Paket $5.00: Termasuk 2 Buku dan 14 Program DVD (Harga Termasuk Ongkos Kirim)

Beli Seharga $5.00

Bantu Kami Menyelamatkan Jiwa-Jiwa
DONASI

Inilah Penjelasan untuk Kebingungan & Krisis Pasca-Vatikan II
TONTON VIDEO

“Pesulap”: Bukti Keberadaan Dunia Rohani
TONTON VIDEO

Inilah Antikristus!
TONTON VIDEO

Bukti yang Mengagumkan untuk Allah - Bukti Ilmiah yang Membantah Evolusi
TONTON VIDEO

Mengapa Neraka Harus Abadi
TONTON VIDEO

Babel Sudah Jatuh, Sudah Jatuh!!
TONTON VIDEO

Salah Kaprah Orang-Orang Kristen Palsu tentang Efesus
TONTON VIDEO

Penciptaan dan Mukjizat - Versi Kompak
TONTON VIDEO
^
Ensiklik Satis Cognitum - Paus Leo XIII, 1896 - Kesatuan Gereja
💬(0)
Daftar Isi
1. Salam dan Berkat Apostolik
2. Kerjasama Manusia
3. Gereja itu selalu Kelihatan
4. Bagaimana Kristus membuat Gereja-Nya
5. Kristus adalah Kepala dari Gereja
6. Kesatuan di dalam Iman
7. Jenis Kesatuan Iman yang diperintahkan oleh Kristus
8. Magisterium (Otoritas Pengajaran) dari Gereja berada untuk selamanya
9. Setiap Kebenaran yang diwahyukan, tanpa pengecualian, harus diterima
10. Gereja sebagai Masyarakat Ilahi
11. Otoritas Tertinggi yang Didirikan oleh Kristus
12. Yurisdiksi universal Santo Petrus
13. Para Paus Roma memiliki kekuatan tertinggi di dalam Gereja Jure Divino
14. Para Uskup merupakan bagian dari Konstitusi Esensial Gereja
15. Para Uskup yang terpisahkan dari Petrus dan para Penerusnya kehilangan segala Yurisdiksi
16. Panggilan kepada Domba-Domba yang bukan bagian dari Kandang Domba
TENTANG KESATUAN GEREJA
“KEPADA SAUDARA-SAUDARA KAMI YANG TERHORMAT PARA PATRIARK, PRIMAT, USKUP AGUNG, USKUP, DAN ORDINARIS LAINNYA DALAM RAHMAT DAN PERSEKUTUAN DENGAN TAKHTA APOSTOLIK
LEO XIII, PAUS
SAUDARA-SAUDARA YANG TERHORMAT
Salam dan Berkat Apostolik.
Tidak diragukan bahwa Allah dapat melakukan, oleh diri-Nya sendiri dan oleh kebajikan-Nya sendiri, segala hal yang dilakukan oleh ciptaan. Tetapi, oleh kebijaksanaan dari Penyelenggaraan-Nya yang rahim, Ia lebih suka menggunakan manusia itu sendiri untuk membantu umat manusia. Oleh perantaraan dan pelayanan manusialah Ia selalu memberikan kepada seseorang, dalam aturan alami, kesempurnaan yang pantas bagi diri manusia itu. Demikian pula, Ia menggunakan pertolongan manusia dalam aturan supernatural untuk memberikan kepada mereka kesucian dan keselamatan. Tetapi, jelas bahwa tidak suatu hal pun dapat disampaikan kepada manusia kecuali lewat sarana yang kelihatan dan dapat dirasakan oleh pancaindera manusia. Itulah mengapa Putra Allah mengambil kodrat manusia, Ia yang, ‘walaupun dalam rupa Allah, telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia’;[5] dan dengan demikian, sewaktu Ia hidup di bumi, Ia berbicara dengan umat manusia untuk mewahyukan kepada mereka doktrin-Nya dan hukum-hukum-Nya.
Tetapi, oleh karena tugas ilahi-Nya harus terus berlangsung dan tidak berkesudahan, Ia mengumpulkan untuk diri-Nya sendiri Rasul-Rasul yang dibagikan-Nya kekuatan-Nya, dan dengan menurunkan kepada mereka dari Surga ‘Roh Kebenaran’, Ia menugaskan mereka untuk berkelana di seluruh penjuru dunia dan mengkhotbahkan dengan setia kepada semua bangsa apa yang telah Ia ajarkan dan perintahkan, agar dengan mengakui doktrin-Nya dan menaati hukum-hukum-Nya, umat manusia dapat memperoleh kesucian di dunia dan kebahagiaan kekal di Surga.
Demikianlah rancangan yang mendasari pembangunan Gereja, serta prinsip-prinsip yang melahirkan Gereja. Jika kita melihat tujuan akhir dari Gereja, dan sebab-sebab efisien langsung yang olehnya Gereja menghasilkan kesucian di dalam jiwa, Gereja itu pastinya spiritual: tetapi, jika kita mempertimbangkan anggota-anggota yang menyusun Gereja, serta sarana-sarana yang olehnya karunia rohani sampai kepada kita, Gereja itu eksternal dan harus secara pasti kelihatan. Para Rasul menerima suatu misi untuk mengajar oleh tanda-tanda yang dapat dilihat dan didengar; dan misi ini, mereka laksanakan tanpa satu pun cara lain selain dengan kata-kata serta tindakan-tindakan yang dapat dirasakan oleh pancaindera. Dengan demikian, suara mereka, yang masuk lewat pendengaran eksterior, menghasilkan iman di dalam jiwa-jiwa: ‘iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus;[6] dan iman sendiri, yang merupakan persetujuan terhadap kebenaran yang pertama dan yang tertinggi, walau secara kodrati tinggal di dalam akal budi, haruslah diwujudkan oleh pengakuan eksterior yang dibuat oleh seseorang: ‘karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan’.[7] Demikian pula, di dalam manusia, tiada suatu hal pun yang lebih interior daripada rahmat surgawi yang menghasilkan kesucian, tetapi, sarana-sarana yang umum dan utama untuk memperoleh rahmat itu eksterior: yakni, sakramen-sakramen yang diberikan oleh manusia yang dipilih secara khusus untuk tujuan tersebut, oleh suatu penahbisan tertentu.
Yesus Kristus telah menugaskan para Rasul dan penerus para Rasul yang selalu berkelanjutan untuk mengajar dan memimpin orang-orang. Ia telah memerintahkan kepada bangsa-bangsa untuk menerima doktrin mereka dan untuk menundukkan diri dengan patuh kepada kuasa mereka. Tetapi hubungan timbal balik dari hak dan kewajiban dalam masyarakat Kristiani bukan hanya tidak dapat bertahan, tetapi juga tidak akan pernah dapat terbentuk tanpa perantaraan pancaindera, penafsiran, dan para pembawa pesan.
Untuk seluruh alasan itulah Gereja, di dalam Kitab Suci, begitu sering disebut satu tubuh dan juga tubuh Kristus – ‘Kalian adalah tubuh Kristus’.[8] Karena Gereja adalah satu tubuh, Gereja kelihatan oleh mata. Karena Gereja adalah tubuh Kristus, Gereja adalah tubuh yang hidup, aktif, penuh tenaga, dan dirawat serta dihidupi oleh Yesus Kristus. Tubuh ini dipenuhi kebajikan Yesus Kristus, bagaikan pokok anggur memberi makan dan menyuburkan carang-carang yang terhubung kepadanya. Di dalam makhluk hidup, pokoknya yang vital tidak kelihatan dan tersembunyi di dalam diri makhluk tersebut, tetapi pokok tersebut terlihat dan terwujud oleh gerakan serta tindakan dari anggota tubuhnya: demikian pula pokok dari kehidupan supernatural yang menghidupi Gereja terlihat di mata oleh tindakan-tindakan yang dihasilkan oleh Gereja.
Oleh karena itu, banyak orang berada di dalam kesesatan yang besar dan berbahaya, yakni mereka yang membuat Gereja sekehendak angan-angan mereka dan membayangkan bahwa Gereja itu tersembunyi dan sama sekali tidak kelihatan; dan orang-orang semacam itu juga memandang Gereja sebagai suatu institusi manusiawi, yang dilengkapi dengan suatu organisasi, suatu disiplin, ritus-ritus eksterior, tetapi yang sama sekali tidak memperoleh penyampaian senantiasa karunia-karunia rahmat ilahi, tanpa suatu hal pun yang senantiasa menjadi saksi, oleh perwujudan yang jelas yang terjadi setiap harinya, akan kehidupan supernatural yang diperoleh dari Allah.
Tidaklah mungkin bahwa Gereja Yesus Krisus hanyalah tubuh sendiri atau jiwa sendiri, sebagaimana yang satu atau yang lainnya sendiri tidak mungkin dapat membentuk manusia. Keseluruhan dan kesatuan dari kedua elemen tersebut diperlukan secara mutlak bagi Gereja yang sejati, seperti kesatuan yang intim antara jiwa dan raga diperlukan bagi kodrat manusia. Gereja bukanlah sebuah mayat: Gereja adalah tubuh Kristus, yang dipenuhi dengan kehidupan supernatural. Kristus sendiri, kepala dan teladan bagi Gereja, tidaklah lengkap, jika di dalam diri-Nya, kita hanya memandang kodrat manusiawi yang kelihatan, sebagaimana yang dilakukan para pengikut Photinus dan Nestorius, atau jika kita hanya memandang kodrat ilahi-Nya yang tidak kelihatan, seperti yang dilakukan para Monofisit; tetapi Kristus itu satu, oleh kesatuan dari kedua kodrat, kelihatan dan tidak kelihatan; Ia itu satu di dalam kedua kodrat tersebut; demikian pula, tubuh mistis-Nya adalah Gereja yang sejati hanya karena Gereja memenuhi persyaratan tersebut, yakni bahwa bagian-bagiannya yang kelihatan memperoleh kekuatan dan hidup dari karunia-karunia supernatural dan elemen-elemen lain yang tidak kelihatan.
Tetapi, karena Gereja itu demikian adanya oleh karena kehendak dan perintah dari Allah, Gereja harus tetap demikian adanya, selalu sama sampai akhir zaman. Jika tidak, hal itu berarti bahwa Gereja tidak didirikan untuk selama-lamanya, dan oleh karena itu Gereja akan terbatas pada suatu waktu atau tempat tertentu, dua kesimpulan yang bertentangan dengan kebenaran. Maka, adalah suatu hal yang pasti bahwa persatuan dari elemen-elemen yang kelihatan dan tidak kelihatan ini, oleh kehendak Allah, merupakan kodrat dan konstitusi yang intim dari Gereja, dan oleh karena itu secara pasti akan selalu bertahan selama Gereja sendiri berada. Itulah mengapa Santo Yohanes Krisostomus berkata kepada kita: ‘Janganlah engkau memisahkan diri dari Gereja ; tiada suatu hal pun yang lebih perkasa dari Gereja. Harapanmu adalah Gereja, keselamatanmu adalah Gereja, perlindunganmu adalah Gereja. Gereja lebih tinggi dari langit dan lebih luas dari bumi. Gereja tidak pernah menua, semangatnya bertahan selama-lamanya. Begitu pula Kitab Suci, untuk menunjukkan kepada kita kekokohannya yang tidak dapat tergoyahkan, menyebutnya sebagai sebuah pegunungan.’[9]
Santo Agustinus menambahkan: ‘Orang-orang yang tidak beriman percaya bahwa agama Kristiani hanya akan bertahan pada suatu masa tertentu di bumi, lalu menghilang. Agama ini akan bertahan selama matahari terus berada: selama matahari terus terbit dan terbenam; yakni, selama waktu terus berjalan. Gereja Allah, yaitu tubuh Kristus, tidak akan pernah menghilang dari bumi.‘[10] Bapa yang sama pun berkata: ‘Gereja akan goyah jika fondasinya goyah; tetapi bagaimanakah Kristus dapat goyah? Selama Kristus tidak goyah, Gereja tidak akan pernah bertekuk lutut sampai akhir zaman. Di manakah mereka yang berkata: ‘Gereja telah menghilang dari dunia, sewaktu Gereja bahkan tidak pernah dapat bertekuk lutut?’’[11]
Demikianlah fondasi di atas mana seseorang yang mencari kebenaran harus berpijak. Gereja telah dibangun dan disusun oleh Yesus Kristus, Tuhan kita; oleh karena itu, sewaktu kita bertanya tentang kodrat Gereja, hal yang utama adalah untuk mengetahui apa yang telah ingin dilakukan oleh Yesus Kristus dan apa yang Ia telah lakukan sesungguhnya. Untuk membahas tentang kesatuan Gereja, seseorang harus mengikuti aturan tersebut. Oleh karena itu, Kami kira baik adanya, demi kepentingan bersama, untuk membahas tentang hal ini di dalam surat Ensiklik ini.
Ya, memang, Gereja sejati Yesus Kristus itu satu adanya: kesaksian-kesaksian yang begitu jelas dan banyak dari Kitab Suci telah menetapkan hal ini di dalam pikiran semua orang, sehingga tidak seorang Kristiani pun berani menentangnya. Tetapi, dalam hal menilai dan menentukan kodrat dari kesatuan ini, beberapa orang tersesatkan oleh berbagai kesalahan. Bukan hanya asal muasal Gereja, tetapi juga segala hal yang menyangkut konstitusinya merupakan bagian dari tatanan hal-hal yang berasal dari suatu kehendak bebas. Untuk alasan inilah seluruh hal ini harus dinilai menurut apa yang sebenarnya telah terjadi. Maka, hal yang harus kita telaah, bukanlah bagaimana mungkin Gereja itu satu adanya, tetapi bagaimanakah Ia yang membangun Gereja, menghendaki adanya satu Gereja.
Tetapi, jika kita meneliti fakta-faktanya, kita mencatat bahwa Yesus Kristus tidak membuat ataupun mendirikan satu Gereja yang terbentuk dari beberapa komunitas yang, berdasarkan ciri yang umum, menyerupai satu sama lain, tetapi yang berbeda satu sama lain, dan tidak memiliki ikatan yang membuat Gereja unik dan tidak terbagi-bagi sesuai dengan Syahadat yang diakui oleh iman kita: ‘Aku percaya akan Gereja yang satu.’
‘Gereja, sehubungan dengan kesatuannya tergolong kategori hal-hal yang tidak bisa bagi-bagi secara kodrati, walaupun para bidah mencoba untuk membagi-baginya menjadi berbagai bagian. Kami berkata bahwa Gereja Katolik yang kuno ini satu adanya: Gereja memiliki kesatuan esensi, doktrin, pokok, dan kesempurnaan. Juga, puncak dari kesempurnaan Gereja, seperti fondasi dari strukturnya, berasal dari kesatuan. Oleh karena itulah Gereja melampaui segala sesuatu di dunia, tidak ada suatu hal pun yang setara maupun serupa dengan Gereja.’[12] Begitu pula, sewaktu Yesus Kristus berkata tentang bangunan mistis ini, Ia hanya menyebutkan satu Gereja saja, yang Ia katakan adalah milik-Nya: ‘Aku akan membangun Gereja-Ku.’ Gereja mana pun selain Gereja yang satu ini, tidaklah dibangun oleh Yesus Kristus dan tidak dapat dianggap sebagai Gereja sejati Yesus Kristus.
Hal tersebut bahkan menjadi lebih jelas jika kita mempertimbangkan rencana Allah yang menciptakan Gereja. Apakah yang dikehendaki Tuhan kita Yesus Kristus dalam pembangunan dan penjagaan Gereja-Nya? Hanya satu hal: mewariskan kepada Gereja kebersinambungan dari misi yang sama, dari perintah yang sama yang diterima-Nya sendiri dari Bapa-Nya. Itulah hal yang telah diperintahkan-Nya untuk dilakukan, dan itulah yang Ia telah sungguh-sungguh lakukan. ‘Seperti Bapa-Ku telah mengutus-Ku, demikian pula Aku mengutus kalian.[13] Seperti Engkau telah mengutus-Ku ke dunia, demikian pula Aku juga mengutus mereka ke dunia.’[14]
Tetapi, termasuk dalam misi Kristus adalah tugas untuk menebus dari kematian dan untuk menyelamatkan apa yang telah binasa, yakni, bukan hanya beberapa bangsa atau kota, melainkan umat manusia seluruhnya secara universal, tanpa perbedaan dalam tempat maupun waktu. ‘Anak manusia telah datang,... agar dunia diselamatkan oleh-Nya.[15] Sebab tiada nama yang lain yang telah diberikan di bawah langit kepada manusia, yang olehnya kita harus diselamatkan.’[16] Misi dari Gereja, oleh karena itu, adalah untuk menyebarluaskan di antara orang-orang dan kepada semua keturunan keselamatan yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, dan segala berkat yang mengalir daripadanya. Itulah mengapa, sesuai dengan kehendak sang Pendirinya, adalah suatu hal yang diperlukan bahwa Gereja itu satu adanya di seluruh dunia, di seluruh kurun waktu. Untuk membenarkan adanya lebih dari satu Gereja, seseorang akan perlu keluar dari dunia ini dan untuk menciptakan umat manusia yang baru yang tidak dikenal.
Gereja yang esa ini, yang telah harus merangkul setiap manusia di sepanjang waktu dan di semua tempat, Yesaya telah melihatnya dan menunjuknya lebih awal, sewaktu di dalam penglihatannya yang menembus masa depan, ia menyaksikan sebuah gunung yang puncaknya melampaui ketinggian gunung yang lain yang terlihat oleh mata semua orang. Gunung yang satu itu adalah gambaran dari rumah Tuhan, yakni, Gereja. ‘Pada hari-hari terakhir, gunung yang adalah rumah Tuhan akan dipersiapkan di atas puncak pegunungan.’[17]
Tetapi, gunung yang ditempatkan di atas puncak pegunungan itu satu adanya; satu adanya rumah Tuhan, yang kepadanya segala bangsa kelak harus berkumpul bersama, untuk menemukan di dalamnya aturan bagi kehidupan mereka. ‘Dan segala bangsa akan berkumpul bersama kepadanya… dan akan berkata: Marilah kita datang dan mendaki gunung Tuhan, marilah kita pergi ke rumah dari Allah Yakub, dan Ia akan mengajarkan kita jalan-jalan-Nya, dan kita akan berjalan di dalam jalan-jalan-Nya.’[18]
Optatus dari Milevis berkata tentang ayat ini: ‘Ada tertulis di dalam Kitab Nabi Yesaya: hukum itu akan muncul dari Sion dan sabda Tuhan dari Yerusalem. Maka, bukan di atas Gunung Sionlah Yesaya melihat lembah itu, tetapi di atas gunung suci yang adalah Gereja, dan yang telah menjulang secara mencolok dari antara seluruh dunia Romawi di bawah langit… Sion rohani yang sejati, oleh karena itu, adalah Gereja, yang di dalamnya, Yesus Kristus telah ditetapkan sebagai raja oleh Allah Bapa, dan yang berada di seluruh dunia, dunia yang di dalamnya hanya terdapat satu Gereja Katolik.’[19] Dan Santo Agustinus berkata demikian: ‘Hal apakah yang sedemikian terlihatnya jika bukan satu gunung, atau yang dikenal dengan sedemikian baiknya? Memang benar, terdapat gunung-gunung yang tidak dikenal, gunung-gunung yang berada di pelosok bumi yang terpencil… Tetapi gunung yang satu ini tidaklah demikian adanya, karena gunung ini memenuhi seluruh permukaan bumi, dan ada tertulis tentangnya bahwa gunung ini telah dipersiapkan di atas puncak gunung-gunung.’[20]
Harus dinyatakan pula bahwa Putra Allah telah mendekretkan bahwa Gereja akan menjadi tubuh mistis-Nya sendiri, yang kepadanya Ia akan bersatu untuk menjadi kepalanya. Layaknya tubuh manusiawi, yang telah diambil-Nya oleh Penjelmaan, kepala bersatu dengan anggota-anggota tubuh lewat suatu kesatuan yang wajib dan kodrati. Maka, demikian pula Ia telah mengambil untuk diri-Nya sendiri satu tubuh manusiawi yang esa, yang telah dibaktikan-Nya untuk siksaan-siksaan serta untuk kematian demi menebus umat manusia. Demikian pula, Ia memiliki satu tubuh mistis yang esa, yang di dalamnya dan yang lewatnya, Ia membuat manusia mengambil bagian di dalam kesucian dan keselamatan abadi. ‘Allah telah menetapkan-Nya (Kristus) sebagai kepala di atas seluruh Gereja yang adalah tubuh-Nya.’[21] Anggota-anggota yang terpisahkan dan tercerai-berai tidak dapat bersatu dengan kepala yang satu dan sama itu untuk membentuk satu tubuh yang esa. Santo Paulus berkata kepada kita: ‘Semua anggota tubuh itu, walaupun banyak anggota, bagaimanapun adalah satu tubuh: demikian pula Kristus.’[22] Oleh karena itu, tubuh mistis ini, ujarnya kembali, ‘tersusun rapi dan diikat. Kristus adalah sang kepala, yang oleh karena-Nyalah seluruh anggota tubuh itu tersusun rapi dan diikat oleh seluruh persendian menjadi satu, sesuai dengan daya kerja dalam ukuran masing-masing bagian, dan menerima pertumbuhannya serta dibangun dalam kasih.’[23] Maka, anggota tubuh yang tetap terpisahkan dan tercerai-berai dari anggota-anggota tubuh yang lain tidak mungkin adalah milik kepala yang sama seperti anggota-anggota tubuh yang lain. Santo Siprianus berkata, ‘hanya terdapat satu Allah, satu Kristus, satu Gereja Kristus, satu iman, satu bangsa, yang oleh ikatan keharmonisan dibangun di dalam kesatuan yang kokoh dari tubuh yang sama. Kesatuan ini tidak dapat dipecahkan: tubuh yang tetap satu tidak dapat terbagi-bagi oleh pemecah-belahan anggota-anggota yang menyusunnya.’[24] Untuk menunjukkan dengan lebih baik kesatuan dari Gereja-Nya, Santo Siprianus menggambarkan kesatuan tersebut dengan rupa tubuh yang hidup, yang anggota-anggotanya hanya dapat hidup jika bersatu dengan kepalanya dan memperoleh dari kepalanya itu kekuatan vitalnya. Jika anggota-anggotanya terpisahkan, anggota-anggota itu pun pasti mati. Ujarnya, ‘Gereja tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi bagian-bagian dengan memisahkan dan memotong-motong anggota-anggotanya. Barangsiapa terpotong dari sang ibundanya tidak dapat hidup ataupun bernapas dengan sendirinya.’[25] Dalam hal apakah mayat serupa dengan makhluk hidup? ‘Sebab tidak seorang pun pernah membenci dagingnya sendiri, tetapi ia memberinya makan dan merawatnya, seperti yang dilakukan Kristus kepada Gereja, sebab kita adalah anggota-anggota tubuh-Nya, dari daging dan tulang-tulang-Nya.’[26]
Maka, hendaknya seseorang mencari sebuah kepala yang sama seperti Kristus, hendaknya seseorang mencari seorang Kristus yang lain, jika ia hendak membayangkan suatu Gereja lain yang bukanlah tubuh-Nya. ‘Perhatikanlah apa yang harus engkau waspadai, perhatikanlah apa yang harus engkau hindari, perhatikanlah apa yang harus engkau takuti. Terkadang sebuah anggota dari tubuh manusia dipotong, atau dipisahkan dari tubuhnya: tangan, jari, kaki. Apakah jiwa mengikuti anggota yang dipotong? Selama anggota itu berada di dalam tubuhnya, anggota itu hidup; saat terpotong anggota itu kehilangan hidupnya. Demikian pula manusia: selama ia hidup di dalam tubuh Gereja, ia adalah Kristen Katolik; saat ia terpisahkan, ia telah menjadi bidah. Jiwa tidak mengikuti anggota yang terpotong.’[27]
Maka, Gereja Kristus itu satu dan sama adanya untuk selamanya: barangsiapa memisahkan diri dari Gereja Kristus, ia meninggalkan kehendak dan perintah Yesus Kristus Tuhan Kita, ia meninggalkan jalan keselamatan, dan masuk ke dalam jalan kebinasaan. ‘Barangsiapa memisahkan diri dari Gereja, ia bersatu dengan seorang pezina. Ia juga telah memotong dirinya sendiri dari janji-janji yang telah dibuat kepada Gereja. Barangsiapa meninggalkan Gereja Kristus, ia tidak akan sampai kepada pahala Kristus… Barangsiapa tidak menjaga kesatuan ini, ia tidak menaati hukum Allah, ia tidak menganut iman akan Bapa dan akan Putra, ia tidak berpegang kepada kehidupan maupun keselamatan.’[28]
Tetapi Ia yang telah menginstitusikan Gereja yang esa, juga telah menginstitusikan kesatuan: yakni, sedemikanlah kodrat Gereja sehingga semua orang yang harus menjadi anggotanya dipersatukan oleh ikatan masyarakat yang begitu erat, sehingga, bersama-sama, mereka semua hanya membentuk satu bangsa, satu kerajaan, satu tubuh. ‘Satu tubuh dan satu roh, sebagaimana engkau telah terpanggil di dalam satu harapan di dalam panggilanmu.’[29] Menjelang kematian-Nya, Yesus Kristus menyatakan kehendak-Nya tentang hal ini, dan menguduskannya dengan cara yang teragung, dalam doa ini yang dibuat-Nya kepada Bapa-Nya: ‘Aku berdoa bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk mereka yang oleh kata-kata mereka akan percaya akan Aku… agar mereka pula, menjadi satu di dalam Kita… agar mereka disempurnakan di dalam kesatuan.’[30] Ia bahkan telah menghendaki agar ikatan kesatuan antara para murid-Nya begitu intim, begitu sempurna, sehingga ikatan itu menyerupai, dalam suatu derajat tertentu, kesatuan-Nya sendiri dengan Bapa-Nya: ‘Aku berdoa agar mereka dapat menjadi satu sebagaimana Engkau Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.[31]
Tetapi, keharmonisan yang begitu besar dan begitu mutlak antara para manusia harus memiliki fondasi yang wajib, yakni keselarasan kehendak dan keserupaan tindakan. Itulah mengapa, sesuai dengan rencana ilahi-Nya, Yesus telah menghendaki agar Kesatuan Iman ada di dalam Gereja-Nya: sebab iman adalah yang pertama dari segala ikatan yang mempersatukan manusia kepada Allah, dan oleh karenanyalah kita disebut umat beriman. ‘Satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan’:[32] yakni, sebagaimana mereka hanya memiliki satu Tuhan dan satu pembaptisan, demikian pula semua orang Kristiani, di seluruh dunia, harus memiliki satu iman saja. Itulah mengapa Santo Paulus Rasul bukan hanya memohon kepada orang-orang Kristiani agar mereka semua memiliki satu pikiran dan menghindari pertentangan pendapat, tetapi ia juga memohonkan hal-hal tersebut kepada mereka atas motif yang tersuci: ‘Aku memohon kepada kalian, saudara-saudaraku, dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus, agar kalian seiya sekata dan agar kalian tidak menolerir skisma di antara kalian; tetapi agar kalian dipersatukan dengan sempurna dalam pikiran yang sama dan dengan pendapat yang sama.’[33] Kata-kata ini, tentunya, tidak perlu penjelasan, karena dengan sendirinya cukup jelas. Di samping itu, semua orang yang mengakui Kekristenan mengizinkan terdapatnya satu iman saja. Inilah poin yang paling penting dan yang diperlukan secara mutlak, sebab banyak orang jatuh dalam kesalahan tentang hal ini saat mereka mencoba memahami kodrat dan jenis kesatuan ini. Tetapi kodrat dan kesatuan ini, seperti yang telah Kami telah nyatakan, tidaklah boleh dipastikan lewat opini atau rekaan, tetapi lewat pengetahuan yang pasti tentang apa yang sudah dilakukan, yaitu dengan menelaah dan memperhatikan kesatuan iman seperti apa yang telah diperintahkan Yesus Kristus kepada Gereja-Nya.
Doktrin surgawi dari Yesus Kristus sebagian besarnya disampaikan di dalam kitab-kitab yang diilhami oleh Allah. Walau bagaimanapun, jika doktrin tersebut diserahkan kepada intelek manusia, doktrin tersebut tidak dapat dengan sendirinya mempersatukan pikiran. Memang, sering terjadi bahwa doktrin tersebut jatuh ke dalam interpretasi yang beragam dan berbeda-beda satu sama lain. Keberagaman itu bukan hanya disebabkan oleh kedalaman serta misteri-misteri dari doktrin tersebut, tetapi juga oleh karena kebhinekaan dari pikiran manusia, serta masalah yang timbul dari hasrat-hasrat yang bertentangan. Perbedaan interpretasi tersebut secara pasti menimbulkan beragamnya kepercayaan, yang memunculkan kontroversi, perpecahan, dan pertikaian. Hal-hal demikian telah timbul sejak zaman yang terdekat dari zaman awal Gereja. Santo Ireneus berkata demikian saat ia berbicara tentang para bidah: ‘Mereka mengakui Kitab Suci, tetapi mereka membejatkan interpretasinya.’[34] Dan Santo Agustinus juga berkata: ‘Bidah-bidah telah bermunculan, dan pandangan-pandangan sesat tertentu yang menjebak jiwa-jiwa dan mencampakkan mereka ke dalam jurang, hanya sewaktu Kitab Suci yang dengan sendirinya baik, dimengerti tidak sebagaimana mestinya.’[35] Maka, walaupun terdapat Kitab Suci, demi memersatukan pikiran-pikiran dan menciptakan serta menjaga keselarasan pikiran, diperlukan adanya suatu pokok yang lain. Kebijaksanaan ilahi menuntut adanya pokok yang lain itu; sebab Allah tidak mungkin telah menghendaki bahwa iman tersebut satu adanya tanpa menyediakan suatu sarana yang mampu mempertahankan kesatuan tersebut. Dan Kitab Suci sendiri pun menunjukkan dengan jelas bahwa Allah telah menyediakan sarana tersebut, seperti yang akan Kami segera katakan. Memang, kuasa Allah yang tidak terbatas tidaklah terikat kepada suatu hal apa pun, dan segala ciptaan tunduk kepada-Nya bagaikan suatu instrumen yang pasif. Maka, sehubungan dengan pokok eksterior ini, kita harus mencari sarana yang mana dari segala sarana-sarana di dalam kuasa-Nya, yang digunakan oleh Kristus untuk mempertahankan kesatuan itu. Oleh karena itu, kita perlu mengingat dalam benak kita asal-muasal pertama dari Kekristenan.
Fakta-fakta yang akan Kami kedepankan ini didukung oleh Kitab Suci dan diketahui oleh semua orang. Yesus Kristus membuktikan, oleh mukjizat-mukjizat-Nya, keilahian-Nya serta misi ilahi-Nya. Ia bekerja keras untuk berbicara kepada orang-orang demi mengajarkan hal-hal tentang Surga, dan menuntut secara mutlak bahwa seseorang memiliki iman yang penuh akan pengajaran-Nya, dan menjanjikan pahala abadi bagi orang yang percaya dan hukuman kekal bagi orang yang tidak percaya. ‘Jika Aku tidak melakukan karya-karya Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku.[36] Jika Aku tidak pernah melakukan di tengah-tengah mereka karya-karya yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun, mereka tidak akan berdosa.[37] Tetapi jika Aku melakukan karya-karya semacam itu, dan jika kalian tidak ingin percaya kepada-Ku, percayalah akan karya-karya-Ku.[38]’ Segala hal yang diperintahkan-Nya, Ia perintahkan dengan otoritas yang sama. Ia menuntut persetujuan pikiran kepada seluruh kebenaran tanpa pengecualian. Maka, mereka yang mendengar Yesus, jika mereka hendak sampai kepada keselamatan, memiliki kewajiban, bukan hanya untuk menerima secara keseluruhan segala doktrin-Nya, tetapi untuk memberikan persetujuan yang penuh dari jiwa kepada setiap hal yang diajarkan oleh-Nya. Sebab adalah suatu hal yang bertentangan kepada akal budi untuk menolak untuk percaya kepada Allah yang berbicara, bahkan dalam suatu poin pun.
Menjelang Kenaikan-Nya, Ia mengutus para Rasul-Nya sambil menyelubungi mereka dengan kekuatan yang sama yang telah dianugerahkan oleh Bapa-Nya kepada-Nya, dan Ia memerintahkan kepada mereka untuk menyebarluaskan doktrin-Nya ke seluruh tempat. ‘Segala kuasa telah diberikan kepada-Ku di dalam Surga dan di atas bumi. Karena itu, pergilah dan ajarkanlah segala bangsa… ajarkan mereka untuk menaati segala hal yang telah Kuperintahkan kepada kalian.’[39] Barangsiapa menaati para Rasul akan diselamatkan; barangsiapa tidak taat, akan binasa: ‘Barangsiapa percaya dan dibaptis, ia akan diselamatkan; barangsiapa tidak percaya akan dikutuk.’[40] Dan karena adalah suatu hal yang amat selaras dengan penyelenggaraan Allah bahwa tidak seorang pun akan diberikan suatu misi yang agung dan penting tanpa diberikan oleh-Nya sarana untuk melaksanakan misi tersebut dengan pantas, Yesus Kristus berjanji untuk mengutus kepada para rasul-Nya Roh Kebenaran, yang akan tinggal di dalam mereka selamanya.‘Jika Aku pergi, Aku akan mengutus-Nya (Parakletos) kepada kalian… dan sewaktu Roh Kebenaran itu akan telah datang, Ia akan mengajarkan kepada kalian tentang segala kebenaran.[41] Dan Aku akan berdoa kepada Bapa-Ku, dan Ia akan memberikan kepada kalian Parakletos yang lain, agar Ia selalu tinggal bersama kalian: Ia yang adalah Roh kebenaran. [42] Ialah yang akan memberikan kesaksian tentang diri-Ku, dan kalian juga akan memberikan kesaksian.’[43] Setelahnya, Ia memerintahkan agar doktrin para Rasul diterima dengan takwa dan ditaati dengan saleh layaknya doktrin-Nya sendiri. ‘Barangsiapa mendengarkan kalian, ia mendengarkan-Ku; barangsiapa membenci kalian, ia membenci-Ku.’[44] Maka, para Rasul diutus oleh Yesus Kristus layaknya Yesus sendiri diutus oleh Bapa-Nya: ‘Sebagaimana Bapa-Ku telah mengutus-Ku, demikian pula Aku pun mengutus kalian.’[45] Oleh karena itu, sebagaimana para Rasul serta para murid diwajibkan untuk tunduk kepada sabda Kristus, demikian pula orang-orang yang diajarkan oleh para Rasul diwajibkan untuk tunduk kepada sabda para Rasul atas dasar perintah ilahi mereka. Maka, tidaklah diperkenankan untuk menolak satu pun poin doktrin dari para Rasul, layaknya tidak diperkenankan untuk menolak satu pun poin doktrin dari Yesus Kristus sendiri.
Tentunya, sabda para Rasul, setelah turunnya Roh Kudus di atas mereka, telah bergema sampai penjuru-penjuru dunia yang paling terpencil. Di mana pun mereka menapakkan kaki, mereka hadir sebagai duta Yesus sendiri. ‘Oleh diri-Nyalah (Yesus Kristus) kami telah menerima rahmat dan kerasulan untuk membuat semua bangsa taat kepada iman dalam nama-Nya.’[46] Dan di mana pun mereka melangkah, Allah membuat misi ilahi mereka itu dikenal lewat mukjizat-mukjizat yang begitu banyak. ‘Dan sewaktu mereka telah pergi, mereka pun berkhotbah di mana-mana. Tuhan pun bekerja sama dengan mereka dan meneguhkan sabda mereka lewat mukjizat-mukjizat yang menyertainya.’[47] Tentang apakah sabda itu? Jelas, sabda itu meliputi segala hal yang telah mereka sendiri pelajari dari Tuhan mereka: sebab mereka bersaksi secara publik dan terbuka bahwa mustahil untuk melakukan suatu hal apa pun untuk membungkam apa pun yang telah mereka lihat dan dengar.
Tetapi, Kami telah mengatakan hal ini sebelumnya. Misi dari para Rasul tidak ditakdirkan untuk mati bersama para Rasul itu sendiri, ataupun menghilang bersama waktu. Karena misi itu adalah misi publik yang telah diinstitusikan untuk keselamatan umat manusia. Memang, Yesus Kristus telah memerintahkan kepada para Rasul untuk mengkhotbahkan ‘Injil kepada segala makhluk’, dan ‘untuk membawa nama-Nya di hadapan bangsa-bangsa dan raja-raja’, dan untuk ‘menjadi bagi-Nya saksi-saksi sampai ke ujung dunia.’ Dan dalam pemenuhan misi yang agung ini, Ia berjanji untuk menyertai mereka, bukan selama beberapa tahun atau beberapa periode, tetapi untuk selama-lamanya sampai akhir zaman. Tentang hal tersebut, Santo Hieronimus menulis: ‘Ia yang berjanji untuk menyertai murid-murid-Nya sampai akhir zaman menyatakan bahwa mereka akan selalu berjaya, dan bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan orang-orang yang percaya kepada-Nya.’[48] Bagaimanakah semua hal itu dapat terjadi hanya kepada para Rasul, yang, oleh karena kondisi manusiawi mereka, tunduk kepada hukum kematian yang universal? Penyelenggaraan ilahi oleh karena itu telah mengatur agar Magisterium yang telah diinstitusikan oleh Yesus Kristus tidak akan dibatasi oleh batasan-batasan hidup para Rasul sendiri, tetapi agar Magisterium itu terus selalu ada. Kenyataannya, kita melihat bahwa Magisterium itu diwariskan bagaikan dari satu tangan ke tangan lainnya. Sebab para Rasul mengonsekrasikan uskup-uskup, dan masing-masing menunjuk orang-orang yang akan menjadi penerus-penerus mereka secara langsung dalam pelayanan sabda.
Tetapi masih ada lagi: mereka lalu memerintahkan kepada para penerus mereka sendiri untuk memilih pria-pria yang pantas untuk fungsi tersebut, untuk menganugerahkan kepada mereka otoritas yang sama, untuk memercayakan kepada mereka tugas dan misi untuk mengajar: ‘Ya putraku, perkuatlah dirimu dalam rahmat yang ada di dalam Yesus Kristus; dan apa yang telah engkau dengar dariku di hadapan saksi-saksi yang besar jumlahnya, percayakanlah hal itu kepada pria-pria yang setia, yang akan pula pantas untuk mengajar orang-orang lain.’[49] Maka, benar adanya bahwa sebagaimana Yesus Kristus telah diutus oleh Allah, dan para Rasul oleh Yesus Kristus, demikian pula para uskup dan semua yang telah menjadi penerus para Rasul, telah diutus oleh para Rasul. ‘Para Rasul telah mengkhotbahkan Injil kepada kita. Mereka diutus oleh Tuhan kita Yesus Kristus, dan Yesus Kristus telah diutus oleh Allah. Misi Kristus, maka dari itu, berasal dari Allah, dan misi para Rasul berasal dari Kristus, dan kedua misi tersebut telah diinstitusikan sesuai aturan oleh kehendak Allah… Maka, para Rasul mengkhotbahkan Injil di berbagai negeri dan kota; dan setelah membuktikan di dalam Roh buah-buah pertama dari pengajaran mereka, mereka menunjuk para uskup dan diakon bagi para umat beriman yang selanjutnya… Mereka menginstitusikan apa yang baru saja kami katakan, dan kemudian, mereka membuat kebijakan-kebijakan agar, sewaktu mereka mati, pria-pria lain yang telah diuji menurut Roh Allah, meneruskan mereka dalam pelayanan mereka.’[50] Maka, di satu sisi, adalah suatu hal yang diperlukan bahwa misi untuk mengajarkan apa yang Kristus telah ajarkan harus tetap konstan dan tidak berubah, dan di sisi lain, tugas untuk menerima dan mengakui semua doktrin mereka juga harus demikian pula konstan dan tidak berubah. Itulah yang dijelaskan dengan amat baik oleh Santo Siprianus di dalam kata-kata berikut: ‘Sewaktu Tuhan kita Yesus Kristus, di dalam Injil-Nya menyatakan bahwa mereka yang tidak bersama-Nya adalah musuh-musuh-Nya, Ia tidak menunjuk satu bidah secara khusus, tetapi Ia mencela sebagai musuh-musuh-Nya semua orang yang tidak sepenuhnya bersama-Nya, dan yang tidak menuai bersama-Nya, yang mencerai-beraikan kawanan domba-Nya. Ujar-Nya: Barangsiapa tidak bersama-Ku, ia menentang-Ku, dan barangsiapa tidak menuai bersama-Ku, tercerai-berai.’[51]
Gereja, yang dibangun atas prinsip-prinsip ini, dan oleh karena kewaspadaannya atas tanggung jawabnya, memiliki kehendak yang terbesar serta mengerahkan upaya yang terbesar untuk menjaga dengan cara yang tersempurna integritas dari iman. Itulah mengapa Gereja telah memandang sebagai pemberontak dan telah mengusir jauh-jauh dari dirinya semua orang yang tidak berpikir seperti Gereja tentang satu doktrin apa pun. Para Arian, para Montanis, para Novatian, para Kuartodesiman, para Eutikian jelas tidak meninggalkan doktrin Katolik sepenuhnya, tetapi hanya bagian tertentu. Dan bagaimanapun, siapakah yang tidak tahu bahwa mereka telah dinyatakan sebagai bidah dan diasingkan dari dada Gereja? Dan suatu penghakiman yang serupa telah mengutuk segala pembuat doktrin-doktrin sesat yang telah muncul kemudian di dalam masa-masa yang berbeda dari sejarah. ‘Tiada sesuatu pun yang lebih berbahaya daripada para bidah yang, walaupun mereka menjaga hampir semua doktrin, dengan satu perkataan, bagaikan setetes racun, merusak kemurnian dan kesederhanaan dari iman yang diajarkan oleh Tuhan kita dan yang diwariskan oleh tradisi Apostolik.’[52]
Praktik Gereja telah selalu sama, yang disertai oleh penghakiman serempak dari para Bapa suci, yang selalu menganggap sebagai terasing dari persekutuan Katolik dan di luar Gereja siapa pun yang menyimpang sedikit pun dari doktrin yang diajukan oleh Magisterium yang autentik. Epifanius, Agustinus, dan Theodoret, masing-masing telah menyebutkan sejumlah besar bidah dari zaman mereka. Santo Agustinus mencatat bahwa jenis-jenis bidah yang lain dapat berkembang, dan jika seseorang memberikan persetujuannya kepada satu pun dari bidah-bidah tersebut, oleh fakta itu sendiri, ia memisahkan diri dari kesatuan Katolik. Ujarnya, ‘maka dari itu, tidak seorang pun yang semata-mata tidak percaya akan semua kesesatan itu (yakni, bidah-bidah yang baru saja ia sebutkan) dapat memandang dirinya sendiri atau menyebut dirinya sendiri Kristen Katolik. Sebab mungkin terdapat atau mungkin muncul bidah-bidah yang lain yang tidak disebutkan di dalam karya ini, dan barangsiapa menganut satu pun dari bidah-bidah tersebut, ia bukan lagi seorang Kristen Katolik.’[53]
Sarana yang diinstitusikan secara ilahi untuk menjaga kesatuan iman yang telah Kami bicarakan, ditunjukkan dengan penuh penegasan oleh Santo Paulus di dalam suratnya kepada gereja di Efesus. Ia pertama-tama menasihati mereka untuk menjaga dengan perhatian yang besar keharmonisan pikiran: ‘Berusahalah dengan sungguh untuk menjaga kesatuan pikiran oleh ikatan perdamaian’[54]; dan karena hati orang-orang tidak dapat sepenuhnya dipersatukan oleh kasih jika pikiran mereka tidak berselaras dalam iman, ia menghendaki agar semua orang memiliki iman yang satu dan yang sama: ‘Satu Tuhan, satu iman.’ Dan ia menghendaki suatu kesatuan yang begitu sempurna sehingga kesatuan itu meniadakan segala bahaya kesesatan: ‘agar kita tidak lagi seperti anak-anak kecil yang terombang-ambingkan, yang dibawa ke mana-mana oleh segala angin doktrin, oleh kefasikan manusia, oleh siasat yang menuntun ke dalam jebakan kesesatan.’[55] Dan ia mengajarkan bahwa aturan tersebut harus ditaati, bukan pada suatu waktu tertentu, tetapi ‘sampai kita semua mencapai kesatuan iman, sesuai dengan kedewasaan dalam kepenuhan Kristus.’[56] Tetapi, di manakah Yesus Kristus telah menetapkan prinsip yang akan membangun kesatuan ini, serta sarana untuk menjaga kesatuan ini? Di sini: ‘Ia telah memberikan rasul-rasul, pastor-pastor, dan dokter-dokter demi menyempurnakan para kudus, demi karya pelayanan, demi membangun tubuh Kristus.’[57]
Aturan yang sama itu pulalah yang telah, sejak zaman yang terkuno, diikuti dan dibela secara serempak oleh para Bapa dan para Dokter. Dengarkanlah Origenes: ‘Setiap kali para bidah menunjukkan kepada kita kitab-kitab kanonik yang disetujui dan dipercayai oleh semua orang Kristiani, mereka seolah-olah berbicara: Kamilah yang memiliki sabda kebenaran. Tetapi, kita tidak boleh memercayai mereka sama sekali, tidak pun kita boleh menyimpang dari tradisi gerejawi kuno, tidak pun percaya suatu hal yang lain dari apa yang telah diajarkan oleh Gereja-Gereja Allah lewat tradisi turun-temurun.’[58] Dengarkanlah Santo Ireneus: ‘Kebijaksanaan yang sejati adalah doktrin para Rasul… yang telah sampai kepada kita lewat suksesi para uskup… yang mewariskan kepada kita pengetahuan yang amat lengkap tentang Kitab-Kitab suci, yang dijaga tanpa perubahan.’[59] Berikut apa kata Tertulianus: ‘Maka, jelas adanya bahwa semua doktrin yang selaras dengan doktrin gereja-gereja Katolik, para ibunda dan sumber primitif dari iman, harus dipandang sebagai kebenaran, karena Gereja menjaga tanpa keraguan apa yang telah diterima oleh Gereja-Gereja dari para Rasul, para Rasul dari Kristus, Kristus dari Allah… Kita bersekutu dengan Gereja-Gereja apostolik; tidak seorang pun memiliki doktrin yang berbeda: itulah kesaksian akan kebenaran.’[60] Dan Santo Hilarius: ‘Kristus yang berdiri di dalam perahu untuk mengajar memperdengarkan kepada kita bahwa mereka yang berada di luar Gereja tidak dapat memiliki pengetahuan akan sabda ilahi. Sebab perahu itu melambangkan Gereja, yang hanya di dalamnyalah sang Sabda kehidupan tinggal dan memperdengarkan diri-Nya, dan mereka yang berada di luar dan tetap berada di sana, yang mandul dan tidak berguna bagaikan pasir di pantai, tidak dapat mengerti.’[61] Rufinus memuji Santo Gregorius dari Nazianzus dan Santo Basilius karena ‘mereka membaktikan diri mereka sepenuhnya untuk mempelajari buku-buku dari Kitab Suci, dan karena mereka tidak memiliki kepongahan untuk mendapatkan pengetahuan dari pikiran mereka sendiri, tetapi dengan mencari pengetahuan itu di dalam tulisan-tulisan serta otoritas bapa-bapa kuno yang telah, dengan jelas, menerima dari suksesi apostolik aturan untuk interpretasi mereka.’[62]
Maka, jelas adanya menurut segala hal yang telah dikatakan, bahwa Yesus Kristus telah menginstitusikan di dalam Gereja suatu Magisterium yang hidup, autentik, dan permanen, yang oleh-Nya dikaruniai kuasa-Nya sendiri, yang diajarkan oleh Roh Kebenaran, yang diteguhkan oleh mukjizat-mukjizat, dan Ia menghendaki serta memerintahkan dengan amat ketat agar ajaran-ajaran doktrinal dari Magisterium ini diterima layaknya ajaran-ajaran-Nya sendiri. Oleh karena itu, setiap kali sabda dari Magisterium ini menyatakan bahwa suatu kebenaran tertentu merupakan bagian dari keseluruhan doktrin yang diwahyukan secara ilahi, setiap orang harus percaya dengan kepastian bahwa hal itu benar. Sebab jika hal itu mungkin entah bagaimana salah, akibatnya adalah, yang jelas absurd, bahwa Allah sendiri akan menjadi pencipta kesesatan umat manusia! ‘Tuhan, jika kami salah, Engkau sendirilah yang telah menipu kami.’[63] Dengan demikian, setelah menepis segala sebab keraguan, dapatkah seorang pun diizinkan untuk menolak satu pun dari kebenaran-kebenaran ini, tanpa, oleh karena fakta itu sendiri, terjerembab ke dalam bidah? Tanpa memisahkan dirinya sendiri dari Gereja dan tanpa menolak serta-merta seluruh doktrin Kristiani? Sebab demikianlah kodrat dari iman, sehingga tiada suatu hal pun yang lebih mustahil daripada untuk percaya akan hal-hal tertentu dan menolak hal-hal yang lain. Gereja memang mengakui bahwa iman adalah ‘suatu kebajikan supernatural yang olehnya, di bawah ilham dan dengan pertolongan rahmat Allah, kita percaya bahwa apa yang telah diwahyukan kepada kita oleh-Nya itu benar, bukan oleh karena kebenaran intrinsik yang dimengerti oleh terang akal budi alami, tetapi oleh karena kuasa Allah sendiri, sang Pewahyu, yang tidak dapat menipu maupun ditipu.’[64] Maka, jika terdapat satu poin yang secara pasti diwahyukan oleh Allah dan yang kita tolak untuk percayai, kita sama sekali tidak percaya akan iman ilahi. Sebab penghakiman yang diberikan oleh Santo Yakobus sehubungan dengan pelanggaran aturan moral, harus diterapkan kepada kesalahan-kesalahan pikiran dalam aturan iman. ‘Barangsiapa melanggar dalam satu poin pun, ia bersalah atas semuanya.’[65] Hal itu jauh lebih benar sehubungan dengan kesalahan-kesalahan pikiran. Sebab dapat dikatakan dengan kurang benar bahwa setiap hukum dilanggar oleh orang yang melakukan satu dosa pun, karena adalah suatu hal yang mungkin bahwa ia sesungguhnya hanya membenci keagungan dari Allah sang Pembuat Hukum. Tetapi, barangsiapa menentang bahkan satu pun poin dari kebenaran yang diwahyukan secara ilahi, ia secara mutlak menolak seluruh iman, karena ia menolak untuk tunduk kepada Allah yang adalah kebenaran teragung dan motif formal dari iman itu sendiri. ‘Di dalam banyak hal mereka bersama saya, di dalam hal-hal tertentu saja mereka tidak bersama saya; tetapi akibat hal-hal tertentu itu, di mana mereka memisahkan diri dari saya, tidak ada gunanya mereka bersama saya dalam hal-hal yang lain.’[66] Dan hal ini sungguh pantas: sebab mereka yang hanya mengambil dari doktrin Kristiani apa yang mereka sukai, bersandar kepada penghakiman mereka sendiri dan bukan kepada iman, dan oleh karena penolakan mereka untuk ‘membuat segala pengertian tunduk di bawah kepatuhan kepada Kristus’,[67] mereka sesungguhnya menaati diri mereka sendiri dan bukan Allah. ‘Kalian yang percaya akan apa yang kalian sukai dari Injil dan menolak untuk percaya akan apa yang tidak berkenan kepada kalian, kalian jauh lebih percaya kepada diri kalian sendiri daripada kepada Injil.’[68]
Oleh karena itu, para Bapa dari Konsili Vatikan sama sekali tidak menetapkan hal yang baru, tetapi mereka mengikuti wahyu ilahi dan mengakui ajaran yang telah diakui dan tidak berubah dari Gereja sehubungan dengan kodrat dari iman itu sendiri, sewaktu mendekretkan hal berikut: ‘Seseorang harus percaya dengan iman ilahi dan Katolik, segala kebenaran yang terkandung di dalam sabda Allah, yang tertulis atau yang disampaikan lewat tradisi, dan yang Gereja ajukan sebagai diwahyukan secara ilahi baik lewat penghakiman yang khidmat maupun lewat Magisterium biasa dan universal.’[69] Sebagai kesimpulan, karena jelas adanya bahwa Allah menghendaki secara mutlak kesatuan iman di dalam Gereja-Nya, dan karena Ia telah menunjukkan kesatuan dan sarana macam apa yang telah ditetapkan-Nya untuk menjaga kesatuan itu, hendaknya Kami diizinkan untuk berbicara kepada semua orang yang tidak bertekad untuk menutup telinga mereka kepada kebenaran dan berkata kepada mereka bersama Santo Agustinus: ‘Sewaktu kita melihat pertolongan yang besar dari Allah, perkembangan yang demikian jelasnya dan buah yang demikian berlimpahnya, haruskah kita ragu untuk berlindung di dalam dada dari Gereja itu yang, sebagaimana sudah jelas bagi semua orang, memiliki otoritas tertinggi dari Takhta Apostolik lewat suksesi Keuskupan? Sia-sialah murka para bidah yang mengepung Gereja itu; mereka dikutuk baik oleh penghakiman orang-orang sendiri, oleh keputusan-keputusan yang khidmat dari Konsili-Konsili, maupun oleh keagungan mukjizat-mukjizat. Untuk menolakkan keutamaan bagi Gereja itu, adalah penistaan dan keangkuhan yang amat besar. Dan jika segala ilmu pengetahuan, bahkan yang paling rendah dan yang paling mudah, menuntut, untuk pembelajarannya, bantuan dari seorang guru atau dari seorang pengajar, dapatkah kita membayangkan suatu keangkuhan yang lebih lancang daripada untuk menolak untuk mempelajari buku-buku tentang misteri-misteri ilahi dari para penafsir yang pantas, dan untuk berharap mengutuk mereka tanpa mengenal mereka![70]
Maka sama sekali tidak diragukan bahwa kewajiban Gereja adalah untuk menjaga dan menyebarluaskan doktrin Kristiani di dalam seluruh integritas dan kemurniannya. Tetapi, peranan Gereja tidak terbatas sampai di sana, dan tujuan institusi Gereja sendiri tidak berakhir dengan kewajiban pertamanya itu. Memang, demi keselamatan umat manusialah Yesus Kristus mengurbankan diri-Nya, demi tujuan itulah Ia memberitakan segala ajaran-Nya dan segala asas-Nya; maka, Ia memerintahkan kepada Gereja untuk berjuang, lewat kebenaran dari doktrin-doktrinnya, untuk menguduskan dan untuk menyelamatkan umat manusia. Tetapi rencana yang begitu agung dan sempurna ini sama sekali tidak dapat dipenuhi oleh iman sendiri. Harus pula ada penyembahan yang pantas dan saleh kepada Allah, yang ditemukan terutama di dalam Kurban ilahi dan di dalam pemberian Sakramen-Sakramen, serta di dalam hukum-hukum dan disiplin yang bermanfaat. Semua hal itu harus ditemukan di dalam Gereja, karena Gereja ditugaskan untuk melanjutkan sampai akhir zaman misi dari sang Juru Selamat. Gereja sendirilah yang menawarkan kepada umat manusia agama itu – keadaan kesempurnaan yang mutlak – yang dihendaki-Nya, kiasannya, untuk dibentuk di dalam Gereja. Dan hanya Gereja sendirilah yang menyediakan sarana-sarana keselamatan tersebut yang selaras dengan nasihat-nasihat yang lazim dari Penyelenggaraan ilahi.
Tetapi, layaknya doktrin ilahi tidak pernah diserahkan kepada ketidakteraturan ataupun kepada penghakiman individual manusia, tetapi bahwa doktrin itu pertama-tama diajarkan oleh Yesus, lalu dipercayakan secara eksklusif kepada Magisterium tersebut, demikian pula izin untuk melaksanakan dan mengadministrasikan misteri-misteri ilahi serta kuasa untuk memerintah dan memimpin tidak diberikan kepada semua orang Kristiani, tetapi kepada pria-pria yang terpilih oleh Allah. Memang, hanya kepada para Rasul dan para penerus mereka yang legitimlah kata-kata berikut ditujukan: ‘Pergilah ke seluruh dunia, wartakanlah Injil… baptislah manusia… lakukanlah ini akan peringatan akan Daku… Dosa-dosa akan diampuni bagi mereka yang kalian ampuni.’ Demikian pula, hanya kepada para Rasul dan kepada penerus mereka yang legitimlah Ia telah membuat perintah untuk menggembalakan kawanan domba-Nya, yakni, untuk memerintah dengan kuasa semua orang Kristiani, yang oleh karena itu, diwajibkan oleh fakta itu sendiri untuk tunduk dan patuh kepada para rasul dan para penerus mereka yang legitim. Semua rangkaian dari fungsi-fungsi pelayanan apostolik ini terkandung di dalam kata-kata dari Santo Paulus: ‘Semoga orang-orang memandang kita sebagai pelayan Kristus dan pembagi misteri-misteri Allah.’[71]
Maka, Yesus Kristus telah memanggil semua umat manusia tanpa pengecualian, manusia yang ada pada zaman-Nya dan manusia yang akan ada pada masa yang mendatang, untuk mengikuti-Nya sebagai kepala dan sebagai Juru Selamat, bukan semata-mata secara individu, tetapi dengan membentuk suatu masyarakat, yang terorganisir dan yang bersatu dalam pikiran. Dengan demikian, suatu masyarakat yang terbentuk secara layak haruslah ada, yang terbentuk dari kumpulan berbagai orang, satu dalam iman, satu dalam tujuan, satu dalam pengambilan bagian di dalam sarana yang disesuaikan untuk pencapaian tujuan itu, dan satu sebagai subjek yang tunduk kepada otoritas yang satu dan yang sama. Oleh karena fakta itu sendiri, Yesus Kristus telah menetapkan di dalam Gereja segala prinsip alami, yang, di tengah-tengah manusia, menciptakan secara spontan masyarakat itu dalam tujuan untuk membuat mereka mencapai kesempurnaan semampu kodrat mereka, sedemikian rupa sehingga di dalam dadanya, semua orang yang ingin menjadi anak-anak angkat Allah dapat mencapai dan menjaga kesempurnaan yang pantas bagi martabat mereka, dan oleh karena itu, memperoleh keselamatan mereka. Maka, Gereja, seperti yang telah kami nyatakan, adalah pemandu manusia untuk menuju Surga, dan Allah telah memberikan kepada Gereja misi untuk menghakimi dan memutuskan oleh dirinya sendiri segala hal yang berkenaan dengan agama, dan untuk mengelola sekehendak Gereja, secara bebas dan tanpa halangan, kepentingan-kepentingan Kristiani. Itulah mengapa adalah suatu ketidaktahuan dan pemfitnahan yang tidak adil untuk menuduh bahwa Gereja hendak mengambil alih apa yang menjadi tugas dari masyarakat sipil, atau untuk merampas hak-hak para penguasa.
Di samping itu, Allah telah membuat Gereja sebagai masyarakat yang terbaik dari segala masyarakat; sebab tujuan yang hendak dicapai oleh Gereja lebih mulia dari tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat-masyarakat lainnya, sebagaimana rahmat ilahi lebih tinggi daripada alam, dan sebagaimana rahmat-rahmat imortal lebih tinggi daripada hal-hal yang sementara. Maka, Gereja adalah masyarakat yang ilahi dalam asal-muasalnya, supernatural dalam tujuannya dan di dalam sarana-sarana yang disesuaikan untuk mencapai tujuannya itu; tetapi Gereja adalah komunitas manusiawi sejauh mana Gereja tersusun dari manusia. Untuk alasan ini, kita menemukan bahwa Gereja disebut oleh Kitab Suci dengan nama-nama yang menunjukkan suatu masyarakat yang sempurna. Gereja bukan hanya disebut Rumah Allah, Kota yang ditempatkan di atas gunung, di mana segala bangsa akan berkumpul, tetapi juga kandang domba yang dipimpin oleh satu gembala, di mana semua domba-domba Kristus akan berlindung; Gereja disebut sebagai Kerajaan yang ditopang oleh Allah dan yang akan selalu ada selamanya, dan akhirnya Tubuh Kristus, tubuh mistis-Nya tentunya, yang, walau bagaimanapun, hidup, dan secara sempurna selaras dengan dan terdiri dari banyak anggota-anggota, dan semua anggotanya ini tidak memiliki fungsi yang sama, tetapi mereka semua terikat satu sama lain dan bersatu di bawah kuasa dan pimpinan sang kepala.
Tetapi, mustahil untuk membayangkan suatu masyarakat manusiawi yang sejati dan sempurna, yang tidak dipimpin oleh suatu otoritas tertinggi. Maka, Yesus Kristus harus sudah memberikan kepada Gereja suatu otoritas tertinggi yang kepadanya semua orang Kristiani harus memberikan kepatuhan. Untuk alasan ini, karena kesatuan iman secara pasti diperlukan untuk kesatuan Gereja, sejauh mana Gereja adalah tubuh dari umat beriman, demikian pula demi kesatuan yang sama ini, sejauh mana Gereja adalah suatu masyarakat yang terbentuk secara ilahi, kesatuan pemerintahan, yang menghasilkan dan melibatkan kesatuan persekutuan adalah jure divino yang diperlukan. ‘Kesatuan Gereja terwujud di dalam hubungan dan komunikasi timbal balik dari anggota-anggotanya, dan demikian pula di dalam hubungan dari semua anggota-anggota Gereja kepada kepalanya yang satu.’[72]
Itulah mengapa mudah untuk dilihat bahwa manusia dapat jatuh dari kesatuan Gereja tersebut baik akibat skisma maupun akibat bidah. ‘Kami berpikir bahwa terdapat perbedaan ini antara bidah dan skisma,’ St. Hieronimus menulis: ‘bidah tidak memiliki ajaran dogmatis yang sempurna, sedangkan skisma, lewat pertentangan Keuskupan tertentu, juga menyebabkan perpisahan dari Gereja.’[73] Kata-kata ini selaras dengan kata-kata Santo Yohanes Krisostomus tentang hal yang sama: ‘Saya berkata dan berprotes’, ujarnya, ‘bahwa memecah-belah Gereja sama salahnya dengan jatuh ke dalam bidah.’[74] Itulah mengapa sebagaimana tidak suatu bidah pun dapat dibenarkan, demikian pula tidak mungkin ada pembenaran untuk skisma. ‘Tiada sesuatu pun yang lebih parah daripada penistaan akibat skisma… tiada suatu keperluan yang benar untuk menghancurkan kesatuan Gereja.’[75]
Kodrat dari otoritas tertinggi ini, yang wajib dipatuhi oleh semua orang Kristiani, dapat dipastikan hanya dengan mencari tahu kehendak yang jelas dan positif dari Yesus. Tentunya Kristus adalah seorang Raja untuk selamanya ; dan walaupun tidak kelihatan, Ia terus memimpin dan menjaga Gereja-Nya dari Surga sampai akhir zaman. Tetapi, karena Ia menghendaki agar Kerajaan-Nya kelihatan, Ia harus menunjuk seseorang untuk menempati posisi-Nya di bumi, setelah Ia sendiri naik ke Surga: ‘Jika seseorang berkata bahwa satu-satunya kepala dan gembala adalah Yesus Kristus, yang adalah satu-satunya mempelai Gereja yang esa, tanggapan ini tidaklah cukup. Memang benar, jelas adanya bahwa Yesus Kristus sendirilah yang merupakan sumber dari rahmat di dalam sakramen-sakramen Gereja. Ialah yang membaptis, Ialah yang mengampuni dosa-dosa; Ia sungguh adalah imam yang mempersembahkan diri-Nya sendiri di atas altar dari Salib, dan yang oleh karena persembahan ini, tubuh-Nya dikonsekrasikan setiap hari di atas altar; dan bagaimanapun, karena Ia tidak boleh tetap berada bersama semua umat beriman dalam kehadiran jasmani-Nya, Ia telah memilih para pelayan. Lewat para pelayan-Nya inilah Ia dapat membagikan kepada para umat beriman sakramen-sakramen yang baru saja Kami sebutkan, serta yang telah Kami katakan sebelumnya (cap. 74). Demikian pula, karena Ia harus meninggalkan Gereja secara jasmani, Ia harus menunjuk seseorang untuk mengambil posisi-Nya demi menjaga Gereja universal. Itulah mengapa ia telah berkata kepada Petrus sebelum Kenaikan-Nya: Gembalakanlah domba-domba-Ku.’[76]
Maka, Yesus Kristus telah memberikan Petrus kepada Gereja sebagai kepala yang teragung, dan Ia telah menetapkan bahwa kuasa ini, yang diinstitusikan sampai akhir zaman demi keselamatan semua orang, diwariskan kepada para penerus Petrus, yang di dalam mereka, otoritas Petrus sendiri terus berlanjut. Tentunya kepada Petrus yang terberkatilah, dan bukan kepada orang lain, Ia telah membuat janji yang khusus ini: ‘Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku.’[77] ‘Kepada Petrus, Tuhan telah berkata: kepada satu orang, demi membangun kesatuan, lewat satu orang.’[78] ‘Memang, tanpa kata-kata pembuka apa pun, Ia menyebut nama Petrus dan nama bapaknya (Terberkatilah engkau, Simon anak Yunus), dan Ia tidak lagi menghendakinya untuk dipanggil dengan nama Simon; dan Ia mengklaim dirinya sejak saat itu sebagai milik-Nya atas dasar kuasa-Nya; lalu, dengan suatu gambaran yang amat tepat, Ia menginginkan agar dirinya itu disebut Petrus, karena ia adalah batu karang yang di atasnya Ia akan mendirikan Gereja-Nya.’[79]
Menurut nubuat ini, jelas adanya bahwa, oleh kehendak dan perintah Allah, Gereja dibangun di atas Petrus yang terberkati, bagaikan bangunan di atas fondasinya. Tetapi kodrat dari fondasi itu sendiri, adalah untuk memberikan kohesi kepada bangunannya lewat hubungan yang intim dari bagian-bagiannya yang berbeda-beda; adalah untuk menjadi pengikat yang diperlukan untuk keamanan dan kekokohan dari seluruh bangunan itu. Enyahkan fondasi itu, dan seluruh bangunannya akan runtuh. Peran Petrus, maka dari itu, adalah untuk meneguhkan Gereja dan menjaga di dalam Gereja hubungan dan kekokohan dari kohesi yang tidak dapat dihancurkan. Tetapi, bagaimanakah ia dapat memenuhi peranan yang demikian, jika ia tidak memiliki kuasa untuk memerintah, untuk melarang, untuk menghakimi, pendek kata, kuasa yurisdiksi yang pantas dan sejati? Jelas adanya bahwa Negara-Negara dan masyarakat-masyarakat hanya dapat terus berada berkat suatu kuasa yurisdiksi. Suatu keutamaan kehormatan, atau atau bahkan kuasa yang sederhana untuk menasihati dan memperingatkan, yang disebut sebagai kuasa pengarahan, tidak mampu menjamin kepada masyarakat manusiawi mana pun kesatuan maupun kekuatan. Sebaliknya, kuasa yang sejati ini yang Kami sebutkan dideklarasikan dan diteguhkan di dalam kata-kata ini: ‘Dan pintu gerbang Neraka tidak akan berjaya melawannya.’ ‘Siapakah –nya itu, melawannya? Melawan batu karang yang di atasnya Kristus membangun Gereja? Melawan Gereja? Kata-kata ini tampaknya ambigu, bagaikan kata-kata ini berarti bahwa batu karang dan Gereja adalah satu hal yang sama. Saya menduga bahwa memang demikian adanya, dan bahwa pintu gerbang Neraka tidak akan berjaya melawan batu karang yang di atasnya Kristus membangun Gereja, tidak pun melawan Gereja sendiri.’[80] Makna dari perkataan ilahi ini adalah bahwa Gereja, yang bersandar kepada Petrus, idak peduli kekerasan apa pun yang dihadapinya, betapapun cerdik siasat yang digunakan oleh musuh-musuhnya yang kelihatan dan tidak kelihatan, tidak akan pernah dapat jatuh ataupun gagal sama sekali. ‘Karena Gereja adalah bangunan Kristus, yang telah dengan bijaksana membangun rumah-Nya di atas batu karang, Gereja tidak dapat takluk kepada pintu gerbang Neraka; pintu gerbang Neraka dapat berjaya melawan siapa pun yang berada di luar sang batu karang, di luar Gereja, tetapi pintu gerbang itu tidak berdaya melawannya [Gereja].’[81] Maka, Allah telah memercayakan Gereja-Nya kepada Petrus, agar Petrus menjaga Gereja dengan kekuatannya yang tidak terkalahkan. Oleh karena itu, Ia menganugerahkan kepada Petrus kuasa yang dibutuhkan; sebab hak untuk memerintah dibutuhkan secara mutlak oleh seseorang yang wajib menjaga masyarakat manusiawi secara sungguh dan secara efektif. Yesus lalu menambahkan pula: ‘Aku akan memberikan kepadamu kunci Kerajaan Surga.’ Jelas bahwa Ia terus berbicara tentang Gereja, tentang Gereja yang baru saja disebut-Nya sebagai milik-Nya, dan bahwa Ia telah berkata bahwa Ia hendak membangun di atas Petrus, sebagai fondasi Gereja. Gereja memang bukan hanya memberikan gambaran dari suatu bangunan, tetapi juga suatu kerajaan. Di samping itu, semua orang tahu bahwa kunci merupakan lambang yang lazim untuk kuasa pemerintahan. Oleh karena itu, sewaktu Kristus berjanji untuk memberikan kepada Petrus kunci Kerajaan Surga, Ia berjanji untuk memberikannya kuasa dan otoritas di atas Gereja. ‘Putra telah memberikan kepadanya (kepada Petrus) misi untuk menyebarkan kepada seluruh dunia pengetahuan akan Bapa dan Putra sendiri, dan Ia telah memberikan kepada seorang manusia fana seluruh kuasa surgawi, sewaktu Ia memercayakan kunci kepada Petrus, yang telah membentangkan Gereja sampai ke ujung dunia dan menunjukkan bahwa Gereja lebih perkasa dari langit.’[82] Di dalam makna yang sama, Ia pun berkata: ‘Apa pun yang engkau ikat di atas bumi juga akan terikat di Surga, dan apa pun yang engkau lepaskan di atas bumi juga akan terlepas di Surga.’ Ungkapan kiasan ini: mengikat dan melepaskan, adalah rujukan kepada kuasa untuk menetapkan hukum-hukum, dan juga untuk menghakimi dan menghukum. Dan Yesus Kristus menegaskan bahwa kuasa ini juga akan memiliki jangkauan dan efektivitas yang sedemikian rupanya sehingga segala dekret yang dibuat oleh Petrus dipermaklumkan oleh Allah. Maka kuasanya itu adalah kuasa tertinggi dan secara mutlak independen, sebab tiada sesuatu pun di atas bumi yang mengatasinya. Dan kuasanya itu meliputi Gereja sepenuhnya dan segala sesuatu yang dipercayakan kepada Gereja.
Janji yang telah dibuat kepada Petrus telah dipenuhi, pada masa di mana Yesus Kristus, setelah Kebangkitan-Nya, telah bertanya tiga kali kepada Petrus jikalau Petrus mencintai-Nya lebih dari segala hal yang lain, dengan berkata dengan bentuk imperatif: ‘Gembalakanlah anak-anak dombaku… Gembalakanlah domba-dombaku.’ Yakni, bahwa semua orang yang kelak akan berada di dalam kandang domba-Nya, dipercayakan kepada Petrus sebagai gembala mereka yang sejati: ‘Tuhan tidak ragu-ragu. Ia bertanya, bukan untuk mencari tahu, tetapi untuk mengajar. Sewaktu Ia akan naik ke Surga, Ia meninggalkan kita, kiasannya, sebagai wali dari kasih-Nya… dan oleh karena itu, karena Petrus sendirilah dari antara yang lainnya yang mengakui cintanya, ia pun lebih disukai daripada yang lainnya – sebab oleh karena ia adalah yang tersempurna, ia harus memimpin yang lebih sempurna.’[83]
Tetapi, kewajiban dan peranan gembala adalah untuk memandu kawanan domba, untuk menjaga keselamatan kawanan domba itu dengan membawa mereka ke padang rumput yang layak, untuk menjauhkan kawanan domba dari bahaya, untuk menguak jebakan-jebakan, untuk menangkis serangan-serangan yang berbahaya: pendek kata, untuk melaksanakan otoritas pemerintahan. Maka, karena Petrus telah ditempatkan sebagai gembala bagi kawanan umat beriman, ia telah menerima kuasa untuk memerintah semua umat manusia demi keselamatan mereka yang untuknya Yesus Kristus telah menumpahkan darah-Nya. ‘Mengapakah Ia menumpahkan darah-Nya? Untuk menebus domba-domba yang telah dipercayakan-Nya kepada Petrus dan kepada para penerusnya.’[84]
Dan karena semua orang Kristiani perlu terikat secara erat di dalam persekutuan iman yang satu yang imutabel, Kristus Tuhan, oleh doa-doa-Nya, memperolehkan bagi Petrus bahwa dalam pelaksanaan kuasanya, imannya tidak akan pernah gugur. ‘Aku telah berdoa untukmu agar imanmu tidak gugur.’[85] Di samping itu Ia memerintahkannya setiap kali keadaan menuntutnya, agar ia sendiri menyampaikan kepada saudara-saudaranya terang dan tenaga dari jiwanya: ‘Kuatkanlah saudara-saudaramu.’[86] Maka, ia yang telah ditunjuk oleh-Nya sebagai fondasi Gereja, dikehendaki oleh-Nya untuk menjadi tiang penyangga iman. ‘Karena dari otoritas-Nya, Ia memberikan Kerajaan kepadanya, tidakkah Ia dapat menguatkan imannya sedemikian rupa sehingga, dengan menyebutnya Petrus, Ia menunjuknya sebagai fondasi yang harus menguatkan Gereja?’[87] Untuk alasan ini, Yesus Kristus menghendaki agar ‘Petrus mengambil bagian dalam nama-nama tertentu, yang merupakan pertanda dari hal-hal agung yang secara pantas hanya dimiliki oleh diri-Nya sendiri’, sedemikian rupa sehingga identitas dari gelar-gelar itu pun menunjukkan identitas kuasa. Maka, Ia sendiri, yang adalah ‘batu penjuru yang utama, yang diatas-Nya seluruh bangunan yang disusun berdiri sebagai sebuah bait suci di dalam Tuhan’,[88] Ia telah menetapkan Petrus sebagai batu karang untuk menopang Gereja-Nya. ‘Sewaktu Yesus berkata kepadanya: Engkau adalah batu karang, perkataan itu mengaruniakan kepadanya gelar kemuliaan yang indah. Tetapi, bagaimanapun, ialah batu karang itu, bukan bahwa Kristus adalah batu karang itu, tetapi bahwa Petruslah batu karang itu. Sebab Kristus pada dasarnya adalah batu karang yang tidak tergoyahkan, dan oleh karena-Nyalah Petrus dapat menjadi sang batu karang. Sebab, Yesus membagikan karunia-karunia-Nya, Ia tidak merampas karunia itu dari diri-Nya sendiri… Ialah sang imam, Ia menjadikan imam-imam… Ialah sang batu karang, Ia membuat rasulnya menjadi sang batu karang.’’[89] Ia tetap merupakan raja dari Gereja, ‘yang memiliki kunci Daud; Ia menutup dan tidak seorang pun dapat membuka; Ia membuka dan tidak seorang pun dapat menutup’[90] Tetapi, dengan memberikan kunci kepada Petrus, Ia menyatakan Petrus sebagai gembala dari masyarakat Kristiani. Ia tetap merupakan gembala teragung yang menyebut diri-Nya sendiri gembala yang baik; tetapi, Ia telah menetapkan Petrus sebagai gembala dari anak-anak domba-Nya serta domba-domba-Nya: ‘Gembalakanlah anak-anak domba-Ku, gembalakanlah domba-domba-Ku.’ Itulah mengapa Santo Krisostomus berkata: ‘Ialah yang terutama dari antara para Rasul, ia bagaikan mulut dari para murid dan kepala dari Dewan Apostolik… Yesus, sambil menunjukkan kepadanya bahwa ia harus sejak saat itu memiliki kepercayaan, karena segala bekas penyangkalannya telah dihapuskan, memercayakan kepadanya pemerintahan atas saudara-saudaranya… Ia berkata kepadanya: ‘jika engkau mengasihi-Ku, jadilah kepala dari saudara-saudaramu.’ Akhirnya, Ia yang meneguhkan dalam ‘setiap karya dan perkataan yang baik’[91] adalah Ia yang memerintahkan kepada Petrus untuk menguatkan saudara-saudaranya.’’
Maka, Santo Leo Agung sungguh benar dalam perkataannya ini: ‘Dari seluruh dunia, Petruslah satu-satunya yang dipilih untuk dijadikan kepala dari segala bangsa yang terpanggil, dari segenap para Rasul, dari seluruh Bapa Gereja; sedemikian rupa sehingga, walaupun di antara bangsa-bangsa Allah terdapat banyak gembala, bagaimanapun, Petrus secara pantas memimpin semua yang juga memiliki Kristus sebagai pemimpin utamanya.’[92] Demikian pula, Santo Gregorius Agung menulis kepada Kaisar Mauricius Agustus: ‘Bagi semua orang yang mengenal Injil, jelas adanya bahwa, lewat sabda Tuhan, penjagaan segenap Gereja telah dipercayakan kepada Santo Petrus Rasul, kepala dari semua rasul. Ia telah menerima kunci Kerajaan Surga, kuasa untuk mengikat dan melepaskan telah dianugerahkan kepadanya, dan penjagaan serta kepemimpinan segenap Gereja telah dipercayakan kepadanya.’[93]
Tetapi, karena otoritas itu adalah milik dari konstitusi dan pembentukan Gereja – yang adalah pokok dari kesatuan dan fondasi dari kestabilan di sepanjang masa - adalah suatu hal yang diperlukan bahwa otoritas semacam ini sama sekali tidak berakhir dengan Santo Petrus, tetapi harus diteruskan kepada para penerusnya , satu kepada yang lainnya. ‘Maka, tetaplah tinggal peraturan kebenaran, dan Petrus yang terberkati, yang bertekun di dalam karunia keteguhan batu karang yang telah diterimanya itu, tidak meninggalkan pemerintahan Gereja yang telah ditempatkan di dalam tangannya.’[94] Itulah mengapa para Paus yang meneruskan Petrus dalam Keuskupan Roma memiliki dari hak ilahi kuasa tertinggi di dalam Gereja, jure divino. ‘Kami mendefinisikan bahwa Takhta Suci Apostolik dan Paus Roma memiliki keutamaan Gereja di atas seluruh dunia, dan bahwa Paus Roma adalah penerus dari Petrus yang terberkati, pangeran dari para Rasul, dan bahwa ia adalah vikaris sejati dari Yesus Kristus, kepala dari segenap Gereja, Bapa dan dokter dari semua orang Kristiani, dan kepadanya di dalam pribadi Petrus yang terberkati, telah diberikan oleh Tuhan kita Yesus Kristus kekuatan penuh untuk menggembalakan, untuk memimpin dan untuk memerintah Gereja universal; dan bahwa hal tersebut juga terkandung di dalam akta-akta dari konsili-konsili ekumenis dan di dalam kanon-kanon suci.’[95] Konsili Lateran IV mengatakan hal yang sama: ‘Gereja Roma, sebagai ibunda dan penguasa dari semua umat beriman, oleh kehendak Kristus, memperoleh keutamaan yurisdiksi di atas semua Gereja-Gereja yang lain.’ Pernyataan-pernyataan ini didahului oleh persetujuan dari sejak zaman kuno yang selalu mengakui, tanpa sedikit pun keraguan atau kebimbangan, para Uskup Roma, dan menghormati mereka sebagai para penerus Santo Petrus yang legitim. Siapakah yang dapat mengabaikan betapa banyaknya dan betapa jelasnya kesaksianpara Bapa tentang poin ini? Santo Ireneus berkata demikian tentang Gereja Roma: ‘Dengan Gereja inilah, oleh karena otoritasnya yang superior, segenap Gereja harus bersetuju.’[96] Santo Siprianus menegaskan pula, tentang Gereja Roma bahwa Gereja ini adalah ‘akar dan bunda dari Gereja Katolik, takhta Petrus dan Gereja utama, yang darinya terlahir kesatuan imamat.’[97] Ia menyebutnya sebagai takhta Petrus, karena Gereja itu diduduki oleh para penerus Petrus; Gereja utama, oleh karena keutamaan yang dianugerahkan kepada Petrus dan kepada para penerusnya yang legitim; dan yang darinya terlahir kesatuan imamat karena di dalam masyarakat Kristiani, sebab efisien dari kesatuan masyarakat Kristiani adalah Gereja Roma. Itulah mengapa Santo Hieronimus menulis dalam kata-kata berikut kepada Damasus: ‘Saya berbicara kepada penerus dari sang nelayan dan kepada sang murid dari Salib… Saya terikat oleh kesatuan kepada Yang Mulia, yakni kepada takhta Petrus. Saya tahu bahwa di atas batu karang ini Gereja dibangun.’[98] Metode yang terbiasa digunakan oleh Santo Hieronimus untuk mengenali jika seseorang itu Katolik, adalah untuk mengetahui bilamana orang itu bersatu dengan takhta Roma dari Petrus. ‘Saya mengakui siapa pun yang bersatu dengan Takhta Petrus.’[99] Dengan metode yang serupa, Santo Agustinus, yang menyatakan secara terbuka bahwa ‘di dalam Gereja Roma, keutamaan dari Takhta Apostolik telah selalu ada’,[100] menegaskan bahwa barangsiapa terpisah dari iman Roma tidaklah Katolik. ‘Tidaklah dapat dipercayai bahwa anda menganut iman Katolik yang sejati, jika anda tidak mengajarkan bahwa iman Roma harus dianut.’[101] Demikian pula, Santo Siprianus berkata: ‘Untuk berada dalam persekutuan dengan Kornelius, adalah untuk berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik.’[102] Maksimus sang Kepala Biara juga mengajarkan bahwa tanda iman sejati dan persekutuan sejati adalah dengan berpatuh kepada Paus Roma. ‘Barangsiapa tidak ingin menjadi bidah dan tidak ingin disebut bidah, hendaknya ia tidak berupaya untuk menyenangkan orang ini atau orang itu… Hendaknya ia bergegas, di atas segala hal, untuk berada dalam persekutuan dengan takhta Roma. Jika ia berada dalam persekutuan dengan takhta Roma, ia akan diakui oleh semua orang dan di semua tempat sebagai umat beriman dan ortodoks. Seseorang akan berbicara dengan sia-sia jika ia mencoba meyakinkan saya tentang keortodoksan dari mereka yang, seperti dirinya sendiri, menolak untuk taat kepada Yang Mulia Sri Paus dari Gereja Roma yang terkudus, yakni, kepada Takhta Apostolik.’ Dan inilah, menurutnya, sebab dan penjelasan untuk fakta tersebut. ‘Takhta Apostolik telah menerima dan memiliki pemerintahan, otoritas, dan kekuatan untuk mengikat dan melepaskan dari Sabda yang Menjelma itu sendiri; dan menurut semua sinode kudus, kanon-kanon dan dekret-dekret suci, dalam segala hal dan untuk segala hal, yang berhubungan dengan segenap gereja-gereja Allah di seluruh dunia, sebab sang Sabda di Surga, yang memerintah kuasa-kuasa Surgawi, mengikat dan melepaskan di sana.’[103]
Maka,ini adalah suatu artikel dari iman Kristiani, bukan oleh satu bangsa ataupun di dalam suatu masa, tetapi oleh dunia Timur dan dunia Barat di sepanjang masa, yang diingatkan di Konsili Efesus oleh Filipus, sang imam, duta besar Kepausan, tanpa ada satu suara pun yang menentang: ‘Tidaklah diragukan oleh seorang pun, dan adalah suatu hal yang telah diketahui sepanjang segala masa, bahwa Petrus yang suci dan yang terberkati, pangeran dan kepala dari para Rasul, tiang penyangga iman dan fondasi dari Gereja Katolik, telah menerima kunci kerajaan dari Tuhan kita Yesus Kristus, Juru Selamat dan Penebus umat manusia, dan bahwa kekuatan untuk mengikat dan melepaskan dosa-dosa telah diberikan kepada Rasul yang sama ini, yang, sampai pada saat ini dan untuk selama-lamanya, hidup di dalam para penerusnya dan melaksanakan di dalam mereka otoritasnya.’[104] Semua orang mengetahui pernyataan Konsili Kalsedon tentang hal yang sama: Petrus telah berbicara lewat mulut Leo.[105] Pernyataan Konsili Kalsedon ini ditanggapi dengan gema dari suara Konsili Konstantinopel III: ‘Sang kepala Pangeran dari para Rasul bertarung di sisi kita: sebab kita telah memiliki sebagai sekutu kita pengikutnya dan penerus Takhtanya: dan kertas serta tintanya pun terlihat, dan Petrus berbicara lewat Agato.’[106]
Di dalam formula pengakuan iman Katolik, yang diajukan dalam kata-kata yang jelas oleh Hormisdas pada permulaan abad keenam dan yang dipatuhi oleh Kaisar Yustinianus dan juga oleh para patriark Epifanius, Yohanes dan Mennas, pikiran yang sama diungkapkan dengan semangat yang besar: ‘Layaknya pernyataan Tuhan kita Yesus Kristus yang telah berkata: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan membangun Gereja-Ku, tidak dapat diabaikan… apa yang telah dikatakan ditegaskan oleh realitas dari fakta-fakta, sebab di dalam Takhta Apostolik, agama Katolik telah selalu dijaga tanpa suatu noda pun.’[107] Kami tidak ingin menyebutkan semua kesaksian itu. Bagaimanapun, Kami hendak mengingat formula yang digunakan oleh Mikhael Palailogos untuk pengakuan iman pada Konsili Lyon II: ‘Gereja Roma yang Kudus memiliki pula kedaulatan dan keutamaan penuh serta otoritas di atas segenap Gereja Katolik, yang, dengan sungguh dan rendah hati, diakuinya sebagai telah diterima bersama dengan kepenuhan kekuatan dari Tuhan sendiri, di dalam pribadi St. Petrus, Pangeran atau Kepala dari para Rasul, yang darinya Paus Roma adalah sang penerus. Dan karena ia [Gereja Roma yang Kudus] diwajibkan untuk membela kebenaran akan iman di atas segala hal yang lain, demikian pula jika timbul pernyataan apa pun mengenai iman, pertanyaan itu harus ditentukan oleh penghakimannya.’[108]
Tetapi walaupun kekuatan Petrus dan para penerusnya penuh dan berdaulat, bagaimanapun, kekuatan tersebut tidak boleh dipandang sebagai satu-satunya otoritas. Sebab Ia yang telah menetapkan Petrus sebagai fondasi Gereja, juga telah memilih dua belas orang murid, diberikan-Nya nama ‘Rasul-Rasul’.[109] Sebagaimana otoritas Petrus pastinya permanen di dalam Paus Roma, demikian pula, para uskup, sebagai para penerus dari para Rasul, adalah pewaris dari kuasa umum para Rasul, sedemikian rupa sehingga ordo Keuskupan secara pasti merupakan bagian dari konstitusi esensial Gereja. Dan walaupun otoritas para uskup tidaklah penuh, universal, maupun berdaulat, mereka tidak boleh dipandang semata-mata sebagai vikaris dari para Paus Roma, sebab mereka memiliki suatu otoritas yang khusus untuk diri mereka sendiri, dan mereka dengan amat benar disebut prelat ordinaris dari orang-orang yang mereka pimpin.
Tetapi, karena penerus Petrus satu adanya, sedangkan penerus para Rasul sangat banyak jumlahnya, pantas bagi kita untuk mempelajari ikatan apa, menurut konstitusi ilahi, yang mempersatukan para penerus Rasul-Rasul dengan Paus Roma. Dan pertama-tama, kesatuan para uskup dengan penerus Petrus adalah suatu kebutuhan yang jelas dan yang tidak dapat diragukan sama sekali; sebab, jika ikatan ini terpatahkan, orang-orang Kristiani sendiri hanyalah semata-mata kumpulan orang yang terpisah dan tercerai-berai, dan tidak lagi dapat sama sekali membentuk satu tubuh dan satu kawanan domba. ‘Keamanan Gereja bergantung kepada martabat sang Imam Agung: jika suatu kuasa yang luar biasa dan tertinggi tidak dianugerahkan kepadanya, akan terjadi skisma-skisma di dalam Gereja yang jumlahnya sebanyak para imam.’[110] Itulah mengapa di sini, harus dibuat suatu pernyataan yang penting. Tiada sesuatu pun yang dianugerahkan kepada para Rasul terlepas dari Petrus; tetapi, beberapa hal telah dianugerahkan kepada Petrus terlepas dari para Rasul. Saat Santo Yohanes Krisostomus menjelaskan kata-kata dari Yesus, ia bertanya-tanya: ‘Mengapakah Kristus mengesampingkan yang lainnya saat Ia mengutarakan hal ini kepada Petrus’, dan ia menjawab serta-merta tanpa keraguan: ‘Karena ialah yang terutama dari para Rasul, ialah mulut dari para Murid, dan kepala dari Dewan apostolik.’[111] Memang, ia sendirilah yang telah ditunjuk oleh Kristus sebagai fondasi Gereja. Kepadanyalah seluruh kekuatan untuk mengikat dan melepaskan telah diberikan ; hanya kepada dirinya sendirilah kekuatan untuk menggembalakan kawanan domba telah diberikan. Sebaliknya, segala otoritas dan jabatan yang diterima oleh para Rasul, diterima oleh mereka bersama dengan Petrus. ‘Jika Kebaikan ilahi telah menghendaki adanya hal yang umum yang dimiliki oleh Petrus dan oleh para pangeran Gereja yang lain, apa yang tidak ditolak-Nya kepada yang lainnya tidak pernah diberikan-Nya kepada mereka kecuali lewat Petrus. Petrus sendiri telah menerima banyak hal, tetapi tiada sesuatu pun yang dianugerahkan kepada seorang pun tanpa partisipasinya.’[112]
Itulah mengapa kita melihat dengan jelas bahwa para uskup akan kehilangan hak dan kuasa untuk memerintah, jika mereka secara sengaja memisahkan diri dari Petrus atau dari para penerusnya. Sebab, oleh karena perpecahan ini, mereka sendiri tercabut dari fondasi yang di atasnya seluruh bangunan harus bertumpu, dan mereka juga berada di luar bangunan itu sendiri; dan oleh karena itu, mereka terpisahkan dari kandang domba, yang pemimpinnya adalah sang Gembala Utama; dan terasing dari Kerajaan, yang kuncinya telah diberikan oleh Allah kepada Petrus sendiri.
Pertimbangan-pertimbangan ini membuat Kami mengerti akan rancangan dan rencana Allah dalam konstitusi dari masyarakat Kristiani. Demikianlah rancangan itu: sewaktu sang Pencipta ilahi dari Gereja telah mendekretkan untuk memberikan kepada Gereja kesatuan iman, pemerintahan, dan persekutuan, Ia memilih Petrus dan para penerusnya untuk mendirikan di dalam diri mereka pokok dan, kiasannya, pusat dari kesatuan ini. Itulah mengapa Santo Siprianus menulis : ‘Berikut adalah suatu bukti yang singkat dan mudah tentang iman. Tuhan berkata kepada Petrus: Aku berkata kepadamu, engkau adalah Petrus… hanya di atasnyalah Ia membangun Gereja-Nya; dan walaupun setelah Kebangkitan-Nya, Ia memberikan suatu kuasa yang serupa kepada semua Rasul dan berkata: Seperti Bapa-Ku telah mengutus-Ku, dsb. bagaimanapun, dalam rangka membuat kesatuan yang dibutuhkan itu menjadi jelas, oleh otoritas-Nya sendiri, Ia menetapkan bahwa kesatuan tersebut bermula dari satu sumber.’[113] Dan Santo Optatus dari Milevis berkata: ‘Engkau tahu dengan begitu baik’, tulisnya, ‘engkau tidak dapat menyangkal bahwa di Roma, takhta Keuskupan pertama kalinya dianugerahkan kepada Petrus. Di dalam Petrus ini, kepala dari semua Rasul (maka namanya adalah Kefas), telah duduk. Hanya di dalam takhta itu sendirilah kesatuan akan dijaga bagi semua, agar tidak seorang pun dari para Rasul dapat mengklaim sesuatu pun sebagai miliknya sendiri. Itulah mengapa barangsiapa akan meletakkan sebuah takhta lain melawan takhta yang satu itu, ia akan menjadi seorang skismatis dan seorang pendosa.’[114] Itulah mengapa Santo Siprianus berkata demikian, bahwa bidah dan skisma timbul dan terlahir dari fakta bahwa seseorang menolak untuk memberikan ketaatan yang patut diberikan kepada kuasa tertinggi! ‘Satu-satunya sumber dari mana bidah-bidah timbul dan dari mana skisma-skisma terlahir adalah bahwa ketaatan ditolak untuk diberikan kepada imam Allah, dan bahwa manusia tidak ingin mengakui di dalam Gereja pada waktu yang bersamaan satu imam dan satu hakim yang menempati posisi Kristus.’[115] Maka, tidak seorang pun yang tidak berada dalam persekutuan dengan Petrus dapat mengambil bagian dalam otoritasnya, sebab, adalah suatu hal yang absurd untuk membayangkan bahwa seseorang yang berada di luar Gereja dapat memimpin di dalam Gereja. Demikianlah Optatus dari Milevis menghardik para Donatis: ‘Melawan pintu gerbang Neraka, Petrus, seperti yang kita baca di dalam Injil, telah menerima kunci keselamatan; Petrus, yaitu, kepala kami, yang kepadanya Yesus Kristus telah berkata: Aku akan memberikan kepadamu kunci Kerajaan Surga, dan pintu gerbang Neraka tidak akan pernah berjaya melawannya. Lalu, bagaimanakah kalian dapat dengan lancang mencoba mengatribusikan kunci kerajaan Surga kepada diri kalian sendiri, kalian yang menentang takhta Petrus?’[116]
Tetapi, ordo Keuskupan hanya dapat dipandang sebagai bersatu dengan sungguh kepada Petrus, seturut perintah Kristus, jika ordo itu tuntuk dan taat kepada Petrus: jika tidak, ordo Keuskupan itu pastinya tercerai-berai dan menjadi suatu kerumunan yang tanpa hukum. Untuk menjaga kesatuan iman dan persekutuan sebagaimana mestinya, tidaklah cukup bagi sang kepada untuk hanya semata-mata memliki keutamaan kehormatan atau kuasa untuk mengarahkan. Tetapi, adalah sesuatu yang dibutuhkan secara mutlak bahwa sang kepala itu menerima otoritas yang nyata dan berdaulat, yang wajib ditaati oleh seluruh komunitas. Apakah yang sungguh dikehendaki oleh Putra Allah sewaktu Ia menjanjikan kunci Kerajaan Surga hanya kepada Petrus seorang? Penggunaan Alkitabiah serta ajaran serempak dari para Bapa dengan jelas menunjukkan bahwa otoritas tertinggi itu ditunjukkan di dalam ayat tersebut oleh kata kunci. Adalah sesuatu yang dilarang oleh hukum untuk menginterpretasikan dengan makna yang berbeda apa yang hanya diberikan kepada Petrus seorang, dan apa yang telah diberikan kepada para Rasul lainnya bersama-sama dengan Petrus. Jika kekuatan untuk mengikat, melepaskan, dan menggembalakan menganugerahkan kepada setiap dan masing-masing uskup, yakni, para penerus Rasul-Rasul, suatu otoritas yang nyata untuk memerintah orang-orang yang dipercayakan kepadanya, tentunya, kuasa yang sama haruslah memiliki hasil yang sama di dalam orang yang telah diberikan tanggung jawab oleh Allah untuk menggembalakan anak-anak domba serta domba-domba. ‘Petrus bukan hanya telah ditetapkan sebagai gembala oleh Kristus, melainkan gembala dari segala gembala. Maka, Petrus menggembalakan anak-anak domba, dan ia menggembalakan domba-domba; ia menggembalakan anak-anak dan ibunda; ia memerintah para subjek, ia memerintah juga para prelat, sebab anak-anak domba serta domba-domba membentuk keseluruhan Gereja.’[117] Itulah mengapa para Bapa kuno menggunakan ungkapan-ungkapan yang luar biasa ini, yang sungguh menunjukkan kenyataan bahwa Santo Petrus telah ditempatkan di dalam derajat yang paling tinggi dalam hal martabat dan otoritas. Mereka sering menyebutnya sebagai ‘pangeran dari Dewan Murid-Murid, pangeran dari para Rasul Kudus, pemimpin dari paduan suara apostolik, mulut dari semua Rasul, kepala dari keluarga itu, ia yang memerintah seluruh dunia, yang pertama dari para Rasul, tiang penyangga Gereja.’ Kesimpulan dari semua hal yang telah dibahas tampaknya ditemukan di dalam perkataan Santo Bernardus kepada Paus Eugenius: ‘Siapakah anda ini? Anda adalah sang imam agung, imam agung yang tertinggi. Andalah pangeran dari para uskup, andalah pewaris para Rasul… Anda adalah ia yang kepadanya telah diberikan kunci, yang kepadanya domba-domba telah dipercayakan. Memang, terdapat pula para penjaga pintu Surga serta gembala domba-domba yang lain, tetapi anda jauh lebih mulia sebab anda telah mewarisi suatu nama yang berbeda dan lebih mulia dari yang lainnya. Mereka memiliki kawanan domba yang dipercayakan kepada mereka, masing-masing memiliki satu kawanan domba; kepada anda semua kawanan domba telah dipercayakan sebagai satu kawanan domba kepada satu gembala, dan bukan hanya domba-domba, tetapi juga para gembala. Anda bertanya, bagaimanakah saya membuktikan hal ini? Dari kata-kata Tuhan. Saya tidak berkata kepada siapakah dari antara para uskup, tetapi bahkan dari antara para Rasul, telah dipercayakan semua domba dengan sebegitu mutlaknya dan dengan sebegitu jelasnya? Jika engkau mengasihiku, Petrus, gembalakanlah domba-dombaku. Domba-domba yang mana? Bangsa dari kota tertentu, dari negara tertentu, dari kerajaan tertentu? Domba-domba-Ku, ujar-Nya. Siapakah yang tidak melihat bahwa Ia tidak menunjuk beberapa domba saja, tetapi bahwa Ia memercayakan semua domba kepada Petrus? Tiada perbedaan, maka, tiada pengecualian.’[118]
Tetapi, akan merupakah suatu hal yang jauh dari benar, dan yang jelas bertentangan dengan konstitusi ilahi dari Gereja, untuk berpendapat bahwa masing-masing uskup secara individu harus tunduk kepada yurisdiksi para Paus Roma, tetapi bahwa semua uskup, secara keseluruhan, tidak perlu tunduk kepada yurisdiksi para Paus Roma. Sebab adalah kodrat dan objek dari fondasi itu untuk menopang kesatuan dari seluruh bangunan dan untuk memberikan kepada seluruh bangunan itu stabilitas, dan bukan kepada masing-masing bagiannya; dan di dalam kasus di masa ini, hal ini jauh lebih berlaku, sebab Kristus Tuhan menghendaki agar oleh kuasa dan kekokohan dari fondasi itu, pintu gerbang Neraka tidak dapat berjaya melawan Gereja. Tetapi, semua orang setuju bahwa janji ilahi ini harus meliputi segenap Gereja universal, dan bukan bagian-bagiannya secara individu, sebab bagian-bagiannya ini, secara individu, kenyataannya, dapat ditaklukkan oleh upaya-upaya Neraka, dan memang, para hal ini telah terjadi kepada bagian-bagian individu, bahwa mereka telah ditaklukkan oleh Neraka. Di samping itu, ia yang telah ditempatkan sebagai kepala dari seluruh kawanan domba pastinya harus memiliki otoritas bukan hanya atas domba-domba yang telah tersebar di dalam Gereja, tetapi juga sewaktu mereka berkumpul bersama. Apakah domba-domba, sewaktu mereka berkumpul bersama, memerintah dan memimpin sang gembala? Apakah para penerus dari para Rasul yang berkumpul bersama merupakan fondasi yang di atasnya penerus dari Santo Petrus bersandar demi mendapatkan dari mereka kekuatan dan stabilitas? Ia yang memiliki kunci kerajaan jelas memiliki hak dan otoritas bukan hanya atas provinsi-provinsi secara individu, tetapi juga di atas seluruhnya sekaligus; dan layaknya para uskup, masing-masing di dalam teritorinya, memerintah dengan suatu otoritas sejati atas individu-individu tetapi juga atas seluruh komunitas, demikian pula para Paus Roma, yang yurisdiksinya meliputi segenap masyarakat Kristiani, harus membuat seluruh bagian dari masyarakat Kristiani itu, bahkan secara keseluruhan, takluk dan taat kepada otoritas mereka. Kristus Tuhan, sebagaimana yang telah Kami tunjukkan dengan cukup, membuat Petrus dan para penerusnya sebagai para vikaris-Nya, untuk melaksanakan di sepanjang masa di dalam Gereja kuasa yang dilaksanakan-Nya pada saat kehidupan manusia-Nya. Dapatkah Dewan Apostolik dikatakan telah mengatasi Tuannya dalam hal otoritas?
Kuasa itu, yang Kami katakan, atas Dewan Uskup sendiri, kuasa yang diucapkan oleh Kitab Suci dengan begitu terbuka, tidak pernah berhenti diakui dan diberi kesaksian oleh Gereja. ‘Kita membaca bahwa Paus Roma telah menghakimi para prelat dari semua Gereja-Gereja ; tetapi kita tidak membaca bahwa ia dihakimi oleh seorang pun.’[119] Dan alasan untuk fakta ini pun ditunjukkan, bahwa ‘tiada suatu otoritas yang lebih tinggi daripada otoritas Takhta Apostolik.’[120] Itulah mengapa Gelasius berkata demikian tentang dekret-dekret dari konsili-konsili: ‘Sebagaimana apa yang tidak disetujui oleh Takhta pertama tidak dapat berlaku, tetapi apa yang menurut pendapatnya baik untuk didekretkan telah diterima oleh seluruh Gereja.’[121] Tidak dipertanyakan bahwa adalah tanggung jawab dari para Paus Roma untuk meratifikasi atau untuk menolak dekret-dekret Konsili-Konsili.Leo Agung membatalkan akta-akta Konsili Penyamun Efesus. Damasus menolak akta-akta dari Konsili Rimini, dan Adrianus I membatalkan akta-akta Konsili Konstantinopel; dan semua orang mengetahui bahwa kanon kedua puluh delapan dari Konsili Kalsedon tetap tidak berlaku dan tidak bernilai oleh karena tidak mendapatkan persetujuan dari Takhta Apostolik. Maka, dengan benar, di dalam Konsili Lateran V, Leo X menetapkan dekret ini: ‘Sangatlah jelas, bukan hanya dari kesaksian-kesaksian Kitab Suci, kata-kata dari para Bapa dan dari para Paus Roma lainnya dan dari dekret-dekret kanon-kanon suci, tetapi juga dari pengakuan resmi dari konsili-konsili sendiri, bahwa hanya Paus Roma yang menjabatlah, yang memiliki hak dan kekuatan penuh, dan memiliki otoritas di atas semua konsili, untuk memanggil, memindahkan, dan membubarkan konsili-konsili.’ Kitab Suci juga bersaksi bahwa kunci Kerajaan Surga dipercayakan kepada Petrus seorang, dan juga bahwa kuasa untuk mengikat dan melepaskan telah dianugerahkan kepada para Rasul bersama-sama dengan Petrus; tetapi dari siapakah para Rasul akan telah menerima kuasa tertinggi tanpa Petrus dan melawan Petrus? Tiada suatu kesaksian pun yang mengatakan hal itu kepada kita. Jelas Yesus Kristus tidak memberiken kepada mereka kuasa tersebut. Itulah mengapa dekret dari Konsili Vatikan, yang telah mendefinisikan kodrat dan otoritas dari keutamaan Paus Roma sama sekali tidak memperkenalkan pendapat yang baru, tetapi menegaskan iman yang kuno dan konstan dari segala abad.[122]
Tidak pun seseorang dapat percaya bahwa suatu kekacaubalauan administrasi dihasilkan oleh kewajiban orang-orang Kristiani untuk mematuhi otoritas yang berganda. Kita pertama-tama dilarang untuk berpendapat demikian oleh kebijaksanaan Allah, Ia sendiri yang telah merencanakan dan menetapkan organisasi dari pemerintahan itu. Di samping itu, kita harus mencatat bahwa apa yang mengganggu aturan dan hubungan timbal balik, adalah koeksistensi di dalam suatu masyarakat dari dua otoritas yang memiliki derajat yang setara, yang tidak satu pun dari keduanya tunduk kepada yang lain. Tetapi, otoritas Paus Roma adalah otoritas tertinggi, universal, dan independen; sedangkan otoritas para uskup terbatas dan dependen. ‘Tidak pantas adanya bahwa dua gembala ditetapkan dengan derajat otoritas yang sama di atas kawanan domba yang sama. Tetapi adalah suatu hal yang pantas bahwa dua superior, yang satu lebih tinggi dari yang lainnya, ditetapkan di atas subjek yang sama, dan hal itu sedemikian rupa adanya sehingga orang-orang yang sama diperintah secara langsung oleh pastor paroki, oleh uskup, dan oleh Paus.’[123] Selain itu, para Paus Roma mengenal tanggung jawab mereka, dan oleh karena itu, menghendaki, lebih dari semua orang, pelestarian dari segala hal yang telah diinstitusikan secara ilahi di dalam Gereja. Itulah mengapa, sebagaimana mereka membela hak-hak dari kuasa mereka sendiri dengan semangat dan kewaspadaan yang dibutuhkan, mereka juga telah mengerahkan dan akan secara konstan mengerahkan segala upaya mereka untuk menegakkan otoritas dari para uskup. Ya, mereka memandang segala penghormatan atau ketaatan yang diberikan kepada para uskup sebagai diberikan kepada diri mereka sendiri. ‘Kehormatan saya adalah kehormatan Gereja universal. Kehormatan saya adalah kekuatan dan stabilitas dari saudara-saudara saya. Jadi, saya dihormati sewaktu penghormatan yang layak diberikan kepada semua.’[124]
Di dalam segala hal yang telah disebutkan, Kami telah dengan tepat melukiskan ciri-ciri Gereja sesuai konstitusi ilahinya. Kami telah menekankan kesatuan Gereja; Kami telah menunjukkan dengan cukup kodrat serta prinsip yang olehnya sang Pencipta ilahinya ingin memastikan pelestariannya.Tiada alasan untuk meragukan bahwa semua orang yang telah memiliki nasib baik untuk telah dilahirkan, kiasannya, di dalam dada Gereja Katolik, dan telah hidup di dalamnya, akan mendengarkan Suara Apostolik Kami – ‘Domba-domba-Ku, mendengar suara-Ku’[125] – dan bahwa mereka akan memperoleh dari kata-kata Kami pengajaran yang lebih penuh dan aturan yang lebih sempurna untuk tetap bersatu dengan para gembala mereka masing-masing, dan oleh mereka bersama sang gembala tertinggi, agar mereka dapat tinggal dengan semakin aman di dalam satu kandang domba, dan dapat memperoleh darinya keberlimpahan buah manfaat yang lebih besar. Tetapi Kami, meskipun Kami tidak layak atas martabat dan jabatan ini, memerintah atas dasar otoritas yang dianugerahkan kepada Kami oleh Yesus Kristus, sewaktu Kami memandang Yesus, sang Pencipta dan Penyempurna iman kita,[126] Kami merasakan hati Kami terbakar oleh cinta kasih-Nya. Apa yang Kristus telah katakan tentang diri-Nya sendiri sungguh dapat Kami ulangi tentang diri Kami sendiri – ‘Domba-domba lain Kupunyai yang bukan berasal dari kandang ini: mereka pula harus Kubawa dan mereka akan mendengar suara-Ku.’[127] Maka, hendaknya mereka, yang membenci ketidakberagamaan yang merajalela dari zaman kita ini, dan yang mengakui Yesus Kristus sebagai Putra Allah dan Juru Selamat umat manusia, tetapi yang telah mengembara jauh dari sang Mempelai, hendaknya mereka mendengar suara Kami. Hendaknya mereka tidak menolak untuk taat kepada cinta kasih Kami yang kebapaan. Mereka yang mengakui Kristus harus mengakui-Nya secara penuh dan menyeluruh. ‘Sang Kepala dan sang tubuh adalah Kristus secara penuh dan menyeluruh. Sang Kepala adalah Putra tunggal yang dilahirkan, sang tubuh adalah Gereja-Nya; mempelai dan pengantin, keduanya dalam satu daging. Semua orang yang menyimpang dari Kitab Suci sehubungan dengan Kristus, walaupun mereka dapat dijumpai di segala tempat di mana Gereja ditemukan, tidak berada di dalam Gereja; dan kembali lagi, mereka semua yang setuju dengan Kitab Suci mengenai sang Kepala, dan tidak hidup dalam persekutuan dengan kesatuan Gereja, mereka tidak berada di dalam Gereja.’[128]
Dan dengan kerinduan yang sama, jiwa Kami tertuju kepada mereka yang belum sepenuhnya dibejatkan oleh napas busuk ketidakberagamaan, dan yang setidaknya berupaya untuk memiliki Allah yang sejati, Pencipta Surga dan bumi, sebagai Bapa mereka. Hendaknya orang-orang yang demikian merenungkan dan benar-benar mengerti bahwa mereka sama sekali tidak dapat dihitung sebagai anak-anak Allah, jika mereka tidak mengambil Yesus Kristus sebagai Saudara mereka, dan pada waktu yang bersamaan, Gereja sebagai Ibunda mereka. Dengan penuh kasih, Kami menujukan semua perkataan Santo Agustinus: ‘Marilah kita mencintai Tuhan Allah kita: marilah kita mencintai Gereja-Nya: Tuhan sebagai Bapa kita, Gereja sebagai Bunda kita. Hendaknya tidak seorang pun berkata, memang, saya pergi kepada berhala-berhala, saya berkonsultasi kepada peramal dan tukang tenung; tetapi saya tidak meninggalkan Gereja Allah: saya seorang Katolik. Walaupun anda berpegang erat kepada Bunda anda, anda menyakiti Bapa anda. Orang lain juga berkata: saya sama sekali tidak seperti itu. Saya tidak berkonsultasi kepada peramal, saya tidak mencari tukang tenung, saya tidak mencari ramalan-ramalan profan, saya tidak pergi menyembah setan, saya tidak melayani bebatuan, tetapi saya berada di kubu Donatus. Apa gunanya bagi anda untuk tidak menyakiti sang Bapa, jika anda menyebabkan kesakitan terhadap sang Bunda? Apakah gunanya mengakui Tuhan, menghormati Allah, berkhotbah tentang-Nya, mengakui Putra-Nya, dan mengakui bahwa Ia duduk di sisi kanan Bapa, jika anda menghujat Gereja-Nya?... Jika anda memiliki teman yang dermawan, yang anda hormati setiap harinya – dan bahkan sekalipun anda memfitnah istrinya, apakah anda bahkan hendak masuk ke dalam rumahnya? Maka, berpeganglah dengan erat, ya saudara yang terkasih, berpeganglah dengan erat secara serempak kepada Allah sebagai Bapa anda, dan Gereja sebagai Bunda anda.’[129]
Di atas segala hal, dalam kepercayaan Kami kepada kerahiman Allah, yang dapat menyentuh hati manusia dan menggerakkan mereka sekehendak-Nya dan kapan pun Ia hendaki, dengan segera Kami memercayakan kepada kebaikan-Nya semua orang yang kepadanya kata-kata Kami tertuju. Dan sebagai jaminan karunia surgawi dan sebagai kesaksian dari rasa sayang Kami, dengan penuh kasih Kami menganugerahkan, dalam Tuhan, kepada anda sekalian, Saudara-Saudara yang Terhormat, kepada imam-imam anda sekalian dan kepada umat-umat anda sekalian, berkat apostolik.
Diberikan di Roma, di Gereja Santo Petrus, hari ke-29 dari bulan Juni, pada tahun 1896, dan tahun kesembilan belas dari Kepausan Kami.
LEO XIII, PAUS”
Catatan kaki:
Ensiklik Satis Cognitum dari Paus Leo XIII diterjemahkan dari sumber-sumber berikut :
Bahasa Prancis: Lettre encyclique de Notre Très Saint Père Léon XIII, De l’unité de l’Église [Surat Ensiklik dari Bapa Suci Kita Leo XIII, tentang Kesatuan Gereja], Paris, Librairie Ch. Poussielgue, 1896, hal. 1-59.
Bahasa Inggris:The Unity of the Church, Encyclical Letter of Pope Leo XIII [Kesatuan Gereja, Surat Ensiklik dari Paus Leo XIII], London, Catholic Truth Society, 1896, hal. 1-42.
Nomor dan kepala paragraf diambil dari sumber berbahasa Inggris.
[1] Ephes., v, 25.
[2] Matth., xi, 30.
[3] Jac., i, 17.
[4] I Corinth., iii, 6.
[5] Philippens, ii, 6-7.
[6] Roman., x, 17.
[7] Roman., x, 10.
[8] I Corinth., xii, 27.
[9] Hom. De capto Eutropio, n. 6.
[10] In Psalm. lxxi. n. 8.
[11] Enarratio in Psal. ciii, Sermo II, n.5.
[12] Clemens Alexandrinus, Stromatum, lib. vii, cap. 17.
[13] Joan. xx, 21 .
[14] Joan. xvii, 18 .
[15] Joan. iii, 17.
[16] Act., IV, 12 .
[17] Isaias, ii, 2.
[18] Isaias, ii, 2-3.
[19] De Schism. Donatist., lib. iii, n. 2.
[20] In Epist. Joan., tract. i, n. 13 .
[21] Ephes. i, 22-23.
[22] I Corinth. xii, 12.
[23] Ephes. iv, 15-16.
[24] S. Cyprianus, De Cath. Eccl. Unitate, n. 23.
[25] S. Cyprianus, loc. cit.
[26] Ephes. v, 29-30.
[27] S. Augustinus, Sermo cclxvii, n. 4.
[28] S. Cyprianus, De Cath. Eccl. Unitate, n. 6.
[29] Ephes. iv, 5.
[30] Joan., xvii, 20, 21, 23.
[31] Joan., 21.
[32] Ephes. iv. 5.
[33] 1 Cor. i:10.
[34] Lib. iii, cap. xii. n. 12.
[35] In Evang. Joan., tract. XVIII, cap. v, n. 1.
[36] Joan. x, 37.
[37] Joan. xv, 24.
[38] Joan. x, 38.
[39] Matth. xxviii, 18-19-20.
[40] Marc. xvi, 16.
[41] Joan. xvi, 7, 13.
[42] Joan. xiv, 16-17.
[43] Joan. xv, 26-27.
[44] Luc. x, 16.
[45] Joan. xx, 21.
[46] Rom. i, 5.
[47] Marc. xvi, 20.
[48] In Matth., lib. iv, cap. xxviii, v. 20.
[49] II Tim. ii, 1-2.
[50] S. Clemens Rom., Epist. I ad Corinth, cap .xlii, xliv.
[51] St. Cyprianus, Ep. Ixix. ad Magnum, n. 1.
[52] Auctor Tractatus de Fide Orthodoxa contra Arianos.
[53] S. Augustinus, De Hæresibus, n. 88.
[54] Ephes. iv. 3, et seq.
[55] Ephes. iv. 14.
[56] Ephes. iv. 13.
[57] Ephes. iv. 11-12.
[58] Vetus Interpretatio Commentariorum in Matt. n. 46.
[59] Contra Hæreses, lib. iv, cap. xxxiii, n. 8.
[60] De Præscrip., cap. xxxi.
[61] Comment. in Matth., xxxi, n. 1.
[62] Hist. Eccl. lib. ii. cap. 9.
[63] Richardus de S. Victore, De Trin., lib. i, cap ii.
[64] Conc. Vat. Sess. iii. cap. 3.
[65] Jacob. ii, 10 .
[66] S. Augustinus, in Psalm. liv, n. 19.
[67] 2 Cor. x. 5.
[68] St. Augustinus, lib. xvii . contra Faustum Manichæum, cap. 3.
[69] Sess. iii, cap. iii.
[70] De Unitate Credendi, cap. xvii. n. 35.
[71] 1 Cor. iv, 1.
[72] S. Thomas, IIa IIæ, q. xxxix. a. 1.
[73] S. Hieronymus, Comment, in Epist. ad Titum , cap. iii. v. 10-11.
[74] Hom. xi, in Epist. ad Ephes. n. 5.
[75] S. Augustinus, Contra Epistolam Parmeniani, lib. ii. cap. ii. n. 25.
[76] S. Thomas, Contra Gentiles, lib. iv, cap. lxxvi.
[77] Matt. xvi. 18.
[78] S. Pacianus ad Sempronium Ep. iii. n. 11.
[79] S. Cyrillus Alexandrinus, in Evang. Joan. lib. ii. in cap. i. v. 42.
[80] Origenis Comment. in Matt. tom. xii. n. ii.
[81] Ibid.
[82] S. Joannes Chrysostomus. Hom. liv. in Matt. v. 2.
[83] S. Ambrosius, Exposit. in Evang. secundum Lucam, lib. x. nn. 175-176.
[84] S. Joannes Chrysostomus, De Sacerdotio, lib. ii.
[85] Luc. xxii. 32.
[86] Ibid.
[87] S. Ambrosius, De Fide, lib. iv. n. 56.
[88] Ephes. ii. 21.
[89] Hom. de Pænitentia, n. 4 in Appendice opp. S. Basilii.
[90] Apoc. iii. 7.
[91] 2 Thess. ii. 16.
[92] Sermo iv. cap. 2.
[93] Epistolarum, lib. v, epist. xx.
[94] S. Leo M., Sermo iii, cap. ii.
[95] Concilium Florentinum.
[96] Contra Hæreses, lib. iii. cap. 3, n. 2.
[97] Ep. xlviii. ad Cornelium, n. 3; Ep. lix. ad eundem, n. 14.
[98] Ep. xv. ad Damasum, n. 2.
[99] Ep. xvi. ad Damasum, n. 2.
[100] Ep. xliii, n. 7.
[101] Sermo cxx. n. 13.
[102] Ep. lv. n. 1.
[103] Defloratio ex Epistola ad Petrum illustrem.
[104] Actio iii.
[105] Actio ii.
[106] Actio xviii
[107] Post Epistolam xxvi. ad omnes Episc. Hispan. n. 4.
[108] Actio iv.
[109] Luc. vi. 13.
[110] S. Hieronymus, Dialog. contra Luciferianos, n. 9.
[111] Hom. lxxxviii. in Joan., n. I.
[112] S. Leo M. sermo iv, cap. ii.
[113] De Unit. Eccl., n. 4.
[114] De Schism. Donat. lib. ii.
[115] Epist. xii. ad Cornelium, n. 5.
[116] Lib. ii. n. 4-5.
[117] S. Brunonis Episcopi Signiensis Comment. in Joan. part. iii. cap. 21, n. 55.
[118] De Consideratione, lib. ii. cap. 8.
[119] Hadrianus II, in Allocutione iii. ad Synodum Romanum an. 869. Cf. Actionem vii, Conc. Constantinopolitani IV.
[120] Nicolaus in epist. lxxxvi, Ad Michael. Imperat. : « Patet profecto Sedis Apostolicæ, cujus auctoritate major non est, judicium a nemine fore retractandum neque cuiquam de ejus liceat judicare judicio. »
[121] Epist. xxvi. ad Episcopos Dardaniæ, n. 5.
[122] Sess. iv. cap. 3.
[123] S. Thomas in IV. Sent. dist. xvii, a. 4, ad q. 4, ad 3.
[124] S. Gregorius M. Epistolarum lib. viii . Ep. xxx. ad Eulogium.
[125] Joan. x. 27.
[126] Hebr. xii, 2.
[127] Joan. x, 16.
[128] S. Augustinus, Contra Donatistas Epistola, sive De Unit. Eccl., cap. iv. n. 7.
[129] Enarratio in Psal. lxxxviii , sermo ii. n. 14.