Benediktus XVI berkata orang harus memiliki hak untuk berubah agama, mengamalkan agama-agama sesat, dan bahwa orang harus menghormati agama-agama sesat

Baca lebih lanjut tentang Bidah-Bidah Benediktus XVI yang Terkini

Benediktus XVI, Pidato, 19 Januari 2008: “Di samping itu, dengan teguh saya berharap agar kebebasan beragama yang autentik dapat berlaku di mana-mana dan agar hak setiap individu untuk mengamalkan agamanya secara bebas, atau untuk berubah agama, tidak dihalangi. Ini adalah hak asali milik setiap umat manusia … sehubungan dengan mereka yang berbeda keyakinan dengan diri mereka sendiri.”[1]

Benediktus XVI, Sambutan kepada Duta Besar Kuwait, 13 Desember 2007: “ … saya kira di sini, bersama dengan adanya kepuasan berkat meningkatnya hubungan-hubungan antara umat Muslim dan Kristen – merupakan hal yang esensial untuk mengatasi kesalahpahaman dan untuk menempa hubungan-hubungan yang kukuh yang ditandai dengan rasa saling hormat dan kerja sama dalam mengejar kebaikan bersama bagi segenap keluarga manusia. Anak-anak terutama perlu dididik dalam nilai-nilai yang autentik yang mendasari budaya mereka sendiri dan dalam suatu semangat keterbukaan terhadap budaya-budaya lain, rasa hormat terhadap orang lain ….

“ … Hak asasi ini, [kebebasan beragama] yang didasari oleh martabat manusia yang tak dapat diganggu gugat, secara pantas dianggap sebagai batu penjuru bangunan bagi seluruh hak manusia ….

“ … Umat Katolik Kuwait telah berupaya untuk berkontribusi kepada perkembangan masyarakat yang lebih luas; jalan yang mereka tempuh dalam hal ini, yang patut disebutkan, adalah melalui institusi-institusi pendidikan. Walaupun sedikit jumlahnya, institusi-institusi ini berkomitmen penuh untuk membentuk pikiran dan hati para murid mereka dalam suatu lingkungan yang menekankan nilai-nilai rohani yang sehat dan menanamkan rasa hormat terhadap martabat dan keyakinan-keyakinan orang lain.”[2]

Pertama-tama, Benediktus XVI berkata bahwa “hak” untuk berkeyakinan sesat harus “berlaku di mana-mana” dan agar “hak” untuk secara bebas mengamalkan suatu agama sesat atau berubah agama “tidak dihalangi”. Ini adalah bidah. Kedua, ia lalu berkata bahwa kita harus menghormati orang-orang yang percaya akan agama-agama sesat.

Di dalam pidatonya yang kedua, ia berkata bahwa umat Katolik memiliki “rasa hormat” terhadap mereka yang percaya akan agama sesat Islam. Ia lalu berkata bahwa anak-anak perlu dididik dalam suatu semangat keterbukaan terhadap mereka yang berkeyakinan sesat. Benediktus XVI lalu mengakhiri pidatonya yang bidah itu dengan menyatakan bahwa umat Katolik Kuwait menghormati keyakinan-keyakinan orang lain. Menghormati orang-orang yang menolak Allah yang sejati dan berada dalam jalan menuju pengutukan kekal, dan menghormati “keyakinan-keyakinan” yang menentang iman Katolik, membuat orang menjadi seorang bidah.

Paus Leo XIII, Custodi di Quella Fede (#15), 8 Des. 1892:
“Setiap keakraban harus dihindari, bukan hanya dengan para penjangak fasik yang secara terbuka mempromosikan ciri khas dari sekte tersebut, tetapi juga dengan mereka yang bersembunyi di balik topeng toleransi universal, rasa hormat terhadap semua agama ….”

Paus Pius IX, Quanta Cura (#3-6), 8 Des. 1864, ex cathedra:
“Gagasan yang sepenuhnya sesat tentang pemerintahan sosial tersebut membuat mereka tidak ragu untuk mendukung opini yang sesat ini, yang dampak-dampaknya paling mematikan kepada Gereja Katolik dan keselamatan jiwa-jiwa, dan yang disebut oleh Pendahulu Kami dari kenangan yang berbahagia, Gregorius XVI, sebagai suatu kegilaan, YAITU BAHWA ‘KEBEBASAN BERHATI NURANI DAN BERIBADAH MERUPAKAN HAK PRIBADI DARI SETIAP MANUSIA, YANG HARUS SECARA HUKUM DIPROKLAMASIKAN DAN DIJAMIN DI DALAM SETIAP MASYARAKAT YANG TERSUSUN SECARA BENAR; dan bahwa warga negara memiliki suatu hak atas kebebasan yang penuh UNTUK MEWUJUDKAN DENGAN SUARA LANTANG DAN SECARA PUBLIK OPINI-OPINI MEREKA, APA PUN OPINI MEREKA ITU, MELALUI PERKATAAN, MELALUI PERCETAKAN ATAU MELALUI SARANA APA PUN, tanpa dikekang oleh otoritas gerejawi maupun sipil.' Tetapi, walaupun mereka menekankan pernyataan-pernyataan yang lancang ini, mereka tidak memikirkan, tidak pun mereka mempertimbangkan bahwa mereka mengajarkan suatu kebebasan untuk menjadi binasa … Maka, DENGAN OTORITAS APOSTOLIK KAMI, KAMI MENOLAK, MENGECAM, DAN MENGUTUK SELURUH DAN SETIAP OPINI SERTA DOKTRIN YANG JAHAT YANG DISEBUTKAN SECARA RINCI DI DALAM SURAT INI, DAN KAMI MENGHENDAKI DAN MEMERINTAHKAN KEPADA SEMUA ANAK-ANAK GEREJA KATOLIK AGAR MEREKA MENGANGGAP OPINI-OPINI DAN DOKTRIN-DOKTRIN TERSEBUT SEPENUHNYA DITOLAK, DIKECAM, DAN DIKUTUK.”

Bidah-Bidah Benediktus XVI yang Terkini

Bidah-Bidah Benediktus XVI

Catatan kaki:

[1] L’Osservatore Romano, 30 Januari 2008, hal 3. Versi bahasa Inggris.

[2] L’Osservatore Romano, 30 Januari 2008, hal 14. Versi bahasa Inggris.