^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Kematian Mengakhiri Segalanya - Pertimbangan II St. Alfonsus
PERTIMBANGAN II.
Kematian Mengakhiri Segalanya.
“Sudah tiba akhirnya, sudah tiba akhirnya.” – Yehezkiel VII. 2.
POIN PERTAMA.
Dari antara orang-orang duniawi, mereka yang dianggap bahagia hanyalah mereka yang menikmati barang-barang, kenikmatan, kekayaan dan kemegahan dunia ini; namun kematian mengakhiri segala sukacita dunia ini. “Sebab apakah hidupmu itu kalau bukan uap yang hanya muncul sebentar saja” (St. Yakobus iv. 15). Uap yang diembuskan dari bumi, ketika membumbung ke udara dan diselimuti Cahaya matahari, menjadi cantik rupanya; namun seberapa lamakah kecantikan ini ada? Tiupan angin menghilangkannya. Lihatlah bangsawan itu, pada hari ini ia dirayu-rayu, ditakuti dan hampir disembah; esok hari ketika mati, ia akan dibenci, dicerca dan diinjak-injak. Ketika kematian datang, kita harus meninggalkan segala-galanya. Saudara hamba Allah yang agung itu, Thomas a Kempis, berbangga diri karena telah membangun sebuah rumah yang cantik; namun ia diberi tahu temannya bahwa rumah itu memiliki satu cacat yang besar. Ia bertanya apakah cacat itu. “Cacatnya”, jawab temannya yang lain, “engkau membuat pintu pada rumah itu.” “Apa!” serunya; “pintu menjadi sebuah cacat?” “Ya”, ujar temannya; “sebab dari pintu itu engkau akan keluar mati, dan meninggalkan rumahmu dan segala-galanya.”
Kematian pada akhirnya membuat manusia kehilangan segala barang miliknya di dunia ini. Ah, sungguh pemandangan yang berkesan, kalau kita melihat seorang pangeran diusir dari istananya, dan tidak akan masuk lagi ke dalamnya, dan orang lain mengambil alih perabotannya, uangnya dan segala barang miliknya yang lain! Para hamba pun meninggalkannya dalam kuburnya hampir tanpa sehelai pakaian pun untuk menyelimuti badannya; tiada lagi orang yang menghormati atau menyanjung dirinya; tidak pun perintah-perintah terakhirnya didengarkan. Saladin, yang dahulu telah memperoleh banyak kerajaan di Asia, memberi perintah, seraya meninggal, supaya ketika jasadnya dibawa ke kuburan, seseorang harus mendahuluinya dengan bajunya yang digantung pada sebuah tiang, sambil berseru: “Hanya inilah yang dibawa Saladin ke kuburnya.”
Ketika badan seorang pangeran ditempatkan dalam kubur, dagingnya lepas, dan lihatlah, kerangkanya tidak lagi dapat dibedakan dari kerangka-kerangka lainnya. “Pergilah ke kuburan”, ujar Basilius, “dan lihatlah apabila engkau di sana bisa menemukan siapa yang dahulu hamba dan siapa yang dahulu majikan”. Diogenes pada suatu hari terlihat oleh Aleksander Agung, sibuk mencari sesuatu di antara tengkorak orang mati. “Apakah yang kaucari”, tanya Aleksander dengan penasaran. “Aku mencari”, ujarnya, “tengkorak Raja Filipus, bapakmu, dan aku tak bisa membedakannya dari yang lain; kalau engkau bisa menemukannya, tunjukkanlah padaku.” “Di bumi ini”, catat Seneca, “manusia lahir tak setara; namun setelah kematian, segalanya menjadi setara.” Dan Horatius berkata: “Maut menyetarakan tongkat kerajaan dengan sekop.” Pada akhirnya, ketika kematian menjemput, “datanglah penghabisan” – segala sesuatu berakhir, dan kita harus meninggalkan segala-galanya; dari antara segala sesuatu di dunia ini, kita tidak membawa apa-apa ke kubur.
DAMBAAN DAN DOA.
Ya Tuhanku, karena Engkau telah memberi aku terang untuk mengetahui bahwa yang dihormati dunia hanyalah uap dan kegilaan belaka, berilah aku kekuatan untuk melepaskan diriku sendiri daripadanya sebelum maut melepaskan aku. Celakalah diriku ini, betapa aku telah sering menghina-Mu dan kehilangan Engkau, Kebaikan Tak Terhingga, demi kenikmatan dan barang milik yang hina dari dunia ini! Ya Yesusku, Ya Tabib Surgawiku, layangkanlah pandangan-Mu kepada jiwaku yang malang, tataplah banyaknya luka yang telah kubuat bagi diriku sendiri dengan dosa-dosaku, dan kasihanilah aku. Aku tahu bahwa engkau dapat dan hendak menyembuhkan aku; namun supaya sembuh, Engkau ingin agar aku bertobat dari penghinaan yang telah kuperbuat kepada diri-Mu. Ya, aku sungguh bertobat dari dosa-dosaku dengan segenap hatiku: lantas sembuhkanlah aku, sekarang, ketika Engkau dapat menyembuhkanku. “Sembuhkanlah jiwaku, sebab aku telah berdosa terhadap diri-Mu” (Mazmur xl. 5). Aku telah melupakan-Mu, namun Engkau tidak melupakanku; dan sekarang, Engkau membuatku merasa bahwa Engkau juga akan melupakan pelanggaran-pelanggaranku di masa lalu terhadap diri-Mu kalau aku membenci pelanggaran-pelanggaran itu. “Namun jika orang fasik bertobat, takkan lagi Kuingat segala pelanggarannya” (Yehezkiel xviii. 21). Lihatlah, aku sekarang membenci dan jijik akan pelanggaran-pelanggaranku di atas segala kejahatan; maka lupakanlah, ya Penebusku, segala duka yang telah kusebabkan pada diri-Mu. Di masa depan, aku hendak kehilangan segala-galanya, bahkan kehidupan sendiri, daripada kehilangan rahmat-Mu. Dan apalah gunanya bagiku segala barang dunia ini tanpa rahmat-Mu ?
Ah, bantulah aku; sebab Engkau tahu betapa lemahnya diriku! Neraka takkan berhenti menggodaku; ia sudah mempersiapkan ribuan serangan untukku, untuk membuat aku kembali menjadi budaknya. Tidak, ya Yesusku, jangan Kautinggalkan aku. Sejak hari ini aku akan menghamba kepada cinta kasih-Mu. Engkaulah satu-satunya Tuhanku, Engkau telah menciptakanku, Engkau telah menebusku, Engkau telah mengasihiku di atas segala-galanya; Engkaulah satu-satunya yang pantas dikasihi, hanya Engkaulah yang akan kucinta.
POIN KEDUA.
Filipus II, raja Spanyol, menjelang kematiannya, mengutus putranya datang; ia melepaskan jubah kerajaannya, dan menunjukkan kepada anaknya itu dadanya yang digerogoti belatung, dan berkata kepadanya: “Wahai pangeran, lihatlah cara kita mati, dan lihatlah bagaimana segala kemegahan dunia ini berakhir!” Theodoret berkata dengan benar, bahwa “maut tidak takut kekayaan, maupun pengawal, maupun kain ungu”; dan bahwa “pembusukan dan kerusakan mengalir dari jasad para pangeran serta para hamba”. Sehingga setiap orang yang mati, meskipun ia seorang pangeran, tidak membawa apa-apa bersama dirinya ke kubur; segala kemuliaannya tetap berada di ranjang tempat ia meninggal: “Sebab ketika ia mati, ia tidak akan membawa apa-apa, tidak pun kemuliaannya turun bersamanya” (Mazmur xlviii. 18). St. Antoninus bercerita bahwa ketika Aleksander Agung meninggal, seorang filsuf berseru: “Lihatlah, ia yang dahulu menginjak-injak tanah, sekarang diselimuti oleh tanah. Kemarin, seluruh dunia tidak cukup baginya, dan sekarang, sepetak tanah cukup. Kemarin, ia memimpin para laskarnya di atas tanah, dan sekarang ia dibawa oleh beberapa orang pengangkut masuk ke dalamnya.” Namun hendaknya kita mendengar perkataan Allah: “Mengapakah tanah dan debu bangga?” (Kebijaksanaan Sirakh x. 9). Manusia, tidakkah kaulihat bahwa engkau adalah debu dan abu? Apakah yang engkau banggakan? Untuk apakah engkau membuang-buang pikiran dan waktumu memegahkan dirimu sendiri di dunia ini? Kematian akan datang, dan segala keagunganmu dan segala rencanamu akan berakhir: “Pada hari itu, semua pikiran mereka akan binasa” (Mazmur cxlv. 4). Oh, betapa jauh lebih bahagianya kematian St. Paulus Sang Petapa, yang hidup enam puluh tahun terkurung dalam sebuah gua, daripada Nero, yang dahulu hidup sebagai Kaisar Romawi! Betapa jauh lebih bahagianya kematian St. Feliks, seorang bruder awam, daripada Henry VIII, yang dahulu hidup dalam kemegahan rajani, namun sebagai musuh Allah! Namun kita harus merenungkan, bahwa demi memperoleh kematian semacam itu, para Kudus telah meninggalkan segala-galanya: negara, kenikmatan, harapan dunia bagi mereka – dan merangkul kehidupan yang miskin dan dibenci. Mereka menguburkan diri mereka sendiri hidup-hidup di dunia ini, supaya ketika mati, mereka tidak terkubur dalam Neraka. Tetapi bagaimana bisa manusia duniawi, yang hidup dalam dosa, di tengah-tengah kenikmatan duniawi dan kesempatan berdosa yang berbahaya, bagaimana mereka bisa mengharapkan kematian yang berbahagia? Allah memperingatkan para pendosa, bahwa dalam maut, mereka akan mencari diri-Nya dan takkan menemukan-Nya: “Engkau akan mencari Aku, dan takkan menemukan-Ku” (St. Yohanes vii. 34). Ia berkata bahwa pada saat itulah tiba waktunya pembalasan dendam, dan bukan belas kasih: “Aku akan membalas mereka pada waktunya” (Ulangan xxxii. 15). Akal memberi tahu kita hal yang sama, sebab pada jam kematian, manusia duniawi akan mendapati dirinya lemah pikiran, keruh dan keras hati akibat kebiasaan-kebiasaan buruk, godaan-godaan akan menguat; dan bagaimanakah ia akan dapat melawan pada waktu kematian, ia yang pada waktu hidup ini dahulu begitu sering dan begitu mudahnya ditaklukkan? Maka akan perlu rahmat Ilahi yang lebih besar untuk mengubah hatiinya; tetapi apakah Allah wajib memberinya rahmat ini? Apakah pendosa itu telah pantas mendapatkannya dengan kehidupan kacau balau yang telah dijalaninya? Dan juga, ini adalah perkara kebahagiaan kekal atau penderitaan kekal. Bagaimanakah mungkin ketika merenungkan hal ini, ia yang percaya akan kebenaran-kebenaran iman tidak meninggalkan segala sesuatu untuk berserah sepenuhnya kepada Allah, yang akan mengadili kita seturut perbuatan-perbuatan kita?
DAMBAAN DAN DOA.
Ya Tuhan, celakalah aku, betapa banyaknya malam yang kulewatkan dengan tidur sebagai musuh-Mu! Ya Allahku, betapa buruknya keadaan jiwaku pada waktu itu! Jiwaku dibenci Engkau, dan jiwaku pun juga memilih agar Kaubenci. Ia sudah dikutuk untuk masuk Neraka; yang kurang hanyalah pelaksanaan hukumannya. Namun Engkau, ya Allahku, Kau tak pernah berhenti mencari aku, dan menawarkanku pengampunan-Mu. Tetapi siapa yang dapat meyakinkan aku bahwa Engkau telah mengampuni aku sampai saat ini ? Haruskah aku, ya Yesusku, hidup dalam rasa takut ini sampai Engkau mengadili aku ? Ah, betapa besar duka yang kurasakan karena telah menghina-Mu! Betapa besar keinginan yang kumiliki untuk mencintai-Mu, dan terutama mencintai Sengsara-Mu! Ya Penebusku yang amat terkasih, buatlah aku berharap supaya aku berada dalam rahmat-Mu! Aku menyesal karena telah menghina-Mu, ya Kebaikanku yang Terluhur; dan kucinta Kau di atas segala hal. Aku bertekad kehilangan segala-galanya daripada kehilangan rahmat dan cinta kasih-Mu. Engkau menginginkan hati yang mencari-Mu bersukacita: “Hendaknya hati orang yang mencari Tuhan bersukacita” (1 Tawarikh xvi. 10). Ya Tuhan, aku membenci segala pelanggaranku terhadap Engkau; berilah aku keberanian dan percaya diri; jangan lagi Kautegur aku atas kedurhakaanku, sebab aku sendiri mengetahui dan membencinya. Engkau telah berkata bahwa “Engkau tidak menghendaki kematian pendosa, namun agar ia bertobat dan hidup” (Yehezkiel xxxiii. 11). Ya, oh Allahku, kutinggalkan semuanya dan kuberpaling kepada-Mu; Engkau kucari, kunginkan, dan kucintai di atas segala-galanya. Berilah aku cinta-Mu, dan tak kuminta apa-apa lagi. Ya Maria, engkaulah harapanku; perolehkanlah aku ketekunan suci.
POIN KETIGA.
Daud menyebut kebahagiaan hidup ini sebagai mimpi ketika orang terbangun: “Bagaikan mimpi pada waktu terbangun” (Mazmur lxxii. 20). Demikianlah perkataan seorang penulis tentang kata-kata tersebut: “Sebuah mimpi, karena ketika indra beristirahat, hal-hal tampak baik adanya; dan kenyataannya tidak, dan segera menghilang.” Barang-barang dunia ini tampak baik adanya, namun kenyataannya bukanlah apa-apa; bagaikan tidur, barang-barang itu hanya ada sebentar saja, dan lalu semuanya menghilang. Renungan bahwa kematian mengakhiri segala-galanya ini menyebabkan St. Fransiskus Borgia bertekad menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Orang kudus itu harus mendampingi jasad Permaisuri Isabela ke Granada. Ketika peti matinya dibuka, semua orang lari dari pemandangan dan bau busuk yang mengerikan itu; Namun terjamah oleh terang Ilahi, St. Fransiskus tetap diam untuk merenungkan dalam jasad itu kesia-siaan dunia; dan sembari menatap jenazah itu, ia berseru: “Jadi engkau inikah duli permaisuriku? Engkaukah ia yang dahulu dihormati begitu banyak orang besar dengan kaki berlutut? Ya bagindaku Isabela, di manakah kemegahanmu, di manakah kecantikanmu? Maka seperti itulah”, simpulnya bagi dirinya sendiri, “akhir dari keagungan dan mahkota dunia ini! Karena itulah sejak hari ini, aku akan melayani Majikan yang takkan pernah mati.” Sejak saat itu, ia membaktikan diri sepenuhnya untuk mencintai Yesus yang disalibkan; dan ia lalu mengikrarkan kaul untuk menjadi rohaniwan, sekiranya istrinya mati; kaul yang ditepatinya di kemudan hari dengan masuk Serikat Yesus.
Bahwasanya orang yang meyakini kesia-siaan dunia menulis kata-kata ini pada sebuah tengkorak: Cogitanti vilescunt omnia. Barang siapa memikirkan kematian tak dapat mencintai dunia. Dan oh, mengapakah ada begitu banyak pecinta dunia yang tidak bahagia? Karena mereka tidak memikirkan kematian: “Wahai anak-anak manusia, berapa lama kalian akan berhati bebal? Mengapakah kalian mencintai kesia-siaan dan mencari-cari kebohongan?” (Mazmur iv. 3). Anak-anak Adam yang celaka, ujar Roh Kudus, mengapa kalian tidak mengusir dari hati kalian begitu banyaknya keterlekatan duniawi yang membuat kalian cinta kesia-siaan dan kebohongan? Yang dahulu menimpa leluhur anda akan terjadi pula pada diri anda; mereka telah menghuni istana anda, mereka telah tidur di ranjang yang sama itu, namun sekarang mereka tak lagi di sana; hal yang sama itu juga akan terjadi pada diri anda. Maka, ya saudaraku, berilah diri anda sendiri segera kepada Allah, sebelum datangnya maut: “Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga” (Pengkhotbah ix. 10). Apa yang bisa anda lakukan hari ini, janganlah anda tunda sampai esok hari untuk dikerjakan ; sebab hari ini berlalu dan takkan kembali; dan esok hari ajal mungkin menjemput anda, sehingga anda tak bisa berbuat apa-apa lagi. Segeralah lepaskan diri anda dari segala sesuatu yang merintangi diri anda atau yang mungkin merintangi diri anda dari Allah. Marilah kita tanpa menunda, menolak segala keterlekatan terhadap barang-barang duniawi ini sebelum kematian merampasnya dengan paksa dari kita: “Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan” (Wahyu xiv. 13). Berbahagialah mereka yang ketika mati, sudah mematikan keterlekatan terhadap dunia ini. Mereka tidak menakuti kematian; mereka menginginkannya; dengan penuh sukacita, mereka merangkul kematian; sebab alih-alih memisahkan mereka dari sasaran cinta kasih mereka, maut mempersatukan diri mereka dengan Kebaikan Terluhur, Ia yang satu-satunya mereka cintai, dan yang akan membuat mereka bahagia untuk selama-lamanya.
DAMBAAN DAN DOA.
Ya Penebusku yang terkasih, kubersyukur kepada-Mu karena telah menantikan diriku. Akan seperti apa nasibku seandainya aku telah mati ketika aku dulu masih jauh dari Engkau? Terberkatilah kerahiman-Mu dan kesabaran-Mu kepadaku selama bertahun-tahun. Kubersyukur kepada-Mu atas terang dan rahmat yang Kaugunakan untuk bahwasanya menolongku sekarang. Dahulu aku tak mencintai-Mu, tidak pun dahulu aku peduli banyak untuk Kaucintai. Sekarang kucinta Kau dengan segenap hatiku, dan dukaku yang terbesar adalah karena telah mengecewakan Allah yang begitu baiknya … Ya Juru Selamatku yang manis, oh, hendaknya aku mati ribuan kali daripada menghina-Mu! Aku gemetar karena takut di masa depan akan menghina-Mu kembali. Ah, biarkanlah aku mati dengan kematian yang paling menyakitkan daripada kehilangan rahmat-Mu lagi! Aku sudah menjadi hamba Neraka; namun sekarang, aku menjadi abdi-Mu, ya Allah jiwaku. Engkau telah berkata bahwa Engkau mencintai orang-orang yang mencintai-Mu: aku sungguh mencintai-Mu; karena itu aku milik-Mu, dan Engkau milikku. Aku mungkin kehilangan Engkau di masa depan; namun kuminta rahmat ini dari-Mu, agar aku mati saja daripada kehilangan Engkau lagi. Tanpa diminta, Engkau telah mengaruniakan aku begitu banyak rahmat … Jangan biarkan aku kehilangan diri-Mu lagi; berikanlah aku cinta-Mu, dan tak kuinginkan apa-apa lagi. Maria, harapanku, jadilah engkau perantaraku.
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Inggris, yang orisinalnya diterjemahkan dari bahasa Italia.
St. Alfonsus Maria de Liguori, The Eternal Truths. Preparation for Death [Kebenaran-Kebenaran Abadi. Persiapan Kematian], London, Burns and Lambert, 1857, hal. 9-15.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...