^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Dukacita Maria yang Keenam: Lambung Yesus Ditikam, Yesus Diturunkan dari Salib
Tujuh Dukacita Santa Perawan Maria
“’Wahai kalian semua yang melalui jalan ini, perhatikan dan lihatlah jika ada suatu dukacita yang serupa dengan dukacitaku.’[1] Jiwa-jiwa penuh bakti, dengarkanlah apa yang dikatakan oleh Maria yang penuh dukacita pada hari ini: ‘Anak-anakku yang tercinta, aku tidak ingin kalian menghiburku ; tidak, sebab jiwaku tidak lagi dapat terhibur di dunia ini setelah wafat Yesusku yang terkasih. Jika kalian hendak menyenangkanku, inilah apa yang kuminta dari kalian; tataplah diriku, dan lihatlah jika pernah ada penderitaan di dunia yang seperti penderitaanku, melihat diri-Nya yang adalah seluruh cintaku dirampas dari diriku dengan kekejaman yang sedemikian rupa.’ Tetapi, Ratuku, karena engkau tidak ingin dihibur, dan karena engkau begitu haus akan penderitaan, aku harus berkata kepadamu, bahwa dengan wafat Putramu, dukacitamu belum berakhir. Pada hari ini, engkau akan dilukai oleh suatu pedang dukacita lainnya, sebuah tombak yang kejam akan menikam lambung dari Putramu yang telah mati dan engkau harus menerima-Nya di dalam tanganmu setelah Ia dibawa turun dari salib. Dan sekarang kita akan mempertimbangkan Dukacita Keenam yang memedihkan Bunda yang malang ini. Perhatikanlah dan menangislah. Hingga kini, dukacita Maria menyiksanya satu per satu; pada hari ini, semua dukacitanya seakan-akan bersatu untuk menyerangnya.
Cukup adanya untuk berkata kepada seorang ibunda bahwa putranya mati untuk membangkitkan segala cintanya terhadap anaknya yang mati itu. Beberapa orang, untuk dapat mengurangi penderitaan sang ibunda, mengingatkannya akan kesusahan yang pada suatu ketika disebabkan oleh anaknya yang meninggal itu. Tetapi diriku, ya Ratuku, aku ingin meringankan penderitaanmu akan kematian Yesus, lalu kesusahan apa yang pernah disebabkan-Nya kepadamu yang dapat kuingatkan kepadamu? Tentunya tidak ada. Ia selalu mencintaimu, selalu memathuimu, selalu menghormatimu. Sekarang, engkau telah kehilangan diri-Nya, siapakah yang akan pernah dapat menceritakan kepedihanmu? Hendaknya engkau menceriterakannya, engkau yang telah mengalaminya. Seorang penulis penuh bakti berkata bahwa sewaktu sang Penebus kita yang tercinta mati, perhatian pertama dari sang Ibunda yang agung itu adalah untuk mendampingi dalam roh jiwa Putranya yang suci itu, dan mempersembahkan-Nya kepada Bapa yang Kekal. ‘Kupersembahkan kepada-Mu, ya Allahku,’ Maria pastinya telah berkata, ‘jiwa yang Tak Bernoda dari Putra-Mu dan Putraku; Ia telah mematuhi-Mu sampai ajal-Nya; terimalah jiwa-Nya ke dalam rangkulan tangan-Mu. Keadilan-Mu sekarang dipuaskan, kehendak-Mu terjadi; lihatlah, pengorbanan agung untuk kemuliaan-Mu yang abadi terlaksana.’ Lalu, berpaling kepada tubuh yang tak bernyawa dari Yesusnya, ‘Ya luka-luka,’ ujarnya, ‘Ya luka-luka cinta… di dalammu aku bersukacita; sebab olehmulah kesemalatan diberikan kepada dunia. Engkau akan tetap terbuka di dalam tubuh Putraku, dan menjadi perlindungan bagi mereka yang mengandalkanmu. Oh, betapa banyaknya orang, lewat dirimu, akan menerima ampun atas dosa-dosa mereka, dan olehmu terbakar dengan cinta akan kebaikan yang tertinggi!’
Agar sukacita setelah Sabat Paskah tidak terganggu, orang-orang Yahudi menginginkan agar tubuh Yesus dibawa turun dari salib; tetapi karena hal ini tidak dapat dilakukan jika para penjahat itu sudah mati, datanglah para pria dengan balok besi untuk mematahkan kaki Tuhan kita, seperti yang telah mereka lakukan kepada keuda pencuri itu yang disalibkan bersama-Nya. Maria masih menangisi kematian Putranya, sewaktu ia melihat para pria bersenjata ini melangkah maju menuju Yesusnya. Pada pandangan pertamanya, ia mula-mula gemetar ketakutan, dan lalu berseru: ‘Ah, Putraku sudah mati; berhentilah menghina-Nya; janganlah lagi menyiksaku, aku yang adalah Ibunda-Nya yang malang.’ Ia memohon kepada mereka, ujar Santo Bonaventura, ‘untuk tidak mematahkan kaki-Nya.’[2]
Tetapi sewaktu ia berkata demikan… ia melihat seorang serdadu melambaikan sebuah tombak, dan menikam lambung Yesus: ‘Salah satu dari para serdadu dengan tombak membuka lambung-Nya, dan segera, keluarlah darah dan air.’[3] Saat tombak itu menikam-Nya, bergetarlah salib itu, sebagaimana yang kemudian diwahyukan kepada Santa Brigitta, hati Yesus terbagi dua.[4] Keluarlah darah dan air; sebab hanya beberapa tetes darah itulah yang tersisa, dan bahkan darah yang sudi ditumpahkan oleh Tuhan kita, agar kita dapat mengerti bahwa Ia tidak lagi memiliki darah yang dapat diberikan kepada kita. Luka tikaman itu dikenakan kepada Yesus, tetapi Marialah yang menderita sakitnya. ‘Kristus,’ ujar Lanspergius yang penuh bakti, ‘berbagi luka ini dengan Ibunda-Nya; Ia menerima ejekan, Ibunda-Nya menanggung penderitaannya.’[5] Para bapa suci percaya bahwa ini secara harfiah adalah pedang yang dinubuatkan kepada sang Perawan Suci oleh Santo Simeon: sebuah pedang, bukan pedang jasmani, melainkan pedang penderitaan, yang menembus jiwanya yang terberkati di dalam hati Yesus… Maka, antara lain, Santo Bernardus berkata: ‘Tombak yang membuka lambung-Nya menembus jiwa sang Perawan Suci, yang tidak pernah dapat meninggalkan hati Putranya.’[6] Sang Bunda Allah sendiri mewahyukan hal yang sama kepada Santa Brigitta: ‘Sewaktu tombak itu ditarik keluar, ujungnya tampak merah dengan darah: lalu, saat melihat hati dari Putraku yang amat terkasih ditikam, aku merasa seolah-olah hatiku sendiri juga ditikam.’[7] Seorang malaikat berkata kepada Santa yang sama, ‘bahwa demikianlah penderitaan Maria, bahwa hanya oleh campur tangan mukjizat dari Allahlah ia tidak mati.’[8] Di dalam dukacitanya yang lain, Putranya ada untuk menaruh rasa iba kepadanya; tetapi sekarang ia bahkan tidak memiliki-Nya untuk merasa iba terhadapnya.
Sang Bunda yang menderita, karena ia takut bahwa penghinaan lain masih mungkin akan ditimpakan kepada Putranya, memohon Yusuf dari Arimatea untuk memperoleh tubuh Putranya dari Pilatus, agar setidaknya dalam kematian, ia dapat menjaga dan melindunginya dari penghinaan lebih lanjut. Yusuf pergi dan menggambarkan kepada Pilatus kepedihan dan keinginan dari Bunda yang berduka ini. Santo Anselmus[9] percaya bahwa rasa iba terhadap sang Ibunda melembutkan hati Pilatus, dan menggerakkannya untuk memberikannya tubuh sang Juru Selamat. Yesus lalu dibawa turun dari salib. Ya Perawan yang tersuci, setelah engkau telah memberikan Putramu kepada dunia, dengan cinta yang begitu besar, demi keselamatan kita, lihatlah dunia sekarang mengembalikan-Nya kepadamu, tetapi, dalam keadaan seperti apakah engkau menerima-Nya? Ya dunia, ujar Maria, bagaimanakah engkau mengembalikan-Nya kepadaku? ‘Putraku dahulu putih dan kemerahan;’[10] tetapi engkau mengembalikan-Nya kepadaku hitam dengan lebam-lebam, dan merah – ya! Tetapi dengan luka-luka yang telah kautimpakan kepada-Nya. Ia dahulu begitu tampan dan rupawan; tetapi sekarang tiada lagi keindahan dalam diri-Nya; Ia sungguh buruk rupa. Wajah-Nya dahulu menawan semua orang; sekarang Ia membangkitkan rasa takut kepada semua orang yang melihat-Nya. ‘Ya, betapa banyaknya pedang,’ ujar Santo Bonaventura, ‘yang menembus jiwa sang Ibunda yang malang’[11] sewaktu ia menerima tubuh Putranya dari salib! Marilah kita pertimbangkan saja kepedihan yang ditimbulkan kepada seorang ibu mana pun untuk menerima ke dalam rangkulannya tubuh dari putranya yang tak bernyawa. Telah diwahyukan kepada Santa Brigitta,[12] bahwa tiga tangga ditempatkan di salib untuk membawa turun Tubuh-Nya yang Suci; para rasul-rasul kudus pertama-tama menarik paku-paku dari tangan dan kaki, dan, menurut Metaphrastes,[13] memberikan paku-paku tersebut kepada Maria. Lalu seorang menopang bagian atas dari tubuh Yesus, dan yang lain bagian bawahnya, dan lalu menurunkan tubuh-Nya dari salib. Bernardinus de Bustis menggambarkan sang Bunda yang menderita itu berdiri, dan mengulurkan tangannya untuk bertemu Putranya yang terkasih; ia merangkul-Nya, dan lalu duduk di kaki salib. Mulut-Nya terbuka, mata-Nya redup; ia lalu memperhatikan dagingnya yang kompong dan tulang-tulangnya yang tersingkap; ia melepaskan mahkota-Nya, dan melihat luka-luka yang menyedihkan yang disebabkan oleh duri-durinya kepada kepala yang suci itu; ia melihat lubang-lubang di tangan dan kaki-Nya, dan kemudian berkata kepada-Nya: ‘Ya Putraku,kepada apakah cinta-Mu terhadap manusia telah membawa diri-Mu; dan kejahatan macam apa yang telah Kaulakukan kepada mereka, sehingga mereka harus demikian kejamnya telah menyiksa-Mu? Dahulu engkau adalah bapaku’ (Bernardinus de Bustis melakukan, dalam nama Maria), ‘Dahulu engkau saudaraku, mempelaiku, idamanku, kemuliaanku ; dahulu Engkau adalah segalanya bagiku.’[14] Putraku, lihatlah penderitaanku, tataplah diriku, hiburlah daku; tetapi tidak, Engkau tidak lagi melihatku. Berbicaralah, ucapkanlah satu patah kata saja, dan hiburlah daku; tetapi Engkau tidak lagi berbicara. Sebab Engkau mati. Lalu, berpaling kepada instrumen penyiksaan yang barbar itu, ia berkata, Ya duri-duri yang kejam, Ya paku-paku yang kejam, Ya tombak yang tak beriba, bagaimanakah kalian menyiksa Pencipta kalian? Tetapi mengapakah aku berbicara tentang duri-duri atau paku-paku? Sayang sekali! Para pendosa, ia berseru, kalianlah yang telah demikian kejamnya memperlakukan Putraku.
Demikianlah Maria berbicara dan mengeluh tentang kita. Tetapi, apakah yang ia katakan sekarang, andaikata ia masih penuh penderitaan? Seperti apakah penderitaannya saat melihat bahwa manusia, walaupun Putranya telah mati demi mereka, tetap terus menyiksa dan menyalibkan-Nya oleh dosa-dosa mereka! Marilah kita setidaknya berhenti menyiksa Bunda yang menderita ini; dan jika kita hingga kini menyakitinya oleh dosa-dosa kita, marilah kita sekarang melakukan apa yang diinginkannya. Ia berkata, ‘Kembalilah, wahai pendosa, kepada hati.’[15] Para pendosa, kembalilah kepada hati yang terluka dari Yesusku; kembalilah sebagai peniten, dan Ia akan menyambutmu. ‘Berlarilah dari diri-Nya kepada diri-Nya,’ ia terus berkata bersama Guarric Kepala Biara; ‘dari sang Hakim kepada sang Penebus, dari pengadilan kepada salib.’[16] Bunda kita yang Terberkati sendiri mewahyukan kepada Santa Brigitta,[17] bahwa ‘ia menutup mata Putranya, sewaktu Ia telah dibawa turun dari salib, tetapi ia tak dapat melipat tangan-Nya;’ Yesus Kristus dengan demikian menunjukkan kepada kita bahwa Ia ingin agar tangan-Nya tetap terbentang untuk menerima semua pendosa yang peniten yang kembali kepada-Nya. ‘Ya dunia,’ Maria melanjutkan, ‘lihatlah oleh karena itu, waktumu adalah waktu para pecinta.’[18] ‘Karena Putraku sekarang telah mati untuk menyelamatkanmu, bukanlah lagi waktunya bagimu untuk takut, tetapi ini adalah waktunya cinta – waktu untuk mencintai-Nya, yang demi menunjukkan kepadamu cinta yang dimiliki-Nya kepadamu, Ia sudi begitu banyak menderita.’ ‘Hati Yesus,’ ujar Santo Bernardus, ‘terluka, sehingga lewat luka yang kelihatan itu, luka di hati yang tidak kelihatan dapat terlihat.’[19] ‘Jika, oleh karena itu,’ Maria mengakhiri, dalam kata-kata Beato Raymond Jordano, ‘Putraku oleh cinta yang berlebihan sudi agar lambung-Nya dibuka, agar Ia dapat memberikan kepadamu hati-Nya, pantaslah adanya, Ya manusia, bahwa engkau, sebagai balasannya, juga harus memberikan kepada-Nya hatimu.’[20] Dan jika engkau ingin, ya anak-anak Maria, menemukan suatu tempat di dalam hati Yesus, tanpa rasa takut ditolak, ‘pergilah,’ ujar Ubertino da Cassale, ‘pergilah bersama Maria; karena ia akan memperolehkan rahmat untukmu.’[21] Tentang hal ini, engkau memiliki sebuah contoh di dalam teladan yang indah berikut ini.
TELADAN
Sang murid menceritakan,[22] bahwa dahulu ada seorang pendosa malang yang, dari antara kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya, telah membunuh bapanya dan seorang saudara laki-laki, dan oleh karena itu ia adalah seorang penjahat. Pada suatu hari, di masa Prapaskah, saat ia mendengar sebuah khotbah tentang kerahiman Allah, ia pergi mengakui dosa-dosanya kepada sang pengkhotbah sendiri. Sang pengaku dosa, saat mendengar kejahatan-kejahatan besar yang telah dilakukannya, mengutusnya pergi ke altar Maria dalam Dukacita, agar ia dapat memperolehkan untuknya penyesalah, dan ampun untuk dosa-dosanya. Sang pendosa pun patuh, dan mulai berdoa; dan lihatlah, ia seketika jatuh mati akibat dukacita yang begitu besar. Pada hari berikutnya, sewaktu sang imam memercayakan pria yang sudah mati itu kepada doa-doa umat, seekor dara putih tampak di gereja, dan menjatuhkan sebuah kartu di kakinya. Sang imam mengambil kartu itu, dan menemukan kata-kata ini tertulis di atasnya: ‘Jiwa orang yang mati itu, saat meninggalkan jiwanya, langsung masuk Surga. Teruslah engkau mengkhotbahkan kerahiman Allah yang tak terbatas.’
DOA
Ya Perawan yang menderita! Ya jiwa yang amat bajik tetapi juga amat berduka, sebab seorang dan yang lainnya menghina cinta yang begitu besar yang olehnya hatimu terbakar terhadap Allah, sebab engkau dapat mencintai-Nya sendiri; ah, Bunda, kasihanilah daku, sebab bukannya aku mencintai Allah, aku telah amat menyakitinya. Dukacitamu menyemangatiku untuk berharap akan ampun. Tetapi ini tidak cukup; aku ingin mencintai Tuhanku; dan siapakah yang dapat dengan lebih baik memperolehkan bagiku cinta ini daripadamu, engkau yang adalah Bunda dari cinta yang indah? Ya Maria, engkau menghibur semua orang; hiburlah diriku pula. Amin.”
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari edisi berbahasa Inggris : Santo Alfonsus de Liguori, Glories of Mary [Kemuliaan Maria], Revisi oleh Rev. Robert A. Coffin, London: Burns and Oates, 1868, hal. 450-456.
[1] O vos omnes qui transitis per viam, attendite et videte si est dolor sicut dolor meus. – Thren. i. 12.
[2] Hanc misericordiam mecum facite, ne ipsum confringatis, ut saltem integrum valeam tradere sepulturae. Non expedit, ut ejus crura frangantur: videtis enim quod jam mortuus est et migravit. – De Vit. Chr. Cap. lxxx.
[3] Unus militum lancea latus ejus aperuit, et continuo exivit sanguis et aqua. – Joan. xix. 34.
[4] Ita ut ambae partes essent in lances. – Rev. lib. ii. c. 21.
[5] Ipse quidem vulnus in corpore, sed beata Maria vulneris dolorem accepit in mente. – In Pass. Dom. Hom. lxv.
[6] Lancea quae ipsius aperuit latus, animam Virginis penetravit, quae inde nequebat avelli. – In Sign. Magn,
[7] Cum extraheretur hasta , apparuit cuspis rubea sanguine. Tunc mihi videbatur, quod quasi cor meum perforaretur, cum vidissem cor Filii mei carissimi perforatum. - Rev . lib. i. cap. 10
[8] Non parvum miraculum in hoc Deus tunc fecisse dignoscitur, cum Virgo Mater tot et tantis doloribus intrinsecus sanciata, suum spiritum non emisit. – Serm. Ang. c. 18.
[9] Dial. de Pass. c. 16.
[10] Dilectus meus candidus et rubicundus. – Cant. v. 10.
[11] O quot gladii animam matris pertransierunt!
[12] Rev.l. 2. c. 21.
[13] Ap. Sur. 15 Aug.
[14] O Jesu, tu mihi Pater, tu mihi Sponsus, tu mihi Filius, tu mihi omnis eras. – Marial. p. x. Serm. 1.
[15] Redite, praevaricatores, ad cor. – Is. xlvi. 8.
[16] Ab ipso fuge ad ipsum, a judice ad redemptorem, a tribunali ad crucem. – In Dom. Palm. §. 4.
[17] Rev. l. 4, c. 70.
[18] Et ecce tempus tuum, tempus amantium. – Ezech. xvi. 8.
[19] Vulneratum est cor Christi, ut per vulnus visibile, vulnus amoris invisibile videamus. – Lib. de Pass. c. 3.
[20] Prae nimio amore aperuit sibi latus, ut praeberet cor suum.
[21] Fili hujus matris, ingredere cum ipsa intra penetralia cordis Jesu. – Arb. Vit. l. 4, c. 24.
[22] Promt. ex Litt. M. 21.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...