^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Ensiklik Satis Cognitum - Paus Leo XIII, 1896 - Kesatuan Gereja
(Tautan untuk mengunduh PDF)
SATIS COGNITUM
SURAT ENSIKLIK PADUKA SUCI KITA
LEO XIII, PAUS BERKAT PENYELENGGARAAN ILAHI
TENTANG KESATUAN GEREJA
Daftar Isi
1. Salam dan Berkat Apostolik
2. Kerja Sama Manusia
3. Gereja Selalu Kasatmata
4. Bagaimana Kristus Menjadikan Gereja-Nya
5. Kristus Adalah Kepala Gereja
6. Kesatuan dalam Hal Iman
7. Jenis Kesatuan Iman yang Ditetapkan Kristus
8. Magisterium (Otoritas Pengajaran) Gereja Terus Ada untuk Selama-lamanya
9. Setiap Kebenaran yang Diwahyukan, Harus Diterima Tanpa Terkecuali
10. Gereja sebagai Lembaga Ilahi
11. Kuasa Berdaulat yang Didirikan Kristus
12. Yurisdiksi Universal Santo Petrus
13. Para Paus Roma Memiliki Kuasa Tertinggi di dalam Gereja Jure Divino
14. Para Uskup Merupakan Bagian dari Konstitusi Esensial Gereja
15. Para Uskup yang Terpisah dari Petrus dan Para Penerusnya Kehilangan Segala Yurisdiksi
16. Panggilan kepada Domba-Domba yang Bukan Bagian dari Kandang Domba
KEPADA SAUDARA-SAUDARA YANG TERHORMAT
Para Patriark, Primat, Uskup Agung, Uskup, dan Ordinaris Setempat
dalam Damai dan Persekutuan dengan Takhta Apostolik
LEO XIII
Saudara-Saudara yang Terhormat,
Salam dan Berkat Apostolik,
1. Salam dan Berkat Apostolik
Anda sekalian sudah tahu dengan cukup baik, bahwa sebagian besar pikiran serta perhatian Kami terpusat kepada tujuan yang satu ini: berusaha memulangkan mereka yang tersesat sehingga kembali ke kandang domba yang dipimpin oleh sang Gembala Tertinggi jiwa-jiwa, Yesus Kristus. Dengan hati terpusat pada tujuan itu, Kami pun berpikiran bahwa tujuan serta usaha tersebut akan mendapat faedah besar dengan melukiskan citra Gereja, atau dalam kata lain, menggambarkan ciri utama Gereja serta menonjolkan ciri tersebut sebagai ciri yang patut mendapat perhatian terbesar: kesatuan. Kesatuan Gereja merupakan ciri khas dari kebenaran dan kuasa digdaya, ciri yang telah dibekaskan oleh Allah, sang pencipta Gereja, pada karya-Nya itu.
Kalau dipandang dari rupa serta kecantikan asalinya, Gereja pastinya punya pengaruh yang sangat kuat atas jiwa-jiwa: tidak salah untuk berkata bahwa rupa & kecantikan asali Gereja dapat menyirnakan ketidaktahuan, meluruskan gagasan-gagasan keliru serta prasangka-prasangka, terutama di kalangan mereka yang tersesat namun bukan karena kesalahan diri mereka sendiri. Rupa & kecantikan asali Gereja pun dapat membangkitkan cinta akan Gereja dalam diri manusia, cinta yang serupa dengan kasih yang telah mendorong Yesus Kristus untuk memilih Gereja sebagai mempelai-Nya, ketika Ia menebus Gereja dengan darah-Nya yang Ilahi. Sebab “Yesus Kristus telah mengasihi Gereja dan menyerahkan diri-Nya sendiri demi dia.”[1]
Kalau demi pulang kepada Ibunda yang sangat pengasih itu, mereka yang masih belum mengenalinya atau yang telah berbuat salah karena meninggalkannya, harus membayar harga untuk kembali pulang, tentulah harga itu bahwasanya dibayar bukan dengan menumpahkan darah mereka sendiri (meski harga itulah yang telah dibayar oleh Yesus Kristus): namun kalau mereka masih harus mengerahkan beberapa upaya, upaya yang walau bagaimanapun jauh lebih ringan untuk mereka tanggung, mereka setidak-tidaknya akan melihat dengan jelas bahwa keadaan-keadaan yang berat itu tidaklah diembankan kepada manusia oleh kehendak insani, namun oleh tatanan dan kehendak Allah. Dan dengan demikian, dengan pertolongan rahmat surgawi, mereka akan mengalami kebenaran dari sabda ilahi ini secara pribadi: “Kuk yang Kupasang manis dan beban-Ku ringan.”[2]
Oleh sebab itulah, menaruh harapan utama Kami dalam Bapa segala terang, yang dari-Nya turun segala rahmat yang baik dan segala karunia yang sempurna,[3] dalam Dia satu-satunya yang menumbuhkan,[4] Kami memohon kepada-Nya dalam segala kesegeraan, agar sudi menyanggupkan Kami untuk meyakinkan orang.
2. Kerja Sama Manusia
Tidak diragukan bahwa Allah, karena diri-Nya sendiri dan karena kuasa-Nya sendiri, dapat mengerjakan segala sesuatu yang dihasilkan oleh makhluk ciptaan; namun demikian, berkat rancangan penuh kerahiman dari Penyelenggaraan-Nya, Ia lebih suka menolong umat manusia dengan menggunakan sesama manusia. Dengan perantaraan dan pelayanan manusialah Ia terbiasa memberikan kepada setiap insan, dalam tatanan yang murni bersifat kodrati, kesempurnaan yang patut didapatkannya. Ia pun menggunakan perantaraan dan pelayanan manusia dalam tatanan adikorati untuk memberi kekudusan dan keselamatan kepada manusia. Namun jelas adanya, bahwa segala komunikasi antarmanusia hanya dapat terjadi melalui sarana hal-hal yang bersifat lahiriah dan indrawi. Oleh sebab itulah Putra Allah telah mengambil kodrat manusiawi: “walaupun dalam rupa Allah, Ia telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”;[5] dan dengan demikian, pada masa hidup-Nya di bumi, dalam percakapan-percakapan-Nya dengan manusia, Ia telah mewahyukan doktrin-Nya serta hukum-hukum-Nya kepada mereka.
3. Gereja Selalu Kasatmata
Namun karena tugas ilahi-Nya harus bersifat langgeng dan tak berkesudahan, Ia mengapit diri-Nya sendiri dengan para murid. Kepada mereka, Ia membagi-bagikan kuasa milik-Nya, dan usai menurunkan Roh Kebenaran dari ketinggian Surga, Ia mengutus mereka untuk menjelajahi seluruh bumi, agar dengan setia mewartakan ajaran-Nya serta ketetapan-Nya kepada segala bangsa: supaya dengan mengakui ajaran-Nya dan menaati hukum-hukum-Nya, umat manusia dapat beroleh kekudusan di atas bumi, dan kebahagiaan kekal di dalam Surga. Demikianlah rencana yang mendasari pendirian Gereja, demikianlah asas-asas yang mengatur kelahirannya.
Kalau Gereja dipandang dari tujuan akhir yang dikejarnya, serta sebab-sebab langsung dirinya melahirkan kekudusan dalam jiwa-jiwa, tentu saja Gereja bersifat rohaniah; namun kalau kita memandang anggota-anggota penyusunnya serta sarana-sarana penyalur karunia-karunia rohani kepada kita, Gereja bersifat lahiriah dan niscaya kasatmata. Melalui tanda-tanda yang nyata pada mata dan telingalah para Rasul telah menerima tugas untuk mengajar; dan tugas itu mereka laksanakan dengan sabda dan perbuatan-perbuatan yang juga bersifat indrawi. Sebab suara mereka masuk melalui indra pendengaran lahiriah, dan dengan demikian melahirkan iman dalam jiwa-jiwa: “iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”[6]
Dan iman sendiri, yaitu, kesetujuan dengan kebenaran pertama dan terluhur, tentu saja terkurung dalam roh, namun iman harus terwujud gemilang di luar melalui pengakuan nyata yang dibuat oleh orang akan iman tersebut: “Sebab dengan hati orang percaya untuk memperoleh pembenaran, dan dengan mulut orang mengaku untuk memperoleh keselamatan.”[7] Demikian pula, tiada sesuatu pun yang lebih bersifat batiniah bagi manusia selain rahmat surgawi, yang melahirkan kekudusan dalam dirinya, namun sarana-sarana lahiriah merupakan alat-alat lazim dan utama yang digunakan untuk menyampaikan rahmat kepada kita: maksud Kami adalah sakramen-sakramen, yang diselenggarakan dengan ritus-ritus khusus oleh para pria yang dipilih dalam nama demi melaksanakan tanggung jawab itu.
Yesus Kristus telah berfirman kepada para Rasul dan kepada mereka yang secara tak berkesudahan meneruskan para Rasul, agar mengajar dan memerintah para umat: telah difirmankan-Nya kepada para umat, supaya menerima ajaran mereka dan tunduk taat kepada otoritas mereka. Namun hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban dalam lembaga Kristiani ini tidak mungkin bisa bertahan, dan bahkan tak bisa terjalin, tanpa melalui sarana pancaindra, penafsir dan pembawa pesan. Semua itulah alasan Gereja, dalam Kitab Suci, begitu seringnya disebut satu tubuh, dan juga tubuh Kristus. “Kamu semua adalah tubuh Kristus.”[8] Gereja adalah sebuah tubuh, karena itulah Gereja bersifat kasatmata; karena Gereja adalah tubuh Kristus, maka Gereja adalah tubuh yang hidup, aktif, penuh tenaga, tubuh yang ditopang dan dihidupkan oleh Yesus Kristus yang memenuhinya dengan kuasa-Nya, ibarat carang anggur memberi makan dan menyuburkan sulur-sulur yang terhubung kepadanya.
Dalam diri makhluk hidup, pangkal kehidupannya tak terlihat dan tersembunyi jauh di kedalaman dirinya, namun pangkal itu bisa terlihat dan terwujud jelas melalui gerakan serta perbuatan anggota-anggota badannya: demikian pula pangkal kehidupan adikodrati yang menghidupkan Gereja terwujud di mata setiap orang melalui perbuatan-perbuatan yang dilakukan Gereja.
Oleh sebab itulah, mereka berada dalam kesalahan besar dan berbahaya, mereka yang membentuk Gereja seturut khayalan mereka, dan membayangkan seolah-olah Gereja bersifat tersembunyi dan sama sekali tidak kasatmata; dan begitu pula adanya dengan mereka yang memandang Gereja sebagai lembaga insani, dilengkapi dengan organisasi, disiplin dan ritus-ritus lahiriah, namun sama sekali tak beroleh karunia rahmat ilahi, tanpa ada seorang pun yang menyaksikan adanya kehidupan adikodrati yang bersumber dari Allah melalui perwujudan nyata yang terjadi sehari-harinya. Kedua gagasan ini sama-sama tak selaras dengan Gereja dan Yesus Kristus, sama seperti raga saja atau jiwa saja tak mampu menyusun manusia. Keseluruhan dan kesatuan kedua unsur itu mutlak diperlukan bagi Gereja sejati, ibarat kesatuan mesra antara jiwa dan raga yang berkelindan dalam kodrat manusia.
Gereja bukan semacam bangkai; Gereja adalah tubuh Kristus, dihidupkan oleh kehidupan supernatural. Kristus sendiri, kepala dan panutan Gereja, tidaklah utuh, kalau Ia dipandang hanya dari kodrat manusia-Nya yang kasatmata, seperti yang dilakukan para pembela Fotinus dan Nestorius, atau kalau Ia dipandang hanya dari kodrat ilahi-Nya yang tak kasatmata, seperti yang dilakukan kaum Monifisit. Namun Kristus satu adanya berkat persatuan dari kedua kodrat, kasatmata dan tak kasatmata, dan Ia satu adanya dalam kedua kodrat; demikian pula, Tubuh Mistis-Nya adalah Gereja sejati, dengan syarat anggota-anggota tubuhnya yang kasatmata beroleh kekuatan serta kehidupan mereka dari karunia-karunia adikodrati serta unsur-unsur lain yang tak kasatmata; dan dari persatuan inilah terlahir ciri khas dari masing-masing anggota lahiriah Gereja sendiri.
Namun, karena demikianlah kodrat Gereja yang ditentukan oleh kehendak dan tatanan Allah, Gereja harus tetap demikian tanpa jeda sampai akhir zaman; seandainya tidak, lantas Gereja tentunya tidak didirikan untuk selama-lamanya, dan tujuan akhir yang hendak dicapainya terbatas pada suatu batasan waktu atau tempat tertentu: kesimpulan berganda yang berlawanan dengan kebenaran. Oleh sebab itulah persatuan unsur-unsur kasatmata dan tak kasatmata ini, berkat kehendak Allah, tentunya berada dalam hakikat dan pendirian intim Gereja, dan karena itu harus tetap ada selama Gereja tetap berada.
Oleh karena itulah Santo Yohanes Krisostomus memberi tahu kita: “Janganlah engkau memisahkan diri dari Gereja; tiada yang lebih kuat dari Gereja. Harapanmu ialah Gereja; keselamatanmu ialah Gereja; suakamu ialah Gereja. Gereja lebih tinggi dari langit dan lebih luas dari bumi. Gereja tak pernah menua, kekuatannya abadi. Dan juga, demi memperlihatkan kekukuhannya yang tak tergoyahkan, Kitab Suci menyebut Gereja sebagai sebuah gunung.”[9] Santo Agustinus mengimbuhkan: “Orang-orang kafir percaya bahwa agama Kristiani akan ada di dunia sampai batas waktu tertentu, lalu menghilang. Maka keberadaan agama Kristiani itu akan seperti matahari: seperti matahari yang terus terbit dan terbenam, yakni, selama arus waktu terus berjalan, Gereja Allah, yakni tubuh Kristus, takkan hilang dari dunia.”[10] Bapa yang sama ini juga berkata: “Gereja akan goyah, jika landasannya goyah; namun bagaimanakah Kristus bisa goyah? Selama Kristus tidak goyah, Gereja takkan bertekuk lutut sampai akhir zaman. Di manakah mereka yang berkata bahwa Gereja telah hilang dari muka bumi, kalau Gereja saja tak bisa bertekuk lutut?”[11]
Demikianlah landasan-landasan yang harus dijadikan pijakan orang yang sedang mencari kebenaran. Gereja telah didirikan dan disusun oleh Yesus Kristus Tuhan kita: maka dari itu, ketika sedang menyelidiki hakikat Gereja, sangat penting bagi kita untuk tahu apa itu yang hendak dilakukan Yesus Kristus, dan apa yang telah diperbuat-Nya pada kenyataannya. Cara itulah yang harus diikuti kalau hendak menjadikan kesatuan Gereja sebagai pokok pembahasan utama, dan dalam surat ini, Kami rasa baik adanya untuk membahas beberapa hal terkait perkara itu demi kebaikan bersama.
4. Bagaimana Kristus Menjadikan Gereja-Nya
Ya, memang benar bahwa Gereja Yesus Kristus hanya satu adanya: sudah ada begitu banyak kesaksian yang jelas diperlihatkan dari Kitab Suci tentang hal ini kepada semua orang, sehingga di kalangan orang Kristen, tak ada seorang pun yang berani menentang hal itu. Namun ketika duduk perkaranya adalah menetapkan dan menentukan hakikat kesatuan ini, ada beberapa orang yang disesatkan oleh berbagai macam kesalahan. Tidak hanya asal muasal Gereja saja, namun segala ciri pendirian Gereja tergolong hal-hal yang berasal dari kehendak bebas: maka dari itu, segala perkara mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dahulu kala, yang harus diselidiki bukanlah cara Gereja bisa satu adanya, namun seperti apa kesatuan yang hendak diberikan oleh Sang Pendirinya kepada Gereja.
Namun ketika mencermati fakta-faktanya, kita akan menyadari bahwa Yesus Kristus tidak menciptakan ataupun mendirikan Gereja yang terbentuk dari beberapa komunitas yang serupa satu sama lain dalam ciri-ciri umum tertentu, namun yang berbeda satu sama lain, dan tak terhubung satu sama lain oleh ikatan-ikatan khusus, ikatan-ikatan khusus yang mampu memberikan Gereja keistimewaan dan kesatuan yang kita akui dalam simbol iman: Aku percaya akan Gereja yang satu …. “Gereja, yang satu adanya, tergolong hal yang berkodrat tunggal, walaupun berbagai bidah mencoba untuk memecahbelahkan Gereja menjadi banyak bagian. Oleh sebab itulah kita berkata bahwa Gereja yang kuno dan Katolik itu satu adanya: ia memiliki kesatuan dalam kodrat, pikiran, prinsip, keunggulan … Di samping itu, keutamaan Gereja, yang merupakan landasan pendiriannya, berasal dari kesatuan. Kesatuan Gereja itu melampaui segala hal yang lain, dan tiada sesuatu pun yang serupa atau setara dengan kesatuan itu.”[12] Dan juga, ketika sedang berbicara tentang bangunan mistis tertentu, Yesus Kristus hanya menyebutkan satu Gereja saja, yang Dia sebut milik-Nya: “Aku akan mendirikan Gereja-Ku.” Semua gereja lain yang mungkin ada di bayangan orang, selain gereja yang satu itu, tidaklah didirikan oleh Yesus Kristus, dan karena itu tidak mungkin adalah Gereja sejati Yesus Kristus. Hal itu menjadi semakin jelas, ketika kita mempertimbangkan rancangan Allah sang Pencipta atas Gereja. Apakah yang dulu dicari, apakah yang dulu diinginkan Yesus Kristus Tuhan kita, dalam mendirikan dan memelihara Gereja-Nya? Hanya satu hal saja: menyampaikan kepada Gereja keberlangsungan tugas yang sama, perintah yang sama yang telah diterima-Nya secara pribadi dari Bapa-Nya. Itulah tekad yang hendak dilakukan-Nya, dan itulah yang Ia lakukan pada kenyataannya. “Sebagaimana Bapa-Ku telah mengutus-Ku, demikian pula Aku mengutus kalian.[13] Sebagaimana Engkau telah mengutus Aku ke dunia, demikian pula Aku juga mengutus mereka ke dunia.”[14]
Namun, tugas yang diemban Kristus itu mencakup menebus dari maut dan menyelamatkan yang dahulu binasa, maksudnya, tidak hanya beberapa bangsa atau beberapa kota, namun segenap umat manusia seluruhnya, tanpa mengenal perbedaan tempat maupun waktu. “Putra manusia telah datang ... agar dunia diselamatkan oleh-Nya.[15] Sebab tiada nama lain di bawah Surga yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita harus diselamatkan.”[16] Dengan demikian, tugas Gereja adalah menyebarkan keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus dan segala kebaikan yang datang darinya, sejauh mungkin kepada umat manusia dan meluaskannya kepada setiap orang dari segala usia. Maka dari itu, seturut kehendak sang Penciptanya, Gereja niscaya harus tunggal adanya di seluruh muka bumi, dan di sepanjang masa. Orang yang menginginkan Gereja dengan kesatuan lebih besar, harus keluar dari batas-batas bumi ini dan membayangkan umat manusia baru dan tak dikenal.
Gereja yang tunggal ini, Gereja yang harus merangkul seluruh umat manusia di sepanjang masa dan di segala tempat, telah disaksikan oleh Yesaya dan digambarkannya terlebih dahulu ketika ia dulu melihat masa depan, dan mendapat penglihatan akan sebuah pegunungan. Puncak pegunungan itu menjulang di atas puncak-puncak yang lain dan bisa dilihat oleh mata semua orang. Puncak itulah gambaran rumah Tuhan, yakni Gereja. “Pada hari-hari terakhir, gunung yang adalah rumah Tuhan akan dipersiapkan di atas puncak pegunungan.”[17] Namun gunung yang ditempatkan pada puncak pegunungan itu hanya ada satu; satu pula rumah Tuhan, yang padanya segala bangsa kelak akan berkumpul bersama, dan di sana mereka akan menemukan kaidah hidup mereka. “Dan segala bangsa akan berkumpul bersama kepadanya … dan akan berkata: Marilah kita datang dan mendaki gunung Tuhan, marilah kita pergi ke rumah dari Allah Yakub, dan Ia akan mengajarkan kita jalan-jalan-Nya, dan kita akan berjalan di jalan-jalan-Nya.”[18]
Optatus dari Milevis berkata tentang ayat ini: “Ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: hukum itu akan muncul dari Sion dan sabda Tuhan dari Yerusalem. Maka, Yesaya melihat lembah itu bukan di atas Gunung bendawi Sion, melainkan di atas gunung suci yang adalah Gereja, dan yang puncaknya telah menjulang dari antara seluruh dunia Romawi sampai ke langit … Oleh sebab itulah Sion rohani sejati adalah Gereja, yang di dalamnya, Yesus Kristus telah ditetapkan sebagai raja oleh Allah Bapa. Sion rohani sejati ini ada di seluruh dunia, dan benar adanya hanya sehubungan Gereja Katolik yang tunggal.”[19] Dan Santo Agustinus berkata demikian: “Apakah yang lebih kasatmata dari sebuah gunung? Namun demikian, ada pegunungan tak dikenal, yang terletak di penjuru dunia yang terpencil … Tetapi, tidak demikian adanya dengan gunung ini, sebab gunung ini memenuhi seluruh muka bumi, dan ada tertulis tentangnya, bahwa gunung itu telah dipersiapkan di atas puncak pegunungan.”[20]
5. Kristus Adalah Kepala Gereja
Harus diimbuhkan, bahwa Putra Allah telah menetapkan Gereja sebagai tubuh mistis-Nya sendiri. Dan Ia bersatu dengan Gereja sebagai kepalanya, sama seperti pada tubuh manusia yang telah diambil-Nya pada Penjelmaan-Nya, kepalanya rekat dengan anggota tubuhnya berkat kesatuan asasi dan kodrati. Maka sama halnya Ia sendiri telah mengambil tubuh manusia fana tunggal yang diserahkan-Nya kepada siksaan-siksaan dan maut demi membayar harga tebusan bagi umat manusia, demikian pula Ia punya tubuh mistis yang tunggal. Di dalam tubuh ini, dan dengan sarana tubuh ini, Ia membuat umat manusia mengambil bagian dalam kekudusan dan keselamatan kekal. “Allah telah menetapkan-Nya (Kristus) sebagai kepala atas segenap Gereja yang adalah tubuh-Nya.”[21] Anggota-anggota yang terpisah dan tercerai-berai sama sekali tidak bisa bergabung bersama dengan kepala yang tunggal dan sama itu untuk membentuk satu tubuh. Namun, Santo Paulus memberi tahu kita: “semua anggota tubuh itu, meskipun banyak, merupakan satu tubuh: demikian pula Kristus.”[22] Oleh sebab itulah ia kembali memberi tahu kita, bahwa tubuh mistis itu “tersusun rapi dan terikat. Kristus adalah sang kepala, yang oleh karena-Nyalah seluruh anggota tubuh itu tersusun rapi dan diikat oleh seluruh persendian menjadi satu, sesuai dengan daya kerja dalam ukuran masing-masing bagian, dan menerima pertumbuhannya serta dibangun dalam kasih.”[23] Dengan demikian, kalau ada anggota-anggota tertentu yang tetap terpisah dan terputus dari anggota-anggota lainnya, tidak mungkin mereka itu milik kepala yang sama seperti anggota-anggota yang lain.
Santo Siprianus berkata: “Hanya ada satu Allah, satu Kristus, satu Gereja Kristus, satu iman, satu umat, yang terikat oleh tali kerukunan dalam kesatuan tubuh yang satu dan sama. Kesatuannya tak dapat dipatahkan: tubuh yang tetap satu adanya tak bisa dibagi-bagi dengan memecah-belah anggota-anggota penyusunnya.”[24] Untuk memperlihatkan kesatuan Gereja-Nya dengan lebih baik, Allah menyajikannya kepada kita dalam rupa tubuh yang hidup. Anggota-anggotanya hanya bisa hidup kalau bersatu dengan kepalanya dan tiada henti-hentinya menyalurkan tenaga kehidupan mereka kepada kepala itu sendiri: terpisah, mereka pasti mati. “Ia (Gereja) tak bisa tercerai-berai dalam rupa sobekan-sobekan karena anggota-anggotanya serta organ-organ dalamnya dicabik-cabik. Segala sesuatu yang terpisah dari pusat kehidupan takkan mampu hidup maupun bernapas ketika terpisah.”[25] Namun, bagaimanakah mayat mungkin serupa dengan makhluk hidup? “Tidak pernah ada orang yang membenci dagingnya, namun ia memberinya makan dan merawatnya, seperti Kristus memperlakukan Gereja-Nya, sebab kita adalah anggota-anggota tubuh-Nya, tersusun dari daging-Nya dan tulang-belulang-Nya.”[26] Maka hendaknya orang mencari kepala lain yang sama seperti Kristus, hendaknya orang mencari Kristus yang lain, jika ia menginginkan Gereja lain, selain Gereja yang adalah tubuh-Nya. “Lihatlah yang harus kauwaspadai, lihatlah yang harus kauawasi, lihatlah yang harus kautakuti. Terkadang orang memenggal anggota tubuh manusia, atau memutus anggota itu dari tubuhnya: tangan, jari, kaki. Apakah jiwa mengikut anggota tubuh yang terpenggal? Ketika bersatu dengan tubuhnya, ia hidup; terputus, hilanglah hidupnya. Manusia seperti itu juga: selama hidup dalam tubuh Gereja, dirinya Kristen Katolik; terpisah, ia menjadi bidah. Jiwa tidak mengikut anggota yang terpenggal.”[27] Maka dari itu, Gereja Kristus itu tunggal dan juga tak berkesudahan: barang siapa terpisah darinya, ia terputus dari kehendak dan perintah Yesus Kristus Tuhan kita, ia meninggalkan jalan keselamatan, dan ia pergi menuju kebinasaannya. “Barang siapa memisahkan diri dari Gereja, ia berhubungan dengan pezina, ia juga meninggalkan janji-janji yang dibuat bagi Gereja. Barang siapa meninggalkan Gereja Kristus takkan sampai pada pahala-pahala dari Kristus … Barang siapa tidak menjaga kesatuan ini, ia tidak menjaga hukum Allah, ia tidak menjaga iman Bapa dan Putra, ia tidak menjaga kehidupan maupun keselamatan.”[28]
6. Kesatuan dalam Hal Iman
Namun Ia yang telah mendirikan Gereja yang satu, juga telah mendirikannya satu saja: maksudnya, Gereja didirikan-Nya dengan hakikat sedemikian rupa, sehingga semua orang yang akan menjadi anggotanya, dipersatukan dengan tali-temali kelembagaan yang sedemikian kencangnya, sehingga mereka semua hanya membentuk satu bangsa, satu kerajaan, satu tubuh yang tunggal. “Satu tubuh dan satu roh, sebagaimana engkau telah terpanggil menuju satu harapan dalam panggilanmu.”[29] Menjelang wafat-Nya, Yesus Kristus menguduskan dan mengonsekrasikan kehendak-Nya pada perkara ini dengan cara teragung, dalam doa yang dipanjatkan-Nya kepada Bapa-Nya: “Bukan untuk mereka saja Aku berdoa, namun juga untuk mereka yang akan percaya akan Aku berkat pemberitaan mereka … agar mereka juga menjadi satu dalam Kita … agar mereka menjadi sempurna dalam kesatuan.”[30] Ia bahkan juga menghendaki, agar tali kesatuan yang mengikat para murid-Nya begitu mesra, begitu sempurna, sehingga dalam cara tertentu, meniru kesatuan-Nya sendiri dengan Bapa-Nya: “Aku berdoa … agar mereka semua menjadi satu, seperti Engkau, ya Bapa, dalam Aku, dan Aku dalam Engkau”.[31] Namun, kerukunan yang sedemikian besar dan mutlak antarmanusia niscaya harus didasari keselarasan dan kesetujuan pikiran: dari situlah bahwasanya akan muncul keselarasan kehendak dan kerukunan tindakan. Oleh sebab itulah, seturut rencana Allah, Yesus menghendaki adanya kesatuan iman dalam Gereja-Nya: sebab iman adalah tali pertama dari segala tali pemersatu manusia dengan Allah, dan oleh karena imanlah, kita dinamai umat beriman. “Satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan”:[32] artinya, sama halnya kita hanya punya satu Tuhan dan satu pembaptisan, demikian pula, semua umat Kristen di seluruh dunia juga harus punya satu iman saja. Oleh sebab itulah Santo Paulus Rasul memohon supaya semua orang Kristen tidak hanya satu dalam pandangan dan menjauhi percekcokan opini, namun itu juga didesakkannya kepada mereka dengan alasan-alasan tersuci: “Aku menasihatimu, hai saudara-saudaraku, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, agar kamu semua seia sekata dan tidak membiarkan timbulnya skisma di antara kamu; namun agar kamu semua erat bersatu dan sehati sepikir.”[33] Perkataan ini tentunya tak perlu dijelaskan, sebab sudah cukup jelas dengan sendirinya. Dan juga, mereka yang membuat pengakuan agama Kristiani mengakui seperti biasanya, bahwa harus ada satu iman saja. Perkara terpenting dan mutlak esensial, namun padanya, banyak orang membuat kesalahan, adalah mengenali hakikat serta jenis kesatuan ini. Namun di sini, seperti yang telah Kami utarakan pada perkara yang serupa, tidak boleh menilai dengan opini atau spekulasi, namun dengan pengetahuan yang pasti tentang fakta-faktanya: kita harus mencari tahu dan mencatat seperti apa kesatuan iman yang telah ditetapkan oleh Yesus Kristus pada Gereja-Nya.
7. Jenis Kesatuan Iman yang Ditetapkan Kristus
Meski sebagian besar doktrin surgawi Yesus Kristus termuat dalam kitab-kitab yang diilhami Allah, namun kalau diserahkan kepada pikiran manusia, lantas doktrin itu tak dapat dengan sendirinya mempersatukan pikiran. Sebab, doktrin itu dapat dengan mudah mengalami berbagai macam interpretasi yang berbeda satu sama lain, dan itu tidak hanya diakibatkan oleh kedalaman serta misteri-misteri yang terkait dengan doktrin tersebut, namun juga oleh pikiran manusia yang berbeda-beda, serta masalah yang tentu timbul dari konflik antara berbagai hasrat yang berlawanan. Perbedaan-perbedaan interpretasi niscaya melahirkan perbedaan pendapat: alhasil, kontroversi, perselisihan, pertengkaran, sebagaimana yang sudah disaksikan dahulu pecah dalam Gereja pada masa-masa yang lebih dekat dengan awal mulanya. Demikianlah yang ditulis oleh Santo Ireneus, ketika berbicara tentang kaum bidah: “Mereka mengakui Kitab Suci, namun merusak interpretasinya.”[34] Dan Santo Agustinus: “Bidah dan dogma-dogma sesat yang menjerat jiwa-jiwa dan mendorong mereka jatuh ke dalam jurang, hanya berasal dari sumber yang tunggal, yakni, Kitab Suci, yang baik adanya, dipahami dengan tidak baik.”[35] Maka demi mempersatukan pikiran, demi menciptakan dan memelihara kerukunan pendapat, tentunya perlu ada suatu pangkal (principio) lainnya. Hikmat ilahi menuntut keberadaannya; sebab Allah tidak mungkin menginginkan kesatuan iman, tanpa menyediakan sarana yang layak untuk menjaga kesatuan itu, dan Kitab Suci sendiri jelas menunjukkan bahwa Ia telah menyediakan sarana tersebut, seperti yang akan Kami bahas sebentar lagi. Tentunya, kuasa Allah yang tak terhingga tidak bergantung ataupun tunduk kepada sarana apa-apa, dan segala mahkhluk tunduk kepada-Nya bagaikan alat yang patuh. Maka dari antara sarana-sarana yang diciptakan oleh kuasa Yesus Kristus, harus dicari apa itu pangkal lahiriah kesatuan iman yang hendak ditetapkan-Nya. Karena itu, kita harus menelusuri pemikiran pada awal mula Kekristenan.
8. Magisterium (Otoritas Pengajaran) Gereja Terus Ada untuk Selama-lamanya
Fakta-fakta yang akan Kami ingatkan, diperkuat oleh kesaksian Kitab Suci dan diketahui oleh semua orang. Dengan mukjizat-mukjizat-Nya, Yesus Kristus membuktikan keilahian-Nya serta tugas ilahi-Nya: Ia berusaha berbicara kepada orang-orang demi mengajarkan hal-hal surgawi kepada mereka, dan Ia pun menuntut secara mutlak, agar ajaran-Nya diimani secara penuh; tuntutan-Nya disertai ganjaran pahala atau hukuman kekal. “Jika Aku tidak melakukan karya-karya Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku.[36] Jika di tengah-tengah mereka, Aku tidak pernah mengerjakan karya-karya yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun, mereka tidak akan berdosa.[37] Tetapi jika Aku melakukan karya-karya semacam itu, dan jika kalian tidak ingin percaya akan diri-Ku sendiri, percayalah akan karya-karya-Ku.[38]” Ia memerintahkan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya dengan otoritas yang sama; Ia menuntut kesetujuan pikiran, tanpa pengecualian apa-apa, tanpa pembedaan apa-apa. Maka mereka yang mendengar Yesus dan ingin sampai pada keselamatan, memiliki tanggung jawab bukan hanya untuk menerima semua doktrin-Nya secara keseluruhan, namun juga untuk setuju secara penuh dalam jiwa, dengan tiap-tiap hal yang diajarkan-Nya. Sebab menolak untuk percaya akan Allah yang berfirman, bahkan pada satu pasal saja, adalah perbuatan yang berlawanan dengan akal.
Menjelang kepulangan-Nya ke Surga, Ia mengutus para Rasul-Nya, dan meliputi mereka dengan kuasa yang sama yang telah dilimpahkan Bapa-Nya kepada diri-Nya sendiri, dan Ia berfirman agar mereka memberitakan dan menebarkan doktrin yang sama di mana-mana. “Segala kuasa telah diberikan kepada-Ku di dalam Surga dan di atas bumi. Maka, pergilah dan ajarlah segala bangsa … ajarkan mereka untuk menaati segala hal yang telah Kuperintahkan kepada kalian.”[39] Mereka semua yang taat kepada para Rasul akan selamat; mereka yang tidak taat akan binasa: “Barang siapa percaya dan dibaptis, ia akan diselamatkan; barang siapa tidak percaya akan dikutuk.”[40] Dan karena seturut pandangan Penyelenggaraan Ilahi, baik adanya untuk tidak mengembankan tugas kepada seseorang (terutama kalau tugas itu penting dan berharga) tanpa juga memberi sarana kepada orang itu agar bisa melaksanakan tugas tersebut sebagaimana mestinya, Yesus Kristus berjanji akan mengutus Roh Kebenaran kepada para murid-Nya, yang akan tinggal dalam diri mereka untuk selama-lamanya. “Jika Aku pergi, Aku akan mengutus-Nya (Parakletos) kepada kalian, dan sewaktu Roh kebenaran itu datang, Ia akan mengajarkan kalian tentang segala kebenaran.[41] Dan Aku akan berdoa kepada Bapa-Ku, dan Ia akan memberikan kepada kalian Parakletos yang lain, agar Ia selalu tinggal bersama kalian: Ia yang adalah Roh kebenaran.[42] Ialah yang akan bersaksi tentang Aku, dan kalian juga akan bersaksi.[43]’ Kemudian, Ia berfirman agar doktrin para Rasul diterima dengan penuh takwa dan ditaati dengan penuh kesalehan, layaknya doktrin-Nya sendiri. “Barang siapa mendengarkan kalian, ia mendengarkan Aku; barang siapa menolak kalian, ia menolak Aku.”[44] Oleh sebab itulah para Rasul diutus oleh Yesus Kristus, seperti diri-Nya juga diutus oleh Bapa-Nya: “Sebagaimana Bapa-Ku telah mengutus Aku, demikian pula Aku pun mengutus kalian.”[45] Maka dari itu, sebagaimana para Rasul dan para murid diwajibkan untuk tunduk kepada sabda Kristus, sabda para Rasul pun harus begitu pula diimani oleh semua orang yang diajar oleh para Rasul, atas dasar amanat ilahi yang mereka sandang. Maka tidak diperbolehkan untuk menolak apa pun dari doktrin Yesus Kristus sendiri. Tentu saja, usai turunnya Roh Kudus kepada para Rasul, sabda mereka pun bergaung sampai ke penjuru dunia yang paling terpencil. Di mana-mana mereka menapakkan kaki, di situ juga mereka hadir sebagai utusan Yesus sendiri. “Oleh diri-Nyalah (Yesus Kristus) kami telah menerima rahmat dan kerasulan untuk membuat semua bangsa taat kepada iman dalam nama-Nya.”[46] Dan di mana pun ada jejak kaki mereka, Allah membuat nyata sifat ilahi dari tugas yang emban, dengan membuat mukjizat-mukjizat. “Dan sewaktu mereka telah pergi, mereka pun berkhotbah di mana-mana. Tuhan pun bekerja sama dengan mereka dan meneguhkan sabda mereka melalui mukjizat-mukjizat yang menyertainya.”[47] Apakah sabda mereka itu? Tentunya, sabda yang merangkum segala sesuatu yang telah mereka pelajari dari guru mereka sendiri: sebab mereka bersaksi secara publik dan terbuka, bahwa mereka tak mampu bungkam tentang apa pun yang telah mereka lihat dan dengar.
Namun seperti yang sudah Kami katakan sebelumnya, tugas para Rasul sama sekali tidak mungkin berakhir bersama para Rasul secara pribadi, atau menghilang seiring berjalannya waktu, sebab tugas mereka itu bersifat publik dan sudah ditetapkan demi keselamatan umat manusia. Sungguh benar, bahwa Yesus Kristus telah berfirman kepada para Rasul agar mewartakan “Injil kepada segala makhluk”, “membawa nama-Nya di hadapan bangsa-bangsa dan para raja”, dan “bersaksi tentang Dia sampai ke penjuru dunia”. Dan dalam pelaksanaan tugas agung itu, Ia telah berjanji akan menyertai mereka, bukan hanya selama beberapa tahun saja, namun di sepanjang masa sampai akhir zaman. Tentang itu, Santo Hieronimus menulis: “Ia yang berjanji akan menyertai para murid-Nya sampai akhir zaman, dan Dia sendiri takkan pernah berhenti menyertai para umat-Nya.”[48] Bagaimana mungkin itu semua tercapai dengan diri para Rasul saja, kalau sebagai manusia, mereka juga tunduk kepada hukum maut yang berlaku kepada semua orang? Oleh sebab itulah Penyelenggaraan Ilahi mengatur agar Magisterium (otoritas pengajaran) yang telah ditetapkan oleh Yesus Kristus sendiri tidak terkekang oleh batas-batas kehidupan para Rasul saja, namun akan bertahan untuk selama-lamanya. Pada kenyataannya, kita melihat Magisterium itu terwaris dan ibaratnya berpindah tangan di kemudian hari. Sebab para Rasul mengonsekrasikan uskup-uskup, dan menunjuk nama orang-orang yang akan menjadi penerus mereka secara langsung dalam pelayanan sabda. Namun tidak hanya itu: para Rasul juga memerintahkan agar para penerus mereka memilih sendiri, orang-orang yang layak bagi tanggung jawab tersebut, dan mempersandangkan otoritas yang sama kepada mereka, dan juga memercayakan segenap tanggung jawab serta tugas untuk mengajar kepada mereka. “Maka hai putraku, kuatkanlah dirimu dalam rahmat yang ada dalam Yesus Kristus; dan apa yang telah kaudengar dari aku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.”[49] Maka memang benar, sama seperti Yesus Kristus telah diutus oleh Allah, dan para Rasul diutus oleh Yesus Kristus, demikian pula para uskup serta semua orang yang telah meneruskan para Rasul, telah diutus oleh para Rasul juga. “Para Rasul telah memberitakan Injil kepada kita, dan mereka diutus oleh Tuhan kita Yesus Kristus, dan Yesus Kristus telah diutus oleh Allah. Jadi, tugas Kristus berasal dari Allah, tugas para Rasul berasal dari Kristus, dan kedua tugas itu telah ditetapkan seturut tatanan kehendak Allah … Dengan demikian, para Rasul mewartakan Injil ke segala bangsa dan kota; dan usai mengalami yang merupakan tanda-tanda Kekristenan berkat Roh Allah, mereka menetapkan para uskup dan diakon demi memerintah orang-orang yang di kemudian hari percaya … Mereka menetapkan orang-orang yang baru saja Kami katakan, dan kemudian, mereka mengadakan peraturan, supaya ketika para uskup dan diakon ini lalu meninggal, orang-orang lain yang teruji akan menjadi penerus dalam pelayanan mereka.”[50] Oleh sebab itulah di satu sisi, harus ada secara permanen, tugas tak berkesudahan dan tak berubah untuk mengajarkan segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri; dan di sisi lain, harus ada pula kewajiban tak berkesudahan dan tak berubah untuk menerima serta mengakui segala doktrin yang diajarkan secara demikian. Itulah yang diungkapkan oleh Santo Siprianus dengan sangat baik dalam kata-kata ini: “Ketika dalam Injil-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan bahwa mereka yang tidak bersama diri-Nya adalah musuh-musuh-Nya, Ia tidak menunjuk suatu bidah secara khusus, namun Ia sedang mencela mereka semua yang tidak sepenuhnya bersama Dia dan, sebagai para seteru-Nya, sebab karena tidak memanen bersama-Nya, mereka menceraiberaikan kawanan domba-Nya: Barang siapa tidak bersama-Ku, ujar-Nya, melawan Aku, dan barang siapa tidak memanen bersama-Ku, menceraiberaikan.”[51]
9. Setiap Kebenaran yang Diwahyukan, Harus Diterima Tanpa Terkecuali
Karena Gereja kuat meyakini prinsip-prinsip tersebut dan penuh perhatian dalam melaksanakan tanggung jawabnya, tiada sesuatu pun yang menjadi tekad Gereja, tiada yang dikejarnya dengan upaya lebih besar, selain menjaga keutuhan iman dengan cara tersempurna. Itulah sebabnya, semua orang yang tidak sepikiran dengan Gereja tentang suatu pasal doktrin mana pun, telah dipandang oleh Gereja sebagai para pemberontak terbuka dan Gereja pun mengusir mereka jauh-jauh dari dirinya. Kaum Arian, Montanis, Novatian, Kuartodesiman, Eutikian tentu saja tidak meninggalkan doktrin Katolik seutuhnya, namun hanya bagian tertentu: namun siapakah yang tidak tahu, bahwa mereka telah dideklarasikan sebagai bidah dan diusir dari pangkuan Gereja? Dan pandangan serupa telah mengutuk segala pencipta doktrin sesat yang telah muncul di kemudian hari pada berbagai masa sejarah. “Tiada suatu hal pun yang lebih berbahaya dari kaum bidah ini. Mereka menjaga keutuhan doktrin yang lain, tetapi dengan satu patah kata saja, bagaikan setetes bisa, mereka merusak kemurnian dan kesederhanaan iman yang telah diajarkan oleh Tuhan dan yang telah kita warisi dari tradisi apostolik.”[52]
Adat Gereja selalu sama, dan juga diteguhkan oleh putusan semufakat para Bapa yang kudus. Mereka tentunya terbiasa menganggap siapa saja yang telah menyimpang sesedikit apa pun dari doktrin yang diajukan oleh Magisterium otoritatif, sebagai orang yang sama sekali bukan bagian dari persekutuan Katolik dan terasing dari Gereja.[53] Epifanius, Agustinus, Teodoretus telah menyebutkan bidah dalam jumlah besar dari zaman mereka masing-masing. Santo Agustinus mencatat kemungkinan berkembangnya jenis bidah yang lain, dan jika seseorang setuju dengan satu pun dari bidah-bidah tersebut, kesetujuannya itu dengan sendirinya memisahkan orang tersebut dari kesatuan Katolik: “Tidak semua orang yang semata-mata tidak percaya akan hal-hal ini (yakni, bidah-bidah yang telah disebutkan) dengan demikian dapat menganggap atau menyebut dirinya sendiri Kristen Katolik. Sebab mungkin terdapat atau mungkin muncul bidah-bidah lainnya yang tidak disebutkan di dalam karya kami ini, dan barang siapa menganut satu pun dari bidah-bidah tersebut, ia bukan seorang Kristen Katolik.”[54]
Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Santo Paulus dengan tegas menyingkapkan cara yang ditetapkan oleh Allah untuk menjaga kesatuan iman. Dinasihatinya mereka supaya pertama-tama berhati-hati menjaga kerukunan hati: “Berusahalah dengan sungguh untuk menjaga kesatuan pikiran oleh ikatan perdamaian”;[55] dan karena hati orang-orang dapat dipersatukan seutuhnya hanya oleh kasih jikalau pikiran mereka tidak seia sekata dalam iman, ia menginginkan supaya semua orang menganut iman yang satu dan sama: “satu Tuhan, satu iman.” Dan diinginkannya kesatuan yang sedemikian sempurna, sehingga kesatuan itu meniadakan segala bahaya kesalahan: “agar kita tidak lagi seperti anak-anak kecil yang terombang-ambingkan, yang dibawa ke mana-mana oleh segala angin doktrin, oleh kefasikan manusia, oleh siasat yang menuntun ke dalam jebakan kesesatan”. Dan seturut ajarannya, kaidah ini harus ditaati bukan hanya untuk semasa saja, namun “sampai kita semua mencapai kesatuan iman, sesuai dengan kedewasaan dalam kepenuhan Kristus”.[56] Namun ada di manakah landasan yang telah diletakkan Yesus Kristus untuk mengukuhkan kesatuan ini serta pertolongan yang memelihara kesatuan tersebut? Ada di sini: “Telah ditetapkannya para rasul bagi yang satu … para gembala dan doktor bagi yang lain, demi kesempurnaan para kudus, demi karya pelayanan, demi membangun tubuh Kristus.”
Kaidah itu jugalah yang telah selalu diikuti dan semufakat dibela oleh para Bapa dan Doktor sejak zaman dahulu kala. Dengarkanlah Origenes: “Setiap kali para bidah menunjukkan kepada kita kitab-kitab kanonik yang disetujui dan dipercayai oleh semua orang Kristiani, mereka seolah-olah berbicara: Kamilah yang empunya sabda kebenaran. Tetapi, kita sama sekali tidak boleh memercayai mereka, tidak pun kita boleh menyimpang dari tradisi gerejawi kuno, tidak pun kita boleh percaya akan sesuatu yang lain dari yang telah diajarkan oleh Gereja-Gereja Allah melalui tradisi turun-temurun.” Dengarkanlah Santo Ireneus: “Hikmat sejati adalah doktrin para Rasul … yang telah sampai pada kita melalui suksesi para uskup … dengan menyampaikan kepada kita pengetahuan sangat lengkap tentang Kitab Suci, yang dijaga tanpa perubahan.”[57] Demikianlah yang dikatakan Tertulianus: “Semua doktrin yang selaras dengan doktrin Gereja-Gereja Katolik, yang merupakan para ibu dan sumber asali iman, harus selalu dinyatakan benar, sebab tanpa keraguan sama sekali, doktrin tersebut menjaga yang telah diwarisi oleh Gereja dari para Rasul, oleh para Rasul dari Kristus, oleh Kristus dari Allah … Kita bersekutu dengan Gereja-Gereja Apostolik: tidak satu pun memiliki doktrin yang berbeda: Demikianlah kesaksian kebenaran.”[58] Dan Santo Hilarius: “Kristus mengajar sambil berdiri di dalam biduk, bersabda kepada kita, bahwa mereka yang berada di luar Gereja sama sekali tidak dapat memahami sabda ilahi. Sebab biduk itu melambangkan Gereja, dan hanya di dalamnyalah sang Sabda kehidupan tinggal dan memperdengarkan diri-Nya, dan mereka yang berada di luar dan tetap berada di luar, lantas mandul dan tak berguna, bagaikan pasir di tepi sungai, dan sama sekali tidak bisa memahami-Nya.”[59] Rufinus memuji Santo Gregorius dari Nazianzus serta Santo Basilius, karena “mereka membaktikan diri hanya demi mengkaji Kitab Suci, dan karena mereka tak gegabah menimba ilmu tentang Kitab Suci dari benak mereka sendiri, namun karena mereka mencarinya di dalam karya tulis serta otoritas para bapa kuno, dan mereka ini, mereka yang tetap teguh ini, telah menerima kaidah interpretasi mereka dari suksesi apostolik.”[60]
Maka berdasarkan segala sesuatu yang baru saja dikatakan ini, jelas adanya bahwa Yesus Kristus telah mendirikan dalam Gereja, sebuah Magisterium yang hidup, otoritatif dan juga permanen. Magisterium itu dibekali-Nya dengan otoritas-Nya sendiri, dijubahi-Nya dengan Roh Kebenaran, diteguhkan-Nya dengan mukjizat-mukjizat, dan Ia telah menghendaki serta bertitah dengan amat tegas, agar ajaran-ajaran doktrinal Magisterium ini diterima bagaikan milik-Nya sendiri. Oleh sebab itulah, setiap kali sabda Magisterium ini menyatakan bahwa suatu kebenaran merupakan bagian dari keseluruhan doktrin terwahyu, setiap orang harus percaya dengan penuh kepastian bahwa hal itu benar; sebab seandainya hal itu entah bagaimana mungkin salah, lantas kesimpulannya absurd, yaitu: Allah sendiri adalah pencipta kesesatan umat manusia! “Tuhan, jika itu salah, maka Engkaulah yang menipu kami”.[61] Dengan demikian, karena segala alasan keraguan sudah tersingkir, adakah orang yang bahwasanya dapat diizinkan untuk menolak satu pun dari kebenaran-kebenaran itu, tanpa langsung terjerembap ke dalam bidah secara terbuka, tanpa memisahkan dirinya sendiri dari Gereja dan tanpa menyangkal seluruh doktrin Kristiani segenap-genapnya, akibat penolakannya itu sendiri?[62] Sebab hakikat iman demikian adanya, sehingga tiada yang lebih absurd daripada percaya satu hal dan menolak hal lain. Sebab Gereja mengakui bahwa iman adalah “kebajikan supernatural, yang olehnya, dengan bantuan dan pertolongan rahmat Allah, kita percaya bahwa apa yang diwahyukan-Nya benar, bukan karena kebenaran intrinsik dari hal-hal yang terlihat oleh akal budi kodrati, melainkan oleh karena otoritas Allah sang Pewahyu sendiri, yang tidak dapat ditipu maupun menipu.”[63] Maka jika ada satu pasal yang jelas telah diwahyukan oleh Allah dan yang kita tolak untuk percayai, lantas sama sekali tiada sesuatu pun yang kita percayai dengan iman ilahi. Sebab ajaran yang diberikan oleh Santo Yakobus pada perkara kesalahan-kesalahan dalam tatanan moral, harus diterapkan pula pada kesalahan-kesalahan pikiran dalam tatanan iman: “Barang siapa bersalah pada satu pasal pun, orang itu melanggar semuanya.”[64] Ajarannya itu pun berlaku jauh lebih tepat pada kesalahan-kesalahan pikiran. Sebab, orang yang telah berbuat satu kesalahan moral tidak bisa disebut dengan makna tersempit, sebagai pelanggar segala hukum; karena kalau orang itu tampak telah menghina kemegahan Allah, pencipta segala hukum, penghinaannya itu tampak hanya karena semacam penafsiran atas kehendak si pendosa. Sebaliknya, barang siapa berselisih dengan kebenaran-kebenaran yang diwahyukan oleh Allah bahkan pada satu pasal pun, niscaya ia meninggalkan iman sepenuhnya, karena ia menolak untuk tunduk kepada Allah, sang Kebenaran Terluhur dan motif formal iman itu sendiri. “Mereka setuju dengan saya pada banyak hal, ada beberapa hal yang saja yang tidak mereka sepakati dengan saya; namun akibat beberapa hal yang padanya mereka terpisah dari saya, sama sekali tiada gunanya mereka sepakat dengan saya pada segala hal lainnya.”[65] Tiada yang lebih benar: sebab mereka yang hanya mengambil yang mereka inginkan dari doktrin Kristiani, mereka mengandalkan penilaian diri sendiri dan tidak mengandalkan iman, dan akibat menolak “menawan segenap akal dalam ketaatan kepada Kristus”,[66] mereka pun pada kenyataannya menaati diri mereka sendiri, dan bukan Allah. “Kalian yang percaya akan apa yang kalian sukai dari Injil dan menolak untuk percaya akan apa yang tidak berkenan kepada kalian, kalian percaya akan diri kalian sendiri dan bukan Injil.”[67]
Oleh sebab itulah para Bapa Konsili Vatikan sama sekali tidak menetapkan hal baru, namun yang mereka perbuat hanyalah menyelaraskan diri dengan institusi Allah, dengan doktrin Gereja yang kuno dan tak berubah, dan dengan hakikat iman sendiri, ketika mereka merumuskan dekret ini: “segala hal yang termuat di dalam sabda Allah yang tertulis atau yang diwariskan melalui tradisi, serta segala sesuatu yang diajukan oleh Gereja sebagai hal yang diwahyukan oleh Allah, baik melalui keputusan khidmat maupun melalui Magisterium biasa dan universal, harus dipercayai dengan iman ilahi dan Katolik.”[68] Sebagai kesimpulan, jelas adanya bahwa Allah berkehendak mutlak agar ada kesatuan iman dalam Gereja-Nya, sebab sudah terbukti seperti apa hakikat kesatuan yang telah diinginkan-Nya itu serta prinsip yang telah ditetapkan-Nya demi memastikan agar kesatuan itu terjaga. Maka dari itu, Kami berkenan menyampaikan perkataan ini kepada mereka semua yang belum bertekad menutup telinga kepada kebenaran, dan memberi tahu mereka bersama dengan Santo Agustinus: “Di sana kita menyaksikan pertolongan Allah yang sedemikian besarnya, serta faedah dan manfaat yang begitu banyaknya; lantas, patutkah kita ragu bergegas menuju pangkuan Gereja itu, Gereja yang seturut pengakuan segenap umat manusia, beroleh otoritas tertinggi dari Takhta Apostolik dan telah menjaga otoritas itu berkat suksesi para uskup, kendati keriuhan para bidah yang mengepungnya, para bidah yang sudah dikutuk, baik oleh keputusan para umat, atau oleh keputusan khidmat konsili-konsili, maupun oleh kemegahan berbagai mukjizat? Tak ingin memberi Gereja itu tempat pertama, niscaya melakukan kefasikan tertinggi, atau keangkuhan yang putus asa. Dan kalau semua ilmu pengetahuan, bahkan yang paling mendasar dan paling mudah saja, menuntut pertolongan seorang doktor atau guru supaya bisa dipelajari, bisakah orang membayangkan kecongkakan yang lebih lancang terkait kitab-kitab misteri-misteri Ilahi, selain menolak menimba ilmu tentang kitab-kitab itu dari mulut para penafsirnya, dan tanpa mengenal para penafsir itu, justru ingin mengutuki mereka?”[69]
Maka sama sekali tak diragukan bahwa Gerejalah yang empunya kewajiban menjaga dan memberitakan doktrin Kristiani dalam segenap keutuhan dan kemurniannya. Namun peranannya tak terbatas sampai di situ saja, dan tujuan didirikannya Gereja tidak terbatas pada kewajiban pertamanya ini. Sebab, Yesus Kristus telah mengorbankan diri-Nya demi keselamatan umat manusia, demi tujuan itulah Ia telah memberikan seluruh ajaran-Nya dan asas-asas-Nya; dan tujuan diri-Nya berfirman kepada Gereja agar mewartakan kebenaran doktrin-Nya, adalah demi menguduskan dan menyelamatkan umat manusia. Namun rancangan yang sedemikian agung dan mulianya ini sama sekali tak mampu diwujudkan hanya oleh iman; harus disertai pula dengan ibadat yang patut dipersembahkan kepada Allah dalam roh kebenaran dan kesalehan, yang juga terutama mencakup kurban ilahi serta partisipasi dalam sakramen-sakramen; dan juga, kekudusan hukum moral dan disiplin. Maka, haruslah semuanya itu dapat ditemukan dalam Gereja, sebab Gerejalah yang diembankan tugas untuk melanjutkan tugas-tugas sang Juru Selamat sampai akhir zaman: agama, yang seturut kehendak Allah dan dalam suatu cara tertentu, telah mengambil daging dalam Gereja, hanya ditawarkan oleh Gereja sendiri kepada umat manusia dalam segala kepenuhannya dan kesempurnaannya. Dengan demikian, segala sarana keselamatan yang dalam rancangan biasa Penyelenggaraan Allah diperlukan bagi umat manusia, hanya Gereja sendirilah yang menyediakannya.
10. Gereja sebagai Lembaga Ilahi
Namun, doktrin surgawi ini tidak pernah diserahkan kepada pendirian manusia yang berubah-ubah, maupun kepada penilaian manusia secara perorangan; melainkan, doktrin itu pertama-tama diajarkan oleh Yesus, kemudian diserahkan secara eksklusif kepada Magisterium tersebut. Demikian pula, kemampuan untuk melaksanakan dan menyelenggarakan misteri-misteri ilahi, serta kuasa memimpin dan memerintah, tidaklah diberikan Allah kepada yang pertama dari antara orang-orang Kristen, melainkan kepada orang-orang tertentu yang terpilih. Sebab, firman Yesus Kristus ini hanya tertuju kepada para Rasul dan kepada para penerus mereka yang sah: “Pergilah ke seluruh dunia untuk mewartakan injil … baptislah umat manusia … lakukanlah itu sebagai kenangan akan Daku … Dosa-dosa diampuni bagi mereka yang kalian ampuni.” Begitu pula, firman-Nya ini hanya tertuju kepada para Rasul serta para penerus mereka yang sah: menggembalakan kawanan domba, maksudnya, memerintah semua orang Kristiani dengan otoritas, oleh sebab itulah semua orang Kristiani ini wajb oleh karena fakta itu sendiri, untuk tunduk dan taat. Seluruh tanggung jawab pelayanan apostolik ini terangkum dalam kata-kata Santo Paulus ini: “Semoga orang-orang memandang kita sebagai pelayan Kristus dan penyelenggara misteri-misteri Allah.”[70]
Dengan demikian, Yesus Kristus telah memanggil semua orang tanpa terkecuali, mereka yang ada di zaman-Nya dan mereka yang akan ada di masa depan, agar mereka semua mengikut Dia sebagai Kepala dan Juru Selamat. Mereka terpanggil bukan secara terpisah sendiri-sendiri, namun semuanya bersama-sama, dipersatukan oleh hubungan lahiriah dan batiniah, sehingga dari khalayak ini, lahirlah satu bangsa saja, yang terlembaga secara sah dalam bentuk masyarakat: satu bangsa yang benar-benar satu karena iman yang sama, tujuan yang sama, sarana-sarana yang layak dan sama untuk mencapai tujuan itu juga, satu bangsa yang tunduk kepada kuasa yang satu dan sama. Berdasarkan hakikatnya sendiri, segala sebab kodrati yang secara spontan menciptakan masyarakat di tengah-tengah umat manusia (masyarakat yang bertujuan membuat umat manusia mencapai kesempurnaan semampu yang mereka gapai), telah ditetapkan oleh Yesus Kristus dalam Gereja. Oleh sebab itu, di pangkuan Gereja, semua orang yang ingin menjadi anak angkat Allah mampu mencapai dan memelihara kesempurnaan yang layak bagi martabat mereka dan dengan demikian beroleh keselamatan. Maka seperti yang sudah Kami tunjukkan sebelumnya, Gereja harus melayani manusia sebagai pemandu menuju Surga, dan Allah telah menugaskan Gereja sendiri untuk menilai dan memutuskan segala sesuatu yang berkenaan dengan agama, dan sesuka hatinya sendiri, secara bebas tanpa hambatan, menata kepentingan-kepentingan Kristiani. Oleh sebab itulah, menuduh Gereja ingin merebut ranah milik masyarakat sipil sendiri, atau menginjak-injak hak-hak penguasa, setara tidak mengenal Gereja dengan baik atau memfitnahnya dengan tidak adil.
Terlebih, Allah telah menciptakan Gereja sebagai lembaga tersempurna, jauh lebih sempurna dari segala lembaga; sebab tujuan yang dikejarnya mengangkatnya dalam kemuliaan yang melampaui tujuan yang dikejar lembaga-lembaga lainnya, sebab rahmat ilahi lebih luhur dari rahmat kodrati, dan barang-barang yang tak kenal lekang lebih luhur dari barang-barang fana. Maka dari itu, oleh sebab asal muasalnya, Gereja adalah lembaga ilahi; oleh sebab tujuannya, serta sarana-sarana langsung yang menghantar Gereja sampai ke tujuannya, Gereja bersifat adikodrati; oleh sebab para anggota penyusunnya, yakni manusia, Gereja adalah lembaga insani. Karena itulah kita melihat Gereja disebut dalam Kitab Suci dengan nama-nama yang layak bagi lembaga sempurna. Gereja tidak hanya disebut Bait Allah, Kota yang ditempatkan pada pegunungan, dan tempat segala bangsa akan berhimpun, namun Gereja juga disebut sebagai Kandang Domba, yang haruslah dipimpin oleh gembala yang tunggal, dan di dalamnyalah semua domba Kristus harus mencari perlindungan. Gereja disebut sebagai Kerajaan yang ditopang oleh Allah dan akan bertahan untuk selama-lamanya; pada akhirnya, sebagai Tubuh Kristus, tubuh mistis tentunya, namun yang hidup, secara sempurna terbentuk dan tersusun bersama-sama oleh para anggota berjumlah besar, dan fungsi anggota-anggota ini tidaklah sama, namun mereka terikat satu sama lain dan dipersatukan di bawah kepemimpinan Kepala yang mengatur segala-galanya.
Namun mustahil membayangkan lembaga insani sejati dan sempurna, yang hanya dipimpin oleh suatu kuasa berdaulat. Oleh sebab itulah Yesus Kristus harus menempatkan seorang kepala tertinggi pada pucuk pimpinan Gereja. Kepadanyalah seluruh khalayak Kristiani tunduk dan taat. Itulah sebabnya, karena Gereja merupakan perhimpunan umat beriman, kesatuan milik Gereja niscaya memerlukan kesatuan iman. Demikian pula, sebagai lembaga yang didirikan Allah, Gereja, atas dasar hak Ilahi, mensyaratkan kesatuan pemerintahan, kesatuan yang menghasilkan dan mencakup kesatuan persekutuan. “Kesatuan Gereja harus dipertimbangkan dalam dua rupa: pertama-tama, dalam hubungan timbal balik antara anggota-anggota Gereja atau komunikasi antara mereka; dan kedua, dalam tatanan yang menghubungkan semua anggota Gereja dengan satu orang kepala.”[71] Oleh sebab itulah dapat dipahami bahwa orang-orang tidak hanya terpisah dari Gereja akibat skisma, namun juga akibat bidah. “Ada perbedaan ini antara bidah dan skisma: bidah adalah pengakuan doktrin sesat; skisma memisahkan orang dari Gereja akibat perselisihan dalam keuskupan.”[72] Perkataan itu selaras dengan perkataan Santo Yohanes Krisostomus pada perkara itu juga: “Saya berkata dan bersaksi, bahwa memecah-belah Gereja bukanlah kejahatan yang lebih ringan daripada jatuh ke dalam bidah.”[73] Karena itu, karena tiada bidah yang bisa dipandang sah, begitu pula tiada skisma yang bisa dianggap telah dilakukan secara taat hukum: “Tiada yang lebih berat daripada penistaan skisma: mematahkan kesatuan sama sekali bukan keperluan yang sah.”[74]
11. Kuasa Berdaulat yang Didirikan Kristus
Apakah kuasa berdaulat yang harus ditaati semua orang Kristen itu? Seperti apa kodratnya? Kuasa itu dapat ditentukan dengan mencatat baik-baik apa yang merupakan kehendak Kristus. Kristus tentunya adalah Raja yang kekal, dan selama-lamanya dari ketinggian Surga, Ia terus memimpin dan melindungi kerajaan-Nya secara tidak kasatmata; namun, karena Ia menghendaki kerajaan-Nya kasatmata, Ia pun harus menunjuk seseorang untuk menempati tempat-Nya di muka bumi, setelah diri-Nya naik ke Surga: “Barang siapa berkata bahwa Kepala Tunggal dan gembala satu-satunya adalah Yesus Kristus, Dia yang adalah Mempelai Tunggal dari Gereja yang satu, jawaban itu tidak memadai. Jelas bahwasanya, Yesus Kristus sendirilah yang memberdayakan sakramen-sakramen dalam Gereja; Ialah yang membaptis, Ialah yang mengampuni dosa-dosa; Ialah imam sejati yang telah mempersembahkan diri pada mezbah salib, dan berkat kuasa-Nya, tubuh-Nya dikonsekrasikan setiap harinya di atas altar; namun demikian, karena Ia tidak boleh tinggal bersama semua umat beriman dengan kehadiran jasmaniah-Nya, telah dipilih-Nya para pelayan yang digunakan-Nya untuk menyediakan kepada para umat beriman, sakramen-sakramen yang baru saja kami sebutkan, seperti yang juga telah kami sebutkan di atas (bab 74). Demikian pula, karena kehadiran jasmaniah-Nya harus diambil-Nya dari Gereja, lantas harus dipilih-Nya seseorang untuk mengambil tempat-Nya untuk memelihara Gereja universal. Oleh sebab itulah Dia berkata kepada Petrus sebelum Kenaikan-Nya: Gembalakanlah domba-domba-Ku.”[75]
Maka, Yesus Kristus telah memberikan Petrus sebagai kepala tertinggi Gereja, dan Ia telah menetapkan bahwa kuasa ini, kuasa yang ditetapkan-Nya sampai akhir zaman demi keselamatan semua orang, beralih melalui pewarisan kepada para penerus Petrus. Dalam diri para penerusnya ini Petrus sendiri akan tetap hidup tak berkesudahan dengan otoritasnya. Bahwasanya kepada Petrus yang terberkati, dan tiada seorang pun selain kepadanya, Ia telah membuat janji yang Istimewa ini: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku.”[76] “Hanya kepada Petruslah Tuhan telah berbicara: hanya kepada satu orang, agar kesatuan didirikan dari satu orang saja.”[77] “Sebab tanpa kata pengantar apa-apa, Ia telah menunjuk namanya, ayah sang Rasul dan Rasul itu sendiri (Terberkatilah engkau, Simon putra Yunus), dan tidak lagi Ia membiarkan orang menyebutnya Simon, demi menyatakan bahwa sejak saat itu, ia adalah milik-Nya berkat kuasa-Nya; kemudian, dengan gambaran yang sungguh pantas, Ia menghendaki agar dia dipanggil Petrus, sebab dialah batu karang yang di atasnya Ia akan mendirikan Gereja-Nya.”[78]
12. Yurisdiksi Universal Santo Petrus
Seturut nubuat ini, jelas adanya bahwa atas dasar kehendak dan firman Allah, Gereja didirikan di atas Petrus yang terberkati, bagaikan bangunan di atas landasannya. Namun hakikat dan daya landasan itu sendiri, adalah yang memberi kohesi kepada bangunan tersebut, dengan hubungan erat bagian-bagiannya yang berbeda; landasan itu juga berguna sebagai tali yang diperlukan untuk keamanan dan kekukuhan dari karya itu seutuhnya: kalau landasannya hilang, maka bangunannya runtuh. Oleh sebab itulah Petrus berperan menopang Gereja dan mempertahankan hubungan dan kekukuhan dalam Gereja dengan kohesi yang tak terhancurkan. Namun bagaimanakah dia bisa menjalankan peran tersebut, kalau dia tak punya kuasa memerintah, melarang, menilai, singkat kata, kuasa yurisdiksi yang khas dan sejati? Jelas adanya, bahwa Negara dan masyarakat hanya bisa bertahan berkat kuasa yurisdiksi. Keutamaan kehormatan, ataupun kuasa yang begitu sederhana untuk memberi nasihat atau peringatan, yang dinamai kuasa pengarahan, tidak mampu memberi unsur kesatuan dan kekukuhan yang benar-benar berdaya guna kepada masyarakat manusia mana pun. Sebaliknya, kuasa sejati yang yang Kami bicarakan dan nyatakan ini, ditegaskan dalam perkataan ini: “Dan pintu-pintu gerbang Neraka tidak akan berjaya melawannya.” – “Apakah maksud dari melawannya? Melawan batu karang yang di atasnya Kristus mendirikan Gereja-Nyakah? Melawan Gerejakah? Frasa ini tetap ambigu: apakah maksudnya batu karang serta Gereja adalah hal yang satu dan sama? Ya, demikianlah kebenarannya, menurut kepercayaan saya: sebab pintu-pintu gerbang Neraka tidak akan berjaya baik melawan batu karang yang di atasnya Kristus mendirikan Gereja, maupun melawan Gereja sendiri.”[79] Demikianlah bobot perkataan ilahi itu: Gereja, yang ditopang oleh Petrus, apa pun kekerasan yang dihadapinya, betapapun cerdik muslihat yang digunakan oleh para musuhnya yang kelihatan dan tak kelihatan, tidak akan pernah jatuh ataupun gagal dalam apa pun. “Sebagai bangunan milik Kristus, yang telah dengan penuh hikmat mendirikan rumah-Nya di atas batu karang, Gereja tidak bisa tunduk kepada pintu-pintu gerbang Neraka; pintu-pintu ini bisa berjaya atas siapa saja yang mendapati diri di luar batu karang itu, di luar Gereja itu, namun pintu-pintu itu tidak berdaya melawan Gereja.”[80]
Allah telah memercayakan Gereja-Nya kepada Petrus agar penopang tak kelihatan itu selalu menjaga Gereja dalam segenap keutuhannya. Maka Allah telah membekali Gereja dengan otoritas yang diperlukan; sebab demi secara riil dan efektif menopang masyarakat manusia, hak memerintah bersifat asasi bagi orang yang menopangnya. Yesus juga telah mengimbuhkan: “Dan Aku akan memberikan kepadamu kunci-kunci Kerajaan Surga.” Sudah jelas bahwa Ia terus berbicara tentang Gereja, tentang Gereja yang baru saja disebut-Nya sebagai milik-Nya, dan yang seturut firman-Nya, hendak didirikan-Nya di atas Petrus, Petrus sebagai landasannya. Citra Gereja bahwasanya tidak hanya seperti bangunan, namun juga seperti kerajaan; terlebih, semua orang tahu bahwa kunci-kuncinya adalah tanda yang lazim untuk otoritas. Dengan demikian, ketika Yesus berjanji memberikan kepada Petrus kunci-kunci Kerajaan Surga, Ia berjanji akan memberikannya kuasa dan otoritas atas Gereja. “Putra telah memberikannya (Petrus) tugas untuk menyebarkan pengetahuan akan Bapa dan Putra sendiri ke seluruh dunia, dan telah diberikan-Nya segenap kuasa surgawi kepada seorang manusia fana, saat diri-Nya memercayakan kunci-kunci kepada Petrus, yang telah meluaskan Gereja sampai penjuru-penjuru dunia dan yang telah dibuktikannya lebih tak tergoyahkan dari langit.”[81] Pernyataan berikut ini juga sama maknanya: “Segala sesuatu yang kauikat di atas bumi juga akan terikat di dalam Surga, dan segala sesuatu yang kaulepas di atas bumi juga akan terlepas di dalam Surga.” Ungkapan bermakna kiasan ini: mengikat dan melepas, merujuk pada kuasa untuk menetapkan hukum, dan juga kuasa untuk mengadili dan menghukum. Dan Yesus Kristus menegaskan bahwa kuasa tersebut akan sedemikian luasnya, sedemikian penuh dayanya, sehingga semua dekret yang disampaikan oleh Petrus juga akan disetujui oleh Allah. Maka kuasa itu berdaulat dan merdeka penuh, sebab di atas bumi, tiada kuasa yang di atas kuasa tersebut, dan kuasa itu juga mencakup seluruh Gereja dan segala sesuatu yang dipercayakan kepada Gereja.
Janji yang dibuat kepada Petrus digenapi saat setelah kebangkitan-Nya, Yesus Kristus, Tuhan kita telah bertanya tiga kali kepada Petrus, apabila dia mengasihi-Nya lebih dari hal-hal lain, berfirman kepada-Nya dalam bentuk imperatif: “Gembalakanlah anak-anak domba-Ku … gembalakanlah domba-domba-Ku.”[82] Maksudnya, semua orang yang kelak akan masuk kandang domba-Nya, diserahkan-Nya kepada Petrus sebagai gembala mereka yang sejati: “Ketika Tuhan bertanya, Dia bukannya sedang ragu: Ia tidak bermaksud mencari tahu, sebaliknya, maksud-Nya adalah mengajar orang yang ditinggalkan-Nya kepada kita sebagai vikaris kasih-Nya menjelang kenaikan-Nya ke Surga … Dan karena dari antara semua Rasul, Petrus seorang dirilah yang mengakui kasihnya, ia ditempatkan sebagai kepala atas yang lain … sebagai kepala orang-orang tersempurna, untuk memerintah mereka, sebab dia seorang dirilah yang lebih sempurna.”[83] Namun, kewajiban dan peran seorang gembala, adalah membimbing kawanan domba, mengawasi keselamatannya dengan menyediakannya padang rumput yang bermaslahat, dengan menghalau bahaya-bahaya, dengan menyingkap jerat-jerat, dengan menangkis serangan-serangan dahsyat: singkat kata, dengan menjalankan otoritas pemerintahan. Maka dari itu, karena Petrus telah dinobatkan sebagai gembala bagi kawanan umat beriman, telah diterimanya kuasa memerintah semua orang demi keselamatan yang telah dibayar Yesus Kristus dengan menumpahkan darah-Nya. “Untuk apa Dia menumpahkan darah-Nya? Untuk menebus domba-domba yang telah dipercayakan-Nya kepada Petrus dan kepada para penerusnya.”[84]
Dan karena perlu adanya bahwa semua orang Kristen terikat satu sama lain oleh iman yang satu, sama dan tak dapat berubah, berkat kuasa doa-doa-Nya, Yesus Kristus Tuhan kita telah memperolehkan karunia kepada Petrus, supaya dalam pelaksanaan kuasanya, imannya pun tidak akan gugur. “Aku telah berdoa untuk engkau agar imanmu tidak gugur.”[85] Terlebih, Ia telah memerintahkannya setiap kali dituntut oleh keadaan, agar ia sendiri menyampaikan terang dan tenaga jiwanya kepada saudara-saudaranya: “Kuatkanlah saudara-saudaramu.”[86] Maka dia yang telah ditunjuk-Nya sebagai landasan Gereja, dihendaki-Nya sebagai tiang penyangga iman. “Karena atas wibawa-Nya sendiri, Ia memberikan kerajaan kepadanya, tak mampukah Ia menguatkan imannya, terutama karena dengan memanggilnya Petrus, Ia menunjuknya sebagai landasan yang akan meneguhkan Gereja?”[87] Dari situlah ada beberapa nama penanda hal-hal besar, dan “yang secara tepat dimiliki oleh Yesus Kristus oleh karena kuasa-Nya, Yesus sendiri menghendaki agar nama-nama itu dimiliki-Nya bersama dengan Petrus melalui partisipasi”,[88] agar kesamaan gelar mewujudkan kesamaan kuasa.
Dengan demikian, Ia yang adalah “batu penjuru utama, di atasnya bangunan yang didirikan itu berdiri bagaikan bait suci dalam Tuhan”,[89] telah menetapkan Petrus sebagai batu karang itu, yang di atasnya Gereja akan bertumpu. “Ketika Yesus berkata kepadanya: Engkau adalah batu karang itu, perkataan ini mengaruniakannya sebuah gelar kemuliaan yang indah. Namun demikian, dialah batu karang itu, bukan seperti Kristus sebagai batu karang, namun karena Petrus bisa menjadi batu karang. Sebab Kristus pada hakikatnya adalah batu karang tak tergoyahkan, dan karena batu karang itulah Petrus merupakan batu karang. Sebab Yesus menyampaikan martabat-martabat-Nya tanpa kehabisan martabat-martabat itu … Diri-Nya adalah imam, Dia yang menjadikan imam … Diri-Nya adalah batu karang, Dia menjadikan rasul-Nya batu karang.”[90] Dia masih merupakan raja Gereja, “yang empunya kunci rumah Daud; ia menutup dan tidak seorang pun dapat membuka; ia membuka dan tidak seorang pun bisa menutup”:[91] namun dalam memberikan kunci-kunci itu kepada Petrus, Ia menyatakannya sebagai kepala masyarakat Kristiani. Diri-Nya sendiri masih tetap gembala tertinggi yang menyebut diri gembala baik;[92] namun Petrus telah ditetapkan-Nya sebagai gembala anak-anak domba-Nya dan domba-domba-Nya: “Gembalakanlah anak-anak domba, gembalakanlah domba-domba.” Itulah sebabnya Santo Krisostomus telah berkata: “Dialah yang terutama dari antara para Rasul, ia bagaikan mulut bagi para murid lainnya dan kepala bagi badan apostolik … Dengan menunjukkan kepadanya bahwa ia sejak saat itu harus percaya, karena segala jejak penyangkalannya dihapus sudah, Yesus memercayakan kepadanya pemerintahan atas saudara-saudaranya … Ia berkata kepadanya: Jika engkau mengasihi-Ku, jadilah kepala atas saudara-saudaramu.”[93] Pada akhirnya, Ia yang meneguhkan “dalam segala pekerjaan baik dan semua perkataan baik”,[94] juga adalah Dia yang memerintahkan Petrus supaya “menguatkan saudara-saudaranya”. Oleh sebab itu Santo Leo Agung berkata dengan benar: “Dari pangkuan seluruh dunia, Petrus seorang diri dipilih sehingga ditempatkan sebagai kepala atas segala bangsa yang terpanggil, atas semua Rasul, atas semua Bapa Gereja; sehingga, meskipun ada banyak gembala bagi umat Allah, Petrus namun demikian memimpin mereka semua yang juga terutama dipimpin oleh Kristus.”[95] Demikian pula, Santo Gregorius Agung menulis kepada Kaisar Mauritius Agustus: “Bagi semua orang yang mengenal Injil, jelas bahwa dengan sabda Tuhan ini, penjagaan seluruh Gereja telah dipercayakan kepada Santo Petrus Rasul, kepala semua rasul. Telah diterimanya kunci-kunci Kerajaan Surga, telah disematkan padanya kuasa untuk mengikat dan melepas, dan telah dipercayakan kepadanya penjagaan dan pemerintahan segenap Gereja.[96]
13. Para Paus Roma Memiliki Kuasa Tertinggi di dalam Gereja Secara Jure Divino
Namun otoritas ini merupakan bagian dari pendirian dan kelembagaan Gereja sebagai unsur utamanya, sebab otoritas inilah yang merupakan pangkal kesatuan, landasan keamanan dan kelangsungan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, otoritas tersebut sama sekali tidak mungkin hilang bersama Petrus yang terberkati, namun niscaya harus diteruskan kepada para penerus Petrus dan diwariskan dari yang satu kepada yang lain. “Dengan demikian, rancangan kebenaran pun tetap ada, dan Petrus yang terberkati, tekun dalam kekukuhan batu karang sumber kuasa yang telah diperolehnya, tidak meninggalkan pemerintahan Gereja yang telah ditempatkan dalam tangannya.”[97] Maka dari itu, para Paus yang meneruskan Petrus dalam keuskupan Roma adalah yang empunya hak ilahi atas kuasa tertinggi dalam Gereja. “Kami juga mendefinisikan bahwa Takhta Suci apostolik dan Sri Paus Roma memiliki keutamaan atas seluruh alam semesta dan bahwa Paus Roma adalah penerus Petrus yang terberkati, Pangeran para Rasul dan vikaris Kristus yang sejati, kepala segenap Gereja, Bapa dan Doktor semua orang Kristiani, dan bahwa kepadanyalah telah diwariskan oleh Tuhan kita Yesus Kristus, di dalam Petrus yang terberkati, kekuatan penuh untuk menggembalakan, untuk memimpin dan untuk memerintah Gereja universal, sebagaimana yang termuat di dalam akta-akta konsili-konsili ekumenis dan di dalam kanon-kanon suci.”[98] Konsili Lateran IV juga berkata demikian: “Gereja Roma … berkat rancangan Tuhan, beroleh keutamaan atas segala kuasa ordinaris lainnya, sebab dialah Ibunda dan Pengajar seluruh umat beriman Kristus (Romana Ecclesia… disponente Domino, super omnes alias ordinariae potestatis obtinet principatum, utpote mater universorum Christi fidelium et magistra).” Sudah sejak zaman kuno, pandangan seperti itulah yang tanpa ragu-ragu telah selalu tertuju kepada para uskup Roma, demi menghormati mereka sebagai para penerus yang sah dari Petrus yang terberkati. Siapakah yang bisa mengabaikan, betapa banyaknya, betapa jelasnya kesaksian-kesaksian para Bapa tentang perkara ini? Pun sangat jelas kesaksian Santo Ireneus, yang berkata demikian tentang Gereja Roma: “Sebab oleh karena keutamaan yang lebih kuasa milik Gereja ini, segenap Gereja, yaitu umat beriman di segala tempat, niscaya harus setuju dengan Gereja ini”.[99] Santo Siprianus juga menegaskan bahwa Gereja Roma adalah “akar dan induk Gereja Katolik,[100] takhta Petrus dan Gereja utama, darinya terlahir kesatuan imamat.”[101] Ia menyebut Gereja Roma sebagai takhta Petrus, sebab gereja itu diduduki oleh penerus Petrus; Gereja utama, oleh sebab keutamaan yang diserahkan kepada Petrus dan kepada para penerusnya yang sah; gereja yang darinya terlahir kesatuan, karena dalam masyarakat Kristiani, sebab efisien kesatuan adalah Gereja Roma. Itulah sebabnya Santo Hieronimus menulis kata-kata ini kepada Damasus: “Saya sedang berbicara kepada penerus sang nelayan dan murid pengikut salib … Oleh persekutuan, diri saya ini terikat dengan Paduka Terberkati, yakni, dengan Takhta Petrus. Saya tahu bahwa di atas batu karang ini, Gereja telah didirikan.”[102] Metode yang lazim digunakan oleh Santo Hieronimus untuk mengenali apabila seseorang itu Katolik atau tidak, adalah dengan mencari tahu apabila orang itu bersatu dengan Takhta Roma milik Petrus. “Barang siapa bersatu dengan Takhta Petrus, orang itu ada di kubu saya.”[103] Dengan metode serupa, Santo Agustinus yang menyatakan secara terbuka, bahwa “dalam Gereja Roma, keutamaan Takhta Apostolik telah selalu terpelihara”,[104] menegaskan bahwa barang siapa terpisah dari iman Roma, orang itu tidak Katolik. “Tidaklah dapat dipercayai bahwa anda menganut iman Katolik yang sejati, jika anda tidak mengajarkan bahwa iman Roma harus dianut.”[105] Santo Siprianus juga berkata demikian: “Berada dalam persekutuan dengan Kornelius, setara berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik.”[106] Maksimus kepala biara juga mengajarkan bahwa penanda iman sejati dan persekutuan sejati, adalah ketundukan kepada Paus Roma. “Maka, barang siapa tidak ingin menjadi bidah atau dipandang demikian, hendaknya ia tidak mencari-cari jalan untuk memuaskan yang satu atau yang lain … Hendaknya ia bergegas memuaskan Takhta Roma dalam segala sesuatu. Ketika Takhta Roma puas, semua orang di mana-mana dan dengan senada akan berseru bahwa orang itu saleh dan ortodoks. Sebab kalau orang ingin meyakinkan mereka yang sepakat dengan saya, sia-sia dirinya banyak-banyak berbicara, kalau dia tidak memuaskan dan tidak memohon kepada Paus yang terberkati dari Gereja amat Kudus bangsa Roma, yakni Takhta Apostolik (Itaque si vult haereticus non esse neque audire, non isti aut illi satisfaciat… Festinet pro omnibus sedi romanae satisfaecere. Hac enim satisfacta, communiter ubique omnes pium hunc et orthodoxum praedicabunt. Nam frustra solummodo loquitur, qui mihi similes suadendos putat, et non satisfacit et implorat sanctissimae romanorum Ecclesiae beatissimum Papam, id est Apostolicam Sedem).” Dan inilah menurutnya, sebab dan penjelasan fakta tersebut: “dari Sabda Allah yang Menjelma sendiri, dan seturut konsili-konsili suci, seturut kanon-kanon serta definisi-definisi suci, Gereja Roma telah menerima kekuasaan dan otoritas dalam segala sesuatu untuk melakukan segala sesuatu atas semua Gereja yang kudus milik Allah yang ada di atas seluruh muka bumi, dan juga kuasa untuk mengikat dan melepaskan. Sebab ketika ia mengikat atau melepaskan, sang Sabda, yang memerintah kuasa-kuasa surgawi, juga mengikat atau melepaskan di dalam Surga.”[107]
Itu dengan demikian adalah pasal iman Kristiani, itu adalah pasal yang sudah selalu diakui dan ditaati, bukan hanya oleh satu bangsa atau dalam satu abad, namun di sepanjang segala abad, baik di Timur maupun di Barat. Pasal ini diingatkan pada sinode Efesus tanpa menimbulkan pertentangan apa pun oleh Filipus, imam dan legatus Paus Roma: “Sama sekali tak diragukan, bahwasanya segala abad mengetahuinya, bahwa Petrus yang suci dan amat terberkati, pemimpin dan kepala para Rasul, serta tiang penyangga iman dan landasan Gereja Katolik, telah menerima kunci-kunci Kerajaan dari Yesus Kristus, Juru Selamat dan Penebus umat manusia, serta kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa telah diberikan kepadanya, namun sekarang dan selama-lamanya, Petrus senantiasa hidup dan mengadili dalam para penerusnya.”[108] Semua orang mengenali perkataan Konsili Kalsedon pada perkara yang sama ini: Petrus telah berbicara … melalui mulut Leo,[109] kalimat yang ditanggapi oleh suara Konsili Konstantinopel III bagaikan pantulan gema: “Pangeran tertinggi para Rasul berperang bersama kita, sebab pada Takhtanya, kita punya peneladan dan penerusnya yang membantu kita … kertas dan tintanya sudah terlihat, dan Petrus berbicara melalui mulut Agato.”[110]
Dalam rumusan pengakuan iman Katolik yang diajukan dengan kalimat-kalimat jelas oleh Hormisdas pada permulaan abad VI, dan ditandatangani oleh Kaisar Yustinianus serta para patriark Epifanius, Yohanes dan Menas, pandangan yang sama juga diungkapkan dengan penuh tenaga: “Karena kalimat Tuhan kita Yesus Kristus yang telah berkata: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini, Aku akan mendirikan Gereja-Ku, tidak dapat diabaikan … hal-hal yang sudah dikatakan itu terbukti oleh hasil kejadian-kejadian, karena di dalam Takhta Apostolik ini, agama Katolik telah selalu dijaga tanpa noda.”[111] Kami tak ingin menyebutkan semua kesaksiannya satu per satu, namun Kami berkenan mengingat rumusan yang digunakan oleh Mikhael Paleologus sebagai pengakuan iman pada Konsili Lyon II: “Gereja Roma yang Kudus ini juga memegang keutamaan dan pemerintahan tertinggi dan penuh atas segenap Gereja Katolik, dan dalam kebenaran dan kerendahan hati, ia mengakui telah menerima keutamaan serta pemerintahan itu, beserta genapnya kuasa, dari Tuhan sendiri dalam pribadi Petrus yang terberkati, pangeran atau kepala para Rasul, yang penerusnya adalah Paus Roma. Dan sebagaimana ia berkewajiban utama untuk membela kebenaran iman, demikian pula, jika muncul pertanyaan-pertanyaan tentang iman, keputusannyalah yang harus menentukan jawaban-jawabannya.”[112]
14. Para Uskup Merupakan Bagian dari Konstitusi Esensial Gereja
Meskipun kuasa Petrus dan para penerusnya bersifat penuh dan berdaulat, namun demikian, kuasa itu tidak boleh dipercayai sebagai satu-satunya kuasa yang ada dalam Gereja. Ia yang telah menetapkan Petrus sebagai landasan Gereja, juga telah “memilih dua belas orang murid, yang telah diberikan-Nya nama ‘Rasul-Rasul’”.[113] Sebagaimana otoritas Petrus niscaya bersifat permanen dan tak berkesudahan dalam diri Paus Roma, demikian pula, para uskup, sebagai penerus para Rasul, merupakan ahli waris kuasa biasa para Rasul, sehingga tatanan keuskupan niscaya merupakan bagian konstitusi intim Gereja. Dan meskipun otoritas para uskup tidaklah bersifat penuh, atau universal, maupun berdaulat, namun demikian mereka tidak boleh dipandang semata-mata sebagai vikaris para Paus Roma, sebab mereka punya otoritas yang khas milik diri mereka sendiri, dan dengan amat benar menyandang nama prelat ordinaris atas para umat yang mereka pimpin.
Namun, karena penerus Petrus itu tunggal, sedangkan para penerus Rasul-Rasul itu sangat banyak, patut dipelajari, seperti apa hubungan yang ditetapkan oleh Allah untuk mempersatukan para penerus Rasul-Rasul ini dengan Paus Roma. Dan pertama-tama persatuan para uskup dengan Petrus jelas merupakan suatu keperluan; sebab jika ikatan ini lepas, maka umat Kristiani sendiri tiada berbeda dari kerumunan yang terpisah dan tercerai-berai, dan sama sekali tak bisa membentuk satu tubuh dan satu kawanan domba. “Keselamatan Gereja bergantung pada jabatan sang imam tertinggi: jika pada imam tertinggi ini, tak disematkan suatu kuasa yang berbeda dan melampaui yang dimiliki para imam lainnya, dalam Gereja akan terjadi skisma yang sama banyaknya dengan jumlah imam.”[114] Itulah sebabnya, ada sesuatu yang penting dicatat. Tiada sesuatu pun yang diberikan kepada para Rasul secara merdeka dari Petus; ada beberapa hal yang diberikan kepada Petrus secara terpisah dan merdeka dari para Rasul. Dalam menjelaskan sabda Yesus Kristus ini (S. Joan., XXI, 15), St. Yohanes Krisostomus bertanya-tanya, “mengapa Yesus Kristus menyingkirkan para rasul yang lain, ketika Dia di sini bertutur kata kepada Petrus”, dan itu dijawabnya secara resmi, “Sebab dialah yang terutama dari antara para Rasul, dialah yang merupakan mulut para murid lainnya dan kepala badan apostolik.”[115] Dia seorang dirilah, yang telah ditunjuk oleh Kristus sebagai landasan Gereja. Kepadanyalah telah diberikan segenap kuasa untuk mengikat dan melepaskan; hanya kepada dia seorang dirilah telah diserahkan kuasa untuk menggembalakan kawanan domba. Sebaliknya, segala sesuatu yang telah diterima oleh para Rasul, dalam hal tanggung jawab dan otoritas, telah mereka terima bersama-sama dengan Petrus. “Kebaikan ilahi telah menghendaki agar para pangeran lainnya dari Gereja memiliki kesamaan tertentu dengan Petrus, sebab yang tidak ditolak-Nya untuk diberikan kepada yang lain, takkan pernah diberikan-Nya selain melalui Petrus.[116] Petrus seorang diri telah menerima banyak hal, namun tiada yang dianugerahkan kepada siapa pun tanpa partisipasi dari pihak Petrus.” [117]
15. Para Uskup yang terpisah dari Petrus dan Para Penerusnya Kehilangan segala Yurisdiksi
Oleh sebab itulah kita melihat dengan jelas, bahwa para uskup kehilangan hak dan kuasa memerintah, jika dengan sepengetahuan mereka, mereka memisahkan diri dari Petrus atau dari para penerusnya. Karena akibat perpisahan ini, mereka mencabut diri mereka sendiri dari landasan bertumpunya seluruh bangunan itu; karena itu juga, mereka berada di luar bangunan itu sendiri: oleh sebab itu juga, mereka mendapati diri mereka sendiri terpisah dari kandang domba yang dipimpin oleh sang gembala tertinggi, dan terasing dari kerajaan yang kunci-kuncinya telah diberikan oleh Allah kepada Petrus seorang.
Pertimbangan-pertimbangan ini membuat kita paham tentang rencana dan rancangan Allah dalam mendirikan masyarakat Kristiani. Demikianlah rencana-Nya: Allah sang pencipta Gereja, telah menetapkan bahwa diri-Nya akan memberi kesatuan iman, pemerintahan dan persekutuan kepada Gereja. Dengan demikian, Ia telah memilih Petrus dan para penerusnya, demi menetapkan dalam diri mereka, pangkal dan pusat kesatuan tersebut. Oleh sebab itulah Santo Siprianus menulis: “Supaya bisa sampai kepada iman, ada pembuktian mudah yang merangkum kebenaran. Tuhan berfirman kepada Petrus dalam kata-kata ini: Aku berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus … Hanya kepada satu orang saja Ia mendirikan Gereja. Dan meskipun setelah Kebangkitan, Ia menganugerahkan suatu kuasa yang setara kepada semua Rasul, dan berfirman kepada mereka: Seperti Bapa-Ku telah mengutus-Ku, dsb …; namun demikian, demi menyatakan kesatuan secara penuh, hanya dalam diri satu oranglah Ia menetapkan sumber dan awal mula kesatuan yang sama itu dengan kuasa-Nya.”[118] Dan Santo Optatus dari Milevis berkata: “Engkau sungguh tahu”, tulisnya, “tak dapat kausangkal, bahwa kepada Petrus yang pertama itu telah dianugerahkan takhta keuskupan di kota Roma: di situlah terduduk kepala para Rasul, Petrus, yang di kemudian hari, disebut Kefas. Dalam takhta yang tunggal inilah semua orang harus menjaga kesatuan, agar semua Rasul lain tak bisa berpisah sendiri-sendiri pada takhtanya masing-masing, dan bahwa barang siapa mendirikan sebuah takhta lain melawan takhta yang tunggal ini, sejak saat itu orang tersebut menjadi skismatis dan pendosa.”[119] Oleh sebab itulah datang putusan Santo Siprianus yang sama, bahwa bidah dan skisma muncul dan lahir dari kenyataan ini: orang menolak taat kepada kuasa tertinggi secara layak! “Satu-satunya sumber munculnya bidah dan satu-satunya sumber lahirnya skisma, adalah orang menolak taat kepada Paus milik Allah, dan orang pada saat itu juga tak mau mengakui bahwa dalam Gereja, hanya ada seorang Paus dan seorang hakim yang menduduki tempat Kristus.”[120] Oleh sebab itulah, tak seorang pun yang tidak berada dalam persekutuan dengan Petrus dapat mengambil bagian dalam otoritasnya; sebab membayangkan bahwa orang yang berada di luar Gereja, memerintah di dalam Gereja, adalah perbuatan absurd (Nemo igitur, nisi cum Petro cohaereat, participare auctoritatem potest, cum absurdum sit opinari, qui extra Ecclesiam est, cum in Ecclesiae praeesse). Atas dasar inilah Optatus dari Milevis menegur kaum Donatis: “Seperti yang kita baca dalam Injil, Petrus telah menerima kunci-kunci keselamatan untuk melawan pintu-pintu gerbang Neraka; kepada Petrus, yakni kepala kita, Yesus Kristus telah berfirman: Aku akan memberikan kepadamu kunci-kunci Kerajaan Surga, dan pintu-pintu gerbang Neraka tidak akan pernah berjaya melawan kunci-kunci itu. Lantas bagaimanakah kamu semua berani mencoba menyematkan kunci-kunci Kerajaan Surga sebagai milikmu sendiri, kamu semua yang melawan takhta Petrus?”[121]
Namun tatanan para uskup dapat dipandang sungguh-sungguh bersatu dengan Petrus, sebagaimana yang telah dikehendaki Kristus, hanya kalau tatanan mereka tunduk dan taat kepada Petrus: tanpa ketundukan dan ketaatan ini, para uskup niscaya tercerai-berai menjadi kerumunan yang dirajai oleh kebingungan dan kekacauan. Demi menjaga kesatuan iman dan persekutuan sebagaimana mestinya, keutamaan kehormatan saja, atau kuasa pengarahan saja tidak cukup; otoritas sejati yang pada saat itu juga berdaulat diperlukan pula secara mutlak, dan kepada otoritas tersebut, semua komunitas harus taat. Apakah memangnya, yang diinginkan Putra Allah ketika dijanjikan-Nya kunci-kunci Kerajaan Surga hanya kepada Petrus seorang? Maksud kunci-kunci ini adalah kuasa tertinggi, adat beralkitab dan pendapat semufakat para Bapa sama sekali tak mengizinkan orang meragukan hal itu. Dan orang pun tidak bisa menafsirkan kuasa-kuasa yang telah diberikan baik kepada Petrus secara terpisah, maupun kepada para Rasul bersama-sama Petrus, dengan makna yang berbeda. Kalau kemampuan mengikat, melepaskan, menggembalakan kawanan domba, memberikan para uskup sebagai para penerus Rasul-Rasul, hak berserta otoritas sesungguhnya untuk memerintah para umat yang diserahkan kepada mereka masing-masing, tentunya kemampuan ini haruslah menghasilkan dampak yang sama dalam diri orang yang telah ditunjuk oleh Allah sendiri agar berperan menggembalakan anak-anak domba serta domba-domba-Nya.
Petrus tidak hanya telah ditetapkan sebagai gembala oleh Kristus, namun juga gembala dari para gembala. Maka Petrus menggembalakan domba-domba, dan dia menggembalakan anak-anak domba; ia menggembalakan anak-anak dan juga induknya; ia memerintah para umat, dan juga memerintah para prelat, sebab dalam Gereja, selain “anak-anak domba dan domba-domba, sama sekali tidak ada apa-apa.”[122] Dari situlah muncul sebutan-sebutan lain di kalangan para Bapa kuno yang merujuk kepada Petrus yang terberkati, yang jelas menunjukkan bahwa Petrus ditempatkan pada Tingkat tertinggi dalam hal jabatan dan kuasa. Mereka sering menyebutnya sebagai “kepala perhimpunan para murid; pangeran para Rasul suci; pemimpin (coryphaeus) paduan suara apostolik; mulut bagi semua Rasul; kepala keluarga ini; ia yang memerintah seluruh dunia; yang pertama dari para Rasul; tiang penyangga Gereja.” Kesimpulan dari semua yang sudah disebutkan itu tampaknya ditemukan dalam perkataan Santo Bernardus kepada Paus Eugenius: “Siapakah anda ini? Anda adalah imam besar, Paus tertinggi. Andalah pangeran para uskup, andalah ahli waris para Rasul … Andalah dia yang telah diberikan kunci-kunci, yang telah diserahkan domba-domba. Tak hanya sebagai penjaga bagi pintu gerbang Surga dan bagi para gembala kawanan domba; namun gelar berganda itu dalam diri anda sedemikian mulianya, sehingga anda telah menerimanya sebagai warisan dalam makna yang lebih istimewa dari yang lainnya. Mereka punya kawanan domba yang telah dikhususkan bagi mereka: masing-masing punya kepunyaannya; kepada anda, seluruh kawanan domba telah diserahkan bersama-sama; hanya kepada anda seorang, satu kawanan domba, terbentuk tidak hanya dari domba-domba, namun juga dari para gembala: andalah satu-satunya gembala dari semua gembala. Anda meminta saya cara membuktikannya. Dengan sabda Tuhan. Kepada siapakah gerangan, namun bukan kepada para uskup, tidak pun kepada para Rasul, telah Kuserahkan seluruh kawanan domba dengan sedemikian mutlaknya tanpa dibeda-bedakan? Kalau engkau mengasihiku, hai Petrus, gembalakanlah domba-domba-Ku. - Domba-domba yang mana gerangan? Umat dari kota tertentukah, dari negeri tertentukah, dari kerajaan tertentukah? – Domba-dombaku, ujar-Nya. Siapakah yang tak melihat bahwa Ia tidak menunjuk beberapa ekor domba saja, namun Ia mengkhususkan semua domba kepada Petrus? Tanpa pembedaan, dan karena itu tanpa pengecualian.”[123]
Namun akan jauh dari kebenaran dan secara terbuka berlawanan dengan pendirian Gereja oleh Allah, kalau orang menyatakan bahwa masing-masing uskup secara terpisah tunduk kepada yurisdiksi para Paus Roma, namun bahwa semua uskup secara bersama-sama tidak harus melakukannya. Apakah gerangan, alasan utama keberadaan dan hakikat pendirian Gereja? Alasannya adalah demi menjaga kesatuan dan kekukuhan, terutama baik dari seluruh bangunannya, maupun dari masing-masing bagiannya. Dan ini pun berlaku dengan jauh lebih benar pada perkara yang sedang kita bahas, sebab Yesus Kristus Tuhan kita menginginkan, agar dengan landasan Gereja-Nya yang kukuh, hasil ini pun dapat diperoleh: pintu-pintu gerbang Neraka tidak bisa berjaya melawan Gereja. Namun, semua orang setuju bahwa janji ilahi ini harus dipahami berlaku kepada Gereja universal, dan bukan bagian-bagiannya secara terpisah, sebab pada kenyataannya, bagian-bagiannya ini bisa ditaklukkan oleh upaya-upaya Neraka, dan beberapa dari antara mereka, secara terpisah, memang sudah ditaklukkan. Di samping itu, ia yang telah ditempatkan sebagai kepala seluruh kawanan domba, niscaya harus memiliki otoritas tidak hanya atas domba-domba yang tersebar di mana-mana, namun juga atas domba-domba yang berkumpul bersama-sama. Apakah ketika semua domba berkumpul bersama, mereka entah bagaimana memerintah dan membimbing sang gembala? Ketika para penerus Rasul-Rasul berkumpul bersama, apakah mereka itu yang adalah landasan bertumpunya penerus Petrus demi mencari kekukuhan? Jelas bahwa ia yang empunya kunci-kunci Kerajaan, juga adalah yang empunya hak dan otoritas, bukan hanya atas masing-masing provinsi secara terpisah, namun juga atas semua provinsi pada waktu itu pula. Dan sebagaimana pada masing-masing daerah kekuasaan mereka, para uskup memerintah dengan otoritas sesungguhnya, baik atas setiap individu, maupun atas seluruh komunitas mereka; demikian pula para Paus Roma, yang empunya yurisdiksi yang mencakup seluruh masyarakat Kristiani, berhak menyaksikan semua lapisan masyarakat Kristiani taat dan tunduk kepada otoritas mereka, sekalipun masyarakat tersebut berkumpul bersama-sama. Seperti yang sudah Kami katakan berulang kali, Yesus Kristus Tuhan kita telah memberikan tanggung jawab kepada Petrus dan para penerusnya sebagai vikaris-Nya, agar di dalam Gereja dan untuk selama-lamanya, mereka melaksanakan kuasa yang sama yang juga dilaksanakan-Nya di sepanjang kehidupan insani-Nya. Adakah orang patut berkata, bahwa dewan Rasul lebih tinggi otoritasnya daripada Guru mereka?
Gereja tiada henti-hentinya mengakui dan bersaksi tentang kuasa yang sedang Kami bahas itu, kuasa yang juga mengatasi dewan uskup. Kitab Suci pun bertutur kata secara amat terbuka tentang kuasa itu. Pada perkara ini, berikut berbagai deklarasi dari konsili-konsili: “Kita membaca bahwa Paus Roma telah menghakimi para prelat dari semua Gereja; namun tak pernah kita membaca bahwa ia dihakimi oleh seorang pun.”[124] Alasan kenyataan ini pun juga ditunjukkan, yakni, “tiada otoritas yang lebih tinggi dari Takhta Apostolik (auctoritate Sedis Apostolicae major non est).”[125] Oleh sebab itulah Gelasius berkata demikian tentang dekret-dekret konsili-konsili: “Sebagaimana yang tidak disetujui oleh Takhta pertama tidak berlaku, demikian pula sebaliknya, yang telah diteguhkannya dengan keputusannya, telah diterima oleh seluruh Gereja.”[126] Memang benar, meratifikasi atau menganulir keputusan-keputusan dan dekret-dekret konsili-konsili, selalu merupakan hak istimewa milik para Paus Roma. Leo Agung menganulir akta-akta Konsili Penyamun Efesus; Damasus menolak akta Konsili Rimini; Adrianus I menolak akta Konsili Konstantinopel; dan karena tak mendapat kesetujuan otoritas Takhta Apostolik, kanon kedua puluh delapan konsili Kalsedon sama sekali tidak berlaku dan tak bernilai, seperti yang orang ketahui. Karena itulah Leo X dengan benar berkata dalam Konsili Lateran V: “Hanya Paus Romalah, pada masa diri-Nya menjabat, yang empunya hak dan kuasa penuh, seperti hak dan kuasa atas semua konsili, untuk memanggil, memindahkan dan membubarkan konsili-konsili. Ini jelas adanya dan sudah ditetapkan secara pasti bukan hanya seturut kesaksian-kesaksian Kitab Suci, ujaran-ujaran para Bapa dan para Paus Roma serta dekret-dekret kanon-kanon suci, namun juga seturut pengakuan resmi konsili-konsili sendiri.”[127] Dengan jelas Kitab Suci bersaksi bahwa kunci-kunci Kerajaan Surga telah dipercayakan kepada Petrus seorang, dan kuasa untuk mengikat serta melepaskan telah dianugerahkan kepada para Rasul bersama dengan Petrus; namun dari siapakah para Rasul mungkin bisa menerima kuasa berdaulat tanpa Petrus dan melawan Petrus? Tiada yang bersaksi demikian. Tentunya itu tidak mereka terima dari Yesus Kristus. Oleh sebab itulah dekret Konsili Vatikan, yang mendefinisikan hakikat dan cakupan keutamaan Paus Roma, sama sekali tidak memperkenalkan pendapat baru, namun menegaskan iman yang kuno dan konstan yang diakui sepanjang segala abad.
Janganlah percaya bahwa ketundukan para umat yang sama kepada dua otoritas, menimbulkan kekacaubalauan pemerintahan. Pertama-tama, Kebijaksanaan Allah melarang kita mencetuskan kecurigaan semacam itu, sebab Dia sendirilah yang telah mencetuskan dan menetapkan organisasi pemerintahannya. Dan juga, patut dicatat bahwa yang bisa mengganggu tatanan dan hubungan timbal balik, adalah kalau dalam masyarakat, ada koeksistensi dua otoritas sederajat, yang satu tidak tunduk kepada yang lain. Namun otoritas Paus Roma berdaulat, universal dan merdeka secara penuh: otoritas para uskup terbatas secara persis dan tidak merdeka secara penuh. “Akan bermasalah kalau dua orang gembala ditetapkan dengan otoritas sederajat atas kawanan domba yang sama. Namun tidak bermasalah kalau dua orang superior, yang satu mengatasi yang lain, ditetapkan atas umat yang sama; dan dengan tatanan seperti itulah umat yang sama diperintah secara langsung oleh para imam paroki, oleh para uskup dan oleh Sri Paus.”[128] Di samping itu, mengetahui kewajiban mereka, tiada yang lebih menginginkan pemeliharaan segala sesuatu yang telah didirikan oleh Allah dalam Gereja, selain para Paus Roma: oleh sebab itulah, sama halnya mereka membela hak-hak kuasa mereka sendiri dengan semangat dan kewaspadaan yang diperlukan, demikian pula mereka telah konsisten mengerahkan dan akan selalu konsisten mengerahkan seluruh upaya mereka demi menjaga otoritas kepunyaan para uskup. Lebih jauh lagi, segala kehormatan dan ketaatan yang diberikan kepada para uskup, dipandang oleh para Paus Roma diberikan kepada diri mereka sendiri. “Kehormatanku adalah kehormatan Gereja universal. Kehormatanku adalah segenap daya otoritas para saudaraku. Aku merasa benar-benar dihormati, hanya kalau orang memberi hormat yang layak kepada mereka masing-masing.”[129]
16. Panggilan kepada Domba-Domba yang Bukan Bagian dari Kandang Domba
Dalam segala hal yang sudah disebutkan sebelumnya, sudah Kami lukiskan dan ungkapkan dengan setia, citra serta ciri-ciri Gereja seturut pendiriannya oleh Allah. Sudah Kami tekankan pula kesatuannya; sudah Kami tunjukkan dengan cukup baik, seperti apa hakikat kesatuan itu serta yang telah dikehendaki oleh Allah sang pencipta Gereja, sebagai pangkal yang menjamin terpeliharanya kesatuan itu. Tiada alasan yang membuat Kami ragu, bahwa semua orang yang beroleh kebaikan Allah yang besar itu sehingga terlahir di pangkuan Gereja Katolik dan hidup di sana, akan mendengar suara apostolik Kami. “Domba-domba-Ku akan mendengar suara-Ku.”[130] Akan mereka temukan dalam surat ini, cara belajar terlengkap dan cara menjalin hubungan penuh kasih sehingga mereka lebih lekat dengan para gembala mereka masing-masing, dan dengan demikian semakin lekat dengan sang gembala tertinggi. Karena itu, mereka pun bisa tinggal dengan lebih aman dalam kandang domba yang tunggal, dan beroleh buah-buah berfaedah yang lebih berlimpah ruah. Namun dengan tatapan mata Kami yang tertuju “kepada Yesus, sang Pencipta dan Penyempurna iman itu”,[131] Dia yang Kami jaga tempat-Nya dan yang Kami laksanakan kuasa-Nya, meski lemah diri Kami memikul beban jabatan serta tanggung jawab ini, Kami rasakan cinta kasih-Nya membakar jiwa Kami dan juga firman yang dinyatakan Yesus Kristus tentang diri-Nya sendiri: “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku.”[132] Maka bagi mereka semua yang benci kefasikan yang menyebar begitu luasnya pada hari ini, yang mengakui Putra Allah dan Juru Selamat umat manusia, namun yang hidup tersesat dan jauh dari mempelai-Nya, janganlah mereka menolak mendengarkan diri Kami. Janganlah mereka menolak untuk memperlihatkan ketaatan mereka kepada cinta kasih Kami yang kebapaan. Mereka yang mengusung Kristus, hendaknya mereka mengusung Dia seutuhnya: “Kristus seutuhnya, adalah satu kepala dan satu tubuh: kepalanya, ialah Putra Tunggal Allah; tubuhnya, ialah Gereja-Nya. Itulah Mempelai laki-laki dan Mempelai Perempuan, keduanya dalam satu daging yang tunggal. Semua orang yang berbeda pandangan terhadap sang Kepala dari pandangan Kitab Suci tentang Dia, berusaha dengan sia-sia untuk menempatkan diri pada tempat-tempat Gereja didirikan: mereka sama sekali tidak berada dalam Gereja. Dan demikian pula, semua orang yang berpikiran senada dengan Kitab Suci tentang sang Kepala, namun tidak tinggal dalam persekutuan dengan kesatuan Gereja, mereka sama sekali tidak berada di dalam Gereja.”[133] Dan dengan semangat yang sama, hati Kami juga tertuju kepada mereka yang belum sepenuhnya terjangkiti oleh napas kefasikan, dan yang setidak-tidaknya berkeinginan memiliki Allah sejati sebagai bapa mereka, Allah pencipta langit dan bumi. Hendaknya mereka merenungkan dan hendaknya mereka memahami baik-baik, bahwa mereka sama sekali tidak bisa terhitung sebagai anak-anak Allah, jikalau mereka tidak datang mengakui Yesus Kristus sebagai saudara dan Gereja sebagai ibunda. Maka kepada semua orang, dengan penuh kasih Kami sampaikan perkataan yang Kami pinjam dari Santo Agustinus ini: “Marilah kita mencintai Tuhan Allah kita, marilah kita mencintai Gereja-Nya: Tuhan Allah sebagai Bapa, dan Gereja sebagai Ibunda. Janganlah ada orang yang berkata: Ya, aku tetap akan pergi menyembah berhala; aku akan minta wejangan dari tukang sihir, namun takkan kutinggalkan Gereja Allah: aku ini orang Katolik. Anda tetap lekat dengan Ibunda, namun anda menghina Bapa. Orang lain berkata serupa: Tentu tidak; aku takkan meminta wejangan dari tukang sihir, takkan kubertanya kepada orang kerasukan, takkan kulakukan ilmu ramal yang nista itu, takkan kupergi menyembah roh-roh jahat, takkan kugunakan berhala-berhala dari batu, namun aku ini bagian kubu Donatus. Apa gunanya anda tidak menghina Bapa, kalau Dia membalas dendam Ibunda yang anda hina? Apa gunanya anda mengakui Tuhan, menghormati Allah, memuji-Nya, mengakui Putra-Nya, mewartakan bahwa Dia duduk di sisi kanan Bapa, kalau anda menghujat Gereja-Nya? Seandainya anda punya majikan dan kepadanya, anda memberi pertanggungjawaban atas tugas-tugas anda setiap harinya, dan kalau anda sampai menghina istrinya dengan melontarkan tuduhan berat, masih beranikah anda masuk ke rumah pria itu? Maka hai para terkasih, tetaplah, tetaplah anda lekat dengan Allah Bapamu dan Gereja Ibundamu.”[134]
Besar keyakinan Kami akan kerahiman Allah, yang dapat dengan penuh kuasa menjamah hati manusia dan memerintah kehendak-kehendak yang meski memberontak sekalipun, sehingga datang kepada-Nya, Kami serahkan dengan penuh kesegeraan, semua orang yang Kami tujukan perkataan Kami ini. Dan sebagai tanda karunia-karunia surgawi dan sebagai bukti niat baik Kami, dengan cinta kasih yang besar dalam Tuhan, Kami anugerahkan kepada anda sekalian, Saudara-Saudara yang Terhormat, kepada para klerus anda dan kepada para umat anda, berkat apostolik.
Diberikan di Roma, di Gereja Santo Petrus, hari kedua puluh sembilan dari bulan Juli, tahun 1896, tahun kesembilan belas Masa Kepausan Kami.
LEO XIII, PAUS.
Catatan kaki:
Ensiklik Satis Cognitum dari Paus Leo XIII diterjemahkan dari sumber berbahasa Prancis:
Nomor dan kepala paragraf diambil dari sumber berbahasa Inggris:
[1] Ephes. V. 25.
[2] Matth. XI, 30.
[3] Ep. Jac. I, 17.
[4] I Corinth. III, 6.
[5] Philippens. II. 6-7.
[6] Roman. X, 17.
[7] Roman. X, 10.
[8] I Corinth. XII, 27.
[9] Hom. De capto Eutropio, n. 6: Ab Ecclesia ne abstineas: nihil enim fortius Ecclesia. Spes tua Ecclesia, salus tua Ecclesia, refugium tuum Ecclesia. Caelo excelsior et terra latior est illa. Nunquam senescit, sed semper viget. Quamobrem ejus firmitatem stabilitatemque demonstrans, Scriptura montem illam vocat.
[10] In Psalm. LXXI, n. 8: Putant (gentiles) religionem nominis christiani ad certum tempus in hoc saeculo victuram, et postea non futuram. Permanebit ergo cum sole, quamdiu sol oritur et occidit; hoc est quamdiu tempora ista volvuntur, non deerit Ecclesia Dei, id est Christi corpus in terris.
[11] Enarratio in Psalm. CIII, sermo II, n. 5: Nutabit Ecclesia, si nutaverit fundamentum: sed unde nutabit Christus?... Non nutante Christo, non inclinabitur in saeculum saeculi. Ubi sunt qui dicant, periisse de
mundo Ecclesiam , quando nec inclinari potest?
[12] Clemens Alexandrinus, Stromatum lib. VII, cap. XVII: In unius naturae sortem cooptatur Ecclesia quae est una, quam conantur hæreses in multas discindere. Et essentia ergo et opinione, et principio et excellentia unicam esse dicimus antiquam et catholicam Ecclesiam... Ceterum Ecclesiæ quoque eminentia, sicut principium constructionis, est ex unitate, omnia alia superans, et nihil habens sibi simile vel aequale.
[13] Joan. XX, 21.
[14] Joan. XVII, 18.
[15] Joan. III, 17.
[16] Act., IV, 12.
[17] Isaias, II, 2.
[18] Isaias, II, 2-3.
[19] De Schism. Donatist., lib. III, n. 2: scriptum est, inquit, in Isaia propheta: ex Sion prodiet lex, et verbum Domini de Hierusalem. Non ergo in illo monte Sion Isaias aspicit vallem, sed in monte sancto, qui est Ecclesia, qui per omnem orbem romanum caput tulit sub toto caelo. Est ergo spiritalis Sion Ecclesia, in qua a Deo Patre rex constitutus est Christus, quae est in toto orbe terrarum, in quo est una Ecclesia catholica.
[20] In Epist. Joan., tract. I, n. 13: Quid tam manifestum quam mons? Sed sunt et montes ignoti, quia in una parte terrarum positi sunt... Ille autem mons non sic, quia implevit universam faciem terræ; et de illo dicitur: paratus in cacumine montium.
[21] Ephes. I, 22-23.
[22] I Corinth. XII, 12.
[23] Ephes. I, 15-16.
[24] S. Cyprianus, De cath. Eccles. Unitate, n. 23: Unus Deus est, et Christus unus, et una Ecclesia ejus et fides una et plebs una in solidam corporis unitatem concordiae glutino copulate. Scindi unitas non potest, nec corpus unum discidio compaginis separari.
[25] S. Cyprianus, loc. cit.: Non potest (Ecclesia)… divulsis laceratione visceribus in frustra discerpi. Quidquid a matrice discesserit, seorsum vivere et spirare non poterit.
[26] Ephes. V, 29-30.
[27] S. Augustinus, sermo CCLXVII, n. 4: : Videte quid caveatis, videte quid observetis, videte quid timeatis. Contingit, ut in corpore humano, imo de corpore aliquod praecidatur membrum, manus, digitus, pes: numquid praecisum sequitur anima? Cum in corpore esset, vivebat: praecisum amittit vitam. Sic et homo christianus catholicus est, dum in corpore vivit: praecisus, haereticus factus est: membrum amputatum non sequitur spiritus.
[28] S. Cyprianus, De Cath. Eccl. Unitate, n. 6: Quisquis ab Ecclesia segregatus adulterae jungitur, a promissis Ecclesiae separator, nec perveniet ad Christi praemia qui reliquit Ecclesiam Christi… Hanc unitatem qui non tenet, non tenet Dei legem, non tenet Patris et Filii fidem, vitam non tenet et salutem.
[29] Ephes. IV, 4.
[30] Joan., XVII, 20-21-23.
[31] Ib., 21.
[32] Ephes. IV, 5.
[33] I Corinth. I, 10.
[34] Lib. III, cap. XII, n. 12: Scripturas quidem confitentur, interpretations vero convertunt.
[35] In Evang. Joan., tract. XVIII, cap. V, n. 1: Neque enim natae sunt haereses et quaedam dogmata perversitatis illaqueantia animas et in profundum praecipitantia, nisi dum Scripturae bonae intelliguntur non bene.
[36] Joan. X, 37.
[37] Joan. XV, 24
[38] Joan. X, 38.
[39] Matth. XXVIII, 18-19-20.
[40] Marc. XVI, 16.
[41] Joan. XVI, 7-13.
[42] Joan. XIV, 16-17.
[43] Joan. XV, 26-27.
[44] Luc. X, 16.
[45] Joan. XX, 21.
[46] Rom. I, 5.
[47] Marc. XVI, 20.
[48] In Matth., lib. IV, cap. XXVIII, v. 20: Qui usque ad consummationem saeculi cum discipulis se futurum esse promittit et illos ostendit semper esse victuros et se nunquam a credentibus recessurum.
[49] II Tim. II, 1-2.
[50] S. Clemens Rom., Epist. I ad Corinth. cap. XLII, XLIV: Apostoli nobis Evangelii praedicatores facti sunt a Domino Jesu Christo, Jesus Christus missus est a Deo. Christus igitur a Deo, et Apostoli a Christo, et factum est utrumque ordinatim ex voluntate Dei... Per regiones igitur et urbes verbum praedicantes, primitias earum spiritu cum probassent, constituerunt episcopos et diaconos eorum qui credituri erant..... Constituerunt praedictos, et deinceps ordinationem dederunt, ut quum illi decessissent, ministerium eorum alii viri probati exciperent.
[51] Epist. LXIX, ad Magnum, n. 1: Neque enim Dominus noster Jesus Christus, cum in Evangelio suo testaretur inimicos suos esse eos, qui secum non essent aliquam speciem haereseos designavit: sed omnes omnino qui secum non essent et secum non colligentes, gregem suum spargerent, adversarios esse ostendit, dicens: Qui non est mecum adversus me est; et qui non mecum colligit, spargit.
[52] Auctor Tractatus de Fide Orthodoxa contra Arianos: Nihil periculosius his haereticis esse potest, qui cum integre per omnia decurrant, uno tamen verbo, ac si veneni gutta, meram illam ac simplicem fidem Dominicae et exinde apostolicae traditionis inficiunt.
[53] Idem semper Ecclesiae mos, idque sanctorum Patrum consentiente judicio: qui scilicet communionis catholicae expertem et ab Ecclesia extorrem habere consueverunt, quicumque a doctrina, authentico magisterio proposita, vel minimum discessisset.
[54] De Haeresibus, n. 88: Non omnis, qui ista (numeratas videlicet haereses) non credit, consequenter debet se christianum catholicum jam putare vel dicere. Possunt enim et haereses aliae, quae in hoc opere nostro commemoratae non sunt, vel esse vel fieri, quarum aliquam quisquis tenuerit, christianus catholicus non erit.
[55] IV, 3 et seqq.: solliciti servare unitatem spiritus in vinculo pacis.
[56] Vetus Interpretatio Commentariorum in Matth., n. 46: Quoties autem (haeretici) canonicas proferunt scripturas, in quibus omnis christianus consentit et credit, videntur dicere: ecce in domibus verbum est veritatis. Sed nos illis credere non debemus, nec exire a prima et ecclesiastica traditione, nec aliter credere, nisi quemadmodum per successionem Ecclesiae Dei tradiderunt nobis.
[57] Contra Haereses, lib. IV, cap. XXXIII, n. 8: Agnitio vera est Apostolorum doctrina… secundum successiones episcoporum… quae pervenit usque ad nos custoditione sine fictione scripturarum tractatio plenissima.
[58] De Praescrip., cap. XXI: Constat proinde omnem doctrinam, quae cum illis Ecclesiis apostolicis matricibus et originalibus fidei conspiret, veritati deputandam, sine dubio tenentem quod Ecclesiae ab Apostolis, Apostoli a Christo, Christus a Deo accepit… Communicamus cum Ecclesiis apostolicis, quod nulli doctrina diversa: hoc est testimonium veritatis.
[59] Comment. in Matth., XXXI, n. 1: Significat (Christus e navi docens) eos, qui extra Ecclesiam positi sunt, nullam divini sermonis capere posse intelligentiam. Navis enim Ecclesiæ typum praefert, intra quam verbum vitae positum et praedicatum hi qui extra sunt et arenae modo steriles atque inutiles adjacent, intelligere non possunt.
[60] Hist. Eccl., lib. II, cap. IX: solis divinae scripturae voluminibus operam dabant, earumque intelligentiam non ex propria praesumptione, sed ex majorum scriptis et auctoritate sequebantur, quos et ipsos ex apostolica successione intelligendi regulam suscepisse constabat.
[61] Richardus de S. Victore., De Trin., lib. I, cap. II: Domine, si error est, a te decepti sumus.
[62] Ita omni amota dubitandi causa, ullamne ex veritatibus potest cuiquam fas esse respuere, quin se det hoc ipso praecipitem in apertam haeresim? quin, sejunctus ab Ecclesia, doctrinam christianam una complexione repudiet universam?
[63] Conc. Vat., sess. III, cap. III: virtutem supernaturalem, qua, Dei adjuvante et aspirante gratia, ab eo revelata vera esse credimus, non propter intrinsecam rerum veritatem naturali rationis lumine perspectam, sed propter auctoritatem ipsius Dei revelantis, qui nec falli nec fallere potest.
[64] II, 10.
[65] S. Augustinus, in Psalm. LIV, n. 19: sed in his paucis, in quibus non mecum, non eis prosunt multa, in quibus mecum.
[66] II Corinth. X, 5.
[67] S. Augustinus, lib. XVII, Contra Faustum Manichaeum, cap. III: Qui in Evangelio quod vultis, creditis, quod vultis non creditis; vobis potius quam Evangelio creditis.
[68] Sess. III, cap. III: Fide divina et catholica ea omnia credenda sunt, quae in verbo Dei scripto vel tradito continentur, et ab Ecclesia sive solemni judicio, sive ordinario et universali magisterio tamquam divinitus revelata proponuntur.
[69] De Utilitate credenda, cap. XVII, n. 35: Cum igitur tantum auxilium Dei, tantum profectum fructumque videamus, dubitabimus nos ejus Ecclesiae condere gremio, quae usque ad confessionem generis humani ab apostolica Sede per successiones episcoporum, frustra hæreticis circumlatrantibus, et partim plebis ipsius judicio, partim Conciliorum gravitate, partim etiam miraculorum majestate damnatis, culmen auctoritatis obtinuit? Cui nolle primas dare, vel summae profecto impietatis est, vel praecipitis arrogantiæ... Et si unaquaeque disciplina, quamquam vilis et facilis, ut percipi possit, doctorem aut magistrum requirit: quid temerariae superbiae plenius, quam divinorum sacramentorum libros et ab interpretibus suis nolle cognoscere, et incognitos velle damnare?
[70] I Corinth. IV, 1.
[71] S. Thomas, IIa, IIae, q. XXXIX, a. 15: Ecclesiæ autem unitas in duobus attenditur: scilicet in connexione membrorum Ecclesiae ad invicem seu communicatione, et iterum in ordine omnium membrorum Ecclesiae ad unum caput.
[72] S. Hieronymus, Commentar. in Epist. ad Titum, cap. III, V. 10-11: Inter haeresim et schisma hoc esse arbitrantur, quod haeresis perversm dogma habeat: schisma propter episcopalem dissentionem ab Ecclesia separetur.
[73] Hom. XI, in Epist. ad Ephes., n. 5: Dico et protestor, Ecclesiam scindere non minus esse malum, quam incidere in haeresim.
[74] S. Augustinus, Contra Epistolam Parmeniani, lib. II, cap. XI, n. 25: Non est quicquam gravius sacrilegio schismatis… praecidendae unitatis nulla est justa necessitas.
[75] S. Thomas, Contra Gentiles, lib. IV, cap. LXXVI: Si quis autem dicat quod unum caput et unus pastor est Christus qui est unus unius Ecclesiæ sponsus, non sufficienter respondet. Manifestum est enim, quod ecclesiastica sacramenta ipse Christus perficit: ipse enim est qui baptizat, ipse est qui peccata remittit, ipse est verus sacerdos, qui se obtulit in ara crucis, et cujus virtute corpus ejus in altari quolidie consecratur; et tamen quia corporaliter non cum omnibus fidelibus praesentialiter erat futurus, elegit ministros, per quos praedicta fidelibus dispensaret, ut supra (cap. 74) dictum est. Eadem igitur ratione, quia praesentiam corporalem erat Ecclesiae subtracturus, oportuit ut alicui committeret qui loco sui universalis Ecclesiae gereret curam. Hinc est quod Petro dixit ante ascensionem: Pasce oves meas.
[76] Matth. XVI, 18.
[77] S. Pacianus, ad Sempronium, epist. III, n. 11: Ad Petrum locutus est Dominus: ad unum, ideo ut unitatem fundaret ex uno.
[78] S. Cyrillus Alexandrinus, In Evang. Joan., lib. II, in cap. I, V. 42: Nulla siquidem oratione praemissa... tam patrem ejus, quam ipsum nomine appellat (beatus es, Simon Bar Iona), et Simonem eum non jam vocari patitur, eum sibi pro sua potestate jam tum ut suum vindicans, sed congrua similitudine Petrum a petra vocari placuit, puta super quem fundaturus erat suam Ecclesiam.
[79] Origenes, Comment. In Matth., t. XII, n. 11: Et portae inferi non praevalebunt adversus eam. Quam autem eam? an enim petram supra quam Christus aedificat Ecclesiam? An Ecclesiam? Ambigua quippe locutio est: an quasi unam eamdemque rem, petram et Ecclesiam? Hoc ego verum esse existimo, nec enim adversus petram, super quam Christus Ecclesiam aedificat, nec adversus Ecclesiam portae inferi praevalebunt.
[80] Ib.: Ecclesia vero tamquam Christi aedificium, qui sapienter aedificavit domum suam supra petram, portarum inferi capax non est, praevalentium quidem adversus quemcumque hominem, qui extra petram et Ecclesiam fuerit, sed invalidarum adversus illam.
[81] S. Joannes Chrysostomus, Hom. LIV, in Matth., n. 2: Filius vero et Patris et sui ipsius cognitionem per totum orbem illi (Petro) disseminare commisit, ac mortali homini omnem in caelo potestatem dedit, dum claves illi tradidit, qui Ecclesiam per totum orbem terrarum extendit, et caelis firmiorem monstravit.
[82] Joan. XXI. 16-17.
[83] S. Ambrosius, Exposit. in Evang. secundum Lucam, lib. X, n. 175-176: Dominus non dubitat, qui interrogat, non ut disceret, sed ut doceret, quem elevandus in caelum amoris sui nobis velut vicarium relinquebat... Et ideo quia solus profitetur ex omnibus, omnibus antefertur... perfectiores ut perfectior gubernaret.
[84] S. Joannes Chrysostomus, De Sacerdotio, lib. II: Cur sanguinem effudit? Ut has emeret oves, quas Petro et successoribus ejus tradidit.
[85] Luc. XXII, 32.
[86] Ib.
[87] S. Ambrosius, De Fide, lib. IV, n. 56: Cui propria auctoritate regnum dabat, hujus fidem firmare non poterat, quem cum petram dicit, firmamentum Ecclesiae indicavit?
[88] S. Leo M., Sermo IV, cap. 2: sibi potestate sunt propria, voluit esse Petro secum participatione communia.
[89] Ephes. II, 21.
[90] Hom. De Poenitentia, n. 4 in appendice opp. S. Basilii: Cum audisset Petra es, praeconio nobilitatus est. Quamquam autem petra est, non ut Christus petra, sed ut Petrus petra. Christus enim essentialiter petra inconcussa Petrus vero per petram. Nam Jesus dignitates suas largitur, nec exhauritur. Sacerdotes est, facit sacerdotes… petra est, petram facit.
[91] Apoc. III, 7.
[92] Joan. X, 11.
[93] Hom. LXXXVIII, in Joan., n. 1: Eximius erat inter Apostolos, et os discipulorum et coetus illius caput... Simul ostendens ei, oportere deinceps fidere, quasi abolita negatione, fratrum ei praefecturam committit... Dicit autem: Si amas me, fratribus praeesto.
[94] II Thessalon. II, 16.
[95] Sermo IV, cap. II: De toto mundo unus Petrus eligitur, qui et universarum gentium vocationi et omnibus Apostolis cunctisque Ecclesiae patribus praeponatur: ut quamvis in populo Dei multi sacerdotes sint multique pastores, omnes tamen proprie regat Petrus, quos principaliter regit et Christus.
[96] Epistolarum, lib. V, epist. XX: Cunctis evangelium scientibus liquet, quod voce dominica sancto et omnium Apostolorum Petro principi apostolo totius Ecclesiae cura commissa est... Ecce claves regni caelestis accepit, potestas ei ligandi ac solvendi tribuitur, et cura ei totius Ecclesiae et principatus committitur.
[97] S. Leo M., Sermo III, cap. iii: Manet ergo dispositio veritatis, et beatus Petrus in accepta fortitudine petræ perseverans, suscepta Ecclesiae gubernacula non reliquit.
[98] Concilium Florentinum: Definimus, sanctam Apostolicam Sedem et Romanum Pontificem in universum orbem tenere primatum, et ipsum Pontificem Romanum successorem esse beati Petri, principis Apostolorum, et verum Christi vicarium totiusque Ecclesiae caput, et omnium christianorum patrem ac doctorem existere, et ipsi in beato Petro pascendi, regendi ac gubernandi universalem Ecclesiam a Domino nostro Jesu Christo plenam potestatem traditam esse; quemadmodum etiam in gestis oecumenicorum conciliorum et in sacris canonibus continetur.
[99] Contra Haereses, lib. III, cap. III, n. 2: ad hanc enim, inquit, Ecclesiam propter potiorem principalitatem necesse est omnem convenire Ecclesiam.
[100] Epist XLVIII, ad Cornelium, n. 3: Ecclesiae catholicae radicem et matricem
[101] Epist. LIX, ad eumd., n. 14: Petri Cathedram atque Ecclesiam principalem , unde unitas sacerdotalis exorta est.
[102] Epist. XV, ad Damasum, n. 2: Cum successore piscatoris et discipulo crucis loquor... Beatitudini tuae, id est Cathedrae Petri communione consocior. Super illam petram aedificatam Ecclesiam scio.
[103] Epist. XVI, ad Damasum, n. 2: Si quis Cathedrae Petri jungitur, meus est.
[104] Epist. XLIII, n. 7: in Romana Ecclesia semper Apostolicae cathedrae viguisse principatum.
[105] Sermo CXX, n. 13: Non crederis veram fidem tenere catholicam, qui fidem non doces esse servandam romanam.
[106] Epist. LV, n. 1: Communicare cum Cornelio, hoc est cum catholica Ecclesia communicare.
[107] Defloratio ex Epistola ad Petrum Illustrem: ab ipso incarnato Dei Verbo, sed et omnibus sanctis synodis, secundum sacros canones et terminos, universarum quae in toto terrarum orbe sunt sanctarum Dei Ecclesiarum in omnibus et per omnia percepit et habet imperium, auctoritatem et potestatem ligandi et solvendi. Cum hoc enim ligat et solvit, etiam in caelo Verbum, quod caelestibus virtutibus principatur.
[108] Actio III: Nulli dubium est, imo saeculis omnibus notum, quod sanctus beatissimusque Petrus, Apostolorum princeps et caput, fideique columna et Ecclesiae catholicae fundamentum, a Domino nostro Jesu Christo, salvatore humani generis ac redemptore, claves regni accepit, solvendique ac ligandi peccata potestat ipsi data est, quid at hoc usque tempus et semper in suis successoribus vivit et judicium exercet.
[109] Actio II: Petrus per Leonem… locutus est.
[110] Actio XVIII: Summus nobiscum concertabat Apostolorum princeps: illius enim imitatorem et Sedis successorem habuimus fautorem… charta et atramentum videbatur, et per Agathonem Petrus loquebatur.
[111] Post Epistolam XXVI, ad omnes Episc. Hispan., n. 4: Quia non potest Domini nostri Jesu Christi praetermitti sententia dicentis: Tu es Petrus, et super hanc petram aedificabo Ecclesiam meam… haec, quae dicta sunt, rerum probantur effectibus, quia in Sede Apostolica citra maculam semper est catholica servata religio.
[112] Actio IV: Ipsa quoque sancta romana Ecclesia summum et plenum primatum et principatum super universam Ecclesiam catholicam obtinet, quem se ab ipso Domino in beato Petro, Apostolorum principe sive vertice, cujus romanus Pontifex est successor, cum potestatis plenitudine recepisse veraciter et humiliter recognoscit. Et sicut prae ceteris tenetur fidei veritatem defendere, sic et si quae de fide subortae fuerint quaestiones, suo debent judicio definiri.
[113] Luc. VI, 13.
[114] S. Hieronimus, Dialog. Contra Luciferianos, n. 9: Ecclesiae salus in summi sacerdotis dignitate pendet, cui si non exsors quaedam et ab omnibus eminens detur potestas, tot in Ecclesia efficientur schismata, quot sacerdotes.
[115] Hom. LXXXVIII, in Joan., n. 1: Eximius erat inter Apostolos, et os discipulorum, et caelus illius caput.
[116] S. Leo M. sermo IV, cap. II: Divina dignatio si quid cum eo commune ceteris a voluit esse principibus, nunquam nisi per ipsum dedit, quidquid aliis non negavit.
[117] Ib: Ut cum multa solus acceperit, nihil in quemquam sine ipsius participatione transierit.
[118] De Unit. Eccl., n. 4: Probatio est ad fidem facilis compendio veritatis. Loquitur Dominus ad Petrum: Ego tibi dico, inquit, quia tu es Petrus... Super unum aedificat Ecclesiam. Et quamvis Apostolis omnibus post resurrectionem suam parem potestatem tribuat, et dicat: sicut misit me Pater... tamen ut unitatem manifestaret, unitatis ejusdem originem ab uno incipientem sua auctoritate disposuit.
[119] De Schism. Donat., lib. II: Negare non potes, scire te in urbe Roma Petro primo Cathedram episcopalem esse collatam , in qua sederit omnium Apostolorum caput Petrus, unde et Cephas appellatus est: in qua una Cathedra unitas ab omnibus servaretur; ne ceteri Apostoli singulas sibi quisque defenderent, ut jam schismaticus et peccator esset, qui contra singularem Cathedram alteram collocaret.
[120] Epist. XII, ad Cornelium, n. 5: Neque enim aliunde haereses obortae sunt aut nata sunt schismata, quam inde quod sacerdoti Dei non obtemperatur, nec unus in Ecclesia ad tempus sacerdos et ad tempus judex vice Christi cogitatur.
[121] Lib. II, n. 4, 5: Contra quas portas (inferi) claves salutares accepisse legimus Petrum, principem scilicet nostrum, cui a Christo dictum est: tibi dabo claves regni caelorum, et portae inferi non vincent eas. Unde est ergo, quod claves regni caelorum vobis usurpare contenditis, qui contra cathedram Petri... militatis.
[122] S. Brunonis Ep. Signiensis, Comment. in Joan., par. III. cap. XXI. n. 55: Non solum pastorem (Petrum), sed pastorum pastorem (Christus) constituit: pascit igitur Petrus agnos, pascit et oves, pascit filios, pascit et matres: regit subditos, regit et praelatos quia præter agnos et oves in Ecclesia nihil est.
[123] De Consideratione, lib. II, cap. VIII: Quis es? Sacerdos magnus, summus pontifex. Tu princeps episcoporum, tu haeres Apostolorum... Tu es, cui claves traditæ, cui oves creditae sunt. Sunt quidem et alii caeli janitores et gregum pastores; sed tu tanto gloriosius, quanto et differentius utrumque praeceteris nomen hereditasti. Habent illi sibi assignatos greges, singuli singulos, tibi universi crediti, uni unus, nec modo ovium, sed et pastorum, tu unus omnium pastor. Unde id probem quaeris. Ex verbo Domini. Cui enim, non dico episcoporum, sed etiam Apostolorum, sic absolute et indiscrete totae commissae sunt oves? Si me amas, Petre, pasce oves meas. Quas ? illius vel illius populos civitatis aut regionis, aut certi regni? Oves meas, inquit: cui non planum, non designasse aliquas, sed assignasse omnes? Nihil excipitur, ubi distinguitur nihil.
[124] Hadrianus II, in Allocutione III ad Synodum Romanam an. 869. Cf. Actionem VII, Concilii Constantinopolitani IV: Romanum pontificem de omnium Ecclesiarum praesulibus judicasse legimus: de eo vero quemquam judicasse, non legimus.
[125] Nicolaus in epist. LXXXVI, Ad Michael. Imperat.: Patet profecto Sedis Apostolicae, cujus auctoritate major non est, judicium a nemine fore retractandum neque cuiquam de ejus liceat judicare judicio.
[126] Epist. XXVI, ad Episcopos Dardaniae, n. 5: Sicut id quod prima Sedes non probaverat, constare non potuit, sic quod illa censuit judicandum, Ecclesia tota suscepit.
[127] Sess. IV, cap. III: Solum romanum Pontificem, pro tempore existentem, tamquam auctoritatem super omnia concilia habentem, tam Conciliorum indicendorum, transferendorum ac dissolvendorum plenum jus ac potestatem habere, nedum ex sacrae Scripturae testimonio dictisque Patrum ac aliorum romanorum Pontificum sacrorumque canonum decretis, sed propria etiam eorumdem Conciliorum confessione manifeste constat.
[128] S. Thomas, in IV Sent. dist. XVII, a. 4, ad q. 4, ad 3: Inconveniens est, quod duo aequaliter supereumdem gregem constituantur. Sed quod duo quorum unus alio principalior est, super eamdem plebem constituantur, non est inconveniens; et secundum hoc super eamdem plebem immediate sunt et Sacerdos parochialis et Episcopus et Papa.
[129] S. Gregorius M., Epistolarum lib. VIII, epist. XXX, ad Eulogium: Meus honor est honor universalis Ecclesiae. Meus honor est fratrum meorum solidus vigor. Tunc ego vere honoratus sum, cum singulis quibusque honor debitus non negatur.
[130] Joan. X. 27.
[131] Hebr. XII, 2.
[132] Joan. X, 16.
[133] S. Augustinus, Contra Donatistas Epistola, sive De Unit. Eccl., cap. IV, n. 7: Totus Christus caput et corpus est: caput unigenitus Filius Dei, corpus ejus Ecclesia: sponsus et sponsa, duo in carne una. Quicumque de ipso capite a Scripturis sanctis dissentiunt, etiamsi in omnibus locis inveniantur in quibus Ecclesia designata est, non sunt in Ecclesia. Et rursus, quicumque de ipso capite Scripturis sanctis consentiunt, et unitati Ecclesiae non communicant, non sunt in Ecclesia.
[134] Ennaratio in Psalm. LXXXVIII, sermo II, n. 14: Amemus Dominum Deum nostrum, amemus Ecclesiam ejus: illum sicut patrem, istam sicut matrem. Nemo dicat: ad idola quidem vado, arreptitios et sortilegos consulo, sed tamen Dei Ecclesiam non relinquo: catholicus sum. Tenes matrem, offendisti patrem. Alius item dicit: absit a me, non consulo sortilegum, non quaero arreptitium, non quaero divinationes sacrilegas, non eo ad adoranda daemonia, non servio lapidibus: sed tamen in parte Donati sum. Quid tibi prodest non offensus pater, qui offensam vindicat matrem? Quid prodest si Dominum confiteris, Deum honoras, ipsum praedicas, Filium ejus agnoscis, sedentem ad Patris dexteram confiteris, et blasphemas Ecclesiam ejus?... Si haberes aliquem patronum, cui quotidie obsequereris; si unum crimen de ejus conjuge diceres, num quid domum ejus intrares? Tenete ergo, carissimi, tenete omnes unanimiter Deus patrem et matrem Ecclesiam.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...