^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan | ![]() |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Konstitusi Dogmatis Dei Filius dari Konsili Vatikan I - Paus Pius IX, 1870 - Tentang Iman & Wahyu
DEI FILIUS
KONSTITUSI DOGMATIS
TENTANG IMAN KATOLIK
Didekretkan pada Sesi III dari Konsili Ekumenis Vatikan
“PIUS, USKUP
HAMBA DARI PARA HAMBA ALLAH
Konsili suci ini menyetujui, untuk kenangan selamanya.
Putra Allah dan Penebus umat manusia, Tuhan kita Yesus Kristus, saat Ia akan segera kembali kepada Bapa-Nya di Surga, telah berjanji untuk berada bersama Gereja militan-Nya di atas bumi setiap harinya, sampai akhir zaman. Itulah mengapa, Ia tidak pernah berhenti pada suatu waktu pun untuk berada di dekat pengantin-Nya yang terkasih, untuk membantunya dalam pengajarannya, untuk memberkati karya-karyanya dan untuk menolongnya dalam mara bahaya. Tetapi, walaupun Penyelenggaraan yang menyelamatkan ini telah secara konsisten menghasilkan kebaikan-kebaikan yang tidak terhitung jumlahnya, Penyelenggaraan ini terlihat dengan amat jelas lewat buah yang berlimpah yang telah dipetik oleh dunia Kristiani dari Konsili-Konsili, dan, dalam nama, Konsili Trente, walaupun konsili tersebut dilaksanakan di kala yang buruk. Memang, berkat pertolongan ini, dogma-dogma yang tersuci dari agama telah didefinisikan secara lebih persis dan dipaparkan dengan perkembangan yang lebih besar, kesalahan-kesalahan dikutuk dan dihentikan, disiplin gerejawi dipulihkan dan diteguhkan dengan lebih kokoh, semangat para imam dinyalakan terhadap kecintaan akan ilmu pengetahuan dan kesalehan, kolese-kolese didirikan demi mempersiapkan anak-anak remaja untuk menjadi serdadu yang suci, pada akhirnya, moralitas dari umat Kristiani dipulihkan oleh suatu pengajaran yang lebih cermat terhadap para umat beriman dan oleh penggunaan sakramen-sakramen yang lebih sering. Juga olehnya, persekutuan dari para anggota dengan kepala yang kelihatan telah dipererat dan suatu semangat yang baru telah dibawakan kepada seluruh tubuh mistis Kristus; keluarga-keluarga agamawi bertambah jumlahnya, demikian pula adanya dengan institusi-institusi kesalehan Kristiani lainnya; dan olehnya pula, gairah yang konstan dan tekun pun terwujudkan, sampai menumpahan darah, demi menyebarkan kerajaan Yesus Kristus sampai kepada penjuru dunia yang terpencil.
Bagaimanapun, seraya mengingat, sebagaimana pantas bagi jiwa Kami yang penuh syukur, kebaikan-kebaikan yang luar biasa serta kebaikan-kebaikan lainnya, yang telah dianugerahkan oleh Penyelenggaraan ilahi kepada Gereja, terutama melalui Konsili ekumenis yang terakhir, Kami tidak mampu menahan ungkapan dukacita Kami yang pahit yang diakibatkan oleh kejahatan-kejahatan yang amat berat yang timbul terutama oleh karena banyaknya orang yang membenci otoritas dari Sinode kudus ini atau mengabaikan dekret-dekretnya yang penuh hikmat.
Memang, tidak seorang pun mengabaikan bahwa setelah ditolaknya Magisterium ilahi dari Gereja, dan dengan demikian hal-hal yang menyangkut agama diserahkan kepada penilaian pribadi dari setiap orang, bidah-bidah yang telah dikecam oleh para Bapa Trente terbagi-bagi sedikit demi sedikit menjadi sekte-sekte yang banyak jumlahnya, sedemikian rupa sehingga, oleh karena perbedaan pendapat dan perpecahan di antara mereka, beberapa sekte itu pun pada akhirnya kehilangan segenap iman akan Yesus Kristus. Oleh karena itu, mereka pun mulai untuk tidak lagi menganggap sebagai ilahi Kitab Suci sendiri, yang dahulu mereka nyatakan sebagai satu-satunya sumber dan satu-satunya hakim atas doktrin Kristiani, dan bahkan menganggapnya setara dengan dongeng-dongeng mitos.
Dengan demikian, terlahirlah dan tersebarlah kepada penjuru dunia doktrin rasionalisme atau naturalisme yang menyerang agama Kristiani dengan berbagai cara karena agama itu adalah suatu institusi supernatural, dan yang berupaya dengan semangat yang besar untuk mendirikan kekuasaan untuk apa yang disebut sebagai nalar murni dan alam, setelah mengusir Kristus, satu-satunya Tuhan dan Juru Selamat kita yang esa, dari jiwa manusia, dari hidup dan moral orang-orang. Tetapi karena agama Kristiani telah demikian ditinggalkan dan ditolak, Allah dan Kristus-Nya disangkal, benak dari banyak orang pun telah jatuh ke dalam jurang panteisme, materialisme, dan ateisme, sampai kepada titik di mana, karena mereka menyangkal kodrat rasional itu sendiri dan segala tatanan hukum dan keadilan, mereka berusaha keras untuk menghancurkan fondasi-fondasi terakhir dari masyarakat.
Maka, sangatlah disayangkan bahwa karena ketidakbertuhanan ini telah menyebar ke segala penjuru, beberapa putra dari Gereja Katolik sendiri telah menyimpang dari jalan kesalehan yang sejati, dan di dalam diri mereka pun nalar Katolik telah dihancurkan akibat tergerusnya kebenaran-kebenaran secara bertahap. Sebab, karena mereka tertarik oleh berbagai doktrin asing, dan karena mereka mencampuradukkan secara salah alam dan rahmat, ilmu pengetahuan manusiawi dan iman ilahi, mereka pun pada akhirnya menyesatkan makna yang benar dari dogma-dogma yang dipegang dan diajarkan oleh Bunda kita Gereja yang kudus, dan membahayakan integritas serta ketulusan iman.
Di hadapan segala bencana ini, bagaimanakah mungkin bahwa Gereja tidak tergerakkan sampai ke dalam lubuk hatinya? Sebab, sebagaimana Allah menghendaki agar semua umat manusia diselamatkan dan agar mereka sampai kepada pengetahuan akan kebenaran, demikian pula Yesus Kristus telah datang demi menyelamatkan mereka yang telah tersesat dan demi mengumpulkan dalam kesatuan anak-anak Allah yang dahulu tercerai-berai; demikian pula Gereja, yang dijadikan oleh Allah sebagai ibunda dan pengatas bangsa-bangsa, mengetahui bahwa ia memiliki kewajiban terhadap semua orang, dan bahwa ia telah selalu hendak dan siap untuk mengangkat mereka yang telah jatuh, untuk menopang yang lemah, untuk memeluk mereka yang kembali berpulang kepadanya, untuk meneguhkan orang-orang baik dan mendorong mereka menuju kesempurnaan. Itulah mengapa ia [Gereja] sama sekali tidak dapat menahan diri untuk memberi kesaksian dan berkhotbah tentang kebenaran akan Allah yang menyembuhkan segala hal, sebab ia tidak mengabaikan apa yang telah dikatakan kepadanya oleh-Nya: ‘Roh-Ku yang ada di dalam dirimu serta sabda-Ku yang Kutaruh di dalam mulutmu tidak akan pernah pergi dari mulutmu, sekarang dan selamanya.’[1]
Itulah mengapa, berjalan dengan teguh di atas jejak kaki para pendahulu-Kami, dan sesuai dengan tanggung jawab dari tugas apostolik Kami, Kami tidak pernah berhenti untuk mengajarkan dan membela kebenaran Katolik dan untuk mengecam doktrin-doktrin yang sesat. Tetapi, pada saat ini, di tengah-tengah para Uskup dari seluruh dunia yang terduduk bersama Kami dan yang menilai, yang berhimpun di dalam Roh Kudus oleh otoritas Kami di dalam sinode ekumenis ini, yang mengandalkan sabda Allah yang tertulis maupun yang diwariskan melalui tradisi, sebagaimana yang telah telah Kami terima, yang dengan suci dijaga dan dengan benar disampaikan oleh Gereja Katolik, Kami telah bertekad untuk mengakui dan mendeklarasikan, dari atas Takhta Petrus ini, di hadapan semua orang, doktrin yang menyelamatkan dari Yesus Kristus dengan mengecam dan mengutuk kesalahan-kesalahan yang bertentangan dengan otoritas yang telah dipercayakan kepada Kami oleh Allah.
BAB I.
Tentang Allah, Pencipta Segala Sesuatu.
Gereja Katolik Roma yang kudus dan apostolik mengakui dan percaya bahwa terdapat satu Allah yang benar dan hidup, Pencipta dan Tuhan dari Surga dan dari bumi, Mahakuasa, abadi, tidak terbatas, tidak terselami, tidak terhingga dalam intelek dan dalam kehendak serta dalam segala kesempurnaan; yang, walaupun Ia adalah satu substansi rohani yang esa, yang secara mutlak simpel dan imutabel, harus dinyatakan sebagai berbeda dalam kenyataan dan esensi dari dunia; terberkati dalam diri-Nya sendiri dan dari diri-Nya sendiri, dan dalam cara yang tak terungkapkan, Ia lebih tinggi dari segala sesuatu yang dipahami dan dapat dipahami di luar diri-Nya sendiri.
Allah benar yang esa ini, oleh kebaikan-Nya dan kekuatan-Nya yang Mahakuasa, bukan untuk meningkatkan kebahagiaan-Nya, tidak pun untuk memperoleh, melainkan untuk mewujudkan kesempurnaan-Nya melalui berkat-berkat yang dianugerahkan-Nya kepada ciptaan, dengan kehendak yang amat bebas, ‘segera sejak permulaan waktu membentuk setiap ciptaan dari ketiadaan, yang rohani maupun jasmani, yakni yang bersifat malaikat dan yang duniawi; dan kemudian, makhluk manusiawi dibentuk, sebagaimana umum adanya, dari satu roh dan satu tubuh.’[2]
Tetapi, Allah melindungi dan memerintah melalui Penyelenggaraan-Nya segala yang diciptakan-Nya, menjangkau dari satu ujung ke ujung lainnya dengan perkasa dan mengatur segala hal dengan halus,[3] sebab, segala hal telanjang dan terbuka di depan mata-Nya,[4] bahkan hal-hal yang, oleh tindakan bebas dari ciptaan, berada di masa depan.
BAB II.
Tentang Wahyu.
Bunda Gereja yang Kudus yang sama percaya dan mengajarkan bahwa Allah, awal dan akhir dari segala sesuatu, dapat secara pasti diketahui oleh terang alami akal budi manusia melalui hal-hal yang diciptakan; ‘sebab apa yang tidak kelihatan dari Allah, sejak penciptaan dunia, terlihat dengan jelas, dan dipahami melalui hal-hal yang diciptakan’;[5] bagaimanapun, Allah, dalam kebijaksanaan dan kebaikan-Nya, telah berkenan untuk mewahyukan diri-Nya sendiri kepada kita dan untuk mewahyukan dekret-dekret abadi dari kehendak-Nya melalui suatu jalan supernatural lainnya, sesuai perkataan sang Rasul: ‘Allah, yang telah berbicara kepada para bapa kita melalui para Nabi beberapa kali dan melalui beberapa cara, telah berbicara kepada kita pada masa terakhir ini dan pada zaman kita melalui Putra-Nya.’[6]
Memang, harus diatribusikan kepada wahyu ilahi ini bahwa segenap umat manusia mampu, dengan segera, mengetahui, bahkan dalam keadaan umat manusia di masa kini, dengan kepastian yang tak terpungkiri dan tanpa dicampuri dengan kesalahan, apa yang merupakan hal-hal ilahi yang tidak dengan sendirinya mampu diselami oleh akal budi manusia. Bagaimanapun, bukan oleh karena hal itulah kita harus berkata bahwa wahyu itu diperlukan secara mutlak, melainkan karena Allah, dalam kebaikan-Nya yang tidak terbatas, telah menetapkan manusia untuk tujuan supernatural, kepada pengambilan bagian, yakni, dalam hal-hal ilahi yang sama sekali melampaui intelek manusia, ‘karena mata manusia tidak pernah melihat, telinganya tidak pernah mendengar, hatinya tidak mampu mengangkat diri untuk dapat mengerti apa yang telah dipersiapkan oleh Allah bagi mereka yang mengasihi-Nya.’[7]
Tetapi, wahyu supernatural ini, menurut iman dari Gereja universal yang telah dideklarasikan oleh Konsili Trente yang suci, termuat di dalam kitab-kitab yang tertulis dan di dalam tradisi-tradisi yang tidak tertulis yang diterima dari mulut Yesus Kristus sendiri oleh para Rasul, atau yang diwariskan bagaikan melalui tangan-tangan para Rasul, di bawah ilham Roh Kudus, yang telah sampai kepada kita.[8] Dan kitab-kitab dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru harus diakui sepenuhnya sebagai suci dan kanonik, di dalam semua bagian-bagiannya, sebagaimana yang telah disebutkan satu per satu di dalam dekret Konsili Trente dan sebagaimana yang kita baca di dalam edisi Latin kuno dari Kitab Suci Vulgata. Kitab-kitab ini dipercayai oleh Gereja sebagai suci dan kanonik, bukan karena, setelah disusun oleh keterampilan manusia, kitab-kitab tersebut kemudian disetujui oleh otoritas Gereja; dan bukan pun hanya karena kitab-kitab tersebut memuat wahyu tanpa kesalahan, tetapi karena kitab-kitab tersebut,yang ditulis di bawah ilham Roh Kudus, dikarang oleh Allah dan kitab-kitab tersebut telah diserahkan sedemikian adanya kepada Gereja sendiri.
Tetapi karena aturan-aturan telah didekretkan dengan penuh daya guna mengenai interpretasi Kitab Suci demi mengekang benak-benak yang lancang, telah dijelaskan secara salah oleh orang-orang tertentu, Kami, dengan memperbarui dekret yang sama, menyatakan bahwa demikianlah maksud dari dekret tersebut: bahwa, dalam hal-hal iman dan moral yang berkenaan dengan pengajaran Doktrin Kristiani, apa yang harus dianggap sebagai makna sejati dari Kitab Suci adalah makna yang telah selalu dipegang dan yang dipegang oleh Bunda kita Gereja yang Kudus, yang bertugas untuk menghakimi sehubungan dengan pengertian dan interpretasi yang benar dari Kitab Suci; dan, oleh karena itu, tidak seorang pun diizinkan untuk menginterpretasikan Kitab Suci sendiri secara bertentangan dengan makna ini, ataupun secara bertentangan terhadap persetujuan yang bulat suara dari para Bapa.
BAB III.
Tentang Iman.
Karena manusia bergantung sepenuhnya kepada Allah sebagai Pencipta dan Tuhannya, karena akal budi yang diciptakan sepenuhnya tunduk kepada kebenaran yang tak diciptakan, kita diwajibkan oleh iman untuk memberikan kepatuhan intelek serta kehendak kepada Allah yang mewahyukan. Tetapi Gereja Katolik mengakui bahwa iman ini, yang ‘merupakan awal dari keselamatan manusia’, adalah suatu kebajikan supernatural yang olehnya kita, dengan bantuan dan ilham dari rahmat Allah, percaya bahwa hal-hal yang diwahyukan oleh-Nya itu benar, bukan karena kebenaran intrinsik dari hal-hal yang diwahyukan itu telah dimengerti oleh terang akal budi, tetapi oleh karena otoritas dari Allah sendiri yang mewahyukan hal-hal tersebut, yang tidak dapat menipu maupun ditipu. Sebab iman, menurut kesaksian sang Rasul, ‘adalah hakikat dari hal-hal yang diharapkan, bukti dari hal-hal yang tidak kelihatan.’[9]
Bagaimanapun, agar ‘kepatuhan’ dari iman kita ‘berselaras dengan akal budi’[10] Allah telah menghendaki agar bantuan-bantuan internal dari Roh Kudus itu harus didampingi dengan bukti-bukti eksternal dari wahyu-Nya, yakni, fakta-fakta ilahi, terutama mukjizat-mukjizat serta nubuat-nubuat yang, karena hal-hal tersebut membuktikan secara jelas kemahakuasaan serta kemahatahuan Allah, merupakan tanda-tanda yang amat pasti dari wahyu ilahi dan layak bagi intelek semua orang. Itulah mengapa Musa dan para Nabi dan terutama Kristus Tuhan sendiri telah membuat begitu banyak mukjizat dan nubuat yang sedemikian menakjubkannya; itulah mengapa hal berikut dikatakan tentang para Rasul: ‘Setelah mereka pergi, mereka pun berkhotbah ke mana-mana tentang Tuhan yang turut bekerja, yang meneguhkan sabda melalui tanda-tanda yang menyertainya.’[11] Dan juga: ‘Dan kami memiliki perkataan nubuat yang lebih teguh: dengan menjaganya engkau akan berbuat baik, bagaikan cahaya yang menerangi tempat yang gelap.’[12]
Di samping itu, walaupun persetujuan terhadap iman sama sekali bukanlah pergerakan yang buta dari intelek, bagaimanapun, tidak seorang pun dapat ‘bersetuju kepada pengkhotbahan Injil,’ sebagaimana yang harus dilakukannya untuk memperoleh keselamatan, ‘tanpa terang dan ilham dari Roh Kudus, yang memberikan kepada semua orang rasa yang manis untuk bersetuju kepada dan percaya akan kebenaran.’[13] Itulah mengapa iman sendiri, walaupun iman itu tidak bekerja ‘melalui kasih’,[14] adalah karunia dari Allah, dan tindakannya adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan keselamatan, tindakan yang olehnya manusia mempersembahkan kepada Allah sendiri suatu kepatuhan yang bebas, dengan bersetuju kepada, dan bekerja sama dengan rahmat-Nya, yang tidak dapat dilawan olehnya.
Tetapi seseorang harus percaya, atas dasar iman ilahi dan Katolik, akan segala hal yang termuat di dalam Kitab Suci dan di dalam tradisi, serta segala hal yang diajukan oleh Gereja sebagai kebenaran yang diwahyukan secara ilahi, baik melalui suatu pernyataan khidmat maupun melalui Magisteriumnya yang biasa dan universal.
Tetapi, karena ‘tanpa iman, mustahil untuk berkenan kepada Allah’[15] dan untuk memperoleh persahabatan sebagai anak-anak-Nya, maka, tidak seorang pun dibenarkan tanpanya [iman], dan tidak seorang pun memperoleh kehidupan kekal jika ia tidak ‘bertekun dalam iman sampai pada kesudahannya.’[16] Di samping itu, agar kita dapat memenuhi tanggung jawab untuk memeluk iman sejati dan terus bertekun di dalamnya, Allah, oleh Putra Tunggal-Nya, telah menginstitusikan Gereja dan melengkapinya dengan tanda-tanda institusinya yang kelihatan, agar Gereja dapat diakui oleh semua orang sebagai penjaga dan pengajar dari sabda yang diwahyukan. Sebab, hanya Gereja Katoliklah yang empunya semua karakter yang begitu banyak dan begitu mengagumkan yang dijadikan oleh Allah untuk mengejawantahkan kredibilitas dari iman Kristiani. Di samping itu, Gereja, dengan sendirinya, dengan penyebarluasannya yang mengagumkan, kesuciannya yang luar biasa, dan kesuburannya yang berlimpah ruah dalam segala perbuatan baik, dengan kesatuan Katoliknya serta stabilitasnya yang tak tergoyahkan, adalah suatu argumen yang amat besar dan terus menerus untuk kredibilitas, suatu kesaksian yang tidak terpungkiri dari misi ilahinya.Dan dari situ, bagaikan sebuah panji yang diangkat di tengah bangsa-bangsa,[17] Gereja menarik kepada dirinya sendiri orang-orang yang belum percaya, dan memberikan kepada anak-anaknya kepastian bahwa iman yang mereka akui didasari oleh fondasi yang amat kokoh.
Kesaksian tersebut disertai oleh pertolongan yang mujarab dari kuasa supernatural. Sebab Tuhan yang Maharahim membangkitkan dan menolong, oleh rahmat-Nya, orang-orang yang tersesat, sehingga mereka dapat ‘sampai kepada pengetahuan akan kebenaran’,[18] dan mereka yang ‘Ia telah panggil keluar dari kegelapan ke dalam terang-Nya yang mengagumkan’,[19] diteguhkan-Nya oleh rahmat-Nya agar mereka dapat bertekun di dalam terang yang sama ini, tidak ditinggalkan-Nya seorang pun, kecuali jika Ia ditinggalkan. Juga, kondisi dari orang-orang yang berpegang kepada kebenaran Katolik melalui karunia ilahi, yakni iman, sama sekali berbeda dari kondisi orang-orang yang, karena dituntun oleh opini-opini manusiawi, mengikuti suatu agama sesat; sebab mereka yang telah memeluk iman di bawah pelayanan Gereja tidak pernah dapat memiliki suatu motif yang benar untuk meninggalkan atau meragukan iman tersebut. Itulah mengapa, seraya ‘mengucap syukur kepada Allah Bapa, yang telah membuat kita pantas untuk mengambil bagian dalam takdir para kudus dalam terang’,[20] hendaknya kita tidak mengabaikan keselamatan semacam itu, tetapi ‘sambil memandang kepada Yesus, sang Pencipta dan penyempurna iman’,[21] ‘marilah kita berpegang teguh kepada pengakuan pengharapan kita yang tiada terombang-ambing.’[22]
BAB IV.
Tentang Iman dan Akal Budi.
Di dalam ajarannya yang tak berubah, Gereja Katolik telah selalu percaya dan memang percaya bahwa terdapat dua tatanan pengetahuan, yang berbeda bukan hanya dalam prinsipnya, tetapi juga dalam objeknya: (1) dalam prinsipnya, karena kita mengetahui dalam suatu cara melalui akal budi alami, dalam suatu cara yang lain melalui iman ilahi; (2) dalam objek, bagaimanapun, karena, di samping hal-hal yang mampu dijangkau oleh akal budi alami, terdapat misteri-misteri yang tersembunyi di dalam Allah, yang diajukan kepada kita agar kita percaya akan misteri-misteri tersebut, yang tidak dapat kita ketahui selain melalui wahyu ilahi. Itulah mengapa, walaupun sang Rasul bersaksi bahwa Allah diketahui oleh Bangsa-Bangsa ‘melalui hal-hal yang diciptakan’,[23] bagaimanapun, saat ia berbicara tentang rahmat dan kebenaran yang ‘diciptakan melalui Yesus Kristus’,[24] ia menyatakan: ‘Kami berbicara tentang hikmat Allah di dalam suatu misteri, suatu misteri yang tersembunyi, yang telah ditetapkan oleh Allah terlebih dahulu demi kemuliaan kita, yang tidak diketahui oleh seorang pangeran pun dari dunia ini... Tetapi kepada kita, Allah telah mewahyukan hal-hal tersebut melalui Roh-Nya; sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan kedalaman Allah.’[25] Dan Putra Tunggal Allah sendiri ‘mengaku kepada Bapa, karena Ia telah menyembunyikan hal-hal ini dari orang bijak dan pandai, dan telah menyingkapkan hal-hal itu kepada anak-anak kecil.’[26]
Dan, memang, akal budi yang diterangi oleh iman, sewaktu akal budi itu mencari dengan semangat, ketakwaan dan keberhati-hatian, mencapai dengan pertolongan Allah suatu pemahaman akan misteri-misteri tersebut, dan bahkan misteri yang paling berfaedah, bukan hanya dari analogi dari hal-hal yang diketahuinya secara alami, tetapi juga dari hubungan antara misteri-misteri tersebut satu sama lain serta dengan nasib akhir manusia; bagaimanapun, akal budi tersebut tidak pernah mampu memahami misteri-misteri tersebut layaknya akal budi memahami kebenaran-kebenaran yang merupakan objeknya sendiri. Sebab, misteri-misteri ilahi, oleh karena kodrat dari misteri-misteri tersebut, demikian jauh melampaui intelek yang diciptakan sehingga, bahkan sewaktu disampaikan melalui wahyu dan diterima oleh iman, misteri-misteri ilahi tersebut, bagaimanapun, tetapi diselimuti oleh selubung iman sendiri, dan seolah-olah terbungkus di dalam suatu kabut, selama di dalam kehidupan yang fana ini, ‘kita berada jauh dari Tuhan: sebab kita berjalan dengan iman dan bukan dengan penglihatan.’[27]
Tetapi, walaupun iman berada di atas akal budi, bagaimanapun, tidak pernah mungkin terdapat pertentangan sejati antara iman dan akal budi, sebab Allah yang sama, yang mewahyukan misteri-misteri dan yang menyampaikan iman, telah menganugerahkan kepada jiwa manusia terang akal budi; di samping itu, Allah tidak dapat menyangkal diri-Nya sendiri, tidak pun pernah menentang kebenaran dengan kebenaran. Tetapi, suatu penampilan yang fana dari pertentangan semacam itu terutama muncul dari hal ini, bahwa dogma-dogma tentang iman belum dimengerti dan diinterpretasikan sesuai dengan benak Gereja, atau opini-opini yang menipu dianggap sebagai penentu akal budi. Maka, ‘Kami mendefinisikan setiap pernyataan yang bertentangan dengan kebenaran yang diterangi oleh iman sebagai sepenuhnya salah.’[28]
Di samping itu, Gereja, yang telah menerima, bukan hanya tanggung jawab apostolik untuk mengajar, tetapi juga perintah untuk menjaga khazanah iman, memiliki pula, dari Penyelenggaraan ilahi, hak dan kewajiban untuk mengharamkan ‘hal-hal yang secara salah disebut sebagai pengetahuan’,[29] ‘agar tidak seorang pun tersesatkan oleh filsafat dan tipu daya yang sia-sia’.[30] Itulah mengapa, semua umat beriman Kristiani tidak boleh membela, sebagai kesimpulan-kesimpulan yang pasti dari ilmu pengetahuan, opini-opini yang diketahui sebagai bertentangan dengan doktrin iman, terutama jika opini-opini tersebut telah dikutuk oleh Gereja; tetapi mereka juga diwajibkan untuk menganggap opini-opini tersebut sebagai kesalahan-kesalahan yang secara mengecoh berselubungkan penampilan kebenaran.
Dan, bukan hanya iman dan akal budi tidak pernah dapat bertentangan satu dengan yang lainnya, tetapi keduanya juga saling memberikan bantuan timbal balik yang satu kepada yang lainnya, sebab akal budi yang benar menunjukkan landasan iman dan, diterangi oleh cahayanya, menyempurnakan pengetahuan akan hal-hal ilahi, sedangkan iman membebaskan dan melindungi akal budi dari kesalahan-kesalahan dan menyediakan kepadanya pengetahuan yang berlimpah. Itulah mengapa, adalah sesuatu yang jauh dari kebenaran bahwa Gereja menentang kajian ilmu pengetahuan dan sains manusia, Gereja membantunya dan memajukan perkembangannya di dalam berbagai cara. Sebab, Gereja tidaklah mengabaikan, tidak pun membenci faedah-faedah yang mengalir darinya kepada kehidupan manusia;tidak, Gereja mengakui bahwa ilmu pengetahuan dan sains berasal dari ‘Allah , sang Penguasa pengetahuan’,[31] jadi, jika dikelola dengan benar, sains dan ilmu pengetahuan menuntun kepada Allah dengan pertolongan rahmat-Nya. Dan ia (Gereja) tidak melarang disiplin-disiplin semacam ini, masing-masing di dalam ruang lingkupnya sendiri, untuk menggunakan prinsip-prinsipnya sendiri serta metodenya sendiri; tetapi, walaupun Gereja mengakui kebebasan ini, Gereja terus berwaspada untuk mencegah sains dan ilmu pengetahuan agar jangan jatuh ke dalam kesalahan dengan menentang doktrin ilahi, atau untuk melanggar batasannya masing-masing sehingga mengurusi dan mengganggu hal-hal yang merupakan bagian dari iman.
Sebab, doktrin iman yang diwahyukan oleh Allah tidaklah diwariskan sebagai penemuan filosofis kepada benak manusia untuk disempurnakan, tetapi telah dipercayakan sebagai khazanah ilahi kepada sang Pengantin Kristus, untuk dijaga dengan setia dan diinterpretasikan secara infalibel. Itulah pula mengapa dogma-dogma suci harus senantiasa dipertahankan dalam makna yang telah sekalinya dinyatakan oleh Bunda Gereja yang kudus; dan tidak pernah boleh ada pergeseran dari makna tersebut di balik dalih dan atas nama suatu pemahaman yang lebih mendalam. ‘Maka... hendaknya pengertian, pengetahuan, dan hikmat baik dari individu-individu maupun semua orang, baik dari seseorang maupun segenap Gereja, bertumbuh dan berkembang dengan kuat seiring berjalannya masa dan abad; tetapi, hendaknya hal itu berlangsung hanya di dalam genusnya sendiri, yakni, di dalam dogma yang sama dengan makna yang sama dan pengertian yang sama.’[32]
KANON-KANON
I.
Tentang Allah Pencipta Segala Sesuatu.
Atau, bahwa esensi ilahi melalui suatu perwujudan atau evolusi dirinya sendiri menjadi segala hal;
Atau, akhirnya, bahwa Allah adalah keberadaan yang universal atau tidak terbatas, karena dengan menentukan diri-Nya sendiri, Ia menciptakan segala hal yang berbeda dalam genus, spesies, dan individu-individu: terkutuklah dia.
Atau akan telah berkata bahwa Allah telah menciptakan, bukan oleh kehendak yang bebas dari segala kebutuhan, tetapi sesuai kebutuhan sejauh mana Ia pastinya mencintai diri-Nya sendiri,
Atau, akan telah menyangkal bahwa dunia diciptakan untuk kemuliaan Allah: terkutuklah dia.
II.
Tentang Wahyu.
III.
Tentang Iman.
IV.
Tentang Iman dan Akal Budi.
Dan oleh karena itu, demi memenuhi kewajiban dari tanggung jawab penggembalaan Kami yang tertinggi, oleh Penjelmaan Yesus Kristus, Kami memohon kepada segenap umat beriman Kristus, tetapi terutama mereka yang memiliki tanggung jawab atas, atau yang melaksanakan tugas pengajaran; dan, dengan otoritas dari Allah dan Penebus kita yang sama, Kami memerintahkan agar mereka membawa semangat dan jerih payah untuk menghentikan dan mengenyahkan kesalahan-kesalahan ini dari Gereja yang Kudus, dan menyebarkan terang dari iman yang termurni.
Tetapi, karena tidaklah cukup adanya untuk menghindari dosa bidah jika kita juga tidak dengan cermat menghindari kesalahan-kesalahan yang kurang lebih berdekatan, Kami memperingatkan segenap umat Kristiani akan tanggung jawab untuk juga mematuhi konstitusi-konstitusi serta dekret-dekret yang atas dasarnya, opini-opini semacam ini, yang tidak disebutkan satu per satu secara eksplisit di sini, telah dilarang dan dikutuk oleh Takhta Suci ini.
Diberikan di Roma, pada sesi publik yang secara khidmat diselenggarakan di dalam Basilika Vatikan, pada tahun Penjelmaan Tuhan kita seribu delapan ratus tujuh puluh, hari kedua puluh empat dari bulan April, tahun kedua puluh empat dari Kepausan Kami.
Demikianlah.
JOSEPH
Uskup dari St. Hippolitus
Sekretaris Konsili Vatikan.”
Catatan kaki:
Konstitusi Dogmatis Dei Filius dari Paus Pius IX ini diterjemahkan dari:
Sumber utama berbahasa Inggris:
Denzinger 3001-3041.
Sumber pendamping berbahasa Prancis:
Décrets & canons du concile œcuménique en général du Vatican en latin et en français [Dekret-Dekret & Kanon-Kanon dari Konsili Ekumenis Secara Umum di Vatikan dalam Bahasa Latin dan Prancis], Edisi Baru, Paris, Victor Palmé, éditeur, 1878, hal. 124-159.
[1] Yes. LIX, 21.
[2] Konsili Lateran IV, bab 1. Firmiter.
[3] Cf. Kebijaksanaan Salomo 8, 1
[4] Ibr. IV, 13.
[5] Rom I, 20.
[6] Ibr. I, 1, 2.
[7] I. Kor., II, 9.
[8] Konsili Trente, Sesi IV, Dekret de Can. Script.
[9] Ibr. XI, 1.
[10] Cf. Rom. XII, 1.
[11] Mrk. XVI, 20.
[12] II. Pet. I, 19.
[13] Konsili Orange II, kanon 7.
[14] Cf. Gal V, 6
[15] Ibr. XI, 6.
[16] Mat. X, 22; Mrk. XXIV, 13.
[17] Yes. XI, 12.
[18] I. Tim. II, 4.
[19] I. Pet. II, 9.
[20] Kol. I, 12.
[21] Ibr. XII, 2.
[22] Ibr. X, 23.
[23] Rom I, 20.
[24] Cf. Yoh. I, 17.
[25] I. Kor. II, 7-8, I. Kor. II, 10.
[26] Cf. Mat. XI, 25.
[27] II. Kor V, 6.
[28] Konsili Lateran V, Bulla Apostolici regiminis.
[29] 1 Tim. 6, 20.
[30] Cf. Kol. 2, 8.
[31] I Sam. 2, 3.
[32] Santo Vinsensius dari Lérins, Common. n. 28.
[33] Gal 5, 6.
Di bagian mana pun dari Rosario itu, jika ada gambar Yohanes Paulus II, hendaknya Rosario tersebut tidak digunakan dan dibuang saja. Kelihatannya, gambar Yohanes Paulus II sering ditampilkan pada hiasan...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Pada bagian mananya dari Rosario yg ada gambar YP-II nya ?
Agustinus Rinus 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo – seseorang dapat berdoa Rosario dengan jari jika belum/tidak ada Rosario yang layak/dapat digunakan. Misalnya, jika Rosario yang ada di rumah bergambar Yohanes Paulus II (Rosario semacam itu seharusnya...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Bagaimana cara berdoa rosario dengan jari
Vito 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo – video kami yang satu ini membahas hal tersebut: Vatikan II Adalah Agama Baru (Bukti Visual) https://vatikankatolik.id/vatikan-ii-agama-baru/ “Dialog antaragama” dan “doa lintas agama” tidak diizinkan untuk umat Katolik. Hal...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Bruder dialog antar agama dan doa lintas agama apakah katolik
Vito Kumaheri 3 bulanBaca lebih lanjut...Saya harap video 'Jews Are Not Israel Or The Chosen People' dapat diterjemahkan untuk melawan pandangan sesat itu. Sangat mengherankan bagi saya untuk melihat penyembahan Yahudi dan negara Israel menyebar...
Inori 3 bulanBaca lebih lanjut...Pandangan semacam itu adalah bidah. Orang-orang Protestan itu perlu diberitahukan agar berkonversi dan memeluk iman Katolik (boleh dibagikan link situs kami). Pandangan mereka tentang orang-orang Yahudi berlawanan dengan ajaran Perjanjian...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Entahlah Bruder Saya heran dengan protestan khususnya kharismatik yang terlihat terlalu mengagung-agungkan bangsa Yahudi membuat seolah olah bangsa Yahudi diatas segala galanya
Joshua 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo – jawabannya adalah tidak. Gereja Katolik telah mengajarkan secara dogmatis bahwa setelah Injil dipermaklumkan, ketaatan terhadap ritus-ritus & upacara-upacara Perjanjian Lama merupakan dosa (seturut surat bulla Cantate Domino dari...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...