^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan | ![]() |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Bukti Keutamaan Kepausan dari Abad ke-4 dan ke-5
Rangkuman
1. Konsili Nicea
Seperti yang kita lihat di abad-abad sebelumnya, pada abad ke-4, ada banyak kutipan terkenal dari para Bapa Gereja, seperti Afrahat, Efrem, Basilius, Hilarius, Gregorius dari Nazianzus, dsb, yang membuat jelas bahwa Petrus adalah batu karang yang di atasnya Gereja didirikan. Kutipan-kutipan ini dapat ditemukan dengan cukup mudah bagi orang-orang yang mencarinya. Namun peristiwa terpenting di abad ke-4 pastinya adalah Konsili Nicea, yang bertempat di tahun 325.
Konsili Nicea mengutuk bidah yang diajarkan Arius. Bidah ini menyangkal keilahian penuh milik Yesus Kristus. Konsili Nicea, yang digelar oleh Kaisar Konstantinus, diakui secara universal sebagai konsili ekumenis umum pertama Gereja Kristiani. Konsili tersebut tidak hanya diterima oleh orang-orang Katolik, namun juga oleh kaum “Ortodoks” Timur dan banyak orang Protestan. Di dalam Kanon 6 dari Konsili Nicea yang terkenal ini, kita membaca hal berikut:
Makna Kanon ini telah menjadi bahan ulasan dalam banyak karya tulis. Maksud sebenarnya Kanon ini tidak jelas sepenuhnya. Kanon ini bisa dipahami dengan arti bahwa Uskup Roma memiliki otoritas atas gereja-gereja sekitarnya, dan karena itu, demikian pula hendaknya Uskup Aleksandria (karena ia adalah seorang uskup yang sangat penting) memiliki otoritas atas gereja-gereja sekitarnya.
Tafsir kedua Kanon ini menyatakan bahwa Konsili Nicea hendaknya mengakui bahwa Uskup Aleksandria memiliki otoritas atas gereja-gereja sekitarnya, karena itu Gereja Roma terbiasa mengakui yurisdiksi milik Aleksandria ini. Pasal terpentingnya, adalah tidak peduli sudut pandang orang tentang Kanon ini, kita bisa melihat Keutamaan Roma.
Sebab kanon ini menunjukkan bahwa Uskup Romalah yang menjadi panutan atau pembenaran bagi yurisdiksi Uskup Aleksandria. Dan pada masa Gereja ini, Uskup Aleksandria adalah uskup terpenting nomor 2 di dalam Gereja. Roma yang pertama, Aleksandria kedua, Antiokhia ketiga dan Yerusalem keempat. Di kemudian hari, Uskup Konstantinopel naik menjadi peringkat kedua di antara takhta-takhta keuskupan Gereja.
Maka setidak-tidaknya, kanon ini menunjukkan bahwa Uskup Roma, sebagai uskup kepala, merupakan pusat keizinan dalam cara para uskup lainnya beroperasi. Dan kami harus menekankan bahwa meskipun Uskup Roma adalah uskup kepala dan memiliki yurisdiksi tertinggi dalam Gereja, seperti yang akan terus kita lihat, otoritas para uskup lainnya dalam daerah kekuasaan mereka masing-masing memiliki peran yang krusial, terutama pada masa Gereja perdana.
Sebab pada masa Gereja perdana, komunikasi jarak jauh tentunya jauh lebih sulit daripada di masa kini. Dari sudut pandang praktis, hampir mustahil bagi Uskup Roma untuk mengawasi segala keputusan, penilaian, dll. yang dibuat di negeri-negeri jauh atau bahkan negeri-negeri yang jaraknya ratusan mil. Kesulitan ini menjadi berlipat besarnya pada masa terjadinya penganiayaan, masa otoritas sekuler menindas aktivitas para uskup dan gereja-gereja. Maka inilah alasannya, terutama pada abad-abad terawal, kita melihat adanya penegasan pada otoritas para uskup dan daerah kekuasaan mereka masing-masing, dengan otoritas Uskup Roma yang ditekankan dan kadang kala berperan pada perkara-perkara penting.
Di dalam Matius 18:18, kita melihat bahwa Yesus memberikan kuasa untuk mengikat dan melepaskan kepada semua rasul. Ini melambangkan kuasa yang diberikan-Nya kepada para uskup Gereja Katolik untuk memerintah Gereja dalam daerah kekuasaan mereka masing-masing. Namun Yesus hanya memberi kunci-kuncinya kepada St. Petrus, sebab semua uskup harus bersatu dengan St. Petrus di bawah kunci-kunci yang hanya dimiliki oleh Uskup Roma seorang. Maka, Allah dan Gereja lebih mengandalkan para uskup untuk memerintah daerah kekuasaan mereka masing-masing pada abad-abad awal ini, dan otoritas Uskup Roma diandalkan pada perkara-perkara penting. Itulah alasan kanon ini serta kanon-kanon lainnya pada periode ini menuangkan otoritas Uskup Aleksandria serta para uskup lainnya, namun kembali lagi, dengan mengacu kepada Uskup Roma.
Juga, 318 bapa yang terdiri dari para uskup, imam, dll., pada kenyataannya hadir di Konsili Nicea. Paus yang pada waktu itu memimpin adalah Paus St. Silvester. Paus Silvester tidak menghadiri Konsili Nicea, namun ia diwakili oleh para legatusnya, dua orang imam Romawi yang bernama Vitus dan Vincentius. Uskup yang memimpin di Konsili Nicea juga adalah seorang klerus Barat, Hosius dari Kordoba.
Hosius dari Kordoba
Para sarjana dari berbagai denominasi setuju bahwa Hosius dari Kordoba yang memimpin sidang-sidang Konsili tersebut, serta kedua imam Romawi, Vitus dan Vincentius, adalah yang pertama-tama menandatangani dokumen-dokumen Konsili tersebut.
Beberapa orang percaya bahwa alasan Hosius memimpin pada Konsili tersebut adalah ia seorang penasihat yang terpercaya bagi Sri Paus. Kenyataanya, Galatius dari Kizikos [pada masa ini di Turki], sejarawan abad ke-5 dan seorang imam dari Timur, menulis bahwa Hosius “memegang tempat Silvester dari Roma, bersama para presbiter Romawi, Vitus dan Vincentius”. Ditemukan dalam Migne, Greek Fathers [Bapa-Bapa Yunani], Volume 85, 1229.
Maka, coba anda pikirkan hal ini. Mengapakah nama kedua imam Romawi (Vitus dan Vincentius) didapati pada dokumen-dokumen Konsili itu sebelum nama semua uskup yang lain? Jawaban pertanyaan ini, adalah para imam tersebut merupakan perwakilan Uskup Roma. Kenyataan bahwa mereka membubuhkan tanda tangan di atas para uskup, kembali membuktikan Keutamaan serta otoritas superior milik Uskup Roma.
Penting pula untuk disebutkan bahwa sehubungan manuskrip-manuskrip yang sangat kuno, sering ada variasi teks. Hal ini juga berlaku pada kasus Konsili Nicea. Kebanyakan manuskrip yang memuat kanon-kanon Konsili Nicea berisi 20 kanon. Tetapi, ada sebuah versi berbahasa Arab dari kanon-kanon yang memuat lebih dari 20.
Kanon 39 dari versi berbahasa Arab kanon-kanon Konsili Nicea menyatakan hal berikut tentang Keutamaan Uskup Roma. Kanon ini merujuk kepada “keutamaan Uskup Roma di atas semua”. Kanon ini juga berkata:
Di dalam Kanon ini, kita melihat dengan jelas bahwa Uskup Roma merupakan kepala Gereja dan memiliki yurisdiksi tertinggi di dalam Gereja. Kanon ini bisa ditemukan pada versi-versi Konsili-Konsili yang dijual bahkan oleh kaum "Ortodoks" Timur sekalipun. Misalnya, kutipan ini dapat ditemukan dalam volume 14, halaman 48 dari Nicene and Post-Nicene Fathers [Bapa-Bapa Nicea dan Pasca-Nicea], Seri ke-2, yang dijual oleh seminari-seminari “Ortodoks” Timur.
Maka, Konsili Umum Pertama Gereja Kristiani yang tidak dapat dipertanyakan, Konsili Nicea, membuktikan Keutamaan Uskup Roma dengan berbagai cara. Kita kemudian akan membahas konsili-konsili lainnya dan melihat bagaimana konsili-konsili itu juga membuktikan ajaran Katolik tentang Kepausan dan Uskup Roma. Namun contoh berikutnya yang akan kita telaah adalah Konsili Sardika di tahun 343.
Konsili Sardika
Konsili Sardika adalah suatu konsili yang bertempat di Timur, tidak lama setelah Konsili Nicea. Konsili ini berhimpun pada tahun 343 untuk menelaah kasus St. Atanasius dan berbagai hal lainnya. Konsili ini dipimpin oleh Hosius dari Kordoba, klerus yang sama yang memimpin di Konsili Nicea. Di samping membersihkan nama baik St. Atanasius, Konsili Sardika jelas mengungkapkan otoritas tertinggi Uskup Roma. Ini signifikan, khususnya karena konsili ini berlangsung di Timur tidak lama setelah Nicea. Konsili ini juga dianggap oleh banyak orang di Timur sebagai suatu konsili yang memiliki otoritas ekumenis, karena kanon-kanonnya kemudian diteguhkan oleh Konsili di Trullo pada abad ke-7. Pada kanon 3, 4, dan 5 dari Sardika, kita melihat bahwa Uskup Roma merupakan otoritas final Gereja.
Di sini, kita melihat bahwa Uskup Roma jelas memiliki penghakiman terakhir sebagai otoritas tertinggi. Kanon 5 dari Konsili Sardika mengajarkan dengan cara yang serupa, pada perkara otoritas Uskup Roma. Ini adalah bukti bahwa dahulu kala, yurisdiksi tertinggi Uskup Roma sama sekali tidak diragukan, bahkan di dunia Timur sekalipun pada masa Gereja perdana ini. Coba diingat baik-baik: konsili ini berlangsung berpuluh-puluh tahun sebelum adanya kompilasi final Kanon Perjanjian Baru. Dan semua fakta yang sedang saya bahas ini, seperti Konsili Sardika, bisa diperiksa dalam buku-buku yang ditulis oleh orang-orang dari berbagai denominasi. Kanon-kanon yang membuktikan ajaran Katolik tentang Kepausan ini bukan ditemukan hanya dalam buku-buku yang ditulis oleh orang-orang Katolik saja.
Berikutnya, kita akan membahas St. Atanasius.
Santo Atanasius
Setelah Santo Atanasius dimakzulkan secara tidak sah dari jabatannya sebagai Uskup Aleksandria oleh para bidah Arian, ia datang ke Roma menghadap Paus pada masa itu, Paus Yulius, sekitar tahun 340. Yulius menulis sepucuk surat kepada Eusebius di Antiokhia tentang masalah tersebut. Surat ini dikutip oleh Santo Atanasius sendiri di dalam Apologia contra Arianos, bab 2. Teks yang dikutip oleh St. Atanasius ini sangat mencerahkan perkara Kepausan dan otoritas Roma.
Di dalam surat ini (surat yang dikutip dan didukung oleh Atanasius), Paus Yulius membuat suatu rujukan kepada tradisi Uskup Roma sebagai Mahkamah Agung, otoritas final, Uskup yang otoritasnya dapat mengalahkan keputusan uskup-uskup lainnya. Ini kembali membuktikan, bahwa Uskup Roma memiliki Keutamaan yurisdiksi atas Gereja universal.
Contoh berikutnya yang akan kita lihat, berasal dari para Kaisar Romawi dari periode itu juga.
Para Kaisar Romawi
Kaisar Gratianus (kiri) dan Teodosius I (kanan)
Pada tahun 380, Kaisar Gratianus dan Teodosius mengeluarkan Maklumat Keseragaman. Maklumat ini menghapus toleransi terhadap Arianisme. Maklumat yang dikeluarkan pada saat Paus Damasus menjabat sebagai Uskup Roma ini juga menyatakan:
Jadi, maklumat berasal dari tahun 380 ini menunjukkan kepada kita, bahwa kedua kaisar, baik di Timur maupun di Barat, mengakui bahwa Gereja Roma meneruskan iman serta otoritas St. Petrus, dan Uskup Gereja tersebut merupakan uskup kepala serta wali iman yang tertinggi.
Patut dicatat pula, bahwa ketika ada kutipan yang merujuk pada Petrus atau rasul lainnya dengan sebutan ilahi, itu bukan bermaksud menyatakan bahwa rasul tersebut adalah Allah. Dari sudut pandang tradisi, kata ilahi telah dipersandangkan kepada orang-orang yang memiliki otoritas dari Allah, atau yang pekerjaannya melibatkan studi tentang Allah. Sebagai contoh, para teolog, kadang kala disebut divines [orang-orang ilahi] secara tradisional.
Contoh berikutnya berasal dari Paus Santo Damasus, Paus yang disebutkan di atas pula, pada tahun 382.
Paus Santo Damasus
Di dalam Dekret Damasus, dari tahun 382, Uskup Roma berkata demikian:
Di dalam kutipan ini, kita melihat bahwa Uskup Roma pada tahun 382 jelas mengakui yurisdiksi tertinggi yang dimilikinya dari Petrus, Uskup dari Gereja Roma.
Maka, kita melihat bahwa yurisdiksi dan otoritas tertinggi milik Uskup Roma diakui oleh:
Dalam kutipan dari Paus Damasus ini, kita juga melihat akar Infalibilitas Kepausan, ketika Sri Paus berkata bahwa Gereja Roma tidak memiliki noda maupun cacat.
Santo Hieronimus
Selanjutnya, kita beralih ke Santo Hieronimus. St. Hieronimus hidup dari tahun 347-420 dan dianggap sebagai sarjana Kitab Suci teragung dari Gereja Perdana. Ialah yang menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin. Karyanya yang agung itu disebut Vulgata. Di dalam Surat kepada Paus Damasus, 15:2, yang ditulis pada tahun 374, ia berkata demikian:
Santo Hieronimus, Bapa kesarjanaan alkitab, menunjukkan bahwa Uskup Roma adalah penerus St. Petrus, batu karang Gereja. Ia juga membuat jelas, bahwa tidak ada orang yang bisa selamat kalau berada di luar Gereja yang dipimpin oleh Uskup Roma.
Konsili Konstantinopel I
Peristiwa pertama yang harus kita lihat pada abad ke-4 adalah Konsili Konstantinopel I. Konsili ini dipandang sebagai Konsili ekumenis atau umum dari Gereja Kristiani. Ingatlah bahwa bukti Keutamaan Kepausan dan Keutamaan Gereja Roma pada ketujuh konsili ekumenis pertama terutama sangat penting untuk membuktikan ajaran Katolik tentang Kepausan. Kenyataan ini terutama penting, sebab kaum yang menyebut diri “Ortodoks” Timur dan banyak orang Protestan menerima ketujuh konsili ini.
Nah, beberapa orang dari kaum “Ortodoks” Timur berkata bahwa Keutamaan Uskup Roma, dulu itu diakui hanya karena Roma adalah ibu kota Kekaisaran Romawi. Dalam kata lain, mereka berpendapat bahwa Uskup Roma memiliki Keutamaan, bukan karena ia penerus otoritas Santo Petrus, namun semata-mata karena ia bertempat di kota dengan kepentingan politis terbesar dalam Kekaisaran tersebut.
Kaisar Konstantinus I
Kaisar Konstantinus memindahkan ibu kota Kekaisaran dari Roma ke Bizantium pada tahun 330 M, dan ia mengganti nama Bizantium dengan namanya sendiri, Konstantinopel. Jadi, menurut beberapa orang non-Katolik, sewaktu ibu kota tersebut dipindahkan ke Konstantinopel, Konstantinopel mengambil alih takhta Keuskupan terpenting. Klaim kaum “Ortodoks” Timur ini telah dibantah oleh banyak poin yang sudah dibahas sampai saat ini, yang menunjukkan bahwa otoritas Uskup Roma memiliki sumber ilahi. Tetapi, penting untuk klaim orang-orang ini sewaktu kita mempertimbangkan kanon berikut.
Konsili Konstantinopel I berlangsung pada tahun 381. Konsili ini menyatakan pada Kanon 3 :
Kanon ini berkata bahwa Konstantinopel harus memiliki kehormatan setelah Roma, sebab Konstantinopel adalah Roma yang baru. Nah, poin pertama yang harus dimengerti tentang Konsili Konstantinopel I, adalah konsili ini pada awalnya dipandang sebagai suatu konsili regional.
Konsili ini tidak disebut ekumenis ataupun universal; hanya ada 150 uskup dari Timur yang menghadiri konsili tersebut. Konsili ini pada waktu itu adalah konsili regional, yang di kemudian hari diakui ekumenis pada Konsili Kalsedon di tahun 451. Setiap sarjana yang mengkaji atau menuli tentang periode ini menyetujui kenyataan ini. Maka, kenyataan bahwa Uskup Roma tidak terlibat dalam Konsili Konstantinopel I, sama sekali tidak menciutkan Keutamaan Kepausan.
Namun coba perhatikan, bahwa di konsili ini pun, konsili yang pada awalnya adalah konsili regional, kita kembali melihat adanya Keutamaan Uskup Roma. Kita melihat bahwa Uskup Konstantinopel diberi cakupan otoritas yang baru, yang melampaui miliknya yang dahulu. Namun, otoritasnya masih di peringkat dua setelah Uskup Roma.
Di dalam kanon tersebut, kita memang melihat adanya kecenderungan untuk ingin mengangkat yurisdiksi Konstantinopel, oleh karena posisi barunya yang penting dalam Kekaisaran. Kecenderungan ini menjangkiti banyak orang di Timur selama berabad-abad. Inilah yang menjadi dikenal dengan sebutan Kaesaropapisme, yang menurutnya, otoritas rohani Gereja dinomorduakan daripada otoritas sekuler. Kecenderungan bidah di Timur inilah yang menjadi sebab wilayah itu berulang kali sering dimangsa oleh hasrat para kaisar yang bidah.
Di Timur, para kaisar sering mendominasi urusan Gereja dan memengaruhi perkaranya. Kebiasaan ini memberdayakan bidah, sehingga mudah berkembang di Timur selama berabad-abad. Namun seandainya, seperti yang dikatakan beberapa kaum "Ortodoks" Timur, Keutamaan Uskup Roma itu hanya dikarenakan fakta bahwa ia memerintah pada pusat Kekaisaran, mengapakah Kanon 3 dari Konsili Konstantinopel I ini tetap mengakui bahwa Roma unggul di atas Konstantinopel pada tahun 381, setelah ibu kota sudah dipindahkan ke Konstantinopel? Fakta bahwa kanon ini pun menempatkan Uskup Roma di atas Uskup Konstantinopel, kembali membuktikan bahwa otoritas Gereja Roma yang superior itu tidak terikat dengan perjanjian politik apa pun, namun dengan otoritas apostolik Petrus, yang bersumber dari Yesus Kristus.
Terlebih lagi, perlu ditunjukkan bahwa dalam hal menyetujui hal-hal yang berasal dari konsili-konsili, para Paus tidak selalu menyetujui setiap kanon yang dipermaklumkan konsili-konsili ini. Dalam kasus Konsili Konstantinopel I, Syahadat penting tentang iman yang dipermaklumkan konsili tersebut pada akhirnya diterima sebagai dogmatis oleh segenap Gereja, namun tidak semua kanonnya diterima. Berikut yang dikatakan oleh Henry Percival, yang mempersiapkan catatan-catatan Nicene and Post-Nicene Fathers [Bapa-Bapa Nicea dan Pasca-Nicea] tentang Kanon 3 dari Konsili Konstantinopel ini. Ingat, dia bukan Katolik.
Jadi kanon konsili ini tidak menyinggung kebenaran Katolik tentang Kepausan, namun kembali membuktikan bahwa Keutamaan Uskup Roma diakui oleh seluruh Gereja.
Konsili Efesus
Kita sekarang harus beralih ke abad ke-5, abad berlangsungnya Konsili Ekumenis Kedua, yakni, Konsili Efesus pada tahun 431. Akta-akta Konsili Efesus menunjukkan secara jelas, bahwa Keutamaan dan yurisdiksi tertinggi Uskup Roma diakui oleh semua orang. Konsili Efesus berlangsung di Timur, sewaktu Paus yang memerintah adalah Paus Santo Selestinus. Kutipan-kutipan dan fakta-fakta berikut dari Konsili itu, juga dapat ditemukan dalam versi Konsili tersebut yang dijual oleh seminari-seminari “Ortodoks” Timur, Nicene and Post-Nicene Fathers [Bapa-Bapa Nicea dan Pasca-Nicea], Seri Kedua.
Sesi I Konsili Efesus berkata bahwa konsili terdesak untuk mengecam si bidah Nestorius oleh karena kanon-kanon serta “Bapa kami yang tersuci, Selestinus, Uskup Roma”. Di dalam sesi II dari Efesus, surat-surat Paus Selestinus disebutkan :
Jadi, kita melihat pengakuan bahwa Uskup Roma memiliki perhatian bagi semua gereja. Di dalam surat Sri Paus yang dibaca pada Sesi II, kita melihat bahwa Sri Paus memerintahkan Konsili tersebut:
Setelahnya, ada banyak uskup yang berbicara untuk menyetujui dekret Selestinus. Pada Sesi III Konsili Efesus, kita membaca pernyataan Filipus, legatus Paus Selestinus. Pernyataan yang dimuat di dalam akta-akta Efesus ini tidak perlu penjelasan panjang lebar. Ini adalah bukti yang jelas, yang mendukung ajaran Katolik tentang Kepausan dan tentang Uskup Roma:
Ingat, kaum “Ortodoks” Timur dan banyak orang Protestan menerima Konsili Efesus. Dan orang-orang ini dengan lancang berkata bahwa Keutamaan Uskup Roma tidak diakui di dunia Timur ataupun pada Gereja perdana. Ini omong kosong belaka, seperti yang kita lihat di sini. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Keutamaan Uskup Roma diakui persis dalam akta-akta Konsili Efesus, bahwa Sri Paus memegang kedudukan Petrus, yaitu Keutamaan Yurisdiksi atas Gereja universal.
Pada sesi yang sama, Sirilus, Uskup Aleksandria yang berperan sangat besar dalam Konsili tersebut, dan dalam membantah serta mengutuk Nestorius, berkata demikian:
Konsili Kalsedon
Kita sekarang harus beralih ke Konsili Ekumenis Keempat, Konsili Kalsedon. Konsili ini berlangsung pada tahun 451, sewaktu Paus Leo Agung menjabat sebagai Uskup Roma. Orang mungkin berargumen bahwa Konsili ini adalah konsili terpenting dari seluruh konsili Gereja perdana, sebab konsili inilah yang mengutuk bidah Monofisit. Bidah ini mengajarkan bahwa Yesus Kristus adlaah satu Pribadi dengan satu kodrat ilahi. Dalam melawan bidah ini, Konsili Kalsedon menyatakan kebenaran murni tentang Pribadi Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Ia adalah satu Pribadi dengan dua kodrat, ilahi dan manusiawi.
Yesus Kristus adalah satu Pribadi ilahi dengan dua kodrat, sesuai definisi Konsili Kalsedon
Seperti konsili-konsili sebelumnya, akta-akta Konsili ini juga membuktikan Keutamaan dan yurisdiksi tertinggi Uskup Roma. Pada Sesi I Konsili tersebut, Uskup Roma disebut sebagai “Kepala seluruh gereja”. Pada sesi yang sama, seorang uskup berbicara tentang seseorang yang “berani melangsungkan sebuah sinode tanpa otoritas Takhta Apostolik, suatu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya dan tidak pun bisa terjadi.”
Seorang uskup lain menyatakan:
Pada Sesi II, dibacakan surat dogmatis Paus Leo yang terkenal kepada Flavianus. Ini adalah salah satu dokumen terpenting di dalam gereja perdana. Setelah dokumen ini dibaca pada Konsili tersebut, lebih dari 600 bapa berdiri, dan menurut akta-aktanya, mereka menyatakan:
Maka, seluruh Konsili Kalsedon mengakui bahwa Leo adalah penerus Petrus. Sang Rasul yang memerintah kawanan domba Kristus.
Paus St. Leo Agung
Pada Sesi III Konsili Kalsedon, Petrus disebut sebagai batu karang dan landasan Gereja Katolik. Dalam konteks berbicara tentang Paus Leo:
Pada Sesi IV, kita membaca tentang pernyataan yang mengejutkan ini:
Jadi, Uskup Roma disebut sebagai uskup agung seluruh gereja, yang membuktikan bahwa Sri Paus memilik yurisdiksi universal.
Pada Sesi XVI, Paskasinus membacakan pemahamannya tentang Kanon 6 Konsili Nicea, yang menurutnya:
Jadi, akta-akta Kalsedon menyatakan bahwa Kanon 6 Konsili Nicea mengajarkan bahwa Gereja Roma telah selalu memiliki Keutamaan. Ingat, Konsili ini diterima oleh kaum “Ortodoks” Timur dan oleh banyak orang Protestan.
Jadi, sama seperti konsili-konsili sebelumnya, kita melihat bahwa akta-akta Konsili Kalsedon berulang kali menunjukkan bahwa Paus Leo diakui sebagai uskup tertinggi, uskup yang memiliki yurisdiksi universal sebagai penerus Santo Petrus.
Sebagai penerus St. Petrus yang telah diberikan kunci-kunci Kerajaan Surga oleh Yesus, para Paus sejati memiliki otoritas universal di atas Gereja
Tetapi, ada sebuah kanon Konsili Kalsedon yang harus dibahas. Ini adalah Kanon 28 yang bereputasi buruk itu. Kaum Protestan dan “Ortodoks” Timur berupaya menggunakan Kanon 28 ini, demi berargumentasi menentang Kepausan. Kanon 28 Konsili Kalsedon mengatakan hal ini:
Kanon 28 ini ditolak oleh Sri Paus, karena kanon tersebut mencoba mengangkat Takhta Konstantinopel kepada status yang sama dengan Takhta Roma. Pengangkatan ini bertentangan dengan tradisi dan kanon-kanon terdahulu, seperti Kanon 6 Konsili Nicea. Kanon ini menyatakan dusta terang-terangan, ketika menyatakan bahwa dekret tersebut sejalan dengan kanon Konstantinopel. Kanon 3 Konsili Konstantinopel I jelas menyatakan bahwa peringkat Konstantinopel berada setelah Roma.
Kanon ini juga tampaknya menyatakan bahwa Roma memiliki yurisdiksinya, karena Roma merupakan kota kerajaan, yang sama sekali salah. Sebagai uskup tertinggi Gereja, Uskup Roma, Sri Paus, memiliki otoritas untuk menolak kanon-kanon tertentu dan menolak konsili-konsili. Itulah yang persis telah dilakukan oleh para Paus terhadap konsili-konsili sesat lainnya dan terhadap bagian-bagian tertentu dari konsili-konsili sejati lainnya.
Seperti yang akan kita lihat, Patriark Konstantinopel mengakui otoritas Paus Leo untuk menolak Kanon ini. Sarjana non-Katolik, Henry Percival, mencatat hal berikut tentang Kanon 28:
Uskup Konstantinopel pada waktu Konsili Kalsedon berlangsung adalah Patriark Anatolius. Maka, Anatolius adalah uskup yang kehormatannya akan diperbesar oleh Kanon 28 ini, tetapi berikut yang ditulis oleh Anatolius kepada Paus Leo tentang Kanon tersebut setelah Konsili itu:
Ini menarik. Pernyataan ini membantah segala argumen menentang Kepausan berdasarkan Kanon ini, sebab di sini kita melihat Patriark Konstantinopel mengakui bahwa Sri Paus adalah yang empunya kuasa untuk menyetujui atau menolak Akta-Akta ini. Anatolius lebih jauh lagi menyingkapkan, bahwa Kanon ini pada dasarnya diajukan oleh orang-orang ambisius di Konstantinopel, tempat berdiamnya kuasa kekaisaran. Mereka yang berkepentingan sekuler pada hati merekalah, yang mencoba mengajukan Kanon ini, sebagai upaya terakhir untuk memperbesar cakupan pengaruh mereka terhadap urusan-urusan gerejawi.
Kami telah menyebutkan bahwa ini adalah suatu kecenderungan di Timur, kecenderungan yang mengakibatkan dunia Timur terjerumus ke dalam begitu banyak bidah. Tetapi, Kanon ini ditolak oleh Sri Paus dan, karena itu, seperti yang dicatat oleh Paus Leo XIII di dalam ensikliknya Satis Cognitum, 1896, diakui oleh semua orang sebagai tidak bernilai.
Kenyataan bahwa enolakan Leo terhadap Kanon itu memiliki suatu kuasa yang riil, terbukti bukan hanya dari kata-kata Anatolius, namun juga dari para sejarawan Timur dari abad ke-6 sekalipun, seperti Dionisius Exiguus, Teodorus Lektor, dan Yohanes Skolastikus. Mereka semua berbicara tentang kedua puluh tujuh kanon Konsili Kalsedon, yang menunjukkan, bahwa fakta bahwa kanon-kanon yang tidak disetujui Sri Paus tidaklah mengikat, merupakan pandangan yang dipercayai orang-orang. Jadi, tidak seperti klaim orang-orang non-Katolik, peristiwa ini menegaskan sekali lagi, yurisdiksi tertinggi milik Uskup Roma.
Peristiwa ini memang menyingkapkan, bahwa ada suatu kecenderungan dalam diri banyak orang di Timur, yang terus bermunculan dari waktu ke waktu; kecenderungan untuk ingin menyimpang dari otoritas yang diberikan Allah kepada Uskup Roma, demi alasan-alasan yang egois atau yang bersifat sekuler. Namun upaya ini ditolak oleh Sri Paus, dan karena itu tidak bersifat mengikat.
Di samping itu, kita tidak boleh melupakan semua pernyataan yang jelas dalam Akta-Akta Kalsedon yang sudah kami bahas. Pernyataan-pernyataan ini merupakan saksi otoritas tertinggi Uskup Roma. Kami telah membahas bagaimana Kalsedon merujuk kepada posisi Uskup Roma sebagai “Kepala gereja-gereja”, dll.
Menarik pula untuk dicatat, bahwa di dalam Surat 93, Paus Leo menulis kepada Konsili Kalsedon. Sri Paus berkata kepada mereka melalui para legatusnya, bahwa ia “memimpin pada Konsili”. Itu bisa ditemukan di dalam Nicene and Post-Nicene Fathers [Bapa-Bapa Nicea dan Pasca-Nicea], Seri Kedua, Volume 12, hal. 70. Leo secara sederhana menyatakan bahwa mereka akan memimpin di Konsili tersebut dan itulah posisi yang dipegang oleh para legatusnya.
Semua ini juga mengingatkan kita cara disetujuinya konsili-konsili Katolik. Ini mengingatkan kita, bahwa dalam ajaran Katolik, ada kerangka yang konsisten, yang menyanggupkan orang untuk menentukan konsili-konsili yang mengikat serta yang tidak mengikat. Dalam “Ortodoksi” Timur, yang berpandangan bahwa semua uskup dianggap setara, sama sekali tidak ada kerangka semacam itu, seperti yang akan kita lihat.
Sokrates Skolastikus, Sejarahwan Gereja
Karena kita sedang membahas otoritas Uskup Roma untuk menolak kanon-kanon, kita sekarang harus melangkah mundur sedikit untuk membahas Sokrates Skolastikus. Sokrates Skolastikus adalah seorang sejarawan di Timur yang hidup dari tahun 380-450. Hendaknya Sokrates ini tidak disamakan dengan filsuf Yunani yang hidup sebelum Masehi. Sokrates ini menulis sejarah gereja yang terkenal dari periode ini. Di dalam karyanya, Sejarah Gereja, 2:8, ia berkata:
Maka, coba kita pikirkan hal ini. Dia ini sejarawan dari Timur. Maka, ia tidak memiliki motivasi untuk membesar-besarkan kuasa Uskup Roma, dan ia berkata bahwa suatu kanon gerejawi memerintahkan bahwa tidak seorang pun boleh membuat suatu maklumat yang menentang Uskup Roma. Maka, kita dapat melihat bagaimana otoritas yang sama, yang menyanggupkan Paus Leo Agung untuk menolak Kanon 28 Konsili Kalsedon, diakui di Timur sebelum Konsili tersebut. Sokrates lalu berbicara tentang otoritas istimewa milik Uskup Roma di dalam Sejarah Gereja, 2:15:
Sozomenus, Sejarawan Gereja
Kita sekarang harus beralih kepada seorang sejarawan gereja yang lain dari periode yang sama, Sozomenus. Sozomenus adalah seorang sejarawan gereja dari Palestina. Maka, ia berasal dari Timur. Ia juga adalah seorang pengacara. Ia meninggal pada pertengahan abad ke-5. Di dalam Sejarah Gereja, 3:8, kita melihat dengan jelas yurisdiksi tertinggi Uskup Roma yang diakui oleh sejarawan Timur ini:
Jadi, kita melihat bahwa Sozomenus berbicara tentang tanggung jawab atas semua orang yang pantas adanya bagi jabatan Uskup Roma; maksudnya, jabatan Uskup Roma memberikannya tanggung jawab atas segenap kawanan domba. Ia juga mengakui bahwa Uskup Roma merestorasi para Uskup Timur pada takhta mereka, dan menegur orang-orang di Timur yang telah memperlakukan mereka secara tidak adil.
Artikel-Artikel Terkait
Terimakasih atas artikelnya, saya semakin mengerti perjalanan kerajaan raja salomo
Novriadi 3 mingguBaca lebih lanjut...Justru karena kami punya kasih Kristiani sejati kepada sesama kamilah, materi-materi kami ini kami terbitkan. St. Paulus mengajarkan, bahwa kita harus menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan (Ef. 5:11). Gereja Katolik, satu-satunya lembaga...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – devosi kepada Santa Perawan Maria itu krusial untuk keselamatan dan pengudusan jiwa. Namun, dan juga yang terpenting, orang harus 1) punya iman Katolik sejati (yakni, iman Katolik tradisional),...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Since your comment is written in English, we are responding in English and including a translation in Indonesian. However, we would recommend that you write us in Indonesian instead, if...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – memang benar bahwa orang hendaknya mengasihi orang lain dan menjaga ciptaan Allah. Namun, yang terutama, kita pertama-tama harus mengasihi/mencintai Allah. Sangat amat penting pula, terutama pada zaman kita,...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – Misteri Terang itu datangnya dari Yohanes Paulus II. Dia ini seorang Anti-Paus dan pemurtad masif. Rosario orisinal yang diberikan oleh Santa Perawan Maria adalah 15 dekade dengan Misteri-Misterinya...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...peristiwa terang kenapa tidak ada dalam pembahasan artikel ini?
devie 4 bulanBaca lebih lanjut...Allah Maha Besar melalui Putranya Yesus Kristus dan Bundanya Maria ..Melakukan muzizat menunjukan Betapah Besarnya dan Baiknya Allah..Kita manusia harus berbuat baik satu dengan yang lain dan alam sekitar serta...
fidelis Budi Suryanto 4 bulanBaca lebih lanjut...Are the FSSP and SSPX right on the sacraments?
Petrus Fiter Panco 4 bulanBaca lebih lanjut...Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 6 bulanBaca lebih lanjut...