^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Gereja Perdana mengakui Keutamaan Gereja Roma dan Uskup Roma: Abad ke-2 dan ke-3
Rangkuman:
a. Surat Klemens kepada Jemaat di Korintus, 90-100 M
b. Ignatius dari Antiokhia tentang Keutamaan Gereja Roma
c. Gembala Hermas
d. Kontroversi Paskah
e. Santo Ireneus
f. Siprianus dan kontroversi Pembaptisan Ulang
g. Paulus dari Samosata
a. Surat Klemens kepada Jemaat di Korintus, 90-100 M
Pertama-tama, kita harus melihat kasus pemberontakan yang terjadi di Gereja Korintus pada abad pertama. Sekitar tahun 90-100 M, Gereja Korintus meminta nasihat dari Uskup Roma, Paus St. Klemens tentang suatu perselisihan serius yang terjadi di dalam gereja ini. Paus Klemens adalah Uskup Roma ke-3 sejak Petrus. Ia adalah Paus ke-4. Gereja di Korintus menulis kepada Klemens dan memintanya untuk turut campur dalam masalah mereka, walaupun Rasul St. Yohanes sendiri masih hidup di masa itu dan jauh lebih dekat dengan mereka di Efesus. Fakta bahwa Gereja di Korintus berkonsultasi ke Roma yang jauh jaraknya, tentang masalah internal mereka, membuktikan bahwa Keutamaan Kepausan diakui sejak abad pertama.
Sebagai jawaban terhadap permohonan mereka, Paus Klemens menuliskan suratnya kepada jemaat di Korintus. Surat ini adalah salah satu dokumen paling terkenal di dalam sejarah Kekristenan. Di dalam surat yang bertanggal sekitar 90-100 M ini, Sri Paus dengan jelas menggunakan gaya bahasa otoritatif untuk memerintahkan jemaat Kristiani di Korintus, agar tunduk kepada para pastor setempat mereka. Berikut beberapa kutipan dari suratnya yang terkenal itu:
Perhatikan gaya bahasa otoritatif yang digunakan oleh Paus Klemens dalam menegur para penyebab pemberontakan internal Gereja Korintus. Ini menunjukkan bahwa sejak tahun-tahun terawal pada abad pertama, Gereja Roma diakui sebagai gereja yang memiliki otoritas tertinggi.
Hal ini diakui secara demikian, persisnya karena uskup Gereja Roma adalah penerus otoritas Santo Petrus dan kunci-kuncinya. Di dalam kutipan yang sangat menarik berikut, kita akan mendengar dari seorang sarjana “Ortodoks” Timur, Nicholas Afanasiev. Ia adalah seorang profesor dalam bidang sejarah Gereja dan hukum kanonik di Institut Teologi Ortodoks di Paris. Sebagai teolog “Ortodoks” Timur, ia bukan seorang Katolik dan tidak menerima ajaran Katolik tentang Kepausan ataupun tentang Uskup Roma. Tetapi, di dalam sebuah esai yang ditemukan dalam The Primacy of Peter [Keutamaan Petrus] yang disunting oleh John Meyendorff, hal. 124-126, berikut yang diakui sarjana “Ortodoks” Timur ini tentang surat Klemens kepada jemaat di Korintus.
Maka, seperti yang kita dengar dalam kutipan ini, orang “Ortodoks” Timur pun mengakui bahwa surat Klemens kepada Jemaat di Korintus menunjukkan bahwa Roma jelas memegang prioritas pada abad pertama, dan prioritas yang tidak terpungkiri dari Gereja Roma ini tidak lain dari keutamaan yang dimiliki Gereja Roma, oleh karena uskupnya adalah penerus Santo Petrus.
Keutamaan Paus Roma berasal dari Keutamaan Rasul Petrus di atas para rasul lainnya
Contoh berikut yang kita akan lihat membawa kita kembali ke Santo Ignatius dari Antiokhia.
b. Ignatius dari Antiokhia tentang Keutamaan Gereja Roma
Kami telah menyebutkan St. Ignatius dari Antiokhia dan betapa penting surat-suratnya dari antara dokumen-dokumen Kristiani terkuno. Sejauh ini, kami belum membahas perkataannya tentang Keutamaan Gereja Roma. Di dalam Surat kepada Jemaat di Roma #1, dari tahun 110 M, St. Ignatius dari Antiokhia menulis tentang keutamaan Gereja Roma dari antara gereja-gereja.
St. Ignatius berkata dua kali ,bahwa Gereja Roma memimpin.
Kembali lagi, saya mengingatkan para pembaca bahwa surat-surat Ignatius merupakan ungkapan-ungkapan Kekristenan terkuno yang kita punya di luar Alkitab. Dan di dalam surat-suratnya, kita kebetulan melihat bahwa Uskup Antiokhia yang terkenal itu, mempersandangkan Keutamaan kepada Gereja Roma, kepresidenan dari antara gereja-gereja. Hanya kebetulankah, bahwa pada tahun 110 M, kita mendapati keutamaan yang disematkan pada gereja di Roma, tempat yang, seperti yang sudah kita lihat, dinyatakan oleh para Bapa sebagai tempat dimartirkannya St. Petrus, rasul yang di atasnya Gereja didirikan? Itu jelas bukan semata-mata suatu kebetulan.
Penting pula, bahwa gaya bahasa yang sama dari kata memimpin yang digunakan Ignatius di sini tentang Gereja Roma, digunakan oleh Ignatius dalam Surat kepada Jemaat di Magnesia 6:1, untuk menjelaskan bagaimana para uskup memimpin dalam kongregasi. Maka, analoginya bisa ditarik dari ajaran Ignatius. Para uskup memimpin/memiliki otoritas atas kongregasi, demikian pula, Gereja Roma memimpin/memiliki otoritas atas gereja-gereja lainnya.
St. Ignatius dari Antiokhia mengakui keutamaan para Paus
Nah, harus ditunjukkan para anggota agama “Ortodoks” Timur yang tidak menerima ajaran Katolik tentang Kepausan, namun yang tidak dapat mengabaikan beberapa fakta ini, telah mencoba meminimalisir pentingnya pernyataan Ignatius ini. Kaum “Ortodoksö Timur juga mengkaji para Bapa Gereja Perdana. Mereka juga akrab dengan karya tulis Ignatius, sehingga mereka tahu bahwa mereka setidak-tidaknya harus menerima bahwa Gereja Roma memimpin dalam suatu cara tertentu, namun mereka menghapus pentingnya kepemimpinan/kepresidenan ini (demikianlah terjemahan yang kadang kala dibuat untuk istilah tersebut). Mereka mengakui bahwa Uskup Roma memang punya keutamaan/kepresidenan dalam kehormatan, namun mereka berkata bahwa keutamaan kehormatan ini bukanlah keutamaan dalam hal otoritas/yurisdiksi.
Memang itu maksudnya apa? Mereka berkata bahwa Uskup Roma memegang tempat pertama dari antara semua uskup. Uskup Roma adalah yang pertama dari yang setara, sehingga dia misalnya bisa memimpin orang-orang dalam membuat rekomendasi. Tetapi mereka berkata bahwa dia tidak punya otoritas apa-apa atas para uskup yang lain atau gereja universal untuk memerintah/mendekretkan apa-apa.
Pada kenyataannya, posisi semacam itu tidak logis dan tak bermakna apa-apa. Seandainya benar apa yang mereka katakan itu, apakah makna dari keutamaan/kepresidenan semacam itu dari sudut pandang praktis? Kalau anda benar-benar memikirkannya dengan jujur, jawabannya adalah itu sama sekali tidak berarti apa-apa, sama sekali tidak menghasilkan konsekuensi praktis apa-apa. Siapa saja bisa membuat rekomendasi. Keutamaan/kepresidenan hanya punya makna riil dan praktis kalau posisi itu berarti juga memiliki suatu jenis otoritas atas hal yang dipimpinnya. Coba saja kita lihat contoh yang paling sederhana / kecil dari keutamaan yang melibatkan kepresidenan, ini pasti selalu benar.
Misalnya, posisi moderator di dalam suatu debat: secara teori, seorang moderator dalam debat tidak dapat memengaruhi hasil perdebatan dengan mengutarakan pandangan-pandangannya sendiri. Ia hanya berada dalam debat untuk memoderasi. Kepresidenannya atas perdebatan itu adalah suatu kepresidenan yang paling minim. Itulah mengapa sering terjadi, bahwa moderator di dalam suatu debat memiliki pandangan pribadi yang condong mendukung seorang pendebat. Pandangan-pandangan pribadi mereka seharusnya tidak memengaruhi perdebatan itu. Tetapi, jika salah seorang pendebat melampaui batas dengan memakan waktu terlalu banyak, moderator bisa bertindak dengan otoritasnya sendiri dan membungkam si pendebat. Pasalnya, posisi orang yang memimpin debat sebagai moderator (meski itu adalah posisi kepresidenan yang terminim sekalipun) punya makna praktis yang melibatkan kemampuan untuk memerintah atas dasar otoritasnya sendiri, tidak peduli apakah para pendebat lainnya suka atau setuju dengannya atau tidak.
Sebab orang yang memimpin/memegang keutamaan yang melibatkan kepemimpinan, harus selalu memiliki otoritas lebih besar daripada orang yang dipimpin. Kalau orang yang memimpin tidak pernah bisa menggunakan kepresidenannya untuk menetapkan sesuatu dengan otoritas itu, lantas kepresidenannya/keutamannya itu adalah fiksi belaka. Jadi, poinnya adalah gagasan kaum "Ortodoks" Timur, bahwa Uskup Roma bisa punya kepresidenan/keutamaan kehormatan tanpa otoritas atas para uskup lainnya/gereja-gereja lainnya, hanyalah fiksi dan tidak logis, dan tidak bermakna apa-apa dari sudut pandang praktis.
St. Petrus & para penerusnya, para Paus, memiliki otoritas di atas seluruh Gereja
Maka, pernyataan Ignatius bahwa Gereja Roma memimpin, adalah bukti ajaran Katolik tentang Kepausan. Kesimpulan logis pernyataan Ignatius, adalah Gereja Roma memiliki otoritas dari antara gereja-gereja. Sebab alasan persis Gereja Roma memimpin, adalah gereja itulah yang mewarisi otoritas rasul yang punya kunci-kunci Kerajaan Surga, iman yang tidak akan gugur, dan yang diserahkan seluruh kawanan domba Kristus.
Sekarang, mari melihat apa yang sebenarnya diakui oleh kaum “Ortodoks” Timur tentang pernyataan Santo Ignatius. Berikut pernyataan-pernyataan menarik dari sarjana “Ortodoks” Timur, Nicholas Afanasiev di dalam karyanya, The Primacy of Peter [Keutamaan Petrus], hal. 126 dan selanjutnya:
Pengakuan-pengakuan dari sarjana non-Katolik itu sangat menarik, dan kembali membuktikan kebenaran ajaran Katolik tentang Kepausan, dan bagaimana hal itu tercermin dari karya tulis kuno milik St. Ignatius dari Antiokhia.
Sekarang, ada suatu hal yang penting untuk dibahas. Orang mungkin bertanya, mengapa St. Ignatius tidak sepenuhnya mengembangkan ajaran Katolik tentang Kepausan, dengan menjabarkan Infalibilitas Kepausan dan cakupan penuh yurisdiksi Uskup Roma. Beberapa orang bertanya, mengapa ajaran itu tidak dinyatakan secara lebih persis dan lengkap dalam pernyataan-pernyataan lainnya pada periode ini.
Penting untuk dimengerti, bahwa pada beberapa abad pertama, semua implikasi dogma yang diwahyukan Kristus, belum sepenuhnya dipahami/diartikulasikan oleh semua orang. Catatan: muatan inti dogma-dogma tentunya diwahyukan oleh Kristus, dan sudah diketahui oleh para umat beriman sejati. Namun terkadang, perlu beberapa abad sampai setiap orang dalam Gereja bisa mengartikulasikan & memahami semua kebenaran yang termasuk dalam dogma-dogma itu.
Contohnya: ada dogma bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan manusia. Dogma ini sudah diwahyukan oleh Yesus Kristus dan tidak ada orang yang bisa selamat tanpa percaya dogma ini. Namun, makan waktu ratusan tahun sampai Gereja mendefinisikan bahwa Yesus Kristus memiliki dua kodrat. Makan waktu tujuh ratus tahun sampai Gereja mendefinisikan Yesus Kristus sebagai satu Pribadi ilahi dengan dua kodat, dua kehendak, meski dogma ini logisnya bersumber dari dogma Penjelmaan, dan merupakan bagian dari kebenaran yang persis sama, bahwa Yesus Kristus adalah Allah benar dan manusia benar.
Hak istimewa Kepausan diberikan oleh Yesus kepada St. Petrus dan para penerusnya
Yurisdiksi Kepausan dan Infalibilitas Kepausan serta seluruh hak istimewa Gereja Roma adalah bagian dari kenyataan yang persis sama, yang dinyatakan oleh St. Ignatius: bahwa Gereja Roma memiliki Keutamaan dari antara segala gereja. Kedua dogma tersebut bersumber secara logis, dan merupakan bagian dari kebenaran yang persis sama, bahwa Yesus Kristus ... menjadikan St. Petrus Paus pertama, memberikannya kunci-kunci Kerajaan Surga dan iman yang tidak dapat gugur ... menjadikannya gembala atas segenap kawanan domba ... dan bahwa para Uskup Roma meneruskan otoritas tersebut.
Namun, perlu waktu bagi banyak orang untuk mengakui semua aspek kebenaran terwahyu ini, sama adanya dulu dengan aspek-aspek Penjelmaan dan Allah Tritunggal. Namun perlu ditegaskan, bahwa artikulasi/pemahaman yang persis dari kebenaran/dogma yang sama ini tidak pernah memajukan pemahaman yang lebih mendalam, yang akan menjadi berbeda dalam suatu cara. Itu akan menjadi bidah. Seperti yang dinyatakan Konsili Vatikan I dan St. Vincentius dari Lérins:
c. Gembala Hermas
Contoh berikutnya yang akan kita lihat adalah Gembala Hermas.
Di dalam setiap kumpulan karya-karya Bapa Apostolik, orang akan mendapati karya tulis yang disebut Gembala oleh Hermas. Dokumen Kekristenan awal yang terkenal ini ditulis oleh orang Romawi bernama Hermas, yang dianggap sebagai salah satu dari para Bapa Apostolik. Dokumen ini biasanya dianggap berasal dari tahun 140-155 M.
Ilustrasi Gembala Hermas
Namun, penulis gereja perdana, Origenes, beranggapan bahwa Hermas adalah Hermas yang sama yang disapa oleh Santo Paulus di dalam suratnya kepada jemaat di Roma bab 6 ayat 14. Bagaimanapun, dokumen ini biasanya dianggap berasal dari pertengahan abad ke-2. Di dalam Gembala Hermas, kita menemukan teks yang menarik tentang Uskup Roma, Klemens.
Perhatikan, Hermas berkata bahwa Klemens, yang adalah Uskup Roma keempat, berkewajiban mengirimkan hal-hal kepada gereja-gereja lain. Di dalam dokumen kuno ini, kita melihat bahwa tugas Klemens melibatkan suatu tanggung jawab untuk Gereja universal, perhatian bagi Gereja universal.
d. Kontroversi Paskah
Contoh selanjutnya yang akan kita lihat, berasal dari abad kedua, yakni, kontroversi Paskah. Viktor mengancam akan mengekskomunikasi gereja-gereja di Asia akibat kontroversi Paskah.
Di dalam gereja Kristiani kuno, nama Polikarpus sangatlah penting. Polikarpus terlahir sekitar tahun 69 M dan ia menjadi Uskup Smirna. Di dalam buku 5, bab 20 dari Sejarah Gereja, Eusebius bercerita bahwa Polikarpus mengenal Rasul Yohanes sendiri, serta mereka yang telah melihat Tuhan Yesus. Oleh karena itu, Santo Polikarpus dipandang dengan hormat yang besar dalam Gereja perdana. Pada akhirnya ia menerima kemartiran yang mulia demi iman sekitar tahun 155 M, namun, setahun sebelum kemartirannya, Polikarpus bepergian ke Roma untuk berkonferensi bersama Paus pada masa itu, Paus Anisetus.
St. Polikarpus dari Smirna
Polikarpus datang mengunjungi Anisetus, Uskup Roma, dan membahas suatu kontroversi yang timbul menyangkut waktu harus dirayakannya Paskah oleh orang-orang Kristiani. Pada abad ke-2, Gereja Roma dan banyak gereja lainnya merayakan Paskah pada hari Minggu setelah hari ke-14 bulan Yahudi, Nisan. Namun gereja-gereja di Asia yang dipimpin oleh Polikarpus sebagai uskup, merayakan Paskah pada hari ke-14 dari bulan Nisan, tidak peduli apakah hari itu adalah hari Minggu. Eusebius dan Ireneus menceritakan perjalanan Polikarpus ke Roma dan pertemuannya dengan Anisetus:
Jadi, Santo Polikarpus, yang telah mengenal Rasul Yohanes, berkonferensi dengan Paus Anisetus soal masalah Paskah, walaupun pada akhirnya mereka tidak setuju tentang hal itu. Paus Anisetus dan Polikarpus bersekutu. Kelihatannya, Anisetus tidak menganggap bahwa masalah itu bersifat dogmatis.
Tetapi mengapakah Santo Polikarpus yang waktu itu sudah begitu tua, bepergian hampir 1.000 mil ke Roma demi mengunjungi Uskup Roma tentang kontroversi Paskah? Jawabannya: Gereja Roma dan Uskup Roma memegang otoritas tertinggi. Perjalanan Polikarpus ke Roma menunjukkan otoritas yang besar serta rasa hormat yang wajib diberikan kepada Uksup Roma, sebab ialah penerus Santo Petrus.
Beberapa puluh tahun kemudian, sekitar tahun 190, Paus yang memerintah adalah Viktor. Viktor menganggap masalah Paskah tersebut lebih serius daripada Anisetus.
Kita diberi tahu oleh sejarawan gereja perdana, Eusebius, bahwa sewaktu Viktor menerima sepucuk surat dari para uskup Asia tentang pandangan mereka soal kapan Paskah harus dirayakan, Viktor berupaya untuk memotong (mengekskomunikasi) semua gereja Asia akibat masalah ini.
Perhatikan, Eusebius, yang hidup di abad ke-3 dan ke-4, dan yang merupakan sejarawan gereja kuno, mengakui bahwa Viktor percaya bahwa dirinya memiliki otoritas untuk mengekskomunikasi seluruh gereja Asia. Ini sangat menarik.
Menarik pula, bahwa tidak ada yang mempertanyakan otoritas Viktor untuk melakukan hal ini. Sebaliknya, Ireneus dan para uskup lain memohon Viktor supaya tidak menggunakan otoritasnya ini. Mereka tidak setuju dengan jalan yang ditempuhnya, namun tidak mempertanyakan otoritasnya untuk menempuh jalan itu. Kenyataannya, tidak lama lagi kita akan mendengar dari Ireneus tentang otoritas Gereja Roma. Seandainya ada uskup lain dari periode ini yang mengancam mengekskomunikasi seluruh gereja, gagasan itu tentunya absurd.
Pada kasus ini, peristiwa itu menimbulkan kontroversi besar, karena dilakukan oleh Uskup Roma. Viktor kelihatannya menjadi yakin oleh karena para uskup seperti Ireneus, sehingga tidak memotong gereja-gereja Asia. Dalam menasihati Viktor agar tidak mengekskomunikasi gereja-gereja Asia, Ireneus menunjukkan bahwa para uskup Roma yang lalu menolerir adat mereka pada perkara ini.
Seluruh kejadian ini menyingkapkan pusat berdiamnya kehidupan gereja pada periode gereja primitif ini: yaitu, di Roma. Patut dicatat pula, bahwa surat yang dikirim kepada Viktor oleh para uskup Asia, yang memuat pandangan mereka yang berbeda pada perkara Paskah, ditulis oleh uskup Polikrates. Polikrates berbicara mewakili gereja-gereja Asia soal perkara Paskah. Dalam suratnya kepada Viktor, yang dikutip oleh Eusebius pada Buku 5, bab 24, Polikrates berkata demikian:
Perhatikan: ini artinya Viktor mengatur Polikrates supaya memanggil para uskup Asia lainnya menghadiri konsili mereka. Seperti yang dikatakan seorang komentator:
Maka, ini juga adalah bukti otoritas tertinggi Uskup Roma, dan bagaimana otoritas tersebut diakui bahkan pada periode awal dari gereja perdana. Kontroversi Paskah pada akhirnya dibereskan sekitar waktu Konsili Nicea, saat semua orang mengikuti adat Gereja Roma.
e. Santo Ireneus
Contoh berikutnya yang akan kita lihat berasal dari Santo Ireneus.
Santo Ireneus terlahir dan dibesarkan di dekat Smirna sekitar tahun 135. Ireneus diajar oleh Polikarpus yang terkenal, yang telah kami sebutkan. Ireneus akhirnya datang ke Barat, menjadi uskup kepala negara Gaul, yang pada masa kini adalah negara Prancis. Ireneus adalah seorang tokoh utama gereja kuno, dan ia memberikan kita salah satu kutipan terpenting tentang pengakuan awal sehubungan Keutamaan serta Yurisdiksi Kepausan.
Pada tahun 180 M, di dalam kutipan ini, Santo Ireneus menggambarkan Gereja Roma sebagai gereja terpenting di dalam Gereja universal. Ia secara khusus berkata bahwa para umat beriman di segala tempat niscaya harus setuju dengan Gereja di Roma, oleh karenaeutamaan yang lebih kuasa milik Gereja tersebut. Maka, St. Ireneus tidak hanya menunjukkan bahwa Roma memiliki keutamaan dari antara gereja-gereja, namun juga bahwa Roma memiliki otoritas/yurisdiksi universal. Hal ini menentang pandangan kaum “Ortodoks” Timur yang menentang keutamaan yurisdiksi. Karena itu, St. Ireneus mengungkapkan kebenaran Katolik tentang Kepausan.
Harus dicatat pula, bahwa banyak dari para bapa, seperti Ireneus, menekankan fakta bahwa yang meninggal di Roma bukan hanya St. Petrus, namun juga St. Paulus. Beberapa dari mereka berbicara tentang suksesi di Roma dari Petrus dan Paulus. Allah tentunya sudah mengatur sehingga Petrus (kepala Gereja) serta Paulus (rasul bangsa-bangsa non-Yahudi) akan meninggal di Roma. Kenyataan ini akan meniadakan segala keraguan, bahwa Gereja/Uskup Romalah, yang akan menjadi pusat kehidupan Gereja. Ini penting, karena St. Petrus dahulu juga pada awalnya berada di Yerusalem dan di Antiokhia, namun hidupnya berakhir sebagai Uskup Roma. Maka, Allah mengatur supaya St. Paulus meninggal di sana juga, demi meniadakan segala keraguan yang mungkin timbul di benak orang, tentang gereja mana yang mewarisi otoritas universal. Kenyataan itu sama sekali menghapus keraguan, bahwa otoritas kunci-kunci yang akan memimpin seluruh tanah bangsa non-Yahudi yang akan kelak akan berkonversi, akan dipimpin dari Roma.
St. Petrus dan St. Paulus dimartirkan di Roma
Menarik bahwa banyak dokumen Kepausan yang bercerita tentang para Paus menggunakan segenap otoritas mereka yang diberikan kepada Santo Petrus, menggunakan gaya bahasa seperti ini:
Ini menunjukkan bahwa otoritas infalibel Kepausan yang dilaksanakan oleh para Paus di sepanjang sejarah, berasal dan berhubungan dengan yang dahulu terjadi di Roma pada zaman para rasul.
Ada hal-hal lainnya dari abad kedua yang bisa dibahas, namun kita sekarang harus berpindah haluan.
f. Siprianus dan kontroversi Pembaptisan Ulang
Mari beralih ke abad ke-3, dan membahas St. Siprianus dan kontroversi Pembaptisan ulang. St. Siprianus adalah Uskup Kartago yang terkenal di Afrika. Seperti Origenes, Tertulianus, dan lain-lain dari masa ini, Siprianus mengakui bahwa Petrus dijadikan rasul ketua. Pada tahun 252, Siprianus menulis kepada Paus pada waktu itu, Paus Kornelius. Surat Siprianus kepada Kornelius jelas menunjukkan bahwa ia mengakui keutamaan Uskup Roma dan bahwa Roma adalah Gereja kepala.
Meski memang benar bahwa St. Siprianus tidak selalu mengungkapkan secara persis benar, pandangan tentang apa itu Takhta Petrus, di dalam surat ini, ia mengakui Roma sebagai Gereja utama, sumber kesatuan imamat.
Kata-katanya mirip dengan kata-kata Tertulianus yang telah kami kutip, di mana Tertulianus berkata bahwa otoritas gerejanya juga bersumber dari Gereja Roma. Di dalam surat dari Siprianus kepada Kornelius ini, kita juga melihat akar Infalibilitas Kepausan. Ia berkata bahwa iman yang bidah tidak punya jalan masuk ke dalam Gereja Roma. Seperti yang akan kita lihat, konsep Gereja Roma yang tidak memiliki noda maupun kesalahan, diungapkan berulang kali di dalam gereja awal. Itu adalah kelanjutan janji kepada Petrus dalam Lukas 22.
Paus St. Stefanus I
Hanya beberapa tahun kemudian, terjadi pertentangan antara St. Siprianus dengan Paus St. Stefanus, Paus kedua setelah Kornelius. Pertentangan ini disebut kontroversi Pembaptisan ulang. Siprianus dan para uskup Afrika percaya bahwa para bidah tidak dapat membaptis secara valid. Mereka percaya bahwa pandangan ini berasal dari tradisi apostolik. Maka, mereka percaya bahwa orang-orang yang dibaptis dari antara kalangan bidah harus dibaptis kembali. Paus Stefanus percaya pandangan yang berlawanan, dan melarang pembaptisan ulang bagi mereka yang telah dibaptis dalam nama Kristus atau dalam nama Allah Tritunggal. Siprianus membuat kesalahan, bahwa para bidah tidak dapat membaptis secara valid. Para bidah dapat membaptis dengan valid jika mereka menggunakan formula yang benar. Tetapi, yang secara khusus menarik, adalah uskup Firmilianus dari Kaisarea, yang merupakan uskup lain yang setuju dengan Siprianus soal pembaptisan ulang, menulis hal berikut kepada Siprianus:
Ini menunjukkan bahwa Firmilianus, Siprianus, dan tentunya, Stefanus sendiri, mengakui bahwa Stefanus adalah penerus Petrus. Ia adalah penerus takhta Rasul yang ditunjuk sebagai kepala Gereja. Walaupun Siprianus sangat tidak setuju dengan Stefanus soal pembaptisan ulang (dan ia memang salah), setelah kematian Stefanus, Siprianus berkomunikasi dengan Paus berikutnya, Sikstus II.
Harus dicatat pula bahwa pada tahun 254, sewaktu Stefanus masih memimpin, Siprianus telah meminta Paus Stefanus untuk mengekskomunikasi dan memberhentikan Uskup Arles yang bidah, Marsianus, dari posisinya.
Ini membuktikan bahwa Siprianus mengakui otoritas tertinggi milik Stefanus sebagai penerus Petrus, walaupun ia kemudian tidak setuju dengannya sehubungan masalah pembaptisan ulang.
g. Paulus dari Samosata
Contoh berikutnya yang akan kita lihat adalah Paulus dari Samosata. Pada pertengahan abad ke-2, Uskup Antiokhia adalah Paulus dari Samosata. Ia ternyata adalah seorang bidah yang menentang iman Kristiani. Ia membejatkan kenyataan tentang Allah Tritunggal dan Penjelmaan.
Gambar Paulus dari Samosata, seorang bidah, di atas mimbar
Pada tahun 269, Paulus dari Samosata dimakzulkan dari takhtanya di Antiokhia oleh sebuah konsili para uskup dan imam. Hal yang menarik adalah Eusebius, di dalam Sejarah Gereja, Buku 7, bab 30, berkata demikian :
Jadi, di dalam kutipan ini, kita melihat bahwa Eusebius berkata bahwa Kaisar mentransfer kepemilikian bangunan gereja yang telah ditempati oleh Paulus kepada mereka yang telah disetujui oleh Gereja Roma. Hal ini khususnya menarik karena Antiokhia ada di Timur. Itu berarti bahwa ada banyak uskup di Timur, seperti Uskup Yerusalem, yang bisa saja dilibatkan oleh Kaisar pada perkara bangunan itu. Namun tidak seperti itu, Kaisar menempatkan bangunan itu di bawah otoritas Gereja Roma, meskipun Roma itu amat lebih jauh jaraknya. Ia mengakui bahwa Gereja Roma memiliki yurisdiksi atas Gereja universal.
Kaisar Aurelianus
Ada hal-hal lain yang dapat dibahas pada abad ke-3, tetapi kita harus beralih ke abad ke-4.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...