Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
St. Alfonsus: “Di kehidupan ini, para pendosa mengusir ingatan dan pikiran tentang kematian, dan dengan demikian mencari damai (meskipun mereka tak pernah menemukannya) dengan menjalani kehidupan dosa; namun ketika mereka berada dalam kegelisahan maut, menjelang masuknya mereka ke alam baka, ‘ketika ketakutan mendatangi mereka, mereka akan mencari damai, dan damai tidak ada’, mereka tidak lagi bisa melarikan diri dari hati nurani mereka yang jahat; mereka akan mencari damai, namun damai macam apa yang bisa ditemukan oleh jiwa yang penuh dosa, yang menyengatnya ibarat segerombolan ular beludak? (Persiapan Kematian, Pertimbangan VI – Kematian Pendosa)
Paus Gregorius XVI: “ … tiada suatu hal pun dikurangi dari hal-hal yang telah didefinisikan secara kanonik dan agar tiada suatu hal pun diubah atau ditambahkan kepadanya, tetapi agar hal-hal yang sama itu, baik di dalam kata-katanya serta maknanya, dijaga sehingga tak terjamah.” (Mirari Vos, 15 Agustus 1832)
St. Louis de Montfort: “ … Bapa Kami serta Salam Maria yang telah kita daraskan dengan penuh devosi berulang-ulang kali, dan yang kita sertai dengan tindak-tindak penitensi yang baik, tidak akan pernah layu dan mati, dan keindahannya beribu-ribu tahun sejak sekarang akan tetap sama dengan hari ini.” (Rahasia Rosario, Mawar Merah)
Paus Pius XII, Mystici Corporis Christi (#23), 29 Juni 1943: “ ... tidak semua dosa, betapapun berat dan besarnya dosa itu, sedemikian rupa adanya sehingga oleh karena hakikatnya sendiri memisahkan seseorang dari Tubuh Gereja, seperti dosa skisma, atau bidah, atau kemurtadan.”
St. Louis de Montfort: “Sebagaimana ada rahasia-rahasia alam yang mempermudah terlaksananya daya kerja kodrati, dalam waktu singkat dan dengan harga murah; demikian pula ada rahasia-rahasia dalam tatanan rahmat, seperti bermati raga, memenuhi diri kita dengan Allah dan menyempurnakan diri, yang mempermudah terlaksananya daya kerja adikodrati. Praktik yang akan saya singkap adalah salah satu rahasia ini, tak dikenal oleh sebagian besar orang Kristen, dikenal hanya oleh sedikit orang yang berbakti, dan dilaksanakan serta dihargai oleh orang-orang yang lebih sedikit lagi.” (Devosi Sejati kepada Maria #82)
Paus Pius IX: “Maka karunia kebenaran dan iman yang tidak pernah gugur ini telah dianugerahkan secara ilahi kepada Petrus dan kepada para penerusnya di dalam Takhta ini ....” (Konsili Vatikan I)
Paus St. Klemens I: “ … setelah pergi bersamanya, dia [istri Lot] berubah pikiran dan tidak lagi sepakat, dan akibatnya, ia menjadi tiang garam sampai pada hari ini, supaya semua orang boleh tahu, bahwa mereka yang mendua pikirannya dan mereka yang mempertanyakan kuasa Allah, jatuh di bawah hukuman dan menjadi peringatan bagi segala keturunan.” (Surat kepada Jemaat di Korintus, #11, Abad I)
Paus Pius XII, Mystici Corporis Christi (#23), 29 Juni 1943: “ ... tidak semua dosa, betapapun berat dan besarnya dosa itu, sedemikian rupa adanya sehingga oleh karena hakikatnya sendiri memisahkan seseorang dari Tubuh Gereja, seperti dosa skisma, atau bidah, atau kemurtadan.”
Setelah lama bersiap-siap, Kaisar Julianus si Pemurtad [musuh orang Kristen] “memulai serangan-serangannya terhadap bangsa Persia pada tahun 363 M … Ketika mendaki lembah Tigris, ia terkena luka parah dalam bentrokan dengan pasukan Persia. Seraya jatuh dari kudanya dan melihat darah tersembur keluar dari lukanya, ia dikatakan berseru: “Engkau telah menang, hai Orang Galilea.’” (Laux, Church History [Sejarah Gereja], hal. 97)
Paus Nikolas I, Kepada Klerus Konstantinopel, Abad ke-9: “ … tiada gunanya bagi mereka untuk memulai pada jalan yang benar dan lalu gagal bertekun di jalan itu, ‘sebab ia yang bertekun sampai kesudahannyalah yang selamat’ [Matius 10:22]. Sebab akan berguna apa bagi orang untuk mendukung kebenaran pada mulanya dan setelah beberapa waktu, menyimpang dari jalan kebenaran akibat kelembekan atau rasa takut atau kegagalan lain apa pun?”
“Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: ‘Damai sejahtera bagi kamu!’ Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu. Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.’ Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Dan ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: ‘Adakah padamu makanan di sini?’ Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka. Ia berkata kepada mereka: ‘Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.’ Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: ‘Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi.’ Lalu Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga. Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita ….” (Lukas 26:36-53)
“ … menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu. Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya. Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju. Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati. Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: ‘Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya.’” (Matius 28 :1-6)
“Kemudian serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus ke gedung pengadilan, lalu memanggil seluruh pasukan berkumpul sekeliling Yesus. Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu kepada-Nya. Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya.” (Mat. 27:27-30)
“Mereka menerima Yesus. Sambil memikul salib-Nya Ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah. Dan Pilatus menyuruh memasang juga tulisan di atas kayu salib itu, bunyinya: YESUS, ORANG NAZARET, RAJA ORANG YAHUDI. Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa Latin dan bahasa Yunani. Maka kata imam-imam kepala orang Yahudi kepada Pilatus: ‘Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, tetapi bahwa Ia mengatakan: Aku adalah Raja orang Yahudi.’ Jawab Pilatus: ‘Apa yang kutulis, tetap tertulis.’” (Yohanes 19:16-22)
“Bruder Yesuit, Alfonsus Rodriguez, dahulu terbiasa mendaraskan Rosarionya dengan semangat yang sedemikian besarnya sehingga ia sering melihat sebuah bunga mawar merah keluar dari mulutnya setiap kali ia mendoakan Bapa Kami, dan sebuah bunga mawar putih di setiap Salam Maria, keduanya setara dalam kecantikan dan hanya berbeda dalam hal warna.” (St. Louis De Montfort, Rahasia Rosario, Mawar ke-7)
St. Agustinus (426): “Oleh karena itu, baik orang-orang yang belum pernah mendengar injil maupun mereka yang, setelah mendengarnya, dan setelah berubah menjadi lebih baik, tidak menerima ketekunan … tidak seorang pun dari mereka ini terpisah dari bongkahan yang dikenal sebagai orang-orang terkutuk, sebab semuanya akan pergi … menerima hukuman.”
St. Ignatius dari Antiokhia (107), saat bersiap untuk kemartirannya: “Dengan penuh sukacita, saya menantikan binatang-binatang buas yang terkurung, yang siap menerkam saya; saya akan membujuk mereka supaya memangsa diri saya, agar mereka tidak ragu untuk merenggut diri saya, seperti yang kadang kala terjadi … Saya ini gandumnya Allah, dan saya diremukkan oleh binatang-binatang buas supaya saya dapat ditemukan sebagai roti Kristus yang murni.”
St. Atanasius: “Sebab karena itulah orang Yahudi yang terdahulu juga menyangkal sang Sabda, dan seraya berkata, ‘Kami tidak punya raja selain Kaisar’, mereka dengan demikian segera terlucuti dari segala kepunyaan mereka, dan kehilangan cahaya Pelita, harumnya urapan, pengetahuan dari nubuat, dan sang Kebenaran sendiri; sampai sekarang mereka tidak mengerti apa-apa, namun sedang berjalan seperti dalam kegelapan.” (Diskursus Pertama Melawan Kaum Arian, Bab 3, sekitar 360 M)
“Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia!” (Lukas 12:4-5)
“Orang-orang Kristen dahulu menjadi sasaran kebencian dan penghinaan [oleh rakyat Kekaisaran Romawi]. Karena mereka tidak toleran terhadap semua agama yang lain, karena mereka sama sekali menyangkal keberadaan ilah-ilah pagan atau memandang ilah-ilah pagan sebagai roh-roh jahat, yang ibadatnya merupakan penghujatan serta pengkhianatan terbesar terhadap Allah yang sejati – mereka disebut sebagai orang fanatik yang picik ….” (Romo Laux, Church History [Sejarah Gereja], hal. 44)
^