Paket $5.00: Termasuk 2 Buku dan 14 Program DVD (Harga Termasuk Ongkos Kirim)

Beli Seharga $5.00

Bantu Kami Menyelamatkan Jiwa-Jiwa
DONASI

Inilah Penjelasan untuk Kebingungan & Krisis Pasca-Vatikan II
TONTON VIDEO

“Pesulap”: Bukti Keberadaan Dunia Rohani
TONTON VIDEO

Inilah Antikristus!
TONTON VIDEO

Bukti yang Mengagumkan untuk Allah - Bukti Ilmiah yang Membantah Evolusi
TONTON VIDEO

Mengapa Neraka Harus Abadi
TONTON VIDEO

Babel Sudah Jatuh, Sudah Jatuh!!
TONTON VIDEO

Salah Kaprah Orang-Orang Kristen Palsu tentang Efesus
TONTON VIDEO

Penciptaan dan Mukjizat - Versi Kompak
TONTON VIDEO
^
Ensiklik Mortalium Animos - Pius XI, 1928 - Mengutuk Ekumenisme & Partisipasi dalam Perkumpulan Non-Katolik
💬(0)
SURAT ENSIKLIK KEPADA PARA PATRIARK, PRIMAT, USKUP AGUNG, USKUP, DAN USKUP DIOSES SETEMPAT, DALAM DAMAI DAN PERSEKUTUAN DENGAN TAKHTA APOSTOLIK
Tentang cara untuk mewujudkan kesatuan sejati dari agama
PIUS XI, PAUS
SAUDARA-SAUDARA YANG TERHORMAT, SALAM DAN BERKAT APOSTOLIK
1. Jiwa umat manusia mungkin belum pernah sebelumnya merasakan kebutuhan yang serupa akan persaudaraan, yang, oleh karena persamaan dari asal muasal dan identitas dari sifatnya, menyatukan kita dengan begitu erat satu dengan yang lainnya; tidak pernah sebelumnya pada zaman kita ini, kita melihat orang-orang berupaya untuk mempererat persaudaraan tersebut, untuk menjadikannya sebagai alat kebaikan bersama dan kebaikan masyarakat. Memang, bangsa-bangsa belum sepenuhnya menikmati buah-buah perdamaian ; benih perpecahan yang lama ataupun yang baru menghasilkan pemberontakan atau perang saudara di mana-mana; bagaimanapun, terjadi banyak perselisihan pendapat yang membuat orang rindu akan perdamaian dan kesejahteraan.
Para serdadu pada Perang Dunia I
Perselisihan tersebut hanya dapat dipecahkan berkat persatuan dan tindakan yang harmonis dari mereka yang menjabat sebagai kepala Negara, yang ditugaskan untuk memimpin politik Negara serta memajukan perkembangan. Itulah mengapa, oleh karena tiada lagi seorang pun yang ingin menentang kesatuan umat manusia, kita dapat dengan mudah mengerti bahwa kebanyakan umat manusia, karena terdorong oleh sentimen persaudaraan universal, merindukan kesatuan yang semakin erat di antara semua orang.
2. Itulah hal yang serupa yang diupayakan orang-orang tertentu terhadap Hukum Perjanjian Baru dalam aturan yang ditetapkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus. Karena orang-orang tersebut sungguh mengetahui bahwa begitu jarang orang yang sama sekali tidak memiliki pandangan keagamaan, mereka pun memupuk harapan bahwa mereka dapat dengan mudah membawa orang-orang, walaupun mereka memiliki agama yang bertentangan, untuk bersatu dalam pengakuan terhadap doktrin-doktrin tertentu, yang diterima sebagai suatu dasar yang umum dari kehidupan rohani. Oleh sebab itu, mereka mengadakan rapat, pertemuan-pertemuan, konferensi-konferensi yang dihadiri oleh para hadirin yang cukup banyak jumlahnya; orang-orang tersebut mengundang untuk berdiskusi semua orang tanpa pandang bulu, orang-orang yang tidak beriman dari segala kelompok, orang-orang Kristiani, dan sampai mereka yang terkutuk akibat memisahkan diri dari Kristus atau yang bersikeras dan secara pahit menyangkal keilahian dari kodrat-Nya serta misi-Nya.
Yohanes Paulus II dan berbagai bidah berkumpul
Upaya-upaya semacam itu sama sekali tidak boleh disetujui oleh para Katolik, karena upaya-upaya tersebut berlandaskan opini yang sesat bahwa semua agama kurang lebih baik dan patut dipuji, dan dalam makna tersebut semua agama menyingkapkan dan menunjukkan, walaupun dengan cara yang berbeda-beda, sentimen yang alami dan asli yang membawa kita kepada Allah dan yang membuat kita bertekuk lutut dengan penuh hormat di hadapan kekuatan-Nya. Orang-orang tersebut sepenuhnya tersesat dalam kesalahan: bukan hanya mereka yang memercayai opini tersebut menolak agama yang sejati, tetapi pada waktu yang bersamaan mereka menyesatkan ide tentang agama sejati dan sedikit demi sedikit jatuh ke dalam naturalisme dan ateisme. Jelas sekali, oleh karena itu, bahwa dengan bergabung dengan para pendukung dan penyebar doktrin-doktrin semacam itu, seseorang meninggalkan sepenuhnya agama yang diwahyukan secara ilahi.
3. Penampilan palsu yang tampaknya baik mungkin dapat dengan mudah menarik beberapa jiwa, sewaktu permasalahannya adalah hal mendukung kesatuan semua orang Kristiani.
4. Mereka terbiasa berkata: bukankah baik adanya, atau bahkan bukankah merupakan kewajiban semua orang yang menyebut nama Kristus untuk mencegah diri untuk saling menuduh satu sama lain dan pada akhirnya untuk bersatu oleh ikatan kasih terhadap satu sama lain? Siapakah yang akan berani menyatakan bahwa ia mencintai Kristus jika ia tidak berupaya dengan segenap tenaganya untuk mewujudkan kehendak Kristus sendiri, yang meminta kepada Bapa-Nya agar para murid-Nya menjadi satu?[1] Dan bukankah Kristus telah tetap menginginkan agar para muridnya ditandai dan oleh karena itu dikenali dari seluruh manusia yang lain oleh tanda kasih terhadap satu sama lain: Dalam hal inilah semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jika kamu mempunyai kasih di antara seorang terhadap yang lain.[2] Mereka menambahkan bahwa semua orang Kristiani “satu” adanya; karena, dengan demikian, mereka dapat dengan jauh lebih efektif mengusir racun ketidakberagamaan, yang semakin hari semakin menjalar dan menyebar untuk mempersiapkan kehancuran Injil.
Demikianlah, antara lain, alasan-alasan yang diajukan para pan-Kristiani, sebutan orang untuk mereka. Orang-orang ini tidaklah sedikit ataupun langka; sebaliknya, mereka telah membentuk organisasi-organisasi yang lengkap dan mendirikan di mana-mana asosiasi-asosiasi yang seringkali dipimpin oleh orang-orang Katolik, meskipun mereka secara pribadi berbeda dalam hal kebenaran iman. Upaya tersebut pun dikejar dengan begitu aktif sehingga telah mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan, bahkan sampai mendapatkan dukungan dari banyak orang Katolik, yang tertarik oleh harapan untuk mewujudkan suatu kesatuan yang tampaknya sesuai dengan kehendak Bunda kita, Gereja yang Kudus, yang selalu mengharapkan untuk memanggil dan memulangkan kepada dirinya anak-anaknya yang tersesat. Tetapi, di bawah godaan pikiran dan rangkulan kata-kata, bergulirlah suatu kesalahan yang pastinya paling berat bobotnya dan yang paling mampu menghancurkan sepenuhnya landasan dari iman Katolik.
5. Hati nurani dari jabatan apostolik Kami melarang Kami untuk mengizinkan kesalahan-kesalahan yang berbahaya menyesatkan kawanan domba Tuhan. Juga, Saudara-Saudara yang Terhormat, Kami meminta semangat anda untuk mencegah kejahatan semacam itu terjadi. Memang, Kami yakin bahwa lewat tulisan serta perkataan, anda masing-masing akan dapat membuat para umat mendengar dan mengetahui prinsip-prinsip serta alasan-alasan yang akan kami tunjukkan, orang-orang Katolik dapat menimba suatu aturan untuk berpikir dan bertingkah laku untuk karya-karya yang bertujuan untuk mempersatukan, dengan suatu cara apa pun, dalam satu badan, semua orang yang mengaku diri Kristiani.
6. Allah, Pencipta segala hal, telah menciptakan diri kita untuk mengenal dan melayani-Nya ; itulah prinsip dari keberadaan kita. Maka, ia memiliki hak yang mutlak untuk menyaksikan kita melayani-Nya. Allah. Allah hanya akan dapat menetapkan kepada manusia, sebagai aturan, satu-satunya hukum alam yang telah diukirnya di dalam hati manusia saat Ia menciptakan manusia, dan lalu mengatur perkembangannya oleh Penyelenggaraan-Nya yang biasa. Bagaimanapun, Ia telah menilai baik adanya untuk memberikan asas-asas yang harus ditaati, dan, selama berjalannya waktu, yakni sejak permulaan dunia sampai kedatangan dan pewartaan Kristus Yesus, Ia sendiri mengajarkan manusia kewajiban yang ditetapkan kepada semua makhluk yang memiliki akal budi kepada Pencipta-Nya: Allah, setelah berbicara dalam banyak kesempatan dan dengan berbagai cara pada zaman dahulu kepada para leluhur melalui para nabi, pada masa terakhir ini Dia berbicara kepada kita di dalam Putra.[3]
Oleh karena itu, tidaklah terdapat agama sejati di luar agama yang berlandaskan Wahyu ilahi. Wahyu tersebut, yang bermula dari sejak awal dunia, terus berlangsung di bawah Hukum Lama, disempurnakan oleh Kristus Yesus sendiri di dalam Hukum Baru. Tetapi, sejak saat Allah telah berbicara – seperti yang disaksikan oleh sejarah – jelas bahwa manusia memiliki kewajiban mutlak untuk percaya kepada Allah sewaktu Ia berbicara dan untuk mematuhi-Nya secara penuh sewaktu Ia memberi perintah. Agar kita, sebagai semestinya, bekerja pada waktu yang bersamaan untuk kemuliaan Allah dan untuk keselamatan diri kita sendiri, Putra Tunggal Allah telah membangun Gereja-Nya di atas bumi. Tetapi, mereka yang mengaku diri Kristiani tidak dapat tidak percaya bahwa Kristus hanya telah mendirikan satu Gereja saja, tetapi jika mereka lalu ditanya, gereja manakah itu yang merupakan gereja yang satu yang didirikan oleh Kristus, mereka tidak lagi dapat bersetuju satu sama lain. Banyak dari mereka, misalnya, menolak bahwa Gereja Kristus harus merupakan lembaga kelihatan, yang terdiri dari suatu tubuh umat beriman yang satu, yang semuanya mengakui satu doktrin yang sama di bawah satu Magisterium dan satu pemerintahan saja, sebaliknya, menurut pandangan mereka, Gereja yang kelihatan hanyalah merupakan suatu perhimpuman komunitas-komunitas Kristiani yang berbeda, yang memiliki doktrin-doktrin yang berbeda-beda, yang kadangkala bahkan saling bertentangan.
Bagaimanapun, Tuhan kita Yesus Kristus telah mendirikan Gereja-Nya sebagai suatu lembaga yang sempurna, yang, oleh karena kodratnya sendiri, memiliki karakter yang eksterior dan yang dapat ditangkap oleh indera manusia., yang bertujuan untuk memperoleh, di masa depan, keselamatan umat manusia, di bawah pimpinan satu Kepala,[4] oleh ajaran dan pewartaan,[5] oleh pemberian sakramen-sakramen, sumber dari rahmat ilahi,[6] itulah mengapa Ia membandingkan Gereja-Nya dengan sebuah kerajaan,[7] sebuah rumah,[8] sebuah kandang domba,[9] sebuah kawanan domba.[10] Setelah kematian dari sang Pendiri-Nya dan para Rasul pertama yang ditugaskan untuk menyebarluaskannya, Gereja ini, yang didirikan dengan begitu mengagumkan, tentunya tidak dapat binasa maupun menghilang, karena Gereja ini telah menerima perintah untuk memimpin, tanpa peduli waktu dan tempat, semua orang kepada keselamatan kekal: Pergilah dan ajarlah semua bangsa.[11] Untuk selalu menempuh misinya ini, mungkinkah Gereja dapat gagal, sedangkan Kristus sendirilah yang selalu menganugerahkan kepada Gereja pertolongan-Nya, atas dasar janji yang khidmat ini : Aku ada bersamamu sepanjang masa, sampai kesudahan zaman?[12]
Oleh karena itu, Gereja Kristus bukan hanya perlu berada pada hari ini serta selama lamanya, tetapi juga agar Gereja tetap sama seperti Gereja di masa apostolik, jika tidak haruslah dikatakan – dan hal ini adalah hal yang tidak bisa diterima – bahwa Tuhan kita Yesus Kristus tidak dapat memenuhi rencana-Nya, atau bahwa Ia melakukan kesalahan sewaktu Ia berkata bahwa pintu gerbang alam Neraka tidak akan pernah mengalahkan Gereja.[13]
7. Inilah waktunya untuk menyingkap dan membantah sebuah kesalahan yang merupakan dasar dari semua pertanyaan ini, dan dari mana berasal segala kegiatan dan upaya dari orang-orang non-Katolik untuk mengumpulkan bersama, seperti yang telah kami Katakan, gereja-gereja Kristiani. Para pelaku dari rencana ini memang telah terbiasa untuk selalu mengutip: Supaya mereka semua menjadi satu… Hanya terdapat satu kandang domba dan satu gembala,[14] seolah-olah, seperti pendapat mereka, doa dan kehendak Kristus Yesus masih tetap merupakan kata-kata belaka sampai pada saat ini. Memang, orang-orang ini mendukung pendapat bahwa kesatuan iman dan pemerintahan – yang merupakan ciri khas dari Gereja yang satu dan sejati – sampai pada saat ini tidak pernah berada dan tidak pun kesatuan tersebut ada pada saat ini; sehingga mereka sesungguhnya dapat mengharapkan serta mewujudkan kesatuan tersebut terkadang dengan persetujuan kehendak bersama, tetapi bagaimanapun hal tersebut harus dianggap sebagai suatu jenis utopia, mereka menambahkan bahwa Gereja sendiri, oleh karena kodrat Gereja itu sendiri, terbagi-bagi, yakni, terdiri dari gereja-gereja yang amat banyak jumlahnya atau komunitas-komunitas tertentu, yang masih terpecah belah, dan memiliki persamaan dalam beberapa doktrin, tetapi berbeda-beda dalam doktrin-doktrin yang lain. Menurut mereka, setap Gereja menikmati hak-hak yang sama, dan bahwa Gereja itu satu adanya terutama pada masa apostolik di miasa-masa Konsili-Konsili ekumenis pertama. Oleh karena itu, mereka bahkan menyimpulkan bahwa kontroversi-kontroversi yang paling kuno serta perbedaan doktrin yang sampai pada saat ini terus memisahkan mereka harus dilupakan dan dijauhi; bahwa suatu aturan iman yang umum harus diajukan dan ditetapkan dengan kebenaran-kebenaran doktrinal yang lain; dalam pengakuan iman tersebut, yang bahkan tidak akan mereka ketahui, mereka akan merasa saling bersaudara. Lalu, sekalinya gereja-gereja atau komunitas-komunitas yang beragam itu dipersatukan dalam semacam perhimpunan universal, akan menjadi mungkin untuk melawan perkembangan ketidakberimanan dengan energik dan dengan penuh jaya.
Saudara-Saudara yang Terhormat, demikianlah hal-hal yang mereka terus ulangi. Bagaimanapun, terdapat orang-orang tertentu yang menyatakan dan mengakui bahwa Protestantisme telah menolak dengan agak terlalu serampangan dogma-dogma atau praktik-praktik ibadat eksterior tertentu, yang sebenarnya berguna dan memberikan penghiburan, sedangkan Gereja Roma terus menjaga dogma dan praktik tersebut. Sesungguhnya, mereka segera menambahkan bahwa Gereja itu sendirilah yang tersesat dan telah membejatkan agama yang terdahulu, dengan menambahkan kepada agama yang terdahulu tersebut sejumlah doktrin tertentu yang bukan hanya asing tetapi juga bertentangan terhadap Injil dan memaksakan doktrin tersebut kepada iman para umat. Dari antara doktrin-doktrin tersebut, mereka menyebutkan pertama-tama Keutamaan yurisdiksi yang diatribusikan kepada Petrus dan kepada para penerusnya di Takhta Roma. Di antara mereka, beberapa orang yang memang sedikit jumlahnya, setuju bahwa Uskup Roma memiliki keutamaan dalam kehormatan, atau suatu kekuatan yurisdiksi atau otoritas; tetapi, keutamaan tersebut bukanlah berasal dari hak ilahi, melainkan berasal dari semacam persetujuan para umat beriman; beberapa yang lain bahkan sampai berharap bahwa perkumpulan mereka, yang dapat disebut sebagai rombongan yang beraneka ragam, dipimpin oleh Paus Penguasa sendiri. Tetapi, banyak dari orang-orang non-Katolik tersebut mengkhotbahkan dengan lantang persekutuan saudara dalam Kristus Yesus, tidak satu pun dari mereka hendak untuk taat kepada Vikaris Yesus Kristus sewaktu ia mengajar, ataupun patuh kepadanya sewaktu ia memberi perintah. Bagaimanapun, mereka menyatakan bahwa mereka bersedia untuk melakukan persetujuan dengan Gereja Roma, tetapi dalam derajat kedudukan yang sama dan setara. Kenyataannya, andaikan mereka melakukan hal demikian, tidak diragukan sama sekali bahwa pada akhir persetujuan itu, mereka tidak akan berkehendak untuk meninggalkan opini-opini yang persis yang membuat mereka tetap berada, bahkan pada masa ini, di dalam kesalahan dan kesesatan mereka, di luar satu-satunya kandang domba Kristus.
8. Dalam keadaan-keadaan semacam itu, jelaslah bahwa Takhta Apostolik tidak dapat, di bawah dalih apa pun, mengambil bagian dalam perhimpunan mereka dan bahwa orang-orang Katolik sama sekali tidak berhak untuk mendukung perhimpunan semacam itu lewat suara mereka ataupun tindakan mereka, oleh karena dengan melakukan hal tersebut, orang-orang Katolik akan mengatribusikan otoritas kepada suatu agama sesat, yang sama sekali terasing dari satu-satunya Gereja Kristus. Apakah Kami dapat mengizinkan – yang akan menjadi puncak kejahatan – agar kebenaran, terutama kebenaran yang diwahyukan, dengan demikian dipertanyakan? Dalam kasus ini, kita harus membela kebenaran yang diwahyukan. Sebab kepada seluruh bangsalah Kristus Yesus mengutus para Rasulnya untuk mengajarkan mereka tentang iman Injili, dan, agar para Rasul tidak melakukan sedikit pun kesalahan, Ia menghendaki agar Roh Kudus mengajarkan mereka sebelumnya akan segala kebenaran.[15]
Apakah dapat diterima bahwa di dalam Gereja yang dikepalai dan dijaga oleh Allah sendiri, doktrin dari Para Rasul tersebut mungkin pernah menghilang sama sekali ataupun mengalami perubahan yang mendalam? Terlebih lagi, jika Injil, menurut pernyataan yang eksplisit dari sang Penebus kita, berhubungan bukan hanya dengan zaman apostolik, tetapi juga dengan segala masa, bagaimanakah seseorang dapat mengakui bahwa objek dari iman menjadi begitu tidak jelas seiring berjalannya waktu, begitu tidak pasti sehingga bahkan pendapat-pendapat yang bertentangan dapat ditolerir pada masa ini? Jika demikian, seseorang harus mendukung pandangan bahwa turunnya Roh Kudus atas para Rasul, kehadiran Roh Kudus di dalam Gereja, dan pewartaan Yesus Kristus sendiri telah kehilangan kemujaraban serta kegunaannya sejak berabad-abad lalu – suatu pernyataan yang jelas merupakan penghujatan. Tetapi hal yang lain adalah: Putra Tunggal Allah telah, di satu sisi, memerintahkan kepada para utusan-Nya untuk mengajarkan semua bangsa, dan di sisi lain, mewajibkan semua orang untuk percaya akan para saksi yang telah dipilih sebelumnya[16] oleh Allah. Perintah ini telah ditegaskan-Nya oleh kata-kata ini: Barangsiapa percaya dan dibaptis akan diselamatkan; tetapi barangsiapa tidak percaya akan dihukum.[17] Tetapi, panduan berganda dari Kristus ini – yakni untuk mengajar dan untuk percaya, sehubungan dengan diperolehnya keselamatan kekal – hanya dapat ditaati dan bahkan dimengerti jika Gereja menunjukkan secara utuh dan publik doktrin Injili tersebut dan jika, dengan menunjukkannya, Gereja dilindungi dari segala bahaya kesalahan. Demikian pula, mereka ini adalah orang-orang yang sesat, yakni mereka yang percaya bahwa terdapat, di suatu bagian bumi, deposit kebenaran, tetapi dalam pencariannya, diperlukan kerja keras yang begitu besar, kajian, dan diskusi-diskusi yang begitu panjang sehingga untuk menemukan deposit tersebut dan hidup panjangnya hidup manusia hampir tidak cukup untuk melakukannya. Maka, mereka menarik kesimpulan bahwa Allah, yang kebaikan-Nya tidak terbatas, akan memperdengarkan diri-Nya lewat para Nabi dan Putra Tunggal-Nya untuk membuat wahyu-Nya hanya dapat dicerna oleh sejumlah kecil orang yang sudah begitu tua, dan sama sekali bukan untuk memberikan doktrin iman dan aturan moral yang dapat memandu umat manusia di sepanjang kehidupan manusiawi mereka.
9. Di samping itu, orang-orang pan-Kristiani tersebut, yang berupaya untuk menghimpun gereja-gereja, tampaknya melaksanakan rancangan yang amat mulia untuk mengembangkan cinta kasih antara semua orang Kristiani. Tetapi bagimanakah cinta kasih tersebut dapat bertumbuh dengan cara mengorbankan iman? Tidak seorang pun tentunya mengabaikan bahwa Santo Yohanes sendiri, Rasul Cinta Kasih, yang di dalam Injil-Nya menyingkap dengan suatu cara tertentu rahasia dari Hati Kudus Yesus, yang tidak henti-hentinya mengingatkan para umatnya akan perintah baru, yakni Kasihilah sesamamu manusia, pada waktu yang bersamaan melarang siapa pun untuk mengambil bagian bersama mereka yang mengakui bentuk dari ajaran Kristus yang termutilasi dan sesat: Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya.[18] Demikian, oleh karena fondasi dari kasih adalah iman yang murni dan tidak terjamah, kesatuan dari iman haruslah, oleh karena itu, menjadi ikatan utama yang menyatukan para murid Kristus.
Santo Yohanes Rasul
Maka, bagaimanakah seseorang dapat membayangkan suatu persetujuan Kristiani, di mana para pengikutnya, bahkan dalam soal iman, dapat memiliki hak untuk mempertahankan sudut pandang dan jalan pikiran mereka jika hal-hal tersebut bahkan bertentangan dengan pendapat orang lain? Pertanyaan Kami kepada anda: dengan formula macam apa orang-orang yang memiliki pendapat-pendapat bertentangan dapat berkumpul dalam perhimpunan Kristiani yang satu dan sama? Contohnya beberapa orang menyatakan bahwa Tradisi suci adalah sumber sejati dari Wahyu, sedangkan yang lainnya menyangkalnya. Beberapa orang lain berpikir bahwa hierarki gerejawi , oleh kehendak ilahi, terdiri dari para uskup, imam, dan pelayan; yang lain menyatakan bahwa hierarki tersebut diperkenalkan secara bertahap sesuai dengan keadaan dan zaman. Beberapa menyembah Kristus yang sungguh hadir di dalam Ekaristi Mahakudus berkat perubahaan yang mengagumkan dari roti dan anggur yang kita sebut transsubstansiasi; yang lain menyatakan bahwa tubuh Kristus hadir hanya oleh iman atau suatu tanda dan Sakramen tersebut. Yang satu mengakui bahwa Ekaristi memiliki sifat kurban serta sifat Sakramen, yang lain hanya melihat di dalam Ekaristi suatu peringatan atau perayaan dari Perjamuan Terakhir. Orang-orang tertentu menilai baik dan berguna hal percaya bahwa para Kudus, dan terutama Perawan Maria, yang memerintah bersama Kristus dan oleh karena itu, orang harus memanggil nama mereka, berdoa kepada mereka dan menghormati gambar-gambar mereka; orang-orang lain mengajukan pendapat bahwa penghormata smacam itu tidak legitim, karena bertentangan kepada penghormatan yang hanya pantas diberikan kepada Yesus Kristus seorang, satu-satunya perantara antara Allah dan manusia.[19]
Melihat perbedaan pendapat yang begitu besar itu, kami tidak mengerti bagaimana kesatuan Gereja dapat tercapai sewaktu kesatuan tersebut hanya dapat dihasilkan dari satu aturan iman saja dan satu kepercayaan dari semua orang Kristiani. Sebaliknya, kami sungguh mengetahui bahwa dari situ mereka pada akhirnya akan sampai kepada pengabaian agama, yakni indiferentisme serta apa yang disebut sebagai modernisme. Orang-orang malang yang tertulari kesalahan-kesalahan tersebut mendukung pendapat bahwa kebenaran dogmatis tidaklah mutlak, melainkan relatif, yakni bahwa kebenaran dogmatis harus menyesuaikan diri kepada tuntutan-tuntutan waktu yang berubah-ubah, tempat, serta berbagai kebutuhan jiwa, oleh karena kebenaran dogmatis tersebut tidak terkandung di dalam suatu wahyu yang tidak dapat berubah, melainkan, oleh karena sifatnya itu sendiri, harus menyesuaikan diri kepada hidup manusia.
Mengenai dogma-dogma iman, orang-orang pun melakukan hal yang secara mutlak tidak licit, di mana mereka memperkenalkan perbedaan antara artikel iman: fundamental dan non-fundamental, yang satu harus diakui oleh semua orang dan yang lain dapat diserahkan kepada persetujuan bebas para umat. Tetapi, objek formal dari iman, yang merupakan kebajikan supernatural, adalah otoritas Allah yang mewahyukan, otoritas yang tidak memiliki perbedaan semacam itu. Itulah mengapa semua murid Kristus yang sejati percaya, contohnya, akan misteri Allah Tritunggal yang agung dengan iman yang sama akan dogma Dikandungnya Santa Perawan Maria Tanpa Noda Dosa Asal, dengan iman yang sama akan Penjelmaan Tuhan kita serta Magisterium yang infalibel dari Paus Roma, dengan makna yang, tentunya, sesuai dengan apa yang telah didefinisikan oleh Konsili Ekumenis Vatikan. Dan, oleh karena kebenaran-kebenaran tersebut telah didekretkan dan diakui secara khidmat oleh Gereja di berbagai masa dan bahkan baru-baru ini, tiada satu pun dari kebenaran-kebenaran tersebut yang kurang pasti dari yang lainnya, ataupun yang kurang pantas diimani dari yang lainnya; bukankah Allah yang telah mewahyukan semuanya itu?
Magisterium Gereja, yang didirikan di dunia ini sesuai dengan rancangan Allah untuk selalu menjaga utuh deposit kebenaran yang telah diwahyukan dan memastikan agar deposit tersebut diketahui oleh manusia, dilaksanakan setiap harinya oleh Paus Roma dan oleh para uskup yang bersekutu dengannya; tetapi Magisterium ini juga, setiap kalinya dibutuhkan untuk melawan secara lebih efektif kesalahan-kesalahan serta serangan-serangan dari para bidah; atau untuk mengembangkan dengan lebih jelas atau rinci poin-poin tertentu dari doktrin suci sehingga doktrin tersebut dapat dimengerti dengan lebih baik oleh benak para umat, memiliki tugas untuk mendekretkan definisi-definisi yang pantas dan khidmat. Penggunaan Magisterium luar biasa tersebut tidaklah memperkenalkan satu pun hal yang baru, tidak pun menambahkan hal yang baru kepada keseluruhan dari kebenaran yang terkandung, setidaknya secara implisit, di dalam Wahyu yang telah dipercayakan oleh Allah di dalam deposit kepada Gereja-Nya; Magisterium luar biasa hanya menyatakan hal yang sampai pada suatu waktu mungkin terlihat tidak jelas bagi beberapa orang, atau mewajibkan agar suatu poin diimani, yang sebelumnya, mungkin menjadi bahan diskusi oleh beberapa orang.
10. Maka, Saudara-Saudara yang Terhormat, jelaslah mengapa Takhta Apostolik ini tidak pernah mengizinkan umat-umatnya untuk mengambil bagian di dalam perkumpulan non-Katolik; kesatuan Kristiani hanya dapat diperoleh dengan cara mendukung pemulangan kembali orang-orang yang terpisah kepada Gereja Kristus yang satu dan sejati, yang sayangnya telah mereka tinggalkan sebelumnya.
Ya, pemulangan kembali kepada Gereja Kristus yang satu dan sejati itu, yang kelihatan kepada semua orang, yang ditakdirkan, oleh kehendak Penciptanya, untuk tidak pernah berubah sejak Ia mendirikannya untuk keselamatan seluruh umat manusia. Karena, sang Pengantin mistis Kristus tidak pernah ternodai di sepanjang abad, tidak pun sang Pengantin mistis akan pernah ternodai, sebagaimana kesaksian Santo Siprianus: ‘Gereja Kristus tidak dapat dilecehkan; ia tidak akan pernah binasa dan selalu murni. Ia hanya mengenal satu tempat tinggal dan, oleh keberhati-hatiannya yang suci, ia menjaga utuh kesucian dari tempat tinggalnya yang satu itu’.[20] Sang martir suci itu sangatlah terkejut, dan pantaslah bahwa ia terkejut, saat orang dapat membayangkan ‘bahwa kesatuan tersebut, buah dari stabilitas ilahi, yang tergabung di dalam sakramen-sakramen ilahi, dapat dicabik-cabik dan dihancurkan oleh kekuatan kehendak yang bertentangan’.[21] Oleh karena tubuh mistis Kristus itu satu,[22] terdiri dari bagian-bagian yang terikat dan terkait dengan erat,[23] sebagaimana dengan tubuh fisik-Nya, adalah suatu hal yang bodoh dan ganjil untuk berkata bahwa tubuh mistis tersebut terdiri dari anggota-anggota yang terpecah-belah dan tersebar di mana-mana: oleh karena itu, siapa pun yang tidak bersekutu dengan tubuhnya bukanlah anggotanya, tidak pun ia berada di dalam persekutuan dengan Kristus kepalanya.[24]
St. Siprianus
11. Di dalam Gereja Kristus yang esa ini, seseorang tidak dapat berada maupun tinggal di dalamnya jikalau ia tidak mengakui dan menerima, dengan penuh taat, otoritas dan kuasa dari Petrus dan para penerusnya yang legitim. Bukankah para leluhur dari mereka yang pada masa kini mengakui kesalahan-kesalahan Photios dan para pemberontak tidak menaati Uskup Roma, yang adalah Gembala penguasa jiwa-jiwa? Walaupun mereka sayangnya telah meninggalkan rumah sang bapa, rumah tersebut pun tidak runtuh, sebab rumah tersebut diperkokoh oleh pertolongan ilahi. Maka, semoga mereka kembali kepada Bapa seluruh umat dan melupakan semua olok-olok yang telah dilontarkan kepada Takhta Apostolik, karena Takhta Apostolik ini akan menyambut mereka dengan segala kelemahlembutan. Karena jika, sebagaimana yang mereka terus nyatakan, mereka merindukan untuk bersatu bersama Kami dan umat-umat Kami, mengapakah mereka tidak bergegas untuk datang kepada Gereja, ‘ibu dan penguasa dari semua umat beriman Kristus’?[25] Semoga mereka mendengarkan suara Lactantius yang berseru: ‘Gereja Katolik adalah satu-satunya yang menjaga ibadat sejati. Inilah mata air kebenaran, inilah wisma iman, inilah bait Allah: jika seseorang tidak masuk kepadanya, atau jika seseorang keluar darinya, ia terasing dari harapan akan hidup dan keselamatan. Hendaknya tidak seorang pun terbawa diri untuk bersikeras menentang. Ini adalah masalah hidup dan keselamatan; seseorang yang tidak menjaganya dengan penuh perhatian dan kebijaksanaan akan kehilangan hidup dan keselamatannya dan memperoleh kematian’.[26]
12. Pada akhirnya, para putra yang terpisah harus berpulang kepada Takhta Apostolik yang didirikan di atas kota ini, yang disucikan oleh darah Pangeran dari para Rasul, Petrus dan Paulus.
Kami berkata bahwa kepada Takhta Apostoliklah, yang merupakan ‘landasan dan rahim dari Gereja Katolik’[27] mereka harus berpulang. Semoga mereka berpulang, tidak dengan pikiran ataupun harapan bahwa Gereja Allah yang hidup, tiang penyangga yang menopang kebenaran[28] akan mengorbankan keutuhan iman dan menderita kesalahan-kesalahan mereka, melainkan, sebaliknya, dengan maksud untuk menundukkan diri kepada Magisterium Gereja dan pemerintahannya. Semoga Kami dianugerahi dengan peristiwa yang bahagia itu, yang tidak dialami oleh begitu banyak dari para Pendahulu Kami, dan semoga anak-anak itu, yang kami tangisi oleh karena mereka menjauhkan diri akibat konflik-konflik yang menyedihkan, dapat kami sambut dengan hati yang kebapaan; semoga sang Juru Selamat, Tuhan kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran,[29] sudi mendengarkan permohonan Kami yang kami panjatkan sekuat tenaga kami, agar Ia berkehendak untuk memulangkan kepada kesatuan Gereja semua jiwa yang tersesat itu. Dan untuk masalah yang amat berat ini, Kami pun memohon dan berpaling kepada perantaraan Santa Perawan Maria, Bunda Rahmat Ilahi, yang berjaya melawan semua bidah, Pertolongan Orang Kristiani, agar ia membolehkan kami untuk segera menyaksikan hari yang begitu diidamkan itu di mana seluruh umat manusia akan mendengar suara dari Putranya yang ilahi dengan memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera.[30]
13. Saudara-Saudara yang Terhormat, sekarang anda mengetahui betapa Kami menghendaki hal ini; Kami menginginkan pula agar semua putra Kami mengetahuinya: bukan hanya putra Katolik Kami, tetapi juga mereka semua yang terpisah dari Kami. Bagi mereka yang masih terpisah dari Kami, jika mereka memohonkan terang ilahi dalam doa yang rendah hati, tidak diragukan bahwa mereka akan mengakui Gereja Yesus Kristus yang satu dan sejati dan bahwa mereka akan pada akhirnya datang untuk bersatu kepada kita dalam ikatan cinta kasih yang sempurna. Kami percaya akan harapan ini, dan sebagai jaminan akan pertolongan ilahi, serta saksi atas kehendak baik Kami yang kebapaan, Kami menganugerahkan kepada anda dengan segenap hati, Saudara-Saudara yang Terhormat, kepada imam anda dan umat-umat anda, Berkat Apostolik.
Diberikan di Roma, di dekat Basilika Santo Petrus, pada Pesta Epifani Tuhan Kita Yesus Kristus, 6 Januari 1928, tahun keenam dari Kepausan Kami.
PIUS XI, PAUS
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari versi berbahasa Prancis, Actes de S.S. Pie XI, Encycliques, Motu Proprio, Brefs, Allocutions, Actes des Dicastères, etc… [Akta-Akta Takhta Suci Pius XI, Ensiklik, Motu Proprio, Breve, Sambutan, Akta Dikasteri, dsb…], T. IV, Maison de la Bonne Presse, Paris, 1927 dan 1928, hal. 63-82.
Dinomori berdasarkan penomoran versi berbahasa Inggris surat ensiklik Mortalium Animos dari situs Vatikan: vatican.va.
[1] Ioan. XVII, 21.
[2] Ioan. XIII, 35.
[3] Hebr. I, 1 seq.
[4] Matth, XVI, 18 seq.; Luc. XXII, 32; loan, XXI, 15-17.
[5] Marc, xvi, 15.
[6] loan, III, 5 ; vi, 48-59; XX, 22 seq.; cf. Matth, XVIII, 18; etc.
[7] Matth, XIII.
[8] Cf. Matth, XVI, 18.
[9] loan, X, 16.
[10] loan, XXI, 15-17.
[11] Matth, XXVIII, 19.
[12] Matth. XXVIII, 20.
[13] Matth, xvi, 18.
[14] loan, xvII, 21 ; x, 16.
[15] Ioan, XIV, 13
[16] Act. X, 41
[17] Marc XVI, 16
[18] II Ioan 10.
[19] Cf. 1 Tim. II, 5.
[20] De cath. Ecclesiae unitate, 6.
[21] Ephes. IV, 15.
[22] 1 Cor. XII, 12.
[23] Ephes. IV, 15.
[24] Ephes. V, 30; I, 22.
[25] Conc. Lateran IV, c. 5.
[26] Divin. Insiti, IV, 30,11-12.
[27] S. Cypr., Ep. 48 ad Cornelium, 3.
[28] I Tim. III, 15.
[29] I Tim. II, 4.
[30] Ephes. IV, 3.