^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Dekret Lamentabili - Paus St. Pius X, 1907 - Mengutuk Kesalahan-Kesalahan Para Modernis
(Tautan untuk mengunduh PDF)
LAMENTABILI
KONGREGASI SUCI DARI KEMENTERIAN SUCI
DEKRET
TENTANG MODERNISME
Sungguh patut diratapi, kemalangan penyebab zaman kita yang tak peduli batasan apa pun ini sering kali begitu lekatnya dengan kebaruan-kebaruan dalam mencari kebenaran-kebenaran terluhur, sehingga meninggalkan yang dalam suatu cara tertentu merupakan warisan umat manusia. Oleh sebab itulah zaman kita ini jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan terberat. Kesalahan-kesalahan ini jauh lebih berbahaya ketika pokok permasalahannya adalah ilmu pengetahuan suci, penafsiran Kitab Suci serta misteri-misteri iman yang terutama. Namun, benar-benar patut disesalkan bahwa di kalangan orang Katolik pun, ada banyak penulis yang melampaui batas-batas tentuan para Bapa dan Gereja yang Kudus sendiri, sehingga dengan dalih melakukan penafsiran lebih mendalam dan mengaku-ngaku mengikut sudut pandang historis, mereka pun mengejar yang digadang-gadang sebagai perkembangan dogma, yang nyatanya adalah penyesatan dogma.
Namun, agar kesalahan-kesalahan semacam itu, yang setiap harinya menjalar di kalangan umat beriman, tidak bersarang dalam benak mereka dan tidak merusak kemurnian iman mereka, Paduka kita yang Teramat Suci, Pius X, Paus berkat Penyelenggaraan ilahi, telah berkenan mendaftar dan mengecam yang terutama dari kesalahan-kesalahan itu melalui pelayanan Inkuisisi Suci Roma dan Universal.
Oleh sebab itu, setelah penyelidikan saksama dan setelah mendapat nasihat dari para Konsultor Terhormat, para Kardinal Jenderal Inkuisitor yang Teramat Mulia dan Teramat Agung pada perkara iman dan moral telah menilai patut adanya untuk mengutuk dan melarang dalil-dalil berikut sebagai dalil-dalil yang dikutuk dan dilarang oleh Dekret umum ini:
INTERPRETASI KITAB SUCI
I. Hukum gerejawi yang menetapkan bahwa buku-buku mengenai Kitab Suci harus sebelumnya tunduk kepada sensor, tidak berlaku kepada para penulis yang membaktikan diri kepada kritik atau eksegesis ilmiah kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
II Penafsiran Kitab Suci oleh Gereja tentunya sama sekali tidak boleh dibenci; namun penafsiran tersebut harus tunduk kepada penilaian yang lebih mendalam serta koreksi dari pihak ekseget.
III. Dari putusan-putusan dan sensor-sensor gerejawi terhadap ekseget bebas dan paling terpelajar, dapat disimpulkan bahwa iman yang diusulkan oleh Gereja berlawanan dengan sejarah dan bahwa dogma-dogma Katolik tidak bisa secara riil direkonsiliasikan dengan asal-usul agama Kristiani yang sebenarnya.
IV. Bahkan dengan definisi-definisi dogmatis sekalipun, Magisterium Gereja tidak dapat menentukan makna sebenarnya dari Kitab Suci.
V. Karena yang termuat dalam khazanah iman hanyalah kebenaran-kebenaran terwahyu, Gereja sama sekali tidak berhak membuat penilaian atas pernyataan-pernyataan ilmu sosial.
VI. Dalam definisi-definisi doktrinal, Gereja Belajar (discens) dan Gereja Mengajar (docens) bekerja sama sedemikian rupa, sehingga yang dilakukan Gereja Mengajar hanyalah menyetujui opini-opini umum dari pihak Gereja Belajar.
VII. Ketika melarang kesalahan-kesalahan, Gereja tidak dapat menuntut para umat beriman supaya berpegang dengan kesetujuan batin kepada putusan-putusan yang telah dibuat oleh Gereja.
VIII. Harus dipandang bebas dari segala kesalahan, mereka yang sama sekali tidak mengindahkan kutukan-kutukan yang dijatuhkan oleh Kongregasi Suci Indeks atau oleh Kongregasi-Kongregasi Suci Romawi lainnya.
CAKUPAN ILHAM
IX. Mereka memperlihatkan kepolosan atau ketidaktahuan yang terlalu besar, mereka yang percaya bahwa Allah sungguh merupakan Pengarang Kitab Suci.
X. Ilham kitab-kitab Perjanjian Lama terdiri dari fakta bahwa para penulis dari Israel telah mewariskan doktrin-doktrin keagamaan dalam suatu aspek tertentu, yang kurang dikenal atau bahkan tidak diketahui oleh Bangsa-Bangsa.
XI. Ilham ilahi tidak sedemikian rupa meliputi seluruh Kitab Suci sehingga menjaga seluruh dan tiap-tiap bagian Kitab Suci bebas dari segala kesalahan.
XII. Kalau ekseget ingin membaktikan diri secara efektif kepada studi alkitabiah, ia harus terutama mengenyahkan segala prapendapat tentang asal adikodrati Kitab Suci dan tidak menafsirkan Kitab Suci secara berbeda dari dokumen-dokumen lain yang murni bersifat manusiawi.
KESALAHAN-KESALAHAN TENTANG KEEMPAT INJIL
XIII. Para penginjil sendiri dan orang-orang Kristen generasi kedua dan ketigalah yang telah secara artifisial menjabarkan perumpamaan-perumpamaan injili, dan dengan demikian telah menjadi penyebab sedikitnya buah pewartaan Kristus di kalangan orang Yahudi.
XIV. Pada banyak narasi, para penginjil tidak memberitakan hal-hal yang benar, melainkan hal-hal yang kendati salah, telah mereka anggap lebih berfaedah bagi para pembaca.
XV. Injil diperlengkap dengan tambahan dan koreksi berkelanjutan sampai terciptanya susunan Kanon yang tetap; dan dengan demikian, yang tersisa dari doktrin Kristus di dalam Injil hanyalah jejak yang samar dan kurang jelas.
XVI. Narasi Yohanes bukanlah sejarah secara tepat, melainkan renungan mistis akan Injil; diskursus-diskursus yang termuat dalam Injilnya adalah meditasi-meditasi teologis tentang misteri keselamatan tanpa kebenaran historis.
XVII. Injil Keempat telah melebih-lebihkan mukijzat-mukjizat, bukan hanya agar mukjizat-mukjizat itu terlihat lebih luar biasa, namun juga agar mukjizat-mukjizat itu lebih mampu mencirikan karya dan kemuliaan sang Sabda Menjelma.
XVIII. Memang benar bahwa Yohanes mengklaim alasan dirinya adalah saksi Kristus; namun ia sebenarnya adalah saksi terkemuka kehidupan Kristiani atau kehidupan Kristus dalam Gereja pada akhir abad I.
XIX. Para ekseget heterodoks telah dengan lebih setia menyajikan makna sebenarnya dari Kitab Suci daripada para ekseget Katolik.
XX. Wahyu tidak mungkin berbeda dari kesadaran yang diperoleh manusia dari hubungan-hubungan yang ada antara Allah dan dirinya.
XXI. Wahyu, yang merupakan objek dari iman Katolik, tidak berakhir dengan para Rasul.
XXII. Dogma-dogma yang oleh Gereja dinyatakan terwahyu, bukanlah kebenaran-kebenaran yang turun dari Surga, melainkan semacam interpretasi fakta-fakta agama, yang dibentuk oleh pikiran manusia dengan bersusah payah.
XXIII. Antara fakta-fakta yang diceritakan dalam Kitab Suci dan dogma-dogma Gereja yang berlandaskan fakta-fakta itu, mungkin ada dan memang sungguh ada pertentangan, sehingga kritikus dapat menolak fakta-fakta yang dipegang amat pasti oleh Gereja, sebagai kesalahan.
XXIV. Seorang ekseget yang mengajukan premis-premis yang menimbulkan kesimpulan bahwa dogma-dogma secara historis bersifat salah atau diragukan, tidak boleh dikutuk, asalkan dia tidak secara langsung menyangkal dogma-dogma itu sendiri.
XXV. Kesetujuan iman pasti berlandaskan akumulasi probabilitas.
XXVI. Dogma-dogma iman harus dipertahankan hanya seturut makna praktisnya, yakni sebagai norma berperilaku wajib, namun bukan sebagai norma kepercayaan.
XXVII. Keilahian Yesus Kristus tidak dibuktikan oleh Injil; namun adalah suatu dogma yang telah disimpulkan oleh kesadaran Kristiani dari gagasan tentang sang Mesias.
XXVIII. Ketika sedang melaksanakan pelayanan-Nya, Yesus dalam ceramah-ceramah-Nya tidak bertujuan mengajarkan bahwa diri-Nya sendiri Mesias, dan mukjizat-mukjizat-Nya tidak bertujuan membuktikan hal itu.
XXIX. Dapat disetujui bahwa Kristus yang disajikan oleh sejarah, jauh lebih rendah dari Kristus yang merupakan objek iman.
XXX. Dalam seluruh teks Injil, nama Putra Allah hanya sama dengan nama Mesias; nama Putra Allah sama sekali tidak berarti bahwa Kristus adalah Putra sejati dan kodrati dari Allah.
XXXI. Doktrin kristologi Paulus, Yohanes, Konsili Nicea, Konsili Efesus dan Konsili Kalsedon, bukanlah yang telah diajarkan Yesus, namun yang telah dicetuskan oleh kesadaran Kristiani tentang Yesus.
XXXII. Orang tidak dapat menyelaraskan makna alamiah teks-teks Injil dengan ajaran para teolog kita mengenai kesadaran dan pengetahuan infalibel tentang Yesus Kristus.
XXXIII. Jelas bagi siapa saja yang tak dibimbing oleh prapendapat-prapendapatnya, bahwa Yesus telah mengajarkan kesalahan soal akan segera datangnya Mesias, atau bahwa sebagian besar doktrin yang termuat dalam Injil sinoptik tidak memiliki autentisitas.
XXXIV. Kritikus tidak dapat menyematkan suatu pengetahuan tak terbatas kepada Kristus, kecuali dalam hipotesis yang tak terbayangkan secara historis dan yang berlawanan dengan nalar morel, bahwa sebagai manusia, Kristus memiliki pengetahuan akan Allah dan meski demikian, Ia menolak untuk mewariskan pengetahuan yang Dia punya tentang begitu banyak hal kepada para murid-Nya dan generasi selanjutnya.
XXXV. Kristus tidak selalu memiliki kesadaran akan martabat-Nya sebagai Mesias.
XXXVI. Kebangkitan Sang Juru Selamat bukanlah fakta dalam tatanan historis secara tepat, melainkan fakta yang murni bersifat adikodrati, tak terbukti dan tak bisa dibuktikan, sehingga kesadaran Kristiani secara bertahap menyimpulkan fakta-fakta lainnya.
XXXVII. Iman akan kebangkitan Kristus pada awalnya lebih tidak berfokus pada peristiwa Kebangkitan sendiri, ketimbang kehidupan kekal Kristus di sisi Allah.
XXXVIII. Doktrin wafat Kristus yang menebus tidak bersifat injili, namun hanya bersifat Paulina.
XXXIX. Opini-opini tentang asal sakramen yang dianut para Bapa Konsili Trente dan yang pastinya telah memengaruhi penulisan Kanon-Kanon dogmatis mereka, sungguh jauh dari opini-opini yang pada hari ini dengan benar dianut secara luas di kalangan sejarawan Kekristenan.
XL. Sakramen-sakramen terlahir dari fakta bahwa para Rasul dan para penerus mereka menafsirkan suatu gagasan, suatu maksud Kristus, dengan ilham dan dorongan keadaan serta kejadian.
XLI. Sakramen-sakramen tidak bertujuan lain selain mengingatkan benak manusia akan kehadiran Pencipta yang senantiasa mendatangkan kebaikan.
XLII. Komunitas Kristianilah yang dulu memperkenalkan perlunya pembaptisan, dengan mengadopsinya sebagai ritus yang diperlukan dan menyematkan padanya kewajiban-kewajiban pengakuan Kristiani.
XLIII. Kebiasaan menganugerahkan Pembaptisan kepada bayi-bayi merupakan evolusi dalam disiplin; evolusi itu merupakan salah satu penyebab sakramen tersebut terbelah dua menjadi Pembaptisan dan Tobat.
XLIV. Tiada yang membuktikan bahwa Sakramen Penguatan (Krisma) digunakan oleh para Rasul; pembedaan formal antara kedua sakramen, Pembaptisan dan Penguatan, tidak termasuk dalam sejarah Kekristenan kuno.
XLV. Tidak semuanya harus dipahami secara historis dalam narasi institusi Ekaristi oleh Paulus (I Cor. xi, 23-25).
XLVI. Gagasan rekonsiliasi orang Kristen berdosa melalui otoritas Gereja tidak ada dalam Gereja kuno; Gereja hanya menjadi terbiasa dengan konsep ini secara amat perlahan. Terlebih, meskipun Pertobatan diakui sebagai suatu institusi Gereja, namun dia tidak menyandang nama sakramen, karena orang akan menganggapnya sebagai sakramen yang memalukan.
XLVII. Kata-kata Tuhan: Terimalah Roh Kudus: jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada (Joan. xx, 22 et 23), sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Sakramen Tobat, meskipun para Bapa Trente telah berkenan menegaskannya.
XLVIII. Yakobus, dalam suratnya (ayat 14 dan 15) tidak bermaksud mempermaklumkan sebuah sakramen Kristus, namun menganjurkan sebagai adat saleh, dan jika dalam adat itu mungkin dilihatnya ada suatu cara untuk memperoleh rahmat, ia tidak memaksudkannya dengan keketatan yang sama dengan para teolog yang telah menjelaskan teori dan jumlah sakramen.
XLIX. Perjamuan Kristiani sedikit demi sedikit beroleh sifat aksi liturgis, mereka yang berkebiasaan memimpin Perjamuan itu beroleh sifat imamat.
L. Para tua-tua yang dulu bertugas mengawasi perkumpulan-perkumpulan Kristiani telah ditetapkan sebagai imam atau uskup oleh para Rasul, demi mengasuh organisasi yang diperlukan bagi komunitas-komunitas yang mengalami perkembangan, dan bukan persisnya untuk menyebarkan tugas dan kuasa para Rasul.
LI. Dalam Gereja, pernikahan hanya mungkin menjadi sebuah sakramen Hukum Baru agak lama kemudian; sebab, agar pernikahan dianggap sebuah sakramen, doktrin teologis tentang rahmat dan sakramen-sakramen harus sebelumnya sudah mencapai perkembangannya secara penuh.
PENYANGKALAN TERHADAP KONSTITUSI ILAHI GEREJA
LII. Tak ada dalam pikiran Kristus maksud untuk mendirikan Gereja sebagai Lembaga yang ditakdirkan berkelangsungan dalam serangkaian abad yang panjang; sebaliknya, dalam pikiran Kristus, kerajaan Surga dan akhir dunia sama-sama akan segera datang.
LIII. Konstitusi organik Gereja tidak bersifat tak berubah; namun lembaga Kristiani, seperti lembaga manusiawi, tunduk kepada evolusi sepanjang masa.
LIV. Dogma-dogma, sakramen-sakramen, hierarki, baik dalam gagasan maupun realitas, hanyalah interpretasi-interpretasi dan evolusi-evolusi pikiran Kristiani, yang telah memperbesar dan menyempurnakan benih laten kecil dalam Injil melalui perkembangan-perkembangan lahiriah.
LV. Simon Petrus bahkan tidak pernah menduga bahwa Kristus menganugerahkan kepadanya keutamaan dalam Gereja.
LVI. Gereja Roma telah menjadi kepala segenap Gereja, bukan karena rancangan Penyelenggaraan ilahi, namun berkat keadaan-keadaan yang murni bersifat politis.
LVII. Gereja tampak memusuhi kemajuan ilmu pengetahuan alam dan teologis.
LVIII. Kebenaran tiada lebih tak berubah ketimbang manusia sendiri, sebab kebenaran berevolusi bersama manusia, dalam manusia dan oleh manusia.
LIX. Kristus tidak mengajarkan adanya batang tubuh doktrin yang tetap, berlaku untuk sepanjang masa dan bagi semua orang, namun sebaliknya, Ia telah merintis suatu gerakan keagamaan tertentu yang disesuaikan atau yang harus disesuaikan dengan beragamnya waktu dan tempat.
LX. Doktrin Kristiani pada awal mulanya bersifat Yahudi, namun melalui evolusi silih berganti, telah pertama-tama menjadi Paulina, lalu Yohanina, dan pada akhirnya Yunani dan universal.
LXI. Dapat dikata tanpa paradoks bahwa tidak satu pun bab Kitab Suci, mulai dari bab pertama Kitab Kejadian sampai bab terakhir kitab Wahyu, memuat suatu doktrin yang sepenuhnya identik dengan yang diakui oleh Gereja pada perkara yang sama, dan karena itu, tidak satu pun bab Kitab Suci bermakna sama baik bagi kritikus maupun teolog.
LXII. Pasal-pasal utama Syahadat Para Rasul tidak bermakna sama bagi orang-orang Kristen abad pertama dengan maknanya bagi mereka yang ada di zaman kita.
LXIII. Gereja tampak tidak mampu membela moral injili secara efektif, karena Gereja bersikeras berpegang kepada doktrin-doktrin tak berubah yang tak bisa disesuaikan dengan perkembangan masa kini.
LXIV. Kemajuan sains menuntut direformasinya konsep-konsep doktrin Kristiani tentang Allah, tentang Penciptaan, tentang Wahu, tentang Pribadi Sabda Menjelma, tentang Penebusan.
LXV. Katolisisme pada hari ini tidak bisa berekonsiliasi dengan sains sejati, kalau tidak bertransformasi menjadi semacam Kekristenan non-dogmatis, yakni Protestantisme yang luas dan liberal.
Pada hari Kamis berikutnya, tanggal empat dari bulan yang sama dan tahun yang sama, laporan setia dari semuanya ini telah dibuat kepada Paduka Suci kita Paus Pius X, dan Paduka Suci telah menyetujui serta meneguhkan Dekret para Bapa Termulia, dan memerintahkan agar semua dan tiap-tiap dalil yang tercatat di atas ini dianggap oleh semua orang sebagai dalil-dalil terkutuk dan terlarang.
PETRUS PALOMBELLI
Notaris Kementerian Suci
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari sumber utama berbahasa Prancis, dibantu dengan sumber Latin dalam dokumen sumber yang sama:
Actes de S. S. Pie X : Encycliques, motu proprio, brefs, allocutions, etc. [Akta-Akta Paduka Suci Pius X: Ensiklik, Motu Proprio, Breve, Alokusi, dll.], T. III, Paris, 5, Rue Bayard, 5, hal. 224-237.
Sumber pendamping berbahasa Inggris, yang juga merupakan sumber untuk kategori-kategori kesalahannya:
The Manual of the Holy Catholic Church [Buku Panduan Gereja Katolik yang Kudus], Rev. James J. McGovern, D.D., disetujui oleh Rev. James Edward Quigley, D.D. (Uskup Agung Chicago), Catholic Art and Publication Office, Chicago, 1906, hal. 422-426.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 6 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 7 bulanBaca lebih lanjut...