanan dan kota-kota dipenuhi dengan orang-orang baru, dan para penghuninya yang lama dibawa terkurung dalam makam. Demikian pula akan datang waktu ketika saya, anda atau siapa saja yang masih hidup tidak akan berada di dunia ini lagi.
Maka kita akan berada dalam alam baka, yang bagi kita akan menjadi siang sukacita abadi, atau malam siksaan yang kekal. Tak ada jalan tengah; sudah pasti dan merupakan bagian iman, bahwa yang satu atau yang lain akan menjadi nasib kita.[8] Dan kenyataannya, dengan maut yang menyertai diri mereka, para Kudus telah membenci segala kenikmatan dunia ini. St. Karolus Boromeus selalu menyimpan sebuah tengkorak di mejanya, supaya ia bisa terus menerus merenungkannya. Segala perolehan dan kekayaan dunia ini berakhir dalam embusan napas yang terakhir, dalam upacara pemakaman, dan dalam turunnya diri ke liang kubur. Rumah yang anda dulu bangun akan diserahkan kepada orang lain; liang kubur akan menjadi tempat tinggal badan anda sampai hari pengadilan; dan sejak dari itu, badan anda akan beralih entah ke Surga atau Neraka, tempat jiwa anda telah mendahuluinya.[9]
Tentang Saat Kematian yang Tidak Pasti
Ada kepastian bahwa kita semua akan mati; namun waktunyalah yang tak pasti. “Tiada sesuatu yang lebih pasti daripada kematian; dan tiada yang lebih tak pasti daripada waktu kematian.” Sudah ditentukan tahun, bulan, hari, jam dan saat anda dan diri saya akan meninggalkan dunia ini dan masuk alam baka; namun waktunya tidak kita ketahui.[10] Bayangkanlah diri anda berada bersama orang sakit yang hanya akan hidup beberapa jam saja. Betapa malangnya orang yang menderita itu! Lihatlah dirinya ditindas oleh rasa sakit, pingsan, rasa tercekik, sesak napas, keringat dingin dan pusing kepala, sedemikian rupa sehingga ia hampir tidak bisa mendengar, bernalar atau berbicara. Dari antara penderitaan-penderitaannya, yang terbesar adalah mendekatnya ajal, dan alih-alih memikirkan jiwanya dan bersiap diri menyongsong alam baka, ia hanya memikirkan dokter dan obat-obatan untuk membebaskannya dari penyakit dan rasa sakit yang sedang membunuh dirinya. Seandainya saja saudara-saudara sedarahnya serta sahabat-sahabatnya telah lebih dahulu memperingatkan orang sekarat itu tentang bahaya yang dihadapinya; namun tidak, tak ada seorang pun dari antara mereka yang berani mengabarkan penghujung hidupnya yang mendekat itu, dan menasihatinya supaya menyambut sakramen-sakramen terakhir; setiap orang menolak memberitahukannya, karena takut membuatnya jengkel. Namun sementara itu, meski tak ada peringatan yang diberikan kepadanya tentang kematiannya, orang sekarat itu bagaimanapun melihat kekacauan keluarganya, konsultasi-konsultasi medis yang sering dilakukan dan penggunaan obat-obatan yang begitu banyak dan kerasnya. Karena itulah ia penuh rasa bimbang dan ngeri, dan di tengah-tengah serangan rasa takut, sesal hati dan kecurigaan yang berkelanjutan, ia berkata dalam dirinya sendiri, “Sayang sekali, siapakah yang tahu apabila ajal akan segera menjemputku!”
Kegelisahan macam apa yang akan dialaminya ketika mendengar kata-kata ini! “Tuan, penyakitmu mematikan; engkau harus menyambut sakramen-sakramen, berdamai dengan Allah, dan mengucapkan selamat tinggal kepada dunia.”[11] “Oh, betapa bodohnya aku ini!”, orang malang yang menderita itu akan berkata demikian. “Aku dulu bisa menjadi kudus, berkat segala terang dan kesempatan yang telah diberikan Allah kepadaku; aku mungkin bisa menjalani hidup yang bahagia dalam rahmat Allah; dan sekarang, apakah yang tersisa bagiku dari begitu banyaknya tahun yang telah berlalu, selain siksaan, kecurigaan, rasa takut, sesal nurani dan pertanggungjawaban yang harus dibereskan dengan Allah? Dan aku hampir tidak bisa berharap menyelamatkan jiwaku”. Dan kapankah dia akan berkata seperti itu? Ketika minyak pelitanya hampir terbakar habis, dan panggung dunia ini hampir tertutup; ketika ia sudah di ambang dua keabadian, bahagia dan celaka; ketika embusan napas terakhirnya sudah dekat, yang padanya bertumpu keberadaannya dalam sukacita atau dalam keputusasaan untuk selama-lamanya, selama Allah adalah Allah.
Betapa besar ngeri yang akan dirasakannya ketika berpikir dan berkata demikian: “Pagi ini aku masih hidup; petang ini aku kemungkinan besar akan mati! Hari ini aku berada dalam ruangan ini; esok hari aku akan berada dalam kubur! Dan jiwaku, akan berada di mana jiwaku?” Betapa ngeri dirinya ketika melihat lilin yang disiapkan! Ketika ia melihat munculnya keringat dingin maut! Ketika melihat saudara-saudara sedarahnya disuruh meninggalkan kamarnya supaya tidak kembali lagi! Ketika penglihatannya mulai redup dan matanya mulai menggelap! Betapa ngeri dirinya itu pada akhirnya ketika lilin dinyalakan, karena ajal sudah dekat! [12]
Penghiburan Kematian
Kematian dari sudut pandang pancaindra, menimbulkan rasa ngeri dan takut; namun ketika dipandang dengan mata iman, memberi penghiburan dan didamba-dambakan. “Apakah”, ujar St. Agustinus, “hidup yang berkelanjutan itu, kalau bukan penderitaan yang berkelanjutan?” Hidup kita ini tidak diberikan kepada kita untuk beristirahat, namun untuk bekerja, dan bekerja demi pantas mendapatkan kehidupan kekal.
Siksaan-siksaan yang merundung para pendosa pada waktu kematian tidak merundung para kudus. Para kudus tidak menderita ketika meninggalkan barang-barang dunia ini karena mereka telah menjaga hati mereka lepas dari barang-barang itu.[13] Hidup ini merupakan pertarungan senantiasa melawan Neraka, yang di dalamnya kita tiada hentinya mengalami bahaya kehilangan Tuhan dan Allah kita. Bahaya ini menyebabkan St. Petrus dari Alcantara berkata ketika ia sekarat, kepada seorang rohaniwan yang menyentuh dirinya ketika menolongnya: “Saudaraku, jauh-jauhlah engkau daripadaku, sebab aku ini masih hidup, dan terancam bahaya hukuman kekal”. Bahaya ini demikian pula membuat St. Teresa terhibur setiap kalinya ia mendengar jarum jam berdentang, dan bersukacita oleh karena telah berlalunya satu jam lagi dalam pertarungannya, sebab ia berkata, “Di setiap saat kehidupan, aku mungkin berdosa dan kehilangan Allah”.[14]
Ada penghiburan yang luar biasa besar untuk mengenang penghormatan-penghormatan yang dipanjatkan kepada Bunda Allah, doa-doa rosario yang sudah didaras, puasa pada hari Sabtu. Maria disebut Perawan yang Setia; oh betapa besar kesetiaan Maria dalam menghibur para hambanya yang setia pada saat kematian! Ada seseorang yang berdevosi kepada Perawan Maria. Ketika sekarat, ia berkata: “Anda tidak bisa membayangkan betapa besarnya penghiburan di waktu ajal untuk berpikir bahwa kita sudah melayani Ratu kita yang Terberkati itu. Kalau saja anda tahu betapa besar kebahagiaan yang saya alami karena telah mengabdi Bunda yang terkasih ini. Tak tahu saya cara mengungkapkannya.”[15]
St. Bonaventura berkata, “Barang siapa lalai melayani Sang Perawan Terberkati akan mati dalam dosa-dosanya. Barang siapa tidak memanggilmu, ya Ratu, tidak akan pernah sampai ke Surga. Ketika Maria memalingkan wajah dari pada mereka, mereka bukan hanya tidak akan selamat, namun tidak akan anda harapan bagi Keselamatan mereka.”[16] Tak ada orang yang bisa selamat tanpa perlindungan Santa Perawan Maria. St. Alfonsus berkata, “Jika engkau bertekun sampai ajal dalam Devosi Sejati kepada Maria, Keselamatanmu terjamin.”[17] Dan St. Louis de Montfort berkata, “Anak sejati Maria tidak pernah binasa.”
Pengadilan Khusus
Tentang Pengadilan Khusus. Marilah kita merenungkan jiwa yang menghadap Allah: jiwa itu dituduh, diperiksa dan dijatuhi putusan. Dan pertama-tama, sehubungan jiwa yang menghadap sang Hakim: para teolog umumnya berpendapat bahwa pengadilan khusus berlangsung pada saat yang sama manusia meninggal dunia; dan pada tempat yang sama itu, tempat berpisahnya jiwa dari raga, ia diadili oleh Yesus Kristus. Orang tahu bahwa para penjahat terkadang telah mengalami keringat dingin ketika dibawa menghadap seorang hakim di dunia ini. Betapa besarnya duka seorang anak atau rakyat yang melihat orang tua atau pangerannya sungguh terhina! Oh, tetapi akan seberapa lebih besar rasa sakit yang dialami jiwa ketika melihat Yesus Kristus yang dibencinya itu ketika dahulu masih hidup.[18]
Maka menyusul kematian, orang akan langsung melalui Pengadilan Khusus. Jiwanya akan dikirim entah ke Surga, Neraka atau Api Penyucian. St. Paulus memberi tahu kita di Filipi 2:12, “kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar”. Bunda Maria juga mewejangi kita: “Dan kerahiman-Nya turun-temurun atas yang orang-orang yang takut akan Dia.”
Sedikitnya Orang yang Selamat
Tentang sedikitnya orang yang selamat. Pada waktu datangnya Air Bah, hanya delapan orang yang selamat, ketika Sodom dan Gomora dihancurkan, hanya empat orang yang selamat, dan dari antara 600.000 orang cakap yang lolos dari Mesir, yang sampai ke Tanah Terjanji tidak lebih dari dua orang (semua orang lainnya meninggal di padang gurun). Berdasarkan fakta ini, beberapa Bapa Gereja menganggap orang boleh menarik kesimpulan bahwa jumlah orang terpilih dari antara umat Kristiani akan sedikit secara proporsi.
Berikut beberapa ajaran para Bapa, Doktor dan Orang Kudus Gereja, mengenai nasib akhir manusia. “Orang yang selamat tentu sedikit jumlahnya”, St. Agustinus. “Kebanyakan orang tidak akan melihat Allah,” St. Yustinus Martir. “Mereka yang selamat ada dalam minoritas,” St. Tomas Aquinas. “Sebagian besar umat manusia memilih untuk menjadi terkutuk daripada mengasihi Allah Yang Mahakuasa”, St. Alfonsus. “Di kalangan orang dewasa, sedikitnya orang yang selamat dikarenakan dosa-dosa daging, kebanyakan orang akan terkutuk,” St. Remigius dari Reims.[19] “Dari antara seratus ribu pendosa yang terus berada dalam dosa sampai ajal, hampir tidak ada satu orang yang akan selamat,” ujar St. Hieronimus.[20]
Kalau anda mati di luar Gereja Katolik, anda akan masuk Neraka. Paus Eugenius IV, di tahun 1441, dalam surat bulla ex cathedra, “Cantate Domino” pada Konsili Florence, menyatakan hal berikut: “Ia [Gereja Roma yang Kudus] dengan teguh percaya, mengakui dan berkhotbah bahwa ‘semua orang yang berada di luar Gereja Katolik, bukan hanya orang-orang pagan tetapi juga Yahudi atau bidah dan skismatis, tidak dapat mengambil bagian di dalam kehidupan kekal dan akan masuk ke dalam api yang kekal yang telah disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya,’ [Matius 25, 41] kecuali jika mereka bergabung ke dalam Gereja sebelum akhir hidup mereka; bahwa kesatuan dari tubuh gerejawi ini sedemikian kuatnya sehingga hanya kepada mereka yang tetap tinggal di dalamnyalah sakramen-sakramen Gereja berdaya guna menuju keselamatan, dan hanya kepada mereka jugalah puasa, derma, dan karya-karya kesalehan serta praktik-praktik lain dari para laskar Kristiani menghasilkan upah yang abadi; dan bahwa tidak seorang pun dapat diselamatkan, sebanyak apa pun ia telah berderma, walaupun ia telah menumpahkan darah dalam nama Kristus, kecuali jika ia telah bertekun di pangkuan dan di dalam kesatuan Gereja Katolik.”
Mayoritas umat Katolik akan masuk Neraka. “Sebagian besar orang Kristen pada hari ini terkutuk. Seperti inilah nasib orang-orang sekarat: sangat sedikit dari antara mereka, tidak lebih dari 10 orang yang langsung masuk Surga, banyak yang tetap tinggal di Api Penyucian, dan mereka yang dicampakkan ke dalam Neraka sama banyaknya dengan jumlah keping salju di pertengahan musim dingin,” Beata Ana Maria Taigi. Apa alasannya kebanyakan orang Katolik masuk Neraka? “Pengakuan dosa yang buruk membinasakan kebanyakan orang Kristen”, Santa Teresa dari Avila. Kebanyakan imam masuk Neraka. “Bukan dengan gegabah saya berbicara, namun seraya merasa-rasa dan berpikir, saya tidak berpendapat bahwa kebanyakan imam selamat, namun bahwa mereka yang binasa ada lebih banyak,” Santo Yohanes Krisostomus. Santo Vinsensius A Paulo berkata: “Gemetar diri saya, ketika memikirkan jumlah jiwa yang terus-menerus hidup dalam keadaan pengutukan!”
Anak-anak dan orang-orang muda masuk Neraka. St. Gregorius Agung bercerita bahwa seorang anak usia lima tahun, yang sudah bisa menggunakan akal, direnggut oleh Iblis karena menuturkan suatu hujatan, dan anak itu dibawa ke dalam Neraka. Seorang anak laki-laki lain yang berusia delapan tahun mati setelah dosa pertamanya, dan ia binasa untuk selama-lamanya. Bunda Allah yang Kudus menyingkap kepada Hamba Allah yang Agung itu, Benedikta dari Firenze, bahwa seorang anak perempuan usia dua belas tahun terkutuk setelah dosa pertamanya.
Gambaran Neraka paling grafik diberikan oleh Bunda Maria dari Fatima kepada tiga orang anak gembala pada tahun 1917 di Portugal. Berikut yang dilihat anak-anak itu: “Bunda Maria membuka tangannya dan sinar-sinar cahaya itu tampak menembus tanah, dan kami melihat seperti ada lautan api. Ke dalam kebakaran ini, terjun setan-setan dan jiwa-jiwa dalam rupa manusia, seperti batu bara transparan yang terbakar, hitam legam atau seperti perunggu yang mengilap, terapung ke sana ke mari di dalam kebakaran besar itu dan sekarang membumbung ke udara berkat lidah-lidah api yang keluar dari dalam diri mereka sendiri, bersama dengan awan-awan besar yang terbentuk dari asap. Sekarang mereka kembali jatuh ke setiap sisi layaknya percikan api dari kebakaran besar, tanpa berat maupun keseimbangan, di tengah-tengah jeritan-jeritan dan rintihan-rintihan sakit serta keputusasaan yang membuat kami ngeri dan gemetar ketakutan. Roh-roh jahat itu dapat dibedakan melalui rupa mereka yang mengerikan dan menjijikkan yang mirip binatang-binatang tak dikenal yang menakutkan, hitam dan tembus pandang bagaikan batu bara yang terbakar. Ngeri, kami menengadah ke arah Bunda Maria yang berkata kepada kami dengan begitu baik dan kian sedihnya, “Kalian telah melihat Neraka, tempat masuknya jiwa-jiwa para pendosa malang. Untuk menyelamatkan mereka, Allah ingin menetapkan di dunia ini devosi kepada Hatiku yang Tak Bernoda.’”
Bunda Maria dari Fatima memberi tahu kita, “Ada lebih banyak jiwa yang masuk Neraka karena dosa-dosa daging, ketimbang dosa lainnya.” Ia juga berkata: “Ada banyak pernikahan yang tidak baik, pernikahan-pernikahan itu tidak berkenan kepada Tuhan kita dan tidak berasal dari Allah.” Suster Lusia dari Fatima juga menyatakan, “Menimbang perilaku makhluk manusia, hanya sebagian kecil umat manusia yang akan selamat.” Lusia menceritakan kita percakapannya dengan Yasinta. “Yasinta, apa yang sedang kamu pikirkan?” Yasinta menjawab, “Tentang perang yang akan terjadi. Ada begitu banyak orang yang akan mati dan hampir semuanya akan masuk Neraka.”
Tuhan kita memberi tahu kita bahwa sedikit yang diselamatkan. "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat” (Lukas 13:23). “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Matius 7:13). 1 Petrus 4:18 berkata, “Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?”
Bukannya Allah tidak mengasihi manusia, namun manusia tidak mengasihi Allah. Yang lebih menjerumuskan orang-orang masuk Neraka bukanlah yang mereka perbuat, namun yang mereka gagal lakukan. Penyebab lebih besar diri mereka masuk Neraka bukanlah karena mereka itu jahat, namun karena mereka tidak cukup baik.
Pengadilan Terakhir
Tentang Pengadilan Terakhir. Pertama-tama akan kami gambarkan kebangkitan orang benar dan kemudian kebangkitan orang terkutuk. Terbangun oleh suara khidmat sangkakala, semua jiwa orang benar akan turun dari Surga didampingi para malaikat pelindung mereka, untuk membawa diri mereka ke tempat sisa-sisa badan mereka dikebumikan. Liang kubur akan dibuka, dan di dalamnya akan terlihat jasad mereka terbaring, tak membusuk namun tak bernyawa. Jasad setiap orang benar akan beristirahat dalam kubur seolah-olah ia sedang tertidur. Kemudian, dengan kuasa Allah, badan akan bersatu dengan jiwanya dan pada saat itu juga kembali hidup.
Betapa takjub si badan itu, ketika mendapati dirinya hidup kembali dan dibentuk dengan rupa yang sedemikian cantiknya. Jiwa dan raga akan dengan penuh cinta saling bertegur sapa dan berangkulan dengan sayangnya dan dengan emosi setulus hati. Jiwa akan berkata demikian kepada raga: “Betapa besarnya kerinduanku padamu, betapa besar kedambaan diriku untuk menyaksikan hari ini. Sekarang engkau akan kubimbing menuju wilayah-wilayah kebahagiaan Surgawi agar kita bisa bersukacita bersama-sama untuk selama-lamanya.” Demikianlah raga dan jiwa akan bersukacita bersama-sama dengan kepuasan yang tak terlukiskan. Kemudian, para malaikat pelindung suci akan memberi selamat kepada makhluk-makhluk terberkati ini dan bersuka ria dengan mereka atas kebangkitan mereka yang bahagia. Di semua pemakaman dan tempat-tempat banyak orang dikuburkan, orang-orang terberkati akan muncul pertama kali dengan tubuh dimuliakan, bersinar kirana.
Perkataan Yesus Kristus menyatakan, “Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara Putra Allah, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.” Dan sama halnya dalam setiap kuburan, ada banyak orang yang akan bangkit dan dari antara mereka ini akan ada banyak orang yang baik dan benar. Bayangkan kenikmatan yang akan dirasa, ketika bersua kembali satu sama lain, berhias badan yang mulia dan berkilau.
Kebangkitan orang fasik akan menyusul segera setelah kebangkitan orang benar, namun oh, betapa berbedanya! Di setiap tanah pemakaman, semua jiwa binasa yang raganya telah dikebumikan di sana akan berkumpul bersama-sama, dan mereka akan dipaksa kembali untuk mengambil raga mereka itu dan bersatu kembali dengan badan mereka. Betapa enggan dan jijik mereka ketika akan melakukannya. Ketika jiwa melihat raganya sendiri, ia akan tersentak mundur dari sana dengan rasa jijik teramat besar, betapa memualkan badannya itu. Dan jiwa akan merasa lebih baik kalau dia langsung pergi ke Neraka saja daripada kembali bersatu dengan raganya. Sebab badan orang-orang terkutuk akan lebih serupa roh jahat ketimbang manusia. Begitu mengerikan, begitu menjijikkan, begitu busuk badan orang-orang terkutuk. Namun demikian, meski jiwa melawan dan menolak bersatu kembali dengan tubuhnya yang sekarang begitu jijiknya itu, jiwa harus berserah kepadanya sebab Allah mendorongnya bersatu kembali dengan badannya.
Lalu jiwa akan berkata: “Hai, badan terkutuk! Sudah beratus-ratus tahun aku harus menanggung siksaan-siksaan Neraka dan sekarang aku harus kembali bersamamu untuk dibakar selama-lamanya. Engkaulah dalang segala bencana ini. Nasihat-nasihat baik yang sudah kuberikan kepadamu tak mau kauikuti. Karena itulah engkau binasa untuk selama-lamanya. Sayang sekali, aku ini jiwa yang malang. Sayang sekali, aku pun binasa sekarang dan selama-lamanya.” Dan penampilan tubuh mereka akan sedemikian buruk nan keji, rupa mereka akan begitu menjijikkan, sehingga mereka akan gemetar ketika saling melihat satu sama lain. Siapakah yang dapat menggambarkan ratapan yang akan bergaung di antara makhluk-makhluk yang menderita ini. Renungkanlah, siapa pun anda itu kalau anda sedang mendengar perkataan ini, betapa besar keputusasaan yang akan merenggut diri anda, seandainya anda terhitung dari antara jiwa-jiwa yang binasa ini. “Nahas, kami sudah berbuat apa? Celakalah kami, makhluk teramat sengsara.”
“Terkutuklah engkau, hai istriku, engkau yang telah menghasutku untuk berbuat dosa. Terkutuklah kamu, hai anak-anakku, kamu semualah penyebab diriku ini binasa. Terkutuklah kamu, hai sahabat-sahabat dan rekan-rekanku, sebab kamu semua adalah sebab bencana ini telah menimpa aku. Terkutuklah untuk selama-lamanya, mereka semua yang telah menjadi rekan hidupku dan rekan diriku dalam dosa.” Manakala anda melewati kuburan di tempat tinggal anda, ingatlah bahwa anda akan dikebumikan dalam liang kubur sampai datangnya Kebangkitan Umum. Maka dari itu, gunakanlah baik-baik masa hidup singkat anda, supaya anda bisa terhitung di antara orang benar dan bangkit bersama mereka ke dalam keberkahan abadi, dan bukan bersama orang-orang terkutuk ke dalam siksaan-siksaan abadi.[21]
Kemudian, datanglah putusan terakhir pada Pengadilan Terakhir. Pertama-tama, akan datang si Penuduh, Iblis. St. Agustinus berkata: “Iblis akan berdiri di hadapan pengadilan Kristus. Ia akan menuduh kita di muka kita sendiri dengan segala sesuatu yang telah kita perbuat, hari dan jam saat kita berdosa. “Ia akan mendaraskan kata-kata pengakuanmu”, yakni, ia akan membawa janji-janji kita sendiri, yang kemudian telah gagal kita tepati, dan ia akan menuduh kita dengan semua dosa kita, menunjuk hari dan jam saat kita telah melakukan dosa-dosa itu. Lalu ia akan berkata kepada sang Hakim, “Tuhan, ia telah meninggalkan Engkau, yang telah wafat demi menyelamatkannya, dan membuat dirinya sebagai budakku; karena itu ia milikku.”[22]
Namun mari kita berlanjut. Sekarang, putusannya sudah datang. Yesus Kristus pertama-tama akan berpaling kepada orang-orang pilihan, dan menyampaikan kata-kata yang menghibur ini kepada mereka: “Datanglah, hai orang-orang terberkati milik Bapa-Ku, milikilah Kerajaan yang telah disiapkan untuk kalian sejak permulaan dunia” [23] Ketika tersingkap kepada St. Fransiskus dari Assisi bahwa ia adalah salah satu orang pilihan, dirinya dilanda sukacita yang luar biasa. Maka betapa besarnya sukacita yang akan dialami orang, kalau mendengar sang Hakim berkata, Datanglah, hai anak-anak terberkati, datanglah ke dalam kerajaan telah disiapkan untuk kalian; untuk kalian tiada lagi kesakitan, tiada lagi ketakutan; kalian aman dan akan aman untuk selama-lamanya.
Di sisi lain, orang terkutuk akan berpaling kepada Yesus Kristus sambil berkata kepada-Nya: Dan kami orang-orang celaka, akan seperti apa nasib kami? Hakim yang Kekal itu akan berkata: Adapun engkau, karena engkau telah menolak dan membenci rahmat-Ku, “Enyahlah daripada-Ku, hai orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal” (St. Matius xxv. 41). Enyahlah dari pada-Ku, sebab Aku takkan pernah melihat ataupun mendengar dirimu lagi. Pergilah; dan pergilah bersama kutukan-Ku atas dirimu, sebab engkau telah membenci berkat-Ku.” Dan ke manakah, ya Tuhan, ke manakah orang-orang celaka ini akan pergi? “Ke dalam api.” Ke Neraka, untuk terbakar baik raga maupun jiwanya. Dan selama berapa tahun, atau selama berapa masakah? Untuk selama-lamanya, selama Allah adalah Allah.
Dan setelah putusan ini diwartakan, orang terkutuk, seturut St. Efrem, akan mengucapkan selamat tinggal kepada para malaikat, para kudus, saudara-saudara sedarah mereka dan kepada Bunda Allah: “Selamat tinggal, hai orang benar; selamat tinggal hai Surga. Selamat tinggal, para bapa dan anak-anak, sebab kami tidak akan pernah melihat kalian lagi. Selamat tinggal pula, ya Maria, Bunda Allah”. Dan kemudian di tengah-tengah lembah ini, akan terbuka sebuah lubang jurang yang besar, tempat roh-roh jahat serta orang-orang terkutuk akan jatuh bersama-sama.
Pintu-pintu gerbang itu tertutup di belakang mereka, dan takkan pernah terbuka lagi, takkan pernah, takkan pernah, untuk sepanjang segala keabadian. Wahai dosa terkutuk, kepada tujuan jahanam macam apakah engkau kelak akan membimbing begitu banyak jiwa yang malang! Wahai jiwa-jiwa celaka, demikianlah penghujung hidup yang patut diratapi ini, yang telah disiapkan bagi kalian.[24]
Rasa Sakit Neraka
Tentang rasa sakit Neraka. Neraka itu ada. Keberadaannya adalah bagian dari iman. Di tengah-tengah Bumi ini, ada penjara yang disiapkan untuk menghukum mereka yang memberontak terhadap Allah. Apakah Neraka itu? Neraka adalah tempat penyiksaan, tempat setiap indra dan daya orang terkutuk akan diberi siksaan yang sesuai. Dan semakin orang telah menghina Allah dengan suatu indra tertentu, semakin banyak lagi siksaan yang ditimpakan pada indra tersebut. Belas kasih macam apa yang akan kita rasa, ketika mendengar orang malang terpenjara dalam lubang gelap di sepanjang hidupnya, atau selama 40 atau 50 tahun? Neraka adalah lubang gelap yang tertutp pada setiap sisi, tempat tiada pernah masuk secercah sinar matahari ataupun sinar lainnya.
Indra penciuman akan disiksa. Kita membaca dalam riwayat hidup Santo Martinus, bahwa si jahat menampakkan diri kepadanya pada satu kesempatan dan bau busuk yang memenuhi ruangan itu sebegitu menyengatnya, sehingga orang kudus itu berkata kepada diri sendiri, “Kalau satu iblis saja baunya sedemikian menjijikkan, bisa seperti apa bau busuknya di Neraka tempat adanya ribuan iblis bersama-sama?”[25] Di dalam Neraka, mereka akan bertimbunan yang satu di atas yang lain, bertimbun bersama-sama ibarat domba-domba pada musim dingin. Namun juga, mereka akan seperti anggur yang remuk di bawah tempat pemerasan murka Allah.
Dari sini timbul pula rasa sakit akibat kekakuan badan: “Biarlah mereka diam seperti batu” (Keluaran xv. 16). Maka sebagaimana orang terkutuk jatuh ke dalam Neraka pada hari terakhir mereka, demikian pula mereka akan harus tetap seperti itu tanpa berganti posisi, dan tanpa menggerakkan tangan atau kaki, selama Allah adalah Allah. Pendengaran juga akan disiksa oleh lolongan dan rintihan berkelanjutan dari orang-orang celaka yang putus asa itu. Roh-roh jahat akan senantiasa membuat keributan. Betapa sakitnya bagi orang yang ingin tidur, kalau ia mendengar rintihan orang sakit, gonggongan anjing, atau tangisan anak-anak yang terus-menerus! Jiwa celaka, yang terkutuk untuk senantiasa mendengar jeritan dan lolongan orang-orang jahanam itu dengan tiada hentinya, untuk sepanjang segala keabadian!
Kita tahu bahwa manusia sering berdosa karena tidak bertarak, memanjakan diri dengan rakus melahap makanan dan minuman. Maka dari itulah Allah telah menetapkan hukuman berat atas dosa ini di dunia yang akan datang. Kristus sudah menubuatkannya dengan kata-kata, “Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar,” Lukas 6:25. Kita tidak mampu benar-benar membayangkan sengatan rasa lapar karena kita tidak pernah merasakannya. Kalau seharian tak ada yang bisa dimakan, waktu terasa sangat lama dan kita menjadi sangat ingin makanan. Dan seandainya orang tidak mendapat makanan selama dua atau tiga hari, alangkah menderitanya. Tetapi, seandainya ada orang yang tidak punya makanan selama satu minggu penuh dan dibiarkan menjadi mangsa kelaparan, apa yang akan terjadi padanya?
Di samping rasa lapar, orang terkutuk menderita rasa haus yang teramat membara. Kata-kata tak sanggup melukiskannya. Setiap orang tahu betapa ngerinya penderitaan-penderitaan yang timbul akibat kehausan; sungguh tak tertahankan. Mereka yang terjangkiti rasa haus akan minum dari sumber air ternajis. Dan kalau tidak ada apa-apa yang bisa didapat untuk memadamkan dahaga mereka, kematian yang berlangsung lama dan menyakitkan adalah akibatnya. Rasa haus yang diderita jiwa-jiwa binasa secara tak terhingga lebih besar, lebih intens dan lebih sakit daripada rasa haus mana pun yang diderita di muka Bumi. Seandainya manusia fana bisa merasakannya bahkan sebentar saja, ia akan pingsan dan mati seketika. Tidak pernah ada istirahat bagi orang terkutuk, mereka dibawa dari satu siksaan ke siksaan lain tiada hentinya. Ini menimbulkan rasa haus.
Namun hawa panas api Neraka, yang di dalamnya mereka terbakar siang dan malam untuk selama-lamanya, adalah penyebab utama rasa haus tak tertahankan yang melahap mereka. Mereka dibungkus lidah-lidah api dan tiada pernah mereka beroleh kesegaran dari air. Alangkah besar rasa haus yang pastinya mereka derita! Dengarkanlah seruan jiwa binasa yang sungguh-sungguh memohon diberi setetes air, “Bapa Abraham, berbelas kasihlah kepadaku dan utuslah Lazarus agar ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air untuk mendinginkan lidahku, sebab aku disiksa dalam lidah api ini.”
“Ya Allah Yang Maharahim, yang kuminta hanyalah air saja, kurindukan setetes air untuk memberi kelegaan sesaat bagi lidahku yang membara. Takkan Kautolak permohonan kian sederhana ini – Engkau yang dipuji segala makhluk sebagai kebaikan itu sendiri.” Namun permohonan ini sia-sia belaka. Allah menulikan telinga kepada suara permintaan mereka. Tak setetes air pun diberikan untuk mengurangi penderitaan-penderitaan mereka.
Untuk meredam sengatan-sengatan rasa lapar tak tertahankan, orang akan melahap apa saja yang bisa mereka gapai dengan tangan mereka: rumput, dedaunan, binatang-binatang najis dan menjijikkan. Manusia bahkan pernah terdesak sehingga makan daging sesamanya, para ibu mengorbankan anak-anak mereka, dan beberapa orang diketahui menggerogoti daging mereka sendiri. Mereka terus bertahan sampai seluruh tenaga mereka terkuras. Pada akhirnya, akibat tersiksa oleh kelaparan, mereka kehilangan akal sehat. Mereka meracau, menangis, melolong dan mati dalam ajal yang paling sengsara. Kalau demikian dampak-dampak rasa lapar di Bumi, akan seperti apa rasa lapar yang diderita di Neraka? Jika kekurangan makanan beberapa hari saja menimbulkan siksa yang demikian besarnya, akan seperti apa rasa lapar berkelanjutan yang tiada habisnya? Siapakah yang bisa berpikir tanpa rasa ngeri akan rasa lapar yang diderita di Neraka?[26]
Beberapa siksaan lain di Neraka. Beda Venerabilis menceritakan kisah seseorang yang mengidap penyakit parah dan dikira meninggal dunia pada suatu malam. Pagi berikutnya, kesadarannya pulih dan hal ini mengejutkan semua orang yang hadir bersamanya. Orang itu bangkit dari ranjang dan bercerita bahwa Allah telah memperpanjang sisa hidupnya agar ia menjalani kehidupan yang berbeda. Setelah membagi-bagi harta kepunyaannya kepada anak-anaknya dan memberi sebagian hartanya kepada orang miskin, ia pun menjalani hidup yang benar-benar berbeda. Mengurung diri dalam sebuah tenda kecil di tepi sungai, siang malam dihabiskannya dengan menangis. Di musim dingin ia membenamkan diri sampai leher dalam air sungai beku, dan kemudian, menggigil dan mati rasa karena kedinginan, ia merendam diri dalam air panas, yang menimbulkan rasa sakit kian parahnya sehingga ia tak mampu menahan teriakannya. Ketika ditanya alasan berbuat aneh seperti itu dan bagaimana dia mungkin bisa tahan melalui pergantian suhu tiba-tiba antara panas dan dingin yang ekstrem, ia menjawab: “Sudah kulihat yang lebih buruk dari itu.” “Apa yang kaulihat?”, tanya orang lain kepadanya. Lalu jawabnya, “Aku telah melihat bagaimana jiwa-jiwa celaka di dunia lain dicampakkan dari kobaran api ke dalam hawa dingin beku, dan dari hawa dingin beku kembali ke dalam lidah-lidah api membara. Ketika menyadari yang harus mereka tanggung itu, penderitaan-penderitaanku yang sedikit ini kuanggap bukan apa-apa.” Cerita yang dikisahkan oleh orang kudus sesuci Beda Venerabilis ini memperlihatkan betapa ngeri bahwasanya siksaan-siksaan Neraka.
Tentang asap Neraka. Dalam kegelapan yang mengerikan ini, orang-orang terkutuk terbaring tak berdaya seperti orang buta atau seperti mereka yang matanya dicungkil dengan kejam. Mereka tidak melihat apa-apa, sebab mata mereka tersengat asap dan penglihatan mereka hancur karena asap belerang yang beracun. Kita tahu betapa pekat asap ini dari catatan yang diberikan oleh St. Yohanes di Wahyu 14:11. Engkau tahu betapa perihnya asap bagi mata dan lubang hidung. Bahkan, tidak ada orang yang bisa tinggal di dalamnya selama seperempat jam tanpa sesak napas dan menjadi setengah buta. Kalau seperti ini adanya di Bumi, akan seperti apa adanya di Neraka?[27]
Di kehidupan ini pun, sakitnya api merupakan rasa sakit yang terbesar; namun perbedaan antara api kita dan api Neraka sedemikian besarnya, sehingga menurut … St. Vinsensius Ferrer .,. berbanding dengan api Neraka, api kita dingin. Api kita diciptakan supaya kita gunakan; tetapi api Neraka diciptakan Allah secara sengaja untuk menyiksa. Demikianlah orang jahanam yang malang itu akan diliputi oleh api bagaikan kayu bakar dalam perapian. Ia akan mendapati lubang jurang api di bawah, lubang jurang maut di atas, dan lubang jurang maut di setiap sisi. Kalau ia meraba, kalau ia melihat, kalau ia bernapas, yang dirabanya, dilihatnya, dan dihirupnya hanya api saja. Ia akan berada dalam api seperti ikan di dalam air. Api ini tidak hanya akan mengelilingi orang terkutuk saja, namun akan masuk ke dalam ususnya untuk menyiksa dirinya. Badannya akan menjadi api semuanya; sehingga usus dalam dirinya akan terbakar, jantungnya akan terbakar di dalam dadanya, otaknya di dalam kepalanya, darahnya di dalam uratnya, bahkan sumsum di dalam tulangnya: setiap orang terkutuk akan menjadi tungku perapian dalam dirinya sendiri. Beberapa orang tak bisa tahan berjalan di jalan yang terbakar oleh matahari, tidak pun mereka mampu tahan percik api yang terbang dari sebatang lilin; meskipun demikian, mereka tidak takut akan api yang menghanguskan.[28]
Api Neraka menghanguskan orang terkutuk. Api itu menghanguskan tanpa pernah membinasakan mereka. Di dalam Neraka, tidak ada harapan, baik sejati maupun palsu. Akan senantiasa tertulis hukuman di hadapan mata orang malang yang celaka itu, menangis untuk selama-lamanya di dalam lubang siksaan itu. Maka orang terkutuk tidak hanya menderita apa yang dideritanya setiap saat, namun mereka menderita rasa sakit keabadian untuk setiap saat, sembari berkata: “Yang kuderita sekarang, akan harus kuderita untuk selama-lamanya.” Hukuman-hukuman di kehidupan ini akan berlalu, namun hukuman-hukuman di kehidupan yang akan datang tidak pernah berlalu. Akan besar hukuman Neraka; namun yang harus membuat kita teramat takut, hukuman itu takkan pernah dibatalkan. Neraka merupakan hukuman yang kecil bagi dosa berat. Pelanggaran terhadap Kemegahan yang Tak Terbatas patut dijatuhi hukuman tak terbatas, ujar St. Bernardinus dari Siena.
Dan juga, rasa sakit ini niscaya harus bersifat abadi: karena orang terkutuk tidak lagi bisa membuat silih atas dosa-dosanya. Dalam hidup ini, seorang pendosa yang bertobat bisa membuat silih atas dosa-dosanya sejauh mana jasa-jasa Yesus Kristus diterapkan kepada dirinya; namun jiwa orang terkutuk terkecuali dari jasa-jasa ini.[29] Ada cerita yang tercatat dalam Latihan Rohani Romo Segneri yunior, bahwa di Roma, Iblis, yang tinggal dalam diri orang kerasukan, ditanya berapa lama dirinya akan harus tinggal di Neraka. Iblis menjawab dengan marah, membanting tangannya ke sebuah kursi, “Selamanya, selamanya”. Kata-katanya itu menimbulkan rasa ngeri yang begitu besar, sehingga banyak orang muda dari Seminari Romawi yang hadir di sana membuat pengakuan dosa umum, dan mengubah hidup mereka untuk selama-lamanya setelah mendengar dua patah kata ini: “selamanya, selamanya”. Yudas yang malang! Dua ribu tahun sudah berlalu sejak ia berada di Neraka, dan Nerakanya masih sedang bermula.
Seandainya seorang malaikat berkata kepada salah satu orang terkutuk: Engkau akan meninggalkan Neraka, namun ketika sudah berlalu masa sebanyak tetesan air, dedaunan pada pepohonan, dan butiran pasir di pantai, orang itu akan bersukacita lebih daripada pengemis yang mendengar dirinya dibuat menjadi seorang raja. Ya, karena seandainya pun seluruh masa yang sudah berlalu itu dikalikan tak terhingga, Neraka masih tetap bermula. Tiap-tiap orang terkutuk akan ingin membuat perjanjian ini dengan Allah: “Tuhan, besarkanlah rasa sakitku sebesar yang Engkau mau, dan buatlah rasa sakit itu berlangsung selama yang Kaukehendaki, namun berikanlah batas kepadanya, dan aku akan bahagia.” Namun batas ini tidak akan pernah ada. Sangkakala keadilan Ilahi takkan menyerukan apa-apa selain, “Selamanya! Selamanya! Takkan pernah! Takkan pernah!”. Orang terkutuk akan bertanya kepada Iblis, “Masih lamakah malam ini? Kapankah malam ini berakhir? Kapankah berakhirnya sangkakala, jeritan, bau, lidah-lidah api, siksaan-siksaan ini?” Dan jawabannya akan seperti ini: “Takkan pernah, takkan pernah!” “Dan akan berlangsung seberapa lamakah?” “Selamanya! Selamanya!”
Ya Tuhan, berilah terang bagi orang buta yang begitu banyaknya itu, mereka yang ketika orang memohon supaya jangan sampai jiwa mereka binasa, menjawab demikian, “Kalau saya pada akhirnya harus masuk Neraka, saya pasti punya rasa sabar!” Mereka tidak punya rasa sabar untuk tahan sedikit dingin, untuk tetap berada dalam ruangan yang panas, untuk menahan pukulan; namun mereka akan punya rasa sabar untuk hidup dalam lautan api, diinjak-injak oleh Iblis, dan ditinggalkan oleh Allah serta setiap orang, sepanjang segala abad![30]
Tentang Penampilan Iblis
Tentang penampilan iblis. Selain yang sudah disebutkan, penampilan roh-roh jahat yang ngeri akan semakin membuat maut kian menakutkan bagi kita. Ada banyak Bapa yang berpendapat bahwa ketika mengembuskan napas terakhir, setiap orang akan melihat si musuh jahat. Alangkah ngerinya pemandangan ini. Dan rasa ngeri yang pastinya timbul bagi orang sekarat akibat melihat pemandangan ini, terlampau besar untuk dilukiskan dengan kata-kata. Ada cerita tentang Bruder Egidius, bahwa pada suatu hari, ketika sedang berdoa di kamarnya, iblis menampakinya dengan rupa begitu menakutkan, sehingga Bruder hilang kemampuan bicaranya dan mengira saat terakhirnya sudah tiba. Karena bibirnya tidak mampu bersuara, ia menengadahkan hatinya untuk memanjatkan doa kepada Allah dalam kerendahan hati dan penampakan itu pun hilang. Sesudahnya, ketika bercerita tentang hal yang menimpanya kepada para biarawan saudaranya, ia gemetar dari ubun-ubun sampai ujung kaki saat menggambarkan rupa mengerikan dari Musuh umat manusia.
Kemudian, menemui St. Fransiskus, ia mengajukan pertanyaan ini kepadanya, “Bapa, apa pernah kaulihat sesuatu di dunia ini yang rupanya begitu mengerikan sehingga bisa menewaskan orang yang melihatnya?” Dan orang kudus itu pun menjawab, “Aku memang sudah pernah melihat hal semacam itu. Dia itu tiada lain dari Iblis, yang rupanya begitu keji sehingga tidak ada orang yang bisa menatapnya bahkan sebentar saja dan hidup, kalau Allah tidak secara khusus menyanggupkan orang itu berbuat demikian.”
St. Sirilus juga menulis kepada Santo Agustinus dengan berkata bahwa salah satu dari tiga orang yang dibangkitkannya dari maut memberitahukannya, “Ketika saat kepergianku semakin mendekat, segerombolan roh jahat yang tak terhitung jumlahnya datang dan berdiri di sekitar aku. Rupa mereka lebih mengerikan daripada segala sesuatu yang bisa dibayangkan oleh khayalan. Orang lebih baik dibakar dalam api daripada disuruh memandang mereka. Roh-roh jahat ini berkumpul di sekelilingku dan menghardik aku dengan segala pelanggaran yang pernah kuperbuat, hendak mendorong aku supaya putus asa. Dan pada kenyataannya, aku seharusnya sudah menyerah kepada mereka, seandainya Allah tidak datang menolongku dalam kerahiman-Nya.”[31]
St. Antonius bercerita bahwa salah seorang bruder dalam ordonya mengeluarkan jeritan menusuk ketika melihat iblis yang tampak kepadanya. Rekan-rekan rahibnya berlari ke arahnya karena khawatir, mendapatinya lebih mati daripada hidup. Setelah memberikannya sesuatu untuk kembali membangkitkannya dan menguatkannya, mereka bertanya apa yang terjadi kepadanya. Kemudian, ia memberi tahu mereka bahwa iblis telah tampak kepadanya, dan membuatnya sedemikian ngeri, sehingga seluruh napas kehidupan keluar dari padanya. Dan kepada pertanyaan mereka tentang rupa Iblis, ia menjawab: “Itu sama sekali tak bisa kukata. Yang hanya bisa kukatakan adalah seandainya aku boleh memilih, lebih baik aku dimasukkan ke dalam tungku api merah panas, daripada kembali melihat wajah Iblis.”
Yang hampir sama itu juga kita baca dalam riwayat hidup Santa Katarina dari Siena. Ia juga menyatakan bahwa lebih baik dirinya berjalan melangkahi lidah-lidah api daripada menatap Iblis untuk satu saat. Kalau melihat si jahat itu saja sebegitu ngerinya sehingga para Kudus berpendapat lebih gampang menahan rasa sakit karena terpapar api yang membakar, akan seperti apa rasa takut dan ngeri yang dialami orang-orang terkutuk yang tinggal untuk selama-lamanya di tengah-tengah permusuhan yang tak terhitung. Alangkah takutnya diri anda seandainya diterkam tiba-tiba oleh anjing gila, yang menarik anda ke tanah dan mulai mengoyak diri anda dengan giginya? Jangan bayangkan bahwa Iblis akan menerkam orang-orang terkutuk dengan lebih tidak buas atau memperlakukan mereka dengan lebih baik.[32]
Kita membaca dalam legenda St. Antonius, Petapa, roh-roh jahat sering kali tampak padanya dengan berbagai rupa, menakut-nakutinya dengan cara tak terperi. Kadang-kadang mereka mengambil rupa binatang buas liar: singa, beruang, naga atau anjing liar. Di waktu lain mereka tampak dengan rupa manusia, seperti pria-pria garang, wanita-wanita cantik atau monster-monster berwajah mengerikan. Terkadang mereka memukulinya dan memperlakukannya sebegitu kejam sehingga dia mereka tinggalkan setengah mati. Kadang kala mereka membuatnya merasa begitu ngeri dengan penampakan-penampakan hantu mereka yang ganjil, sehingga seandainya Allah dan malaikat pelindungnya tidak membantu dia, St. Antonius pasti sudah mati. Lantas kalau mereka berbuat semuanya ini kepada orang berkehidupan kudus yang atasnya mereka tidak berkuasa secara sah, takkan berbuat apa mereka kepada pendosa fasik yang ada di bawah kuasa mereka seutuhnya?[33] Tidak ada orang yang bisa membayangkan teror dan siksaan baru yang akan direncanakan oleh roh-roh Neraka ini untuk menganiaya orang-orang terkutuk dan menumpahkan niat jahat satanik mereka kepada orang-orang tersebut.
Beberapa orang menghibur diri dengan berpikir seperti ini, “Cepat lambat, akan ada sahabat-sahabat kita manusia di Neraka dan jumlah mereka juga tidak akan berkekurangan.” Awas, jangan memperdaya diri dengan penghiburan palsu ini. Setiap jiwa yang binasa akan jauh lebih suka berada sendiri di Neraka, seandainya dia diberi pilihan. Dan karena di bumi, sangat menyiksa kalau kita dipaksa hidup dengan musuh yang mencoba segala cara untuk mencelakai kita, tidak kecil deritanya kalau kita terus-menerus hidup dengan beribu orang yang kita benci dan semuanya tidak kita sukai sedari lubuk hati mereka. Bahkan, bapa dan ibumu, istrimu dan anak-anakmu, saudara-saudaramu laki-laki dan perempuan, sahabat-sahabat dan kerabatmu akan menjadi musuh terbuka bagimu dan alih-alih memperlihatkan rasa syukur kepadamu, mereka hanya akan mencoba mencederai engkau.[34]
Rasa Sakit karena Hilangnya Kemuliaan Surgawi
Santo Yohanes Krisostomus berkata, “Saya kenal banyak orang yang hanya takut Neraka karena rasa sakitnya, namun saya katakan bahwa hilangnya kemuliaan surgawi adalah penyebab rasa sakit yang lebih getir daripada segala siksaan Neraka.” Si jahat sendiri disuruh mengakui hal ini, seperti yang kita lihat pada legenda-legenda Beato Yordanus, jenderal Ordo Dominikan pada suatu kala. Sebab ketika Yordanus bertanya kepada Setan dalam diri orang kerasukan, “Siksaan apa yang paling utama di Neraka”, Setan menjawab, “Terkucil dari hadirat Allah”. Yordanus bertanya, “Jadi, sebegitu indahkah Allah itu untuk dipandang?” Dan karena Iblis menjawab bahwa Allah memang yang terindah, Yordanus bertanya lagi, “Betapa besarkah keindahan-Nya itu?” “Bodoh sekali engkau mengajukan pertanyaan seperti itu kepadaku, tidak tahukah engkau bahwa keindahan Allah tiada taranya?”
Yordanus lalu berkata, “Setidak-tidaknya berikan aku sedikit bayangan tentang keindahan Allah.” Setan kemudian berkata, “Bayangkanlah sebuah bola kristal seribu kali lebih cemerlang dari Matahari. Di dalamnya, ada keindahan semua warna pelangi, harumnya setiap bunga, manisnya setiap rasa yang lezat, kemewahan setiap batu mulia, keramahan manusia dan daya tarik semua malaikat digabungkan. Seindah-indahnya dan semahal-mahalnya kristal ini, kalau dibandingkan dengan keindahan Ilahi, kristal itu tidak sedap dipandang dan najis.”
Biarawan baik itu bertanya, “Dan jawablah, apa saja yang bersedia kauberikan agar diperkenankan melihat Allah?” Jawab Iblis, “Seandainya ada sebongkah pilar yang menjulang dari bumi ke Surga, diliputi dedurian, paku dan kail tajam, dengan senang hati aku akan setuju diseret naik turun pilar itu dari sekarang sampai hari Pengadilan, kalau saja aku diperkenankan menatap wajah Allah untuk beberapa saat saja.”[35]
Seperti apa keabadian itu sebenarnya di bayangan anda atau akan seberapa lama durasinya? Keabadian adalah sesuatu yang tak berawal dan tak berakhir. Keabadian adalah waktu yang selalu ada dan tidak pernah berlalu. Lantas siksaan-siksaan orang terkutuk tidak akan pernah berakhir, tidak akan pernah berlalu. Ketika ribuan tahun sudah berlalu, seribu tahun lagi akan bermula, dan seterusnya untuk selama-lamanya. Tak ada satu pun orang terkutuk yang mampu menghitung berapa lama mereka sudah berada di Neraka, sebab tidak ada pergantian siang dan malam, tidak ada pembagian waktu, namun hanya ada malam berkelanjutan dan abadi sejak saat pertama mereka masuk Neraka untuk selama-lamanya.
Orang terkutuk akan bersukacita, mereka akan bersyukur kepada Allah, seandainya bisa berharap setelah berjuta-juta tahun disiksa, bahwa mereka kelak akan dilepaskan dari derita mereka. Namun sama sekali tiada harapan diri mereka kelak akan lepas dari rasa sakit Neraka. Mungkin boleh disimpulkan bahwa orang terkutuk berangsur-angsur terbiasa dengan siksaan-siksaan mereka dan lambat laun menjadi kebas atau hampir tidak peka dengan siksaan-siksaan itu. Sama sekali tidak demikian. Orang terkutuk merasakan siksaan mereka seutuh-utuhnya dan senantiasa sama besarnya. Tiap orang di Neraka sekarang merasakan derita-deritanya yang sama perih dengan saat pertama dirinya terkutuk, dan ia akan terus-menerus merasakan derita-derita yang tidak kurang tajam menusuk dirinya setelah berlalunya beribu-ribu tahun.
Terdesak oleh rasa sakit menyeramkan, jiwa di Neraka pergi ke mana-mana mencari sedikit kelegaan serta sepatah kata penghiburan. Namun dirinya tidak menemukan satu pun wajah yang bersimpati, sebab ia dikelilingi oleh roh-roh jahat nan kejam serta para musuh yang sengit, tanpa menemukan sedikit pun bela rasa di tempat dirinya berada. Ia menengadah ke Surga dan melihat Surga begitu indah, begitu mempesona, begitu menyenangkan, begitu penuh kebahagiaan sejati. Ia ingat dirinya dulu diciptakan dan ditakdirkan untuk menikmati kebahagiaan Surga. Dan sekarang, di tengah-tengah rasa sakit teramat menyiksa yang dialaminya, ia mendambakan kenikmatan-kenikmatan Surga dengan kerinduan yang kian tak terperi dan mengerahkan upaya-upaya luar biasa untuk pergi ke sana, namun tak sanggup dia tinggalkan tempat dirinya disiksa. Tak seorang pun di dalam Surga tampak menyadari dirinya ada. Jiwa melihat takhta yang dahulu dipersiapkan untuknya oleh Allah dalam kebaikan-Nya, namun sekarang diduduki orang lain. Tiada lagi ruang baginya di dalam Surga. Ia melihat di sana ada beberapa saudaranya, kawan-kawan dan kenalan-kenalannya, namun mereka tidak peduli dengan dia. Ia melihat semua umat pilihan di Surga, penuh sukacita dan kegembiraan. Sia-sia belaka jiwa terkutuk memanggil para Kudus, memanggil Santa Perawan Maria dan Allah Juru Selamat kita sendiri.
Jiwa merasa tertarik dengan Allah berkat suatu dorongan tak tertahankan dan jiwa memahami bahwa hanya Allah sendiri yang dapat memadamkan dahaganya akan sukacita dan membuat dirinya bahagia. Jiwa rindu melihat dan memiliki Allah. Berulang kali jiwa berupaya melonjak menghampiri Allah. Dirasakannya Allah menolak dirinya dengan kuasa digdaya. Jiwa melihat bahwa dirinya adalah bahan murka Allah, sasaran anatema-Nya. Jiwa sadar bahwa perkaranya tidak ada harapannya, dan bahwa ia tidak akan pernah dipersilakan masuk rumah orang-orang terberkati, atau meninggalkan tempat penyiksaan yang tiada berakhir.[36]
Betapa besar siksaan yang akan dialami orang-orang terkutuk, ketika melihat penyebab diri mereka mengalami kebinasaan jiwa. Di saat ini, hidup kita tampak bagi kita seperti apa memangnya, kalau bukan seperti sebuah, kalau bukan seperti satu saat? Akan seperti apa bagi mereka yang hidup di Neraka, enam puluh atau tujuh puluh tahun hidup yang telah mereka jalani di bumi, ketika mereka mendapati diri mereka sendiri dalam jurang yang abadi; yang di dalamnya, setelah ratusan atau ribuan juta tahun, alam baka mereka masih baru bermula? Tetapi, mengapa saya berkata enam puluh atau tujuh puluh tahun hidup? Tujuh puluh tahun itu, mungkinkan semuanya dilewatkan dalam kenikmatan? Dan si pendosa yang mungkin hidup tanpa Allah ini, apakah dia selalu menikmati dirinya dalam dosa-dosanya? Berapa lamakah kenikmatan dosanya itu bertahan? Hanya bertahan beberapa saat saja; dan seluruh sisa waktu kehidupan yang dijalani orang itu dengan menentang Allah, adalah waktu yang sakit dan penuh kepahitan.
Orang Terkutuk Menyesali Kebinasaan Jiwanya karena Perkara Sepele
Lantas, saat-saat kenikmatan itu akan tampak seperti apa kepada jiwa malang yang binasa itu? Dan terutamanya, akan tampak seperti apa baginya, sekelumit dosa terakhir yang menjadi penyebab dirinya terkutuk? Maka akan berserulah jiwanya, demi kenikmatan celaka nan hina yang hanya berlangsung sesaat saja, dan hilang seperti udara segera saat dipunyai, aku akan harus terus terbakar dalam api ini, putus asa dan ditinggalkan semua orang, selama Allah itu Allah, dan untuk selama-lamanya.[37] St. Thomas berkata, bahwa rasa sakit utama yang akan diderita orang terkutuk, adalah melihat bahwa mereka telah mengalami binasanya jiwa tanpa alasan, dan bahwa mereka bisa saja dengan begitu mudahnya mendapat kemuliaan Surga, seandainya itu dulu pilihan mereka. Maka sengatan bagi hati nurani ini adalah merenungkan betapa ringan syarat yang harus mereka tepati supaya selamat.
Ada jiwa binasa yang menampakkan diri kepada St. Humbertus, dan berkata kepadanya, bahwa inilah tepatnya rasa sakit terbesar yang menyiksa dirinya di Neraka: memikirkan perkara-perkara sepele yang telah dilakukannya sehingga dirinya binasa, dan betapa ringan syarat yang harus ditepatinya supaya selamat. Maka jiwa malang itu akan berkata: Seandainya aku bermati raga dengan tidak melihat benda semacam itu, seandainya aku menaklukkan hormat manusiawi itu, seandainya aku menjauhi kesempatan itu, persahabatan itu, percakapan itu, aku sekarang tentunya tidak akan binasa. Seandainya aku pergi mengaku dosa setiap pekan, seandainya aku setiap hari membaca buku rohani semacam itu, seandainya aku berserah diri kepada Yesus Kristus dan Maria, aku pastinya tidak akan jatuh lagi ke dalam dosa. Aku begitu seringnya bertekad melakukan hal-hal ini, namun resolusi-resolusiku itu tidak kutepati; atau aku mulai menepatinya, dan kemudian kuabaikan; dan karena itu aku binasa.[38]
Yang dimaksud ulat-ulat bangkai yang tidak mati itu adalah sesal nurani, ujar St. Thomas. Sesal nurani ini akan selama-lamanya menyiksa orang terkutuk di Neraka. Hati orang terkutuk akan digerogoti oleh nurani dalam banyak cara. Pikiran ini akan lebih menyiksa orang terkutuk daripada api Neraka dan segala siksaan lainnya di Neraka: aku dahulu bisa bahagia untuk selama-lamanya, dan sekarang aku harus menderita untuk sepanjang segala masa.
Siapa tahu, renungan yang sedang anda baca sekarang ini mungkin adalah panggilan terakhir yang diberikan Allah kepada anda? Siapa yang tahu, kalau anda tidak mengubah hidup anda sekarang, apakah di waktu anda melakukan dosa berat yang berikutnya, Allah tidak akan meninggakan anda, dan karena dosa itu, Ia mengirim anda untuk menderita selama-lamanya di tengah-tengah kerumunan orang bodoh yang sekarang ada di Neraka, mengakui kesalahan mereka? Ketika anda digoda Iblis supaya berbuat dosa lagi, berpikirlah tentang Neraka; berlindunglah kepada Allah, kepada Santa Perawan Maria: memikirkan Neraka akan meluputkan diri anda dari Neraka.[39]
St. Bernardinus dari Siena berkata bahwa nasihat termulia dari semua nasihat, yang bahwasanya ibarat fondasi agama, adalah nasihat menghindari kesempatan-kesempatan berdosa: “Dari antara nasihat-nasihat Kristus, ada satu yang paling terkenal, dan ibaratnya fondasi agama, yaitu menghindari kesempatan-kesempatan berdosa”. Iblis pernah sekali mengakui, ketika dipaksa untuk melakukannya melalui eksorsisme, bahwa dari antara semua khotbah, yang paling tak berkenan kepadanya adalah khotbah menghindari kesempatan berdosa; dan memang benar, sebab Iblis menertawakan tekad-tekad dan janji-janji pendosa yang bertobat jika ia tidak meninggalkan kesempatan-kesempatan berbahaya.[40]
Tuhan kita Yesus Kristus mewanti-wanti kita supaya lebih berwaspada terhadap manusia ketimbang Iblis. “Waspadalah terhadap semua orang” (St. Matius x. 17). Manusia sering kali lebih buruk daripada iblis, sebab iblis lari tunggang langgang karena doa dan dengan dipanggilnya nama tersuci Yesus dan Maria; namun kalau rekan-rekan pergaulan buruk menggoda orang berbuat dosa, dan ia menanggapinya dengan perkataan rohani, mereka tidak melarikan diri, namun semakin menggodanya; mereka menertawakannya, menyebutnya orang malang tak terdidik, dan tak berguna apa-apa; ketika mereka tidak bisa berkata apa-apa lagi, mereka menyebutnya orang munafik yang sok suci. Demi menghindari celaan serta olok-olok semacam itu, beberapa jiwa yang lemah dengan celaka bersekutu dengan para hamba Lucifer, dan kembali kepada muntahannya.[41]
Kesimpulan
Marilah kita dengan gagah berani dan ceria melakukan segala-galanya, menempuh segala-galanya, mengorbankan segala-galanya, demi beroleh kebahagiaan Surga. Sebab tiada harga yang terlalu mahal untuk kita bayar demi mendapatkan Surga. Seandainya demi beroleh Surga, kita melakukan separuh dari yang dilakukan orang untuk mencari nafkah, untuk mendapat sedikit kekayaan, atau ketenaran atau menikmati hidup, kita pasti akan mendapatkan tempat tinggi di antara para Kudus. Yang harus kita lakukan untuk beroleh Surga adalah menaati Perintah-Perintah Allah dan Gereja-Nya dan memikul salib-salib kita yang kecil itu. Demi beroleh Surga, setiap penderitaan, setiap pengorbanan dan setiap pertarungan yang diharuskan bagi kita, patut adanya kita tempuh, bahkan seribu kali lipat. Hidup itu singkat: semua cobaan, penderitaan, perjuangan, pertarungan dan salib-salibnya itu begitu singkat dan sementara saja; namun Surga dan segala sukacitanya tak terbayangkan, memuaskan setiap keinginan hati dan tidak pernah ada habisnya.[42]
Maka berdoalah sering-sering dalam hati anda, “Ya Yesus, Tuhan yang Mahapengasih, demi Sengsara dan wafat-Mu yang pedih, dan demi Pengadilan Terakhir saat diri-Mu akan menghakimi seisi dunia, kumohon kepada-Mu agar Kau karuniakan daku rahmat untuk hidup sedemikian rupa, sehingga pada waktu Kebangkitan, aku boleh bangun dengan sukacita, dan bukan dengan rasa malu. Amin.”[43]
Catatan kaki:
[1] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan I.: “Potret Manusia yang Baru Saja Beralih ke Dunia Lain”, Poin Pertama.
[2] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan I.: “Potret Manusia yang Baru Saja Beralih ke Dunia Lain”, Poin Kedua.
[3] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan I.: “Potret Manusia yang Baru Saja Beralih ke Dunia Lain”, Poin Ketiga.
[4] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan II.: “Kematian Mengakhiri Segalanya”, Poin Pertama.
[5] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan II.: “Kematian Mengakhiri Segalanya”, Poin Ketiga.
[6] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan III.: “Tentang Singkatnya Hidup”, Poin Pertama.
[7] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan IV.: “Tentang Kepastian Maut”, Poin Pertama.
[8] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan IV.: “Tentang Kepastian Maut”, Poin Kedua.
[9] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan IV.: “Tentang Kepastian Maut”, Poin Ketiga.
[10] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan V.: “Tentang Waktu Kematian yang Tidak Pasti”, Poin Pertama.
[11] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan VII.: “Pikiran Orang Kristen Sekarat yang Lalai, yang Tidak Banyak Memikirkan Kematian”, Poin Pertama.
[12] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan VII.: “Pikiran Orang Kristen Sekarat yang Lalai, yang Tidak Banyak Memikirkan Kematian”, Poin Ketiga.
[13] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan VIII.: “Tentang Kematian Orang Benar - Pertimbangan VIII St. Alfonsus”, Poin Pertama.
[14] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan VIII.: “Tentang Kematian Orang Benar - Pertimbangan VIII St. Alfonsus”, Poin Kedua.
[15] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan VIII.: “Tentang Kematian Orang Benar - Pertimbangan VIII St. Alfonsus”, Poin Ketiga.
[16] St. Alfonsus De Liguori, The Glories of Mary [Kemuliaan Maria], Bab 8, Bagian 1, “Mary delivers her Clients from Hell” [Maria membebaskan para pendevosinya dari Neraka”], hal. 195
[17] St. Alfonsus De Liguori, The Glories of Mary [Kemuliaan Maria], Bagian II, “Various Practices In Honor of the Divine Mother [Berbagai Praktik Menghormati Bunda yang Kudus]”, Devosi Kesembilan: “Tentang Mengandalkan Maria”, hal. 523
[18] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXIV.: “Tentang Pengadilan Khusus”, Poin Pertama.
[19] St. Alfonsus De Liguori, Dignity and Duties of the Priest [Jabatan dan Tanggung Jawab Imam], Bab VI: “The Sin of Incontinence [Dosa Ketidakbertarakan]”, hal. 102
[20] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan VI.: “Kematian Pendosa”, Poin Ketiga.
[21] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian II: “Pengadilan Terakhir”, Bab II, “Tentang Kebangkitan Orang Mati”
[22] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXIV.: “Tentang Pengadilan Khusus”, Poin Kedua.
[23] Matius 25:34
[24] St. Alfonsus De Liguori, Sermons For All the Sundays of the Year [Khotbah-Khotbah untuk Semua Hari Minggu Sepanjang Tahun], Khotbah I, Poin Ketiga, paragraf 15.
[25] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bab III, Bagian III, “Tentang Bau Busuk Neraka”
[26] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bab 3, Bagian 2, “Tentang Rasa Lapar dan Haus yang Diderita di Neraka”
[27] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bab 3, Bagian 4, “Beberapa Siksaan Lain di Neraka”
[28] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXVI.: “Tentang Rasa Sakit Neraka”, Poin Kedua.
[29] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXVII.: “Tentang Keabadian Neraka”, Poin Kedua.
[30] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXVII.: “Tentang Keabadian Neraka”, Poin Ketiga.
[31] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian I, Bab III, “Tentang Penampilan Roh-Roh Kegelapan”
[32] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian III, Bab V, “Tentang Kawan di Neraka”
[33] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian III, Bab IV, “Beberapa Siksaan Lain di Neraka”
[34] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian III, Bab V, “Tentang Kawan di Neraka”
[35] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian III, Bab VI, “Tentang Hilangnya Visiun Beatifis akan Allah”
[36] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian III, Bab VI, “Tentang Hilangnya Visiun Beatifis akan Allah”
[37] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXVII.: “Tentang Sesal Orang Terkutuk”, Poin Pertama.
[38] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXVII.: “Tentang Sesal Orang Terkutuk”, Poin Kedua.
[39] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXVII.: “Tentang Sesal Orang Terkutuk”, Poin Kedua.
[40] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXXI.: “Tentang Ketekunan”, Poin Pertama.
[41] St. Alfonsus De Liguori, Persiapan Kematian, Pertimbangan XXXI.: “Tentang Ketekunan”, Poin Kedua.
[42] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian IV, Kesimpulan
[43] Romo Martinus von Cochem, Empat Hal Terakhir, Bagian II: “Pengadilan Terakhir”, Bab II (kalimat penutup)
Terimakasih atas artikelnya, saya semakin mengerti perjalanan kerajaan raja salomo
Novriadi 3 mingguBaca lebih lanjut...Justru karena kami punya kasih Kristiani sejati kepada sesama kamilah, materi-materi kami ini kami terbitkan. St. Paulus mengajarkan, bahwa kita harus menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan (Ef. 5:11). Gereja Katolik, satu-satunya lembaga...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – devosi kepada Santa Perawan Maria itu krusial untuk keselamatan dan pengudusan jiwa. Namun, dan juga yang terpenting, orang harus 1) punya iman Katolik sejati (yakni, iman Katolik tradisional),...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Since your comment is written in English, we are responding in English and including a translation in Indonesian. However, we would recommend that you write us in Indonesian instead, if...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – memang benar bahwa orang hendaknya mengasihi orang lain dan menjaga ciptaan Allah. Namun, yang terutama, kita pertama-tama harus mengasihi/mencintai Allah. Sangat amat penting pula, terutama pada zaman kita,...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – Misteri Terang itu datangnya dari Yohanes Paulus II. Dia ini seorang Anti-Paus dan pemurtad masif. Rosario orisinal yang diberikan oleh Santa Perawan Maria adalah 15 dekade dengan Misteri-Misterinya...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...peristiwa terang kenapa tidak ada dalam pembahasan artikel ini?
devie 4 bulanBaca lebih lanjut...Allah Maha Besar melalui Putranya Yesus Kristus dan Bundanya Maria ..Melakukan muzizat menunjukan Betapah Besarnya dan Baiknya Allah..Kita manusia harus berbuat baik satu dengan yang lain dan alam sekitar serta...
fidelis Budi Suryanto 4 bulanBaca lebih lanjut...Are the FSSP and SSPX right on the sacraments?
Petrus Fiter Panco 4 bulanBaca lebih lanjut...Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 6 bulanBaca lebih lanjut...