Paus Leo Agung tentang Perlunya Pembaptisan untuk Keselamatan

Paus St. Leo Agung, Surat 167, Abad ke-5: “Pertanyaan 16. Tentang mereka yang telah ditinggalkan sebagai bayi oleh para orang tua Kristiani, jika bukti pembaptisan mereka tidak dapat ditemukan, bilamana mereka harus dibaptis? Jika tidak ada bukti dari antara para puak dan sanak saudara mereka, tidak pun dari antara para imam atau tetangga yang dapat membuktikan bahwa pihak yang tentangnya pertanyaan tersebut diajukan telah dibaptis, langkah-langkah untuk regenerasi mereka haruslah ditempuh: untuk mencegah agar mereka tentunya jangan sampai binasa…”

Menurut ajaran Paus Leo Agung, mereka akan binasa tanpa pembaptisan. Omong-omong, jika seseorang memiliki keraguan tentang bagaimana pembaptisan dilakukan, pembaptisan bersyarat perlu dilakukan (jika orang itu setuju akan semua isu-isu yang terkait). Dokumen ini membahas: Bagaimana Cara Melakukan Pembaptisan & Pembaptisan Bersyarat.

Paus St. Leo Agung, Surat 15, 21 Juli 447: “Dan karena oleh pelanggaran manusia yang pertama, seluruh umat manusia ternodai, tidak seorang pun dapat dibebaskan dari keadaan Adam yang lawas selain melalui sakramen pembaptisan Kristus, yang di dalamnya tidak ada perbedaan antara orang-orang yang telah dilahirkan kembali ….”

Tidak seorang pun dapat dibebaskan dari keadaan dosa asal tanpa Sakramen Pembaptisan.

 Paus St. Leo Agung, Surat 16, 21 Oktober 447, #6: “Dalam kasus keadaan darurat, pembaptisan diizinkan pada waktu kapan pun.  Sebab, karena sangat jelas adanya bahwa kedua musim ini [Paskah dan Pentakosta] telah kami bicarakan ini adalah waktu yang sah untuk membaptis orang-orang pilihan di dalam Gereja, kami menasihati anda, saudara-saudara yang terkasih, agar tidak mengaitkan hari-hari lain dengan upacara ini. Sebab meskipun ada pesta-pesta lain yang juga harus sangat dihormati demi kewajiban menghormati Allah, namun demikian ada suatu pengecualian rasional dan mistis yang harus kita taati untuk sakramen yang utama dan teragung ini; bagaimanapun, tanpa melarang izin untuk menolong mereka yang berada dalam bahaya dengan menyelenggarakan Pembaptisan kepada mereka kapan saja. Sebab walaupun kita menunda sumpah bagi mereka yang tak terdesak oleh penyakit dan hidup dalam keadaan aman tenteram untuk dua pesta yang terkait erat dan bersaudara itu, hendaknya kita tidak menunda untuk suatu waktu pun hal ini, yang merupakan satu-satunya jaminan untuk keselamatan sejati bagi siapa pun yang berada dalam bahaya maut, dalam kegentingan akibat pengepungan, dalam kegelisahan akibat penganiayaan, dalam kengerian akibat karamnya kapal.”

Teks ini sangatlah penting. Paus St. Leo Agung mendiskusikan bagaimana izin diberikan untuk membaptis para katekumen yang belum dibaptis yang berada di dalam bahaya apa pun, dan ia secara khusus menyatakan bahwa pembaptisan adalah “satu-satunya jaminan untuk keselamatan sejati bagi siapa pun yang berada dalam bahaya maut, dalam kegentingan akibat pengepungan, dalam kegelisahan akibat penganiayaan, dalam kengerian akibat karamnya kapal.” Pernyataan ini secara langsung menentang gagasan “pembaptisan darah” serta “pembaptisan keinginan”. Perhatikan rujukan Sri Paus kepada “kegelisahan akibat penganiayaan” (in persecutionis angustiis) adalah skenario yang persis di mana para pendukung “pembaptisan darah” mengklaim bahwa seseorang dapat diselamatkan tanpa pembaptisan air. Tetapi, Paus Leo Agung mengajarkan hal yang berlawanan.

Ia mengajarkan bahwa bagi para katekumen yang belum dibaptis yang berada dalam situasi itu, dalam kegelisahan akibat penganiayaan atau dalam bahaya mana pun yang lainnya, pembaptisan air adalah satu-satunya jaminan untuk keselamatan sejati (verae salutis singulare praesidium). Hal itu demikian adanya seandainya terdapat bentuk-bentuk pembaptisan lainnya atau cara-cara lain untuk memperoleh keselamatan. Kutipan ini menentang gagasan “pembaptisan darah” dan “pembaptisan keinginan” bagi para katekumen yang belum dibaptis. Teks dari Paus Leo Agung ini juga membantah mereka yang mengklaim secara salah bahwa para bapa Gereja mengajarkan secara semufakat bahwa “pembaptisan darah” dapat menggantikan pembaptisan air. Tidak, para bapa tidak mengajarkan hal itu. Karena ia adalah seorang Paus dan bapa Gereja, teks dari Santo Leo ini, yang secara langsung menentang gagasan “pembaptisan darah“ dan “pembaptisan keinginan”, mengalahkan segala kutipan dari seorang bapa atau para bapa Gereja yang mengatakan suatu hal yang berbeda. Untuk analisis lebih lanjut dari teks yang penting ini, bacalah artikel berikut: Paus St. Leo Agung Menentang Secara Langsung ‘Pembaptisan Darah’ dan ‘Pembaptisan Keinginan’.

Paus St. Leo Agung, Surat 166, 24 Oktober 458, #1: “Sebab atas permohonan dari saudara-saudara tertentu, kami telah menemukan bahwa beberapa tahanan perang, pada waktu mereka bebas pulang kembali ke rumah mereka masing-masing, contohnya, tahanan perang yang telah diasingkan sewaktu mereka berada di dalam usia di mana mereka tidak dapat memiliki pengetahuan yang pasti akan hal apa pun, mereka mendambakan air pembaptisan yang menyembuhkan, tetapi, dalam ketidaktahuan masa kanak-kanak mereka, mereka tidak dapat mengingat bilamana mereka telah menerima misteri dan ritus-ritus pembaptisan, dan bahwa oleh karena itu, di dalam ketidakpastian akibat ingatan yang cacat ini, jiwa-jiwa mereka dibawa ke dalam mala petaka, sejauh mana, di bawah tindak keberhati-hatian, mereka ditolak untuk dikaruniakan rahmat, yang tidak diberikan kepada mereka, karena [rahmat itu] dikira telah dianugerahkan … Oleh karena itu, hal-hal yang sama, yang telah mendatangi pikiran Kami melalui ilham Ilahi, telah disetujui dan ditegaskan oleh sejumlah besar saudara-saudara. Dan oleh karena itu, kami wajib pertama-tama untuk menyimaknya agar jangan sampai sewaktu kita berpegang teguh untuk memperlihatkan suatu keberhati-hatian tertentu, kita mengalami binasanya jiwa-jiwa yang perlu diregenerasikan. Sebab siapakah yang telah sedemikian diserahkannya kepada kecurigaan sehingga ia memutuskan hal yang benar, yang tanpa bukti apa pun, dicurigainya oleh dugaan semata? ... Dan oleh karena itu, jika kasus semacam itu terjadi, pertama-tama cermatilah hal itu dengan penyelidikan yang penuh keberhati-hatian, kecuali jika ajal orang itu telah dekat, dengan bertanya bilamana sama sekali tidak terdapat seorang pun yang melalui kesaksiannya, dapat membantu ketidaktahuan orang itu. Dan sewaktu telah ditetapkan bahwa orang itu, yang memerlukan sakramen pembaptisan dicegah semata-mata oleh kecurigaan yang tanpa dasar, hendaknya ia datang dengan berani untuk menerima rahmat itu, rahmat yang disadarinya tidak berbekas di dalam dirinya sendiri. Tidak pun dengan demikian kita perlu takut untuk membukakan pintu keselamatan yang belum terbukti telah dimasuki sebelumnya”.

Di dalam dokumen ini, ia mengajarkan bahwa orang-orang yang perlu diregenerasikan (para katekumen yang belum dibaptis) akan mengalami binasanya jiwa jika mereka tidak menerima pembaptisan air. Tidak ada “pembaptisan keinginan”. Penerimaan Sakramen Pembaptisan adalah satu-satunya cara untuk diselamatkan. Itulah ajaran dari Takhta Apostolik.

Paus St. Leo Agung, surat dogmatis kepada Flavianus, Konsili Kalsedon, 451:
“Hendaknya ia juga mencamkan apa yang dikhotbahkan oleh rasul Petrus yang terberkati, bahwa pengudusan oleh Roh terlaksana melalui pemercikan darah Kristus (1 Pet. 1:2). Dan hendaknya ia tidak membaca sambil lalu perkataan rasul yang sama, yang menyatakan: sebab kalian tahu bahwa kalian telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia yang diwarisi dari nenek moyang kalian, bukan dengan emas dan perak yang fana, melainkan dengan darah Yesus Kristus yang berharga, seperti darah Anak Domba yang tak bercacat dan tak bernoda (1 Pet. 1:18). Hendaknya ia juga tidak melawan kesaksian rasul Yohanes yang terberkati, yang berkata: Dan darah Yesus, Putra Allah, memurnikan kita dari segala dosa (1 Yoh. 1:7). Dan juga: Inilah kemenangan yang telah menaklukkan dunia, iman kita. Siapakah yang menaklukkan dunia, selain ia yang percaya bahwa Yesus adalah Putra Allah? Ialah yang telah datang melalui air dan darah, Yesus Kristus; bukan dalam air saja, melainkan dalam air dan darah. Dan Rohlah yang bersaksi, karena Roh adalah kebenaran. Sebab ada tiga yang memberi kesaksian: Roh, air, dan darah, dan ketiganya itu satu adanya. (1 Yoh. 5:4-8) DALAM KATA LAIN, ROH PENGUDUSAN DAN DARAH PENEBUSAN SERTA AIR PEMBAPTISAN: KETIGA HAL INI SATU ADANYA DAN TETAP TIDAK TERPISAHKAN. TIDAK SATU PUN DARI KETIGANYA ITU DAPAT DIPISAHKAN DARI HUBUNGANNYA DENGAN YANG LAIN."[1]

Paus St. Leo secara infalibel mengajarkan bahwa di dalam pengudusan pertama dari dosa, Roh Pengudusan dan Darah Penebusan tidak dapat terpisahkan dari air pembaptisan! Maka, tidak mungkin terjadi pembenaran oleh Roh dan Darah tanpa Sakramen Pembaptisan. Pernyataannya ini meniadakan gagasan “pembaptisan keinginan” dan ‘pembaptisan darah’, yang mendalilkan bahwa pengudusan oleh Roh dan Darah tanpa air pembaptisan mungkin terjadi.

Yohanes 1:12-13- “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.”

Paus St. Leo Agung, Sermo 12 de Passione, sekitar 460 Masehi: “Lewat kelahiran dari pembaptisan tidak terhitung jumlah anak-anak Allah yang dilahirkan, yang tentang mereka dikatakan: yang diperanakkan bukan dari darah atau dari keinginan daging, maupun oleh keinginan manusia, melainkan dari Allah”. (PL 54, 355-357)

Komentar Paus Leo Agung tentang Yohanes 1:12-13 mengajarkan bahwa orang-orang yang dilahirkan dari Allah (yang harus terjadi untuk dapat dibenarkan dan diselamatkan) adalah mereka yang telah dibaptis, dan mereka yang secara khusus diperanakkan “bukan dari darah atau dari keinginan daging, maupun oleh keinginan manusia, melainkan dari Allah”. Menarik bahwa kata yang diterjemahkan menjadi darah di sini adalah, dalam bahasa Yunani yang digunakan di dalam Injil Yohanes dan dalam bahasa Latin dari pernyataan Paus Leo Agung, adalah kata jamak. St. Yohanes menggunakan kata Yunani αἱμάτων, yang secara harfiah berarti “dari darah-darah”. St. Yohanes mengatakan bahwa anak-anak Allah sejati dilahirkan ‘bukan dari darah-darah’.

Sewaktu kata Yunani untuk darah (αἷμα) digunakan dalam bentuk jamak, seperti di sini, di dalam Yohanes 1:13, kata ini sungguh merujuk kepada pencucuran darah dalam suatu bentuk atau yang lain. Misalnya, dalam Septuaginta (terjemahan bahasa Yunani dari Perjanjian Lama), dari ke-53 penggunaan di mana kata bahasa Yunani αἷμα digunakan dalam bentuk jamak, kata ini secara jelas merujuk kepada pencucuran darah di dalam setidaknya 50 dari rujukan-rujukan tersebut. Maka, jika dimengerti menurut penggunaan umumnya di dalam Septuaginta, dengan menyatakan bahwa anak-anak Allah sejati adalah mereka yang diperanakkan ‘bukan dari darah-darah’, St. Yohanes mengajarkan bahwa anak-anak Allah adalah mereka yang dilahirkan bukan dari pencucuran darah, ataupun keinginan daging, ataupun keinginan manusia, melainkan dari Allah.

Paus St. Leo Agung, Surat 120, Abad ke-5: “… keselamatan yang begitu besar itu sama sekali tidak berfaedah kepada orang-orang yang tidak percaya, sebab sang Kebenaran itu Sendiri berkata kepada para murid-Nya: ‘barang siapa percaya dan dibaptis akan diselamatkan; tetapi barang siapa yang tidak percaya akan dikutuk’ [Markus 16:16]”.

Di masa depan kami mungkin akan menambahkan lebih banyak kutipan dari St. Leo Agung.

Catatan kaki:

[1] Decrees of Ecumenical Councils [Dekret-dekret Konsili-konsili Ekumenis], Vol. 1, hal. 81.