^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus - Pius XII - Mendefinisikan Dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga
MUNIFICENTISSIMUS DEUS
Konstitusi Apostolik
Definisi Dogma Iman bahwa Perawan Maria Diangkat Tubuh dan Jiwanya ke dalam Kemuliaan Surgawi
PIUS, USKUP
HAMBA DARI PARA HAMBA ALLAH
DEMI KENANGAN UNTUK SELAMA-LAMANYA
“Allah yang Mahapemurah dan Mahakuasa, yang tatanan Penyelenggaraan-Nya didasari hikmat dan kasih, mempunyai rancangan tersembunyi, baik bagi umat manusia maupun bangsa-bangsa. Ia melegakan dukacita kita dengan berbagai macam kebahagiaan, melalui beragam cara dan sarana yang berbeda-beda, sampai segala sesuatu turut mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya.[1] Masa Kepausan Kami pun serupa dengan masa-masa yang kita jalani ini; terbebani oleh begitu banyaknya kekhawatiran dan kegelisahan akibat segala macam musibah yang memilukan ini serta menyimpangnya banyak orang dari kebenaran dan kebajikan. Namun demikian, Kami melihat adanya satu hal yang membawa penghiburan nyata bagi diri Kami. Manakala iman Katolik memperlihatkan dirinya bertindak secara publik, Kami melihat cinta akan Bunda Allah yang Perawan bertumbuh semakin kuat dan membara hari demi hari, suatu petunjuk yang nyata di mana-mana bahwa kehidupan semakin membaik dan menjadi lebih suci. Perawan yang Terberkati itu memainkan peran ibunda yang begitu lembutnya bagi semua orang yang telah ditebus oleh darah Kristus – siapakah yang terkejut kalau anak-anaknya, dengan lebih saksama dan dengan lebih bersemangat, mempelajari karunia-karunia istimewa yang dianugerahkan kepadanya?
Bahwasanya Allah, sejak segala keabadian, telah memandang Perawan Maria dengan kasih yang teramat besar dan istimewa, dan ketika tiba genapnya waktu,[2] Penyelenggaraan-Nya memastikan agar segala hak-hak khusus yang telah dilimpahkan-Nya kepada Perawan Maria dengan kemurahan hati yang terluhur, bersinar dalam keharmonisan yang sempurna. Keharmonisan sempurna dari rahmat cuma-cuma yang berlimpah-limpah inilah yang telah senantiasa diakui oleh Gereja seiring abad-abad yang berlalu, dan zaman kita ini telah diberi kesempatan untuk melihat, dengan terang yang lebih cemerlang daripada yang sebelumnya, hak khusus yang dikaruniakan kepada Bunda Allah, yaitu Pengangkatan dirinya secara badaniah ke Surga.
Sewaktu Pendahulu Kami, Pius IX, dari kenangan yang tak kenal maut, mendefinisikan dogma Dikandung Tanpa Noda, hak khusus yang lain milik Bunda Allah pada waktu itu sudah bersinar dengan warna-warna yang lebih cemerlang. Lagipula, kedua hak khusus ini terikat dengan ikatan yang amat erat. Dengan wafat-Nya, Kristus menaklukkan maut dan juga dosa, dan melalui diri-Nya, kelahiran kembali supernatural yang diberikan kepada kita dalam Pembaptisan membuat kita berjaya atas maut dan juga dosa. Namun atas dasar hukum yang berlaku secara umum, Allah tidak ingin mengaruniakan kepada orang benar, dampak penuh dari kemenangan atas maut itu, sebelum akhir dunia; tubuh mereka membusuk ketika mereka mati, dan pada hari terakhir siap bersatu dengan jiwa-jiwa yang dipermuliakan yang mereka miliki. Allah menjadikan Santa Perawan Maria terkecuali dari hukum yang berlaku secara umum itu. Dikandung tanpa noda berkat rancangan Allah yang istimewa, ia berjaya atas dosa; maka kepadanya, hukum yang umum itu tidak mengikat – takdirnya pun bukan untuk membusuk dalam kubur, maupun untuk menantikan Hari Pengadilan sebelum tubuhnya bisa ditebus.
Pernah ada deklarasi khidmat yang menyatakan bahwa Bunda Allah yang Perawan diluputkan dari noda keturunan sejak awal hidupnya; oleh karena itulah hati para umat beriman tergerak oleh semacam harapan yang membara agar Magisterium Gereja yang tertinggi hendak mendefinisikan dogma Perawan Maria Diangkat ke Surga sesegera mungkin. Sama sekali tiada keraguan bahwa permintaan untuk definisi semacam itu tidak hanya berasal dari kalangan umat Kristen secara perorangan, namun juga dari para perwakilan bangsa-bangsa dan provinsi-provinsi gerejawi; permohonan itu juga dimintakan secara mendesak kepada Takhta Apostolik oleh tidak sedikit Bapa pada Konsili Vatikan sendiri.
Seiring berjalannya waktu, rangkaian petisi semacam itu tampaknya mengalir tiada henti; petisi-petisi itu justru semakin hari menjadi semakin banyak dan semakin mendesak. Kampanye-kampanye doa yang penuh semangat diorganisir terkait perkara itu; dan itu menjadi bahan kajian bagi banyak teolog yang terkenal, dan oleh sebab itu dijadikan subjek jajak pendapat baik secara pribadi maupun secara publik oleh universitas-universitas gereja serta kolese-kolese lainnya, tempat kajian suci diwariskan; banyak bagian dunia melangsungkan kongres-kongres nasional maupun internasional demi penghormatan Maria. Semua ketertarikan publik ini, semua pertanyaan ini, semakin menekankan fakta-faktanya; doktrin bahwa Perawan Maria telah diangkat secara badaniah ke Surga sudah ada di sana, termuat di dalam khazanah iman yang dipercayakan kepada Gereja. Sering kali, ada petisi-petisi lanjutan yang dengan rendah hati memohon Takhta Apostolik agar menjadikan kebenaran ini sebagai bahan definisi khidmat.
Maka kalau para umat beriman saling bersaing satu sama lain dalam membuktikan devosi mereka, mereka pun tak kekurangan dukungan dari para Uskup mereka; sungguh menakjubkan begitu banyaknya mereka yang mengirimkan petisi-petisi kepada Takhta Petrus demi tujuan yang sama. Pada waktu diri Kami diangkat kepada jabatan Kepausan, ribuan petisi semacam itu telah mencapai Takhta Apostolik dari berbagai belahan dunia serta dari berbagai macam kalangan; dari para putra Kami yang terkasih, Dewan Suci Para Kardinal, dari Saudara-Saudara Kami yang terhormat, para Uskup Agung dan Uskup, dari dioses-dioses dan paroki-paroki di mana-mana. Benar-benar tulus, doa-doa yang Kami panjatkan kepada Allah yang Mahakuasa, untuk meminta terang Roh Kudus-Nya dalam memutuskan perkara yang sedemikian besar bobotnya; ketat adanya, syarat-syarat yang Kami tetapkan kepada tugas bersama untuk menginvestigasi perkara ini secara lebih saksama; dan sementara itu, Kami memberi perintah-perintah untuk mengumpulkan dan secara teliti memeriksa semua permintaan yang telah dibuat kepada Takhta Suci sehubungan doktrin Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, sejak saat Pendahulu Kami dari kenangan berbahagia, Pius IX, dahulu sedang memerintah, sampai waktu pemerintahan Kami.[3] Itu adalah perkara yang luar biasa pentingnya dan luas pengaruhnya, dan Kami berpendapat bahwa tepat adanya untuk menghampiri Saudara-Saudara Kami yang Terhormat dalam Keuskupan dengan sebuah permintaan resmi yang bersifat langsung. Mereka masing-masing harus menuangkan pikiran mereka kepada Kami dalam perkataan mereka masing-masing. Pada hari pertama dari bulan Mei 1946, Kami mengeluarkan kepada mereka surat Deiparae Virginis, yang memuat perkataan ini:
Jawaban apakah yang dibuat para Uskup yang dilantik oleh Roh Kudus, para gembala Gereja Allah?[4] Hampir tanpa terkecuali, mereka menjawab kedua pertanyaan itu secara afirmatif. Kebulatan suara yang mengagumkan dari para Uskup dan para umat beriman;[5] mereka semua setuju bahwa Diangkatnya Bunda Allah secara badaniah ke Surga dapat didefinisikan sebagai dogma iman. Kami dihadapkan dengan mufakat penuh dan bulat suara dalam hal doktrin dari Magisterium Gereja yang biasa, serta mufakat penuh dan bulat suara dalam hal kepercayaan di kalangan umat beriman yang ditopang dan diarahkan oleh Magisterium yang sama. Hal ini sendiri akan cukup untuk membuktikan, secara konklusif dan tanpa kesalahan, bahwa pengaruniaan hak khusus tersebut merupakan suatu kebenaran yang diwahyukan oleh Allah; kebenaran yang terhitung dalam khazanah iman yang dipercayakan oleh Kristus kepada Mempelai-Nya sendiri, agar dijaganya dengan setia dan dideklarasikannya secara infalibel.[6] Bukan dengan usaha manusia semata, namun terlindung dari segala kesalahan berkat Roh Kebenaran,[7] Otoritas pengajaran Gereja terus menunaikan tanggung jawab yang secara demikian diembankan kepadanya, yaitu menjaga kebenaran-kebenaran yang diwahyukan ini utuh dan murni. Gereja mewariskan kebenaran-kebenaran ini tanpa cemar, tanpa penambahan, tanpa pengurangan. Demikianlah ajaran Konsili Vatikan:
Mufakat universal dari ajaran Magisterium biasa milik Gereja ini merupakan bukti yang mutlak, yang menetapkan kebenaran Diangkatnya Perawan Maria secara badaniah ke Surga. Menetapkannya, bagaimana? Di sini, ada sesuatu yang terlibat, yang mustahil ditemukan oleh kecerdasan manusia bagi dirinya sendiri; yakni, tubuh perawan yang melahirkan Allah telah dipermuliakan di Surga. Oleh karena itu, kebenaran itu harus merupakan kebenaran yang diwahyukan secara ilahi; sebab itulah, kebenaran itu wajib diterima oleh semua putra Gereja yang setia, dengan iman tanpa keraguan. Konsili Vatikan kembali meyakinkan kita bahwa:
Bukti-bukti iman Gereja universal ini, petunjuk-petunjuk tentangnya serta jejak yang telah ditinggalkannya begitu jelas, sejak dari abad-abad yang lawas; seiring berjalannya waktu, keyakinan itu terlihat dalam terang yang lebih kemilau. Para umat beriman tahu dengan cukup baik bahwa Perawan Maria, pada masa pengembaraannya di dunia, menjalani kehidupan yang tak kebal terhadap kegelisahan, kebutuhan dan kesedihan. Hal itu telah mereka pelajari berkat bimbingan para pastor yang mengajar mereka, dan dari Kitab Suci sendiri. Ketika ia berdiri di samping Salib Putranya yang menebus kita, nubuat Simeon, orang tua suci itu digenapi, dan sebilah pedang yang teramat tajam menembus hatinya. Para umat beriman juga telah mengakui tanpa kesulitan, bahwa Bunda Allah yang mengagumkan itu, seturut teladan Putranya yang Tunggal, meninggalkan dunia ini. Namun keyakinan mereka ini sama sekali tidak mencegah mereka untuk secara terbuka percaya dan mengakui bahwa tubuhnya yang suci itu tidak pernah mengalami kerusakan dalam kubur, tabernakel agung tempat kediaman Sabda ilahi itu tidak mengalami kebusukan dan menjadi debu. Justru sebaliknya, tergerak oleh rahmat ilahi dan kesalehan kepada Bunda Allah, yang merupakan orang tua Allah dan Bunda yang termanis, mereka melihat dengan terang yang semakin kemilau, keharmonisan dan keselarasan yang mengagumkan dari hak-hak khusus miliknya, yang telah dikaruniakan Allah, Penyelenggara yang Mahakuasa itu, kepada jiwa milik mitra Penebus kita, karunia-karunia yang keluhurannya melampaui segala karunia milik ciptaan lainnya, terkecuali kodrat manusia Yesus Kristus sendiri.
Ada bukti untuk kepercayaan yang sama itu, yaitu gereja-gereja yang tak terhitung jumlahnya, yang telah didedikasikan kepada Allah dalam penghormatan kepada Perawan Maria Diangkat ke Surga; serta gambar-gambar suci yang diperlihatkan di sana supaya dihormati oleh para umat beriman, patung-patung yang mengingatkan kejayaan sang Perawan bagi khalayak publik. Kota-kota, dioses-dioses dan wilayah-wilayah juga telah memercayakan keamanan mereka secara khusus kepada perlindungan Bunda Allah yang Perawan yang diangkat ke Surga; demikian pula, institusi-institusi religius telah didirikan, dengan persetujuan Gereja, yang menyandang nama dari gelar khusus itu. Penting pula untuk disebutkan bahwa dalam pendarasan Rosario Maria, pendarasan yang begitu kuatnya dianjurkan oleh Takhta Apostolik, salah satu misteri yang ditetapkan untuk meditasi sucinya, seperti yang kita ketahui, adalah Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
Namun iman para Gembala suci dan para umat beriman ini terwujud secara universal dan dengan lebih kemilaunya, ketika wilayah-wilayah Timur dan Barat sejak dari zaman kuno merayakan hari-hari raya liturgi demi tujuan itu; sebab kenyataan tersebut tidak pernah diabaikan oleh para Bapa dan Doktor dari Gereja yang kudus dalam membuat argumen yang cemerlang. Seperti yang diketahui semua orang,
Dan manakala dokumen-dokumen liturgis mengatalogkan pesta Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga atau Tertidurnya Santa Perawan Maria, dokumen-dokumen itu menggunakan gaya bahasa yang sama. Dokumen-dokumen itu memberi kesaksian, bahwa ketika ia telah menuntaskan pengembaraannya di dunia, dan melakukan perjalanannya ke Surga, Penyelenggaraan Ilahi memastikan agar tubuhnya yang suci diberi karunia yang pantas bagi Bunda Sabda yang Menjelma, dan yang berselaras dengan karunia-karunia yang telah dianugerahkan kepadanya. Contoh yang penting dari ajaran itu dapat ditemukan dalam Sakramentarium Pendahulu Kami, Adrianus I, dari kenangan yang tak kenal maut, yang dikirimkan kepada Kaisar Karolus Magnus. Dokumen itu memuat perkataan berikut:
Kesederhanaan gaya bahasa itu merupakan ciri khas liturgi Roma; dokumen-dokumen liturgi lainnya dari zaman agung, dari Gereja Timur maupun Barat, membahas perkara itu dengan lebih kaya dan lengkap. Demikianlah Sakramentarium Galia menggambarkan pesta Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga, sebagai ‘misteri yang tak terlukiskan, yang amat terpuji dan tiada taranya di antara umat manusia, yaitu Diangkatnya sang Perawan’. Dan liturgi Bizantina tak puas hanya dengan berulang-ulang kali menghubungkan Diangkatnya badan Perawan Maria ke Surga kepada penghormatan yang layak bagi Bunda Allah; liturgi ini mencocokkan karunia istimewa miliknya itu dengan karunia-karunia lainnya; dan terutama kepada mukjizat Perawan yang mengandung Anak, yang merupakan kehendak Allah yang pengasih kepadanya. Liturgi itu berkata:
Pangeran para Rasul dipercayakan tanggung jawab untuk menguatkan para saudaranya,[13] dan tanggung jawab ini telah diwarisi oleh Takhta Apostolik. Pengaruhnya, dalam memberi kekhidmatan yang lebih besar kepada pesta ini seiring berjalannya waktu, telah mengilhami para umat beriman untuk mempertimbangkan, bahkan dengan semakin benar, pentingnya misteri yang dirayakan pesta ini. Tergolong pesta besar, seperti yang sepatutnya bagi semua pesta Santa Perawan Maria, pesta ini telah terhitung di antara perayaan-perayaan terkhidmat di sepanjang tahun liturgi. Ketika Pendahulu Kami, St. Sergius I, mendekretkan supaya Litani-Litani (yakni, prosesi sekeliling Stasi) dilangsungkan pada keempat pesta Perawan Maria, Pesta Tertidurnya Santa Perawan Maria diikutsertakan Sri Paus bersama pesta Kelahiran, Anunsiasi dan Penahiran Santa Perawan Maria.[14] Pesta itu sudah disebut sebagai Bunda Allah yang Terberkati Diangkat ke Surga, ketika St. Leo IV menetapkan supaya pesta itu dirayakan secara lebih khidmat, dengan memberinya vigilia dan oktaf; ia sendiri, didampingi oleh khalayak jemaat yang besar jumlahnya, dengan gembira mengambil kesempatan itu untuk berbagi dalam upacara-upacara ini.[15] Betapa kunokah adat berpuasa pada vigilia hari itu, mungkin dapat dengan jelas dilihat dari bukti yang disediakan Pendahulu Kami, Nikolas I, ketika ia mendaftarkan pesta-pesta utama “yang telah diwarisi oleh Gereja Roma yang kudus dari zaman kuno, dan yang masih dirayakannya’.[16]
Bahwasanya Liturgi Gereja tidak membuahkan iman Katolik, namun Liturgi Gereja merupakan buah iman Katolik; dari imanlah, seperti pohon yang berbuah, ritus-ritus ibadat suci bersumber. Maka dari itu, para Bapa Gereja, para Doktor Agung, dalam khotbah-khotbah yang mereka sampaikan kepada para umat pada hari pesta ini, tidak menimba doktrin semacam itu dari liturgi, sebagai sumber pertamanya, namun mereka berbicara tentang doktrin ini seakan-akan doktrin tersebut sudah diketahui dan diterima oleh para umat Kristiani. Mereka menyatakan doktrin yang sama itu dengan lebih jelas; mengajukan makna dan pembahasannya dengan penjelasan-penjelasan yang lebih tinggi, menempatkan doktrin itu dalam kejernihan yang lebih kentara, ketimbang pembahasannya yang berulang kali dan singkat dalam buku-buku liturgis. Dalam kata lain, pada pesta ini, yang dirayakan tidak hanya bahwa Santa Perawan Maria tidak mengalami pembusukan badan sama sekali pada kematian, namun juga luputnya dirinya dari maut dalam kejayaan, serta ‘pemuliaan’ surgawinya, seturut teladan Putra Tunggalnya Yesus Kristus.
Karena itulah St. Yohanes dari Damaskus, penafsir tercakap untuk tradisi ini, secara fasih membandingkan hak-hak khusus nan luhur yang dikaruniakan kepada Bunda Allah secara umum dengan Pengangkatannya secara badaniah ke Surga.
Perkataan St. Yohanes dari Damaskus ini dengan setia menggaungkan sentimen dari banyak Bapa, di samping para Bapa dari zaman yang sama, atau dari masa yang terdahulu, yang telah berbicara dengan kepastian yang tak kurang besarnya dalam khotbah-khotbah mereka, dan yang sering berkhotbah pada pesta ini. Demikianlah St. Germanus dari Konstantinopel melihat pengalihan tubuh Santa Perawan Maria yang tak rusak, sebagai pantas adanya bukan hanya dengan dirinya sebagai Bunda Allah, namun juga dengan kekudusan istimewa yang melekat kepada keperawanannya.
Seorang penulis yang amat kuno lainnya berkata demikian:
Karena pesta ini sudah dirayakan secara lebih luas dan dengan devosi yang semakin besar, para Uskup dan pengkhotbah merasa semakin wajib untuk memberi penjelasan tentang misteri yang sedang mereka rayakan, dan untuk menunjukkan bagaimana misteri ini secara erat terhubung dengan kebenaran-kebenaran yang diwahyukan lainnya. Dan beberapa teolog skolastik bahkan akan menyelidiki dengan lebih dalam; mereka harus memperlihatkan bagaimana iman Katolik selaras dengan buah-buah argumentasi teologis. Dan mereka melihat adanya kaitan yang signifikan antara doktrin Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga ini dengan kebenaran-kebenaran ilahi yang disampaikan kepada kita oleh Kitab Suci. Dengan menggunakan hal-hal ini sebagai titik permulaan, mereka tak mengalami kesulitan dalam mencari argumen-argumen yang menerangkan hak khusus milik Maria itu. Mereka memulai dengan menunjukkan bahwa dalam kesalehan-Nya yang besar kepada Ibunda-Nya, Yesus Kristus menghendaki supaya dia diangkat ke Surga. Namun kekuatan yang tiada taranya dari argumen-argumen itu bertumpu pada martabat Maria sebagai Bunda Allah, serta segala karunia yang bersumber dari martabat itu; yang bahwasanya adalah kekudusannya yang luar biasa, yang melampaui kekudusan semua manusia dan para malaikat; hubungan mesra antara Maria dan Yesus; cinta kasih istimewa yang dengannya Putra mengasihi Ibunda-Nya yang teramat layak. Sering kali, seperti para Bapa Gereja yang mendahului mereka,[20] para teolog dan pengkhotbah ini sampai meminjam ilustrasi-ilustrasi keyakinan mereka akan Diangkatnya Bunda Allah ke Surga, dari cerita-cerita atau frasa-frasa yang digunakan dalam Alkitab. Contoh-contoh yang sering mereka gunakan, adalah perkataan dari sang Pemazmur: ‘Bangkitlah ya Tuhan, ke tempat peristirahatan-Mu, Engkau beserta tabut kemuliaan-Mu!’[21] – tabut yang memuat perjanjian Allah, yang terbuat dari kayu yang tak lapuk dan ditempatkan pada bait suci Allah itu tampak bagi mereka sebagai suatu gambaran tubuh Maria yang Perawan, yang diselamatkan dari pembusukan dan diangkat dalam kemuliaan sampai ke Surga. Atau dalam membahas topik yang sama, mereka akan merujuk kepada Ratu yang memasuki istana Surga dan duduk di sisi kanan Putranya,[22] atau mereka akan memberi tahu kita bagaimana mempelai perempuan dalam Kidung Agung ‘muncul dari padang belantara, tegak bagaikan tiang-tiang asap, diliputi harumnya mur dan kemenyan’ untuk menerima mahkotanya.[23] Mereka meyakinkan kita bahwa ini merupakan tipe-tipe dari Ratu Surga dan Mempelai Perempuan samawi itu, yang bersama Mempelai Laki-Laki Ilahinya, diangkat ke dalam balai Surga.
Para penulis skolastik tersebut pun tak berhenti sampai situ saja dengan gambaran-gambaran yang diambil dari Perjanjian Lama; mereka melihat rujukan kepada Pengangkatan Perawan Maria ke Surga dalam gambaran wanita yang berjubahkan matahari, yang dilihat oleh Rasul Yohanes di Patmos.[24] Dan mereka memberi perhatian yang besar kepada sebuah ayat Perjanjian Baru yang lain, ‘Salam, engkau yang penuh rahmat, Tuhan sertamu; terberkatilah engkau di antara wanita’, ketika dalam misteri Pengangkatannya, mereka melihat kepenuhan rahmat yang dianugerahkan kepada Perawan yang Terberkati itu, serta berkat istimewa yang melawan kutukan Hawa. Maka Amadeus, Uskup Lausanne yang suci, menjelang periode skolastik, mengklaim bahwa tubuh Perawan yang Terberkati itu tetap tak terusakkan – mengutuk tubuh semacam yang dimilikinya itu dengan menyatakannya mengalami pembusukan adalah penghujatan – sebab tubuhnya itu kenyataannya kembali bersatu dengan jiwanya, untuk berbagi mahkota surgawinya.
Namun dari antara semua penulis dari periode itu yang memberi pencerahan dan penerangan atas keyakinan yang saleh ini, dengan kutipan-kutipan, tipe-tipe serta analogi-analogi Kitab Suci, Santo Antonius dari Padua menduduki tempat yang istimewa. Ia berkhotbah pada pesta Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga berdasarkan teks dalam Yesaya, ‘Aku akan memuliakan tempat kaki-Ku berpijak,’[26] dan menarik kesimpulan yang jelas bahwa Juru Selamat kita yang Ilahi mengaruniakan kemuliaan tiada tara kepada Ibunda yang melahirkan-Nya. Ia berkata:
Kita sekarang telah mencapai Abad Pertengahan, waktu teologi skolastik mencapai puncaknya. Berikut St. Albertus Agung, yang mengajukan segenap rangkaian argumen yang didasari oleh Kitab Suci, tradisi, liturgi, serta teologi sehat. Ia menyimpulkan:
Dan dalam khotbahnya pada pesta Anunsiasi yang didampingi teks Salam dari Malaikat, Doktor Universal ini mengontraskan Perawan Suci dengan Hawa, untuk menyatakannya secara amat sederhana terkecuali dari kutukan lipat empat yang diderita Hawa.[29] Doktor Malaikat juga sejalan dengan ajaran gurunya yang agung; ia tak pernah membahas pertanyaan ini secara ex professo, namun setiap kali ia merujuk kepada perkara ini secara kebetulan, ia terbukti setuju dengan kepercayaan Gereja Katolik, yakni tubuh Maria, dan bukan hanya jiwanya saja, diangkat ke Surga.[30]
Dan bagaimana dengan Doktor Serafim? Dari antara banyak penulis lainnya, ia dapat dikutip memercayai opini yang sama. Putra Maria yang Teramat Suci dikandung dan dilahirkan tanpa mencederai kemurnian perawannya maupun keutuhan daranya, mungkinkah Allah mengizinkan tubuh itu terurai menjadi debu? Ia menganggap gagasan itu mustahil.[31] Di tempat lain, ia mengomentari perkataan Kitab Suci ini, ‘Siapakah dia itu yang muncul dari padang gurun, dengan penuh sukacita dan bersandar pada kekasihnya?’,[32] perkataan yang diterapkannya dalam makna simbolis kepada Perawan yang Terberkati. Dan argumennya sebagai berikut:
Pada abad kelima belas, menjelang akhir masa skolastik, St. Bernardinus dari Siena merangkum dan kembali meninjau semua karya tulis dan pemikiran Abad Pertengahan mengenai perkara ini. Dan ia tak puas hanya dengan mengulangi argumen-argumen para pendahulunya; ia menambahkan argumen-argumen miliknya sendiri. Menurutnya, ada keserupaan antara Bunda dan Putra, yang sedemikian selarasnya dalam sifat-sifat mereka yang mulia, baik dalam badan maupun pikiran, yang memustahilkan kita untuk berpikir bahwa Ratu Surga mungkin terpisah dari Raja Surgawi; artinya, ‘ia tidak mungkin berada, selain di tempat Kristus berada.’[34] Dengan alasan benar ia berpendapat bahwa gagasan ini sepenuhnya selaras dengan akal yang benar, bahwa kemuliaan surga pastinya telah dicapai oleh seorang Perempuan dan seorang Laki-Laki, baik dalam badan maupun jiwa. Dan pada akhirnya, karena Gereja tidak pernah mencari relikui-relikui Perawan Terberkati dan tak pernah mengajukan relikui-relikui semacam itu untuk dihormati para umat, itu dapat disebut sebagai sebuah ‘bukti empiris’.[35]
Di kemudian hari, ungkapan-ungkapan semacam yang telah Kami kutip dari para Bapa dan Doktor Gereja itu tergolong bersifat lazim. St. Robertus Bellarminus memeluk konsensus orang Kristiani, yang diwariskan dari masa-masa yang terdahulu. Ia berseru:
Itu suatu penghujatan, ujar St. Fransiskus dari Sales, untuk meragukan bahwa Yesus secara sempurna menepati perintah yang memperingatkan kita supaya menghormati orang tua kita. ‘Dan adakah seorang putra’, ia bertanya, ‘yang tidak akan memanggil ibundanya sendiri supaya kembali hidup ketika ia sudah mati, dan bahwasanya membimbingnya ke Firdaus, kalau ia mampu melakukannya?’[37] Dan St. Alfonsus menulis: ‘Yesus tidak ingin tubuh Maria menjadi rusak setelah kematian, sebab akan menjadi aib yang begitu besar bagi diri-Nya, jika daging perawan itu mengalami pembusukan, daging yang telah diambil-Nya sebagai milik-Nya sendiri.’[38]
Misteri yang dikenang oleh pesta ini pada zaman itu sekarang telah dijelaskan dengan konteksnya yang benar, dan karena itulah pada waktu itu, dapat ditemukan para Doktor yang, alih-alih menggunakan argumen-argumen teologis yang membuktikan bahwa pantas dan logis adanya untuk percaya bahwa Santa Perawan Maria Diangkat secara badaniah ke Surga, memalingkan pikiran dan hati mereka kepada iman Gereja, Gereja yang merupakan Mempelai Mistis Kristus yang tak bernoda maupun berkerut,[39] yang digambarkan oleh seseorang yang merupakan seorang Rasul sendiri sebagai ‘tiang penyangga dan landasan kebenaran’.[40] Berdasarkan iman bersama ini, mereka mendeklarasikan opini yang berlawanan sebagai opini yang lancang, seandainya pun opini itu menghindari stigma bidah. St. Petrus Kanisius sama sekali tidak berdiri seorang diri ketika ia mengklaim bahwa makna istilah ‘Assumptio’ (Pengangkatan) bukan hanya ‘pemuliaan’ jiwa, namun juga ‘pemuliaan’ badan, dan bahwa selama berabad-abad, Gereja telah menghormati dan secara khidmat merayakan misteri Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga ini. Ia menulis:
Demikian pula adanya dengan Doktor Luar Biasa (Doctor Eximius), yang juga hidup pada zaman Kanisius. Ketika perkaranya terkait teologi tentang Perawan Maria, ia memberikan kita kaidahnya sendiri supaya diikuti: ‘misteri rahmat, yang dikerjakan Allah dalam diri sang Perawan, tidak boleh diukur dengan hukum biasa, namun dengan kemahakuasaan ilahi, dengan mempertimbangkan kepantasan perkara itu, tanpa menentang ataupun melawan Kitab Suci’.[42] Dan ia lalu mempertahankan kuat-kuat kepercayaan yang dianut secara umum oleh Gereja universal, dan menyimpulkan bahwa misteri Pengangkatan Maria ke Surga menuntut supaya diterima tanpa keraguan, sama seperti misteri Dikandungnya Maria Tanpa Noda; ia bahkan pada waktu itu siap berargumentasi, bahwa kebenaran-kebenaran itu sendiri bisa didefinisikan.
Semua kesimpulan yang diambil oleh para Bapa yang Kudus serta para teolog ini didasari Kitab Suci, yang bahwasanya memperlihatkan, ibaratnya kepada mata kepala kita, bahwa jiwa Bunda Allah memiliki hubungan yang teramat mesra dengan Putranya yang ilahi, dan senantiasa mengambil bagian dalam nasib-Nya. Maka dari itu, tampaknya mustahil untuk melihat Bunda Allah terpisah dari Kristus setelah kematian … dalam raganya, ia yang mengandung dan melahirkan Kristus sebagai miliknya sendiri, yang dengan gembira menyusui-Nya, dan mengusung-Nya dengan tangannya dan mendekap-Nya di dadanya. Sebagai Putranya, Yesus Kristus tidak bisa tak mencintai dan menghormati Maria di sisi Bapa-Nya yang kekal, yang hukum-Nya dijaga-Nya dengan begitu sempurna; dan karena Ialah yang empunya kuasa untuk membalas Maria dengan penghormatan tertinggi, dengan meluputkannya dari kebusukan dalam kubur, kita harus percaya bahwa Ia memang berbuat demikian. Harus diingat bahwa sejak abad kedua, Santa Perawan Maria telah diidentifikasikan oleh para Bapa Gereja sebagai Hawa Baru. Memang ia bahwasanya tak setingkat dengan Adam yang Baru, namun ia dengan mesra mengambil bagian dalam peperangan-Nya terhadap Musuh umat manusia. Seperti yang kita ketahui dari Janji yang dibuat di Surga, peperangan itu akan berakhir dengan kejayaan penuh atas dosa dan maut, kedua musuh kembar yang begitu seringnya disebutkan bersama-sama oleh St. Paulus.[43] Sehubungan kemenangan ini, Kebangkitan Tuhan kita merupakan bagian pokoknya, piala pencapaiannya yang termulia; namun Santa Perawan Maria pula, yang mengambil bagian dalam konflik ini, harus mengambil bagian dalam akhirnya, dengan dipermuliakannya tubuhnya yang perawan itu. Sebab, sang Rasul juga berkata demikian, ‘ketika … yang fana akan mengenakan kehidupan kekal, akan tergenapi kata-kata yang tertulis itu: Maut ditelan dalam kemenangan.’[44]
Oleh karena itu, pahala apakah yang pada akhirnya menantikan Bunda Allah yang agung, yang bersatu secara tersembunyi dengan Yesus Kristus sejak segala keabadian berkat ketetapan Predestinasi yang satu dan sama,[45] yang tak bernoda ketika dikandung, yang tetap perawan ketika menjadi Bunda Allah, Mitra mulia bagi Penebus kita dalam kemenangan-Nya atas dosa dan segala konsekuensinya? Sebagai mahkota segala rahmat yang diperolehnya, ia dijaga bebas dari hukuman pembusukan dalam kubur; berbagi kemenangan Putranya atas maut, dan diangkat ke Surga, jiwa dan raganya, dan berada di sana untuk memerintah sebagai Ratu di sisi kanan-Nya, Ia yang adalah Raja segala Abad, yang tak kenal maut.[46]
Dan sekarang, menimbang Gereja universal, yang disertai Roh Kebenaran yang kuasa dalam dirinya, yang membawanya sampai kepada pengetahuan yang lebih sempurna tentang doktrin-doktrin yang diwahyukan, telah mewujudkan imannya dalam banyak kesempatan seiring abad-abad yang berlalu; dan menimbang para Uskup dunia telah meminta, dengan mufakat yang hampir universal, agar doktrin Santa Perawan Maria Diangkat secara badaniah ke Surga didefinisikan; dan menimbang doktrin tersebut, yang didasari Kitab Suci, yang mengakar dalam-dalam pada benak para umat beriman, yang terbukti oleh praktik lawas Gereja, sepenuhnya selaras dengan kebenaran-kebenaran yang diwahyukan lainnya, serta telah dinyatakan secara jelas oleh terang jerih payah teologi kalangan terpelajar; Kami percaya bahwa sudah tiba saatnya, seturut rancangan-rancangan Penyelenggaraan Ilahi, untuk secara khidmat mempermaklumkan hak khusus yang istimewa ini, yang dimiliki Perawan Maria.
Kami telah mendedikasikan segenap Masa Kepausan Kami kepada perlindungan khusus Perawan Teramat Suci ini, dan Kami telah mengandalkan dirinya pada saat-saat terkelam. Kami telah dalam ritus publik mengonsekrasikan seluruh umat manusia kepada Hatinya yang Tak Bernoda, dan telah begitu seringnya mengalami perlindungannya yang teramat kuasa. Dan sekarang, Kami percaya bahwa pemakluman khidmat untuk mendefinisikan doktrin Pengangkatan dirinya ke Surga ini akan membawa faedah yang amat besar bagi kesejahteraan masyarakat manusia, dan bahwasanya melipatgandakan kemuliaan Allah Tritunggal Mahakudus, yang kepada-Nya Bunda Allah yang Perawan itu terikat dengan ikatan yang teramat mesra. Ada alasan yang baik untuk berharap bahwa seluruh umat beriman akan terilhami dengan devosi yang lebih besar kepada Bunda mereka di Surga, dan bahwa mereka semua yang bangga menyandang nama Kristus akan semakin rindu bersatu dengan Tubuh Mistis Yesus Kristus, seiring cinta mereka akan dia, yang adalah Bunda bagi setiap anggota Tubuh yang agung itu, tumbuh bahwasanya semakin kuat. Ada alasan yang baik pula untuk berharap bahwa kalau manusia merenungkan teladan mulia yang dipercontohkan Maria, mereka akan memahami dengan lebih baik nilai kehidupan manusia, jikalau hidup manusia dibaktikan untuk melaksanakan kehendak Bapa Surgawi dan mendatangkan kebaikan kepada sesama; sehingga meskipun kebaruan-kebaruan ‘materialisme’ serta pembusukan moral yang menjadi konsekuensinya bahwasanya sekarang menimbulkan bahaya padamnya terang kebajikan, dan menghancurkan kehidupan manusia yang terhasut oleh konflik, akan terlihat dengan sebegitu jelasnya, dengan terang yang kemilau bagi mata semua orang, nasib luhur yang menjadi tujuan benak dan badan kita. Semoga iman akan Pengangkatan tubuh Santa Perawan Maria mengajar iman yang kita miliki akan Kebangkitan agar iman itu mengakar lebih dalam, dan menghasilkan buah yang semakin berlimpah!
Rancangan Penyelenggaraan Ilahi yang terberkati mengatur supaya acara khidmat ini jatuh pada Tahun Suci yang sekarang sedang berlalu. Karena itulah Kami mampu merayakan Yubileum Agung ini dengan menambahkan sebuah batu permata yang baru kepada mahkota Bunda Allah yang Perawan, dan mendirikan monumen, yang lebih tahan dari perunggu, demi cinta yang membara yang Kami miliki kepada dirinya.
Dan dengan demikian, setelah berulang kali memanjatkan doa kepada Allah, setelah banyak memanggil terang Roh Kebenaran, demi kemuliaan Allah yang Mahakuasa, yang telah mengaruniakan anugerah yang begitu berlimpah-limpah kepada Perawan Maria, demi penghormatan Putranya, Raja segala abad yang tak kenal ajal, yang berjaya atas dosa dan kematian, demi memperbesar kemuliaan Bunda yang agung yang sama ini, dan demi sukacita serta kegembiraan segenap Gereja, dengan otoritas Tuhan kita Yesus Kristus dan para Rasul-Nya yang terberkati, Petrus dan Paulus, dan dengan otoritas diri Kami,
Maka barang siapa, semoga Allah mencegahnya, memberanikan diri untuk secara sadar dan sengaja menyangkal atau mempertanyakan doktrin yang telah Kami definisikan secara demikian, hendaknya ia mengetahui bahwa ia telah sepenuhnya meninggalkan iman ilahi dan Katolik.
Demi memberitahukan Gereja universal bahwa doktrin Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga telah didefinisikan, Kami menghendaki supaya Surat Apostolik milik diri Kami ini dijaga untuk kenangan abadi. Dan setiap salinannya, baik yang tertulis maupun yang tercetak, yang ditandatangani oleh notaris publik dan dibubuhkan meterai otoritas gerejawi yang layak, akan menyandang perintah bagi semua orang yang disampaikannya supaya mereka memberi kesetujuan yang sama, layaknya salinan itu merupakan dokumen orisinalnya. Dan karena deklarasi, proklamasi serta definisi yang telah disebutkan, telah diterbitkan secara demikian, hendaknya tidak seorang pun membuat perubahan pada satu pun halamannya, maupun menjadi sedemikian gegabahnya sehingga menyangkalnya atau menentangnya. Namun barang siapa sedemikian gegabahnya sehingga mencoba melakukannya, hendaknya ia mengetahui bahwa ia akan mendapatkan murka dari Allah yang Mahakuasa dan dari para Rasul kudus-Nya, Petrus dan Paulus, atas penghinaan tersebut.
Diberikan di Gereja St. Petrus di Roma, pada tahun Yubileum Agung, tahun seribu sembilan ratus lima puluh, pada hari pertama bulan November, pada pesta Semua Orang Kudus, tahun kedua belas dari Masa Kepausan Kami.
Saya PIUS, Uskup Gereja Katolik,
telah menandatangani definisi ini”
Catatan kaki:
Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus diterjemahkan dari:
Sumber utama berbahasa Inggris:
The Marian Library, University of Dayton, 068 – Munificentissimus Deus, Pius XII (1959), Dayton, OH, Amerika Serikat.
Sumber pendamping berbahasa Prancis:
Laval théologique et philosophique, Université Laval, Constitution Apostolique « Munificentissimus Deus » (Texte latin et traduction française en regard), Pie XII, e, 6(2), 221–247. penerbit Érudit.
Sumber pendamping berbahasa Latin:
Situs Vatikan, Acta Apostolicae Sedis – Commentarium Officiale, Acta PII PP. XII, 1950, hal. 753-771.
[1] Roma 8:28.
[2] Galatia 4:4.
[3] G. Hentrich & R. Gaulterus de Moos, Petitiones de Assumptione Corporea B.V.M. 2 vols. Vatican Polyglot Press, 1942.
[4] Kisah Para Rasul 20:28
[5] Ineffabilis Deus
[6] Konsili Vatikan, De fide Catholica, bab 4.
[7] Yohanes 14:26.
[8] Konsili Vatikan, De ecclesia Christi, bab 4.
[9] Konsili Vatikan, De fide Catholica, bab 3.
[10] Surat ensiklik Mediator Dei, A.A.S. 39, hal. 541.
[11] Sakramentarium Gregorian.
[12] Menaeum untuk seluruh tahun.
[13] Lukas 22:32.
[14] Liber Pontificalis.
[15] Ibid.
[16] Jawaban Paus Nikolas I kepada pertanyaan-pertanyaan yang dikirimkan dari Bulgaria.
[17] St. Yohanes dari Damaskus, Puji-pujian tentang Tertidurnya Bunda Allah, Maria yang Tetap Perawan, II, 14. Bdk. pula bagian 3.
[18] St. Germanus dari Konstantinopel, Tentang Tertidurnya Bunda Allah yang Kudus, Khotbah no. 1.
[19] (Karya yang dianggap berasal dari) St. Modestus dari Yerusalem, Puji-pujian tentang Tertidurnya Ratu Kita yang Terberkati, Bunda Allah, Maria yang Tetap Perawan, no. 14.
[20] St. Yohanes dari Damaskus, op. cit., II, 11.
[21] Mazmur 131:8.
[22] Mazmur 44:10, 14-16.
[23] Kidung Agung 3:6, 4-8; 6:9.
[24] Wahyu 12:1 ff.
[25] Amadeus dari Lausanne, Tentang Kematian Perawan Terberkati, Pengangkatannya ke Surga dan Pemuliannya di Sisi Kanan Putra-Nya.
[26] Yesaya 60:13.
[27] Santo Antonius dari Padua, Khotbah untuk Hari Minggu dan Pesta Agung, khotbah tentang Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
[28] St. Albertus Agung, Mariale, q. 132.
[29] St. Albertus Agung, Khotbah tentang Para Kudus, khotbah Tentang Anunsiasi Maria yang Terberkati; bdk. Pula Mariale, q. 132.
[30] St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, 3a, Pertanyaan 27, Artikel 1; Pertanyaan 83, Artikel 5 ad 8; Penjelasan tentang Salam Maria; Penjelasan tentang Syahadat Para Rasul, Artikel 5; In IV Sent, d. 12, q. I, art. 3, sol. 3; d. 43, q. I, art. 3, sol. 1, 2.
[31] St. Bonaventura, Tentang Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Khotbah 1.
[32] Kidung Agung 8:5.
[33] St. Bonaventura, Tentang Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Khotbah 1.
[34] St. Bernardinus dari Siena, Tentang Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Khotbah 2.
[35] Ibid.
[36] St. Robertus Bellarminus, Konferensi Louvain, Khotbah 40, Tentang Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
[37] St. Fransiskus dari Sales, Khotbah autograf untuk Pesta Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
[38] St. Alfonsus Liguori, Kemuliaan Maria, II, 1.
[39] Efesus 5:27.
[40] 1 Timotius 3:15.
[41] St. Petrus Kanisius, De Maria Virgine.
[42] Suarez, In tertiam partem D. Thomae, quaest. 27, art. 2, disp. 3, sec. 5, n. 31.
[43] Roma 5:6; 1 Korintus 15:21-26, 54-57.
[44] 1 Korintus 15:54.
[45] Ineffabilis Deus.
[46] 1 Timotius 1:17.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...