^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
St. Fransiskus Xaverius: Kisah Perjalanan Evangelisasi India, Jepang, dan Kepulauan Maluku
St. Fransiskus Xaverius (pesta perayaan: 3 Desember) adalah orang kudus Katolik yang membawa Injil ke negara-negara Asia, termasuk India, Jepang, dan beberapa pulau Indonesia di abad ke-16.
Berikut adalah beberapa kisah perjalanannya untuk membawa nama Yesus Kristus dan iman Katolik ke negara-negara tersebut. Kisah-kisah ini diambil dari surat-surat yang ditulisnya; serta riwayat hidupnya yang diterjemahkan oleh Romo Dominique Bouhours.
Daftar Isi
1) Evangelisasi India
a) Negara Bagian Goa
b) Tanjung Comorin
c) Pantai Mutiara
d) Pantai Travancor
2 Evangelisasi Jepang
a) Sesampainya di pelabuhan di Jepang
b) Tentang orang Jepang; konflik dengan para bonze dan agama sesat mereka
c) Perdebatan dengan para bonze di hadapan Raja
d) Konversi
e) Mukjizat
3) Evangelisasi Kepulauan Maluku
a) Pulau Ambon
b) Pulau Ulate
c) Pulau Ternate
d) Pulau Moro
1) Evangelisasi India
Sebuah nubuat dari St. Thomas yang dahulu mengevangelisasi negara tersebut [India] berkata bahwa Iman yang telah ditanamkannya di berbagai kerajaan di Timur akan kembali berkembang pada suatu hari. Nubuat ini terukir pada sebuah pilar yang terbuat dari batu karang, dan menjadi kenangan berabad-abad kemudian di Mylapore di India.[1]
a) Negara Bagian Goa
Kehidupan orang-orang kafir [di Goa] lebih menyerupai kehidupan binatang daripada manusia. Kecemaran telah begitu merajalela di antara mereka, dan orang-orang yang paling tidak cemar adalah mereka yang tidak memiliki agama sama sekali. Kebanyakan orang menyembah iblis dalam rupa yang tidak senonoh, dan dengan perayaan yang amat asusila.
Terdapat orang-orang yang menyembah ilah-ilah yang berbeda hari demi hari, dan mereka menyembah benda hidup yang mereka jumpai pada pagi hari, yakni anjing atau babi. Orang yang lain mempersembahkan persembahan berdarah, dan penyembelihan anak-anak kecil oleh ayah mereka kepada berhala-berhala adalah hal yang sering dijumpai.
Begitu banyak rupa kekejian tersebut membuat semangat Romo Xaverius berapi-api. Ia ingin membenahi segala hal dalam waktu yang bersamaan: tetapi, ia percaya bahwa soal Iman, ia harus mulai dengan rumah tangga sendiri, menurut aturan dari Santo Paulus, yakni, dengan orang-orang Kristiani. Ia menilai bahwa ia perlu mendekati orang-orang Portugis, sebab mereka menjadi teladan yang begitu berpengaruh terhadap orang-orang India yang telah dibaptis, dan berikut adalah bagaimana ia memulainya.
Untuk mendapatkan berkat dari Surga di dalam upaya yang begitu sulit itu, malam hari dihabiskannya bersama Allah, dan ia hanya tidur selama tiga atau empat jam. Istirahat yang kurang ini pun biasanya berkurang pula, karena ia tinggal di rumah sakit dan selalu tidur di dekat orang-orang yang paling sakit... ia bangun untuk membantu atau menghibur mereka sewaktu mereka mengeluh sedikit pun.
Ia mulai berdoa pada subuh hari dan lalu merayakan Misa. Setiap pagi ia berkarya di rumah sakit, terutama rumah sakit orang kusta, yang berada di suatu daerah di Goa. Ia merangkul orang-orang yang hina tersebut satu demi yang lain, dan membagikan kepada mereka apa yang ia dapatkan setelah ia mengemis dari rumah ke rumah untuk mereka. Ia pergi ke penjara dan memberikan kepada orang-orang yang dipenjara karya cinta kasih yang sama.
Anak-anak berkumpul mengerumuni Xaverius karena rasa ingin tahu mereka yang alami, atau karena para ayah mereka mengirimkan mereka sebab ayah mereka telah memiliki rasa hormat kepada sang Santo, walaupun ayah mereka itu berkelakuan amat buruk. Xaverius memimpin mereka pergi ke gereja, dan di sana, ia menjelaskan kepada mereka Syahadat Para Rasul, perintah-perintah Allah, dan segala praktik-praktik kesalehan yang umum bagi para umat beriman. Benih-benih muda ini menerima ajaran yang diberikan sang Romo dengan amat mudah, dan lewat anak-anak itu, kota tersebut mulai berubah rupa. Karena anak-anak tersebut setiap hari mendengarkan sang pria utusan Allah tersebut, mereka menjadi sopan dan takwa; kesopanan dan ketakwaan mereka menjadi suatu larangan yang tersirat terhadap kebejatan orang-orang dewasa; terkadang mereka menghardik ayah mereka bagaikan mereka itu orang dewasa, dan peringatan-peringatan tersebut pun membuat orang-orang yang amat jangak menjadi malu.
Xaverius lalu berkhotbah secara publik di tempat di mana banyak orang berkumpul; dan agar orang-orang India mengerti kata-katanya sebaik orang Portugis, ia mencoba berbicara dengan gaya bahasa Portugis yang kasar dan barbar, gaya bahasa orang-orang asli negara itu. Sang pengkhotbah yang digerakkan oleh Allah tersebut pun mampu mengubah orang banyak. Para pendosa yang amat memalukan menjadi tersentuh oleh rasa ngeri terhadap kejahatan mereka, dan ketakutan terhadap penderitaan abadi. Mereka lalu menjadi orang-orang yang pertama mengakui dosa-dosa mereka. Contoh mereka menghilangkan rasa malu begitu banyak orang lain untuk mengaku dosa, sehingga semua orang sujud di kaki sang Romo, memukuli dada mereka, dan dengan begitu sedih menangisi dosa-dosa mereka.
Buah-buah penitensi yang menyertai air mata tersebut adalah bukti yang pasti dari suatu perubahan sejati. Mereka pun membatalkan segala kontrak palsu dan perjanjian riba mereka; mereka mengembalikan barang-barang yang mereka peroleh secara haram; mereka membebaskan para budak yang mereka miliki secara tidak adil, dan akhirnya mereka mengusir para selir yang mereka tidak ingin nikahi.[2]
b) Tanjung Comorin
Tanjung Comorin berada sekitar sembilan ribu tujuh ratus kilometer dari Goa. Tanjung ini adalah sebuah gunung yang menjulur ke laut dan berhadapan dengan pulau Sri Lanka. Sewaktu sang Romo sampai di sana, ia menemukan pertama-tama sebuah desa yang semua warganya adalah penyembah berhala, Ia tidak ingin lewat saja tanpa menyebarkan nama Yesus Kristus kepada para orang kafir, tetapi segala hal yang ia katakan lewat mulut para penafsirnya itu tidak berguna apa-apa, orang-orang pagan tersebut berkata terang-terangan bahwa mereka tidak dapat mengubah agama mereka, bahwa Tuhan tidak menghendakinya.
Kerasnya kepala mereka itu pun tidak berlangsung lama, dan Surga, yang telah menakdirkan Xaverius untuk mengonversikan para penyembah berhala, tidak menghendaki upaya yang dikerahkannya itu kepada mereka menjadi sia-sia. Seorang wanita dari desa tersebut bersalin sejak tiga hari lamanya, dan menderita rasa sakit yang begitu parah yang tidak dapat diredakan oleh para Brahmana [pendeta pagan orang India] maupun oleh obat-obatan alami.
Xaverius lalu menjumpai wanita tersebut bersama salah satu dari juru bicaranya; “dan di sana”, katanya di dalam salah satu dari surat-suratnya, “saya lupa bahwa saya berada di negara asing, saya mulai menyebut nama Tuhan, walaupun saya ingat pada waktu yang bersamaan bahwa seisi bumi juga adalah milik Allah, dan semua orang yang tinggal di dalamnya adalah milik-Nya.”
Sang Romo menerapkan prinsip-prinsip Iman kepada wanita yang sakit tersebut, dan ia menasihatinya untuk percaya kepada Allah orang Kristiani. Roh Kudus, yang hendak menyelamatkan semua orang di sana oleh wanita tersebut, menjamah sang wanita dari dalam sehingga sewaktu ia ditanya jika ia percaya akan Yesus Kristus, dan jika ia ingin dibaptis, ia menjawab ya, dan mengatakannya dengan tulus hati.
Lalu Xaverius membacakan Injil kepadanya, dan membaptisnya; wanita itu pun langsung melahirkan, dan ia sembuh sama sekali. Mukjizat yang begitu kelihatan itu mengejutkan seisi gubuk tersebut dengan sukacita, seluruh keluarganya pun sujud di kaki sang Romo dan memohonnya untuk mengajari mereka; dan setelah sang Romo memberikan pengajaran yang cukup, tiada seorang pun yang tidak menerima Pembaptisan. Berita tersebut tersebar ke mana-mana, dan para pemimpin daerah tersebut menjadi penasaran dan ingin melihat seorang pria yang karya dan kata-katanya begitu dashyat.
Ia memberitakan kepada mereka [para pemimpin daerah tersebut] kehidupan kekal, dan meyakinkan mereka akan kebenaran agama Kristiani: tetapi, mereka tidak berani menganut agama Kristiani jika pangeran mereka tidak menyetujuinya.
Di desa tersebut terdapat seorang pejabat yang datang secara khusus, atas nama sang pangeran, upeti tahunan. Romo Xaverius pergi menemuinya dan menyatakan kepadanya dengan begitu jelas segala hukum Yesus Kristus, sehingga sang penyembah berhala itu pun mengakui bahwa hukum Yesus Kristus itu sepenuhnya baik dan lalu mengizinkan orang-orang di daerah tersebut untuk menganutnya. Seluruh warga di daerah tersebut pun tidak lagi takut: mereka semua dibaptis dan berjanji untuk hidup secara Kristiani.[3]
c) Pantai Mutiara
...ia pun memimpin pergi ke Pantai Mutiara dua imam bangsa India, salah satunya berasal dari Biscaye, yang bernama Jean d’Ortiaga. Sewaktu mereka sampai, ia mengunjungi seluruh desa bersama mereka, dan mengajarkan mereka bagaimana cara menarik para penyembah berhala untuk menganut Iman dan menguatkan orang-orang Kristiani. Setelah ia mengutus tiap-tiap dari mereka untuk pergi ke suatu daerah di pantai tersebut, ia pun pergi ke pedalaman; dan tanpa bimbingan dari siapa pun selain Allah, ia memasuki suatu kerajaan yang bahasanya sama sekali tidak dikenal, seperti yang ditulisnya kepada Mansilla [salah satu rekannya]:
“Anda dapat menilai hidup saya di sini lewat apa yang saya akan ceritakan kepada anda. Saya tidak mengerti bahasa orang-orang ini, mereka pun tidak mengerti bahasa saya, dan tidak ada juru bicara yang mendampingi saya. Yang saya dapat lakukan”, tambahnya, “adalah membaptis anak-anak dan melayani orang sakit, yang dapat dimengerti dengan amat baik tanpa perlu penerjamah seorang pun, dengan melihat penderitaan mereka.” [4]
d) Pantai Travancor
...Romo Xaverius melanjutkan perjalanan dari pantai barat yang dijaga oleh orang-orang Portugis. Seperti biasa, ia menempuh perjalanannya dengan berjalan kaki, menuju Pantai Travancor. Pantai ini terletak seratus tujuh puluh kilometer dari pantai Comorin di pinggir laut dan dipenuhi desa-desa. Sewaktu ia sampai di sana, ia mendapatkan izin dari raja Travancor dengan bantuan orang-orang Portugis, untuk memberitakan hukum Allah sejati. Ia menggunakan cara yang sama yang digunakannya di Pantai Mutiara; dan praktik tersebut pun begitu sukses sehingga seluruh pantai tersebut menganut agama Kristiani tidak lama kemudian, dan sampai pada saat itu, dibangun empat puluh lima gereja. Ia sendiri menulis bahwa dalam sebulan, ia membaptis dengan tangannya sendiri sepuluh ribu penyembah berhala, dan seringkali di dalam selang waktu satu hari, ia membaptis sebuah desa yang padat penduduknya. Ia berkata kembali bahwa, adalah suatu hal yang membahagiakan dirinya sewaktu ia melihat segera setelah para orang yang tidak beriman menerima Pembaptisan, mereka berlari sekehendak mereka untuk menghancurkan kuil-kuil berhala.[5]
2) Evangelisasi Jepang
Ia tinggal di Jepang dua tahun empat bulan sampai 20 November 1551.[6]
a) Sesampainya di pelabuhan di Jepang
““Sang bajak laut, kapten dari kapal kami meninggal di sini di Kagoshima. Ia melayani kami, secara keseluruhan, seperti yang kami kehendaki… Ia sendiri memilih untuk meninggal di dalam takhayulnya sendiri, ia bahkan tidak mengizinkan kami untuk menjalankan tugas termulia ini, yang olehnya kami dapat menyatakan rasa terima kasih kami kepada teman-teman yang meninggal di dalam iman Kristiani, dengan memercayakan jiwa-jiwa mereka kepada Allah, sebab pria yang malang tersebut oleh karena tangannya sendiri menjerumuskan jiwanya ke dalam Neraka di mana tidak terdapat penebusan.”[7]
b) Tentang orang Jepang; konflik dengan para bonze dan agama sesat mereka
“Orang Jepang... mendengarkan dengan penuh semangat ajaran tentang Allah dan hal-hal ilahi, terutama sewaktu mereka mengerti secara cukup apa yang diajarkan kepada mereka... Kesan saya adalah kebanyakan dari individu-individu yang lain ini lebih baik dan mudah menuruti akal sehat daripada para imam [agama sesat] yang disebut bonze. Orang-orang ini [para bonze] begitu sarat akan kejahatan yang keji sehingga mereka tidak merasa malu untuk menyatakannya sendiri di depan umum. Kejahatan yang keji ini begitu merajalela di antara para laki-laki dan perempuan sehingga kebiasaan ini, istilahnya, meniadakan rasa bersalah akan hal tersebut. Kebiasaan itu pula telah bagaikan menghancurkan rasa malu akan kelainan yang menyeramkan tersebut. Kami sering berkhotbah secara publik untuk menentang kejahatan yang tidak wajar tersebut, dan kami membuat orang-orang merasakan betapa jahatnya dan betapa Allah membenci mereka yang menyerahkan diri mereka sendiri kepada ketidamurnian yang amat haram itu. Maka orang-orang pun mendengarkan dan setuju dengan kami; tetapi para bonze tetap mengabaikan seruan kami dan nasihat untuk tidak lagi melakukan kegemaran mereka yang memalukan tersebut. Mereka bahkan mencoba untuk menanggapi kami dengan tawa dan canda. Dan betapa pun kerasnya alasan-alasan kami, kejahatan mereka begitu mengakar sehingga hati mereka menjadi keras terhadap segala rasa malu. ...Terdapat biara untuk para wanita dari ordo yang sama, di mana mereka melakukan persetubuhan bebas; dan orang-orang biasa yang mengecam penyelewengan badani yang keterlaluan tersebut, berbicara tentang mereka dengan penuh kebencian. Mereka berkata bahwa sewaktu para bonze wanita hamil, mereka menggunakan obat-obatan untuk melakukan aborsi.”[8]
“...oleh khotbah sehari-hari dan pertemuan dengan para bonze, yakni orang-orang yang bejat, dan orang-orang macam itu, kami telah mengonversikan banyak orang kepada agama Yesus Kristus, yang di antaranya adalah kaum bangsawan. Dari antara mereka, kami menemukan pria-pria yang terpelajar, yang menbantu kami untuk mengerti mister-misteri dari sekte-sekte dan pikiran orang Jepang, untuk dapat mengalahkan hal-hal tersebut dengan akal sehat dan bukti-bukti sehubungan dengan hal-hal tersebut. Juga para bonze, yang melihat bahwa mereka telah dikhianati oleh bangsa mereka sendiri, yang menjadi yakin dalam debat di depan orang-orang, merasa tersinggung. Kami melihat kebencian mereka meledak-ledak, sewaktu orang-orang yang berkonversi kepada agama Kristiani mengumumkan alasan mereka menganut agama baru tersebut adalah bahwa mereka mengakui bahwa agama dari para bapa mereka sama sekali tidak dapat dibela oleh para bonze yang merupakan sumber wahyu agama tersebut.”[9]
“Orang-orang Jepang amat terkejut sewaktu mereka mendengar bahwa terdapat satu pencipta dan Bapa yang Esa dari jiwa-jiwa, yang menciptakan mereka. Dan kekejutan mereka begitu mendalam oleh karena di dalam tradisi agama mereka, ternyata tidak disebutkan sama sekali Pencipta alam semesta... Kami menjawab begitu banyak pertanyaan tentang sang Pencipta para makhluk, jika Ia itu baik atau jahat, jika sang Pencipta yang sama adalah sebab dari hal-hal yang baik atau buruk? Kami menjawab bahwa hanya terdapat satu Pencipta yang Esa, sang Raja yang amat baik, yang di dalamnya sama sekali tidak ada kejahatan. Mereka tidak puas dengan tanggapan ini; memang, mereka selalu beranggapan bahwa para iblis itu secara alami jahat, dan merupakan musuh berbuyutan dari manusia. Dan bagaimanakah Allah, jika Ia itu baik, dapat menciptakan makhluk-makhluk yang begitu bejat? Terhadap alasan-alasan tersebut, kami menjawab bahwa iblis yang diciptakan Allah baik, dan menjadi jahat akibat dari kesalahan mereka sendiri, dan bahwa, akibat hal tersebut, mereka dihukum dengan siksaan yang tidak pernah berakhir.”[10]
“...orang-orang Jepang, seturut hukum alam, mengetahui bahwa hal-hal berikut itu haram: membunuh, mencuri, mengingkari janji, dan melakukan dosa-dosa yang disebutkan di dalam sepuluh Perintah Allah; buktinya adalah bahwa orang yang melakukan salah satu dari kejahatan tersebut menderita di dalam hati nuraninya. Akal sehat sendiri mengajarkan seseorang untuk menjauhi kejahatan dan untuk melakukan kebaikan; dan secara wajar, keyakinan tersebut tertanam di dalam hati semua orang dan semua orang telah menerima dari alam dan dari ilham Allah, Pencipta alam, pengetahuan akan hukum ilahi sebelum mereka pun diajarkan tentang hal tersebut.”[11]
“Dari antara para pemimpin utama agama-agama yang telah kami sebutkan, terdapat Xaca dan Amida. Para bonze laki-laki dan perempuan... dan kebanyakan orang menghormati Amida; yang lain, tanpa mengabaikan penghormatan terhadap Amida, memberikan penghormatan utama mereka terhadap Xaca. Saya mempelajari dengan amat hati-hati bilamana Xaca dan Amida tersebut adalah tokoh yang terkenal karena kebijaksanaan mereka, dan saya meminta orang-orang Kristiani untuk memberitahukan saya riwayat singkat hidup mereka. Akhirnya saya menemukan di dalam buku-buku bahwa mereka bukanlah manusia; karena mereka disebutkan telah hidup seribu atau bahkan dua ribu tahun. Menurut beberapa orang, Xaca telah hidup delapan ribu tahun; dan tradisi menyatakan tentang hal tersebut begitu banyak hal yang tidak mungkin terjadi. Maka saya menyimpulkan bahwa mereka bukanlah manusia, melainkan roh jahat dan karya dari iblis...”[12]
c) Perdebatan dengan para bonze di hadapan Raja
Sang raja menyambut Romo Xaverius dengan amat hormat; dan setelah berbicara beberapa waktu dengannya dengan begitu baik, sang raja berkehendak agar Romo Xaveriuslah yang memulai perdebatan itu. Segera setelah masing-masing mengambil posisi mereka, sang Santo bertanya kepada para bonze oleh perintah dari pangeran mengapa agama Kristiani tidak boleh diterima di Jepang. Sang Bonze, yang telah begitu direndahkan dari keangkuhannya, menjawab dengan sederhana: Karena hal itu adalah suatu hukum baru, yang bertentangan dengan hukum-hukum lama dari kekaisaran, yang kelihatannya dibuat semata-mata agar para pelayan yang setia dari dewa-dewi menjadi dibenci ; karena hukum tersebut meniadakan hak istimewa yang telah diberikan kepada para Bonze oleh Kubo-Sama berabad-abad lalu, dan bahwa hukum tersebut mengajarkan bahwa di luar persekutuan Kristiani, tidak terdapat keselamatan; tetapi terutama, tambahnya, bahwa hukum tersebut dengan lancang berkata bahwa para kudus, Amida, Xaca, Gizon, dan Kannon [Kwan Im] berada di dalam gua besar penuh asap, dihukum dengan siksaan abadi, dan diserahkan kepada ular naga dari kerajaan kegelapan.
Sang Bonze berdiam diri setelah mengucapkan kata-kata tersebut, dan sang raja lalu memberi isyarat kepada Xaverius untuk menjawab. Ia berkata pertama-tama bahwa karena Fucarandono [sang bonze] mencampuradukkan begitu banyak hal, kelihatannya baik, untuk dapat menerangkan hal-hal yang sulit dijawab, untuk menyatakan satu pernyatan saja, dan untuk tetap berdebat tentang pernyataan tersebut untuk melihat jikalau benar atau salah. Semua orang melihat bahwa hal tersebut masuk akal, dan Fucarandono meminta Xaverius untuk memberikan alasan mengapa ia dan rekan-rekannya berbicara dengan buruk tentang dewa-dewi negara tersebut.
Sang Santo menjawab bahwa ia tidak memberikan nama Allah kepada berhala-berhala, sebab berhala-berhala tersebut tidak pantas mendapatkan nama Allah, dan nama yang begitu agung tersebut hanya pantas diberikan kepada Tuhan Raja yang telah menciptakan langit dan bumi. Ia lalu berbicara tentang Allahm dan ia menjelaskan sifat-sifatnya yang kita ketahui oleh terang dari alam, yakni, ketidaktergantungan, keabadian, kemahakuasaan, kebijaksanaan, kebaikan, dan keadilan yang tidak terbatas. Ia menyatakan bahwa kesempurnaan yang tidak terbatas tersebut tidak dapat dimengerti oleh akal budi dari satu makhluk ciptaan pun, tidak peduli bagaimana pandainya makhluk tersebut. Dan setelah ia memberikan ide yang begitu mulia akan Allah, ia menunjukkan bahwa berhala-berhala Jepang, yang menurut orang Jepang sendiri, dahulu kala adalah manusia yang tunduk kepada hukum adat dan alam serta waktu, sama sekali bukan allah; dan mereka pantas dihormati sebagai filsuf, negarawan, dan pangeran, tetapi bukan sebagai Allah yang abadi. Sebab kelahiran mereka ditandai di dalam monumen-monumen umum, dan jika seseorang melihat karya mereka, terlebih lagi, orang itu harus memperlakukan mereka jauh lebih rendah dari Yang Mahakuasa. Sebab mereka pun, setelah meninggal, tidak dapat mencegah istana dan kubur mereka yang begitu megah untuk runtuh –mereka tidak mungkin menciptakan alam semesta, tidak pun mereka menjaga alam semesta di dalam keadaannya yang kelihatan pada saat ini, bahwa hanya Allah orang Kristiani yang dapat melakukan hal tersebut. Melihat keindahan Surga, kesuburan bumi, berjalannya musim, seseorang menilai bahwa hanya Ia sang Roh abadi, Mahakuasa, dengan kebijaksanaan yang terhingga, yang adalah Pencipta dan Raja mutlak dari dunia.
Xaverius belum selesai berbicara, dan khalayak pun berseru bahwa ia benar...
Maka sang Bonze dengan kecut hati mengajukan pertanyaan lain kepada Romo Fransiskus, mengapa ia tidak setuju dengan surat penghapusan utang yang mereka berikan kepada orang yang telah meninggal, karena orang-orang kaya memanfaatkannya dan mereka akan dibalas dengan pahala berlimpah di Surga. Sang Romo menjawab bahwa dasar dari hak seseorang di Surga bukanlah surat-surat utang palsu, melainkan karya-karya baik yang dilakukan dengan Iman yang dikhotbahkannya; bahwa Iman tersebut disebarkan di dalam jiwa-jiwa oleh Yesus Kristus, Putra Allah yang sejati, yang disalibkan untuk keselamatan para pendosa dan bahwa mereka yang menjaga agar Iman tersebut sampai akhir hayat mereka, pasti mendapatkan kebahagiaan kekal. Dan bahwa hukum yang begitu suci tersebut tidak berpihak sehingga mengecualikan dari Kerajaan surga orang miskin, ataupun wanita, dan bahwa kemiskinan yang ditanggung dengan sabar adalah suatu jalan yang pasti untuk memperoleh harta dari Surga, dan bahwa kaum perempuan memiliki dalam hal ini kelebihan dari laki-laki, karena mereka cenderung lebih sopan dan lebih takwa. Semua orang menyoraki kata-kata sang Santo, kecuali Fucarandono dan rekan-rekannya yang tidak dapat menjawab. Karena mereka tidak suka menentang diri mereka sendiri, mereka pun bungkam seribu bahasa.[13]
Mereka [para bonze] lalu mengajukan pernyataan-pernyataan yang begitu gila dan berlebihan, sehingga sang Romo tidak perlu menjawab, karena pernyataan-pernyataan tersebut bertentangan satu dengan yang lain. Lucunya, sewaktu ketujuh bonze tersebut tidak dapat setuju tentang poin-poin doktrin tertentu, mereka mulai berkelahi satu dengan yang lain dengan begitu panas, sampai mereka menghina satu dengan yang lain, mereka akan bertengkar secara fisik jika sang Raja tidak mencegahnya dengan mengancam dengan nada bicara yang menakutkan mereka. Perdebatan pada hari tersebut berakhir demikian, dan orang-orang pun berpihak kepada Romo Xaverius, setelah melihat bahwa lawan bicaranya terpecah-belah.[14]
Sang raja yang muak terhadap kekeraskepalaan para bonze berkata kepada mereka, dengan agak marah: Bagi saya, sejauh yang saya dapat nilai, perkataan Romo Xaverius masuk akal, sedangkan kalian tidak tahu apa yang kalian katakan... Sang raja berdiri setelah mengucapkan hal tersebut, dan menggenggam tangan Xaverius, dan menuntunnya ke rumahnya. Orang-orang berbondong-bondong mengikuti mereka dan menyanyikan lagu pujian kepada sang orang kudus.[15]
d) Konversi
“Satu-satunya kesibukan Cosme de Torrez dan Joam Fernandez [Romo Yesuit] pada waktu ini adalah untuk mengajar tentang misteri-misteri dari agama [Katolik] dan untuk berkhotbah kepada orang-orang tentang karya-karya mukjizat Yesus Kristus. Sejumlah besar pendengar mereka begitu tersentuh oleh kisah hidup Yesus Kristus sehingga mereka tidak mendengarkan kisah Sengsara dan Wafat-Nya tanpa berlinang air mata dan mengesah. Cosme menuliskan homili-homili di dalam bahasa kami, dan Fernandez, yang memperoleh kemajuan yang cukup di dalam bahasa negara itu [Jepang] menerjemahkan homili-homili. Berkat karya-karya mereka, para Kristiani menjadi lebih sempurna dalam hal kebaikan, dan para konvert yang baru, yang dahulu mengucapkan doa-doa tasbih kepada pencipta sekte mereka, sekarang mengenal cara untuk melayani Yesus Kristus dan melakukan praktik-praktik yang saleh serta mengubah takhayul kuno mereka menjadi praktik-praktik yang menyenangkan Allah. Mereka begitu perhatian dan cermat dalam hal ini sehingga sewaktu mereka diajarkan untuk membuat tanda Salib, mereka ingin mengetahui seluruh arti dari kata-kata ini: Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus, dan mengapa kita mengangkat tangan kanan ke arah kepala sambil berkata: Dalam nama Bapa; mengapa kita menurunkan tangan menuju dada dan menambahkan: dan Putra; mengapa pada akhirnya, kita lalu menyentuh bahu kanan lalu bahu kiri sambil berkata: dan Roh Kudus. Semua penjelasan itu membuat mereka bersukacita. Sewaktu kami meminta mereka untuk mengucapkan: Kyrie eleison, Christe eleison [Tuhan kasihanilah kami, Kristus kasihanilah kami] mereka ingin mengetahui arti kata-kata tersebut. Lalu, mereka mengucapkan Rosario Santa Maria, sambil mengucapkan nama Yesus dan Maria setelah doa Salam Maria yang diucapkan di setiap manik-manik Rosario. Mereka mempelajari semua hal tersebut, serta doa-doa lain dan Syahadat, secara berurutan dan oleh tulisan.”[16]
“Salah satu dari kesulitan terbesar, dan menurut saya, salah satu dari hal yang begitu pahit terhadap pikiran orang Jepang, adalah bahwa pintu alam Neraka tertutup secara mutlak, serta sewaktu kami berkata bahwa tidak satu jiwa pun dapat keluar dari Neraka. Mereka mengeluh akan takdir anak-anak mereka yang telah meninggal, orang tua mereka, dan teman-teman serta leluhur mereka; derita mereka sering terlihat dari air mata mereka. Mereka bertanya kepada kami jika terdapat suatu cara, suatu harapan untuk memperbaiki kutukan tersebut; dan saya harus menanggapi bahwa tidak seorang pun di dunia dapat melakukannya; derita mereka lalu menjadi begitu pahit dan memberati mereka. Tetapi di dalam kesakitan mereka, terdapat suatu manfaat: kami berharap dapat melihat mereka lebih bersemangat untuk memperoleh keselamatan mereka, agar mereka tidak terkutuk di dalam api yang abadi seperti leluhur mereka. Mereka sering bertanya, apakah Allah dapat menarik leluhur mereka keluar dari bawah Neraka, dan mengapa siksaan di Neraka harus abadi? Kami telah menanggapi mereka dengan cukup; tetapi mereka tidak berhenti bersedih hati untuk orang tua mereka, dan saya hampir tidak bisa menahan air mata saya, sewaktu saya melihat orang-orang yang saya amat sayangi begitu menderita untuk suatu kemalangan yang telah terjadi, tanpa harapan maupun penebusan.[17]
Setelah pertemuan dan perdebatan yang panjang, warga Amanguchi mulai memasuki Yesus Kristus. Beberapa dari rakyat dan beberapa bangsawan: dalam dua bulan, terdapat sekitar 500 orang Kristiani, dan jumlah ini bertambah setiap hari: kami pun bersukacita dan bersyukur kepada Allah sewaktu kami melihat begitu banyak orang memeluk agama Yesus Kristus.[18]
e) Mukjizat
Salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan oleh Xaverius di Kagoshima adalah dibangkitkannya seorang anak perempuan yang baik. Ia mati dalam usia muda, dan ayahnya, yang begitu menyayanginya berpikir bahwa ia menjadi gila. Karena ayahnya itu seorang penyembah berhala, ia tidak memiliki harapan di dalam penderitaannya, dan teman-temannya yang datang untuk menghiburnya, hanya membuat deritanya menjadi lebih pahit. Dua konvert baru yang datang mengunjunginya sebelum penguburan anak perempuan yang ditangisinya siang dan malam, mengusulkannya untuk meminta tolong dari sang pria kudus yang melakukan hal-hal yang begitu agung, dan untuk memintanya dengan penuh kepercayaan, hidup dari anak perempuannya itu. Sang pagan, yang diyakinkan oleh para konvert baru, bahwa tiada hal yang mustahil bagi para Bonze dari Eropa, mulai berharap akan hal-hal yang tidak dapat dilakukan manusia, layaknya seseorang yang berduka yang mudah percaya akan hal-hal yang memberinya semangat. Ia pergi mencari Romo Fransiskus, bersujud di kakinya, dan memohonnya dengan berlinang air mata, untuk membangkitkan anak perempuan satu-satunya yang baru saja meninggalkannya, dan menambahkan bahwa hal itu akan memberikan kepadanya hidup dirinya sendiri. Xaverius yang tersentuh oleh Iman dan derita orang pagan itu, pergi berdoa kepada Allah bersama rekannya Fernandez. Mereka pun kembali tidak lama kemudian, Xaverius berkata: Pergilah, kepada sang ayah yang berduka itu, anak perempuan anda hidup. Sang penyembah berhala, yang berharap bahwa sang Santo akan datang bersamanya ke rumahnya untuk menyebut nama Allah orang Kristiani di atas jasad anak perempuannya, berpikir bahwa ia mengolok-oloknya, dan ia pun pergi dengan gusar hati. Tetapi baru saja ia berjalan beberapa langkah, ia melihat salah satu pembantu rumah tangganya, yang penuh sukacita, berseru kepadanya dari jauh bahwa anak perempuannya itu hidup. Ia pun segera menemukan anak perempuannya itu yang datang ke hadapannya. Anak perempuan itu bercerita kepada ayahnya bahwa, segera setelah ia mengembuskan napas terakhirnya, dua iblis yang menyeramkan merenggutnya, dan ingin menjerumuskannya ke dalam jurang penuh api; tetapi dua pria yang tidak dikenal, yang rupanya agung dan sederhana, merampasnya dari tangan kedua algojo tersebut, dan mengembalikan hidupnya dengan cara yang ia tidak dapat ceritakan.
Orang Jepang itu pun mengerti siapa kedua pria yang diceritakan oleh anak perempuan tersebut, dan ia langsung membawanya kepada Xaverius, untuk mengucap syukur untuk boleh pantas mendapatkan suatu pertolongan yang amat besar. Anak perempuan itu, sewaktu melihat sang Santo dengan rekannya Fernandez, langsung berseru: Dua orang itu membebaskanku, dan pada waktu yang bersamaan sang anak perempuan dan ayahnya meminta untuk dibaptis. Tidak pernah terjadi sebelumnya hal yang serupa di antara orang Jepang, dan tidak pun pernah terdengar sebelumnya bahwa dewa-dewi orang Jepang memiliki kekuatan untuk membangkitkan orang mati, sehingga kebangkitan tersebut membuat orang-orang berpikir bahwa Yesus Kristus itu amatlah agung, dan hal tersebut membuat nama Xaverius amat terkenal.[19]
3) Evangelisasi Kepulauan Maluku
Maluku adalah pulau-pulau kecil di Asia Tenggara yang pada hari ini merupakan bagian dari Indonesia.
a) Pulau Amboyna [Ambon di masa kini]
Pulau Amboyna... begitu terkenal untuk perdagangan dari para pedagang yang datang dari berbagai tempat. Orang-orang Portugis yang menaklukannya sejak waktu António Galvão menjadi gubernur Ternate, memiliki serdadu di sana, dan juga, terdapat di seluruh pulau, tujuh desa orang Kristiani pribumi, tetapi tanpa imam, karena satu-satunya imam yang ada di sana baru saja meninggal. Xaverius bermula dengan mengunjungi desa-desa itu, dan ia pertama-tama membaptis begitu banyak anak-anak yang langsung meninggal setelah Pembaptisan mereka: “bagaikan”, kata dirinya di dalam salah satu suratnya, “Penyelenggaraan ilahi memperpanjang hidup mereka hanya sampai waktu mereka mencapai pintu gerbang Surga.”[20]
b) Pulau Ulate – mukjizat hujan
Pulau Ulate yang lebih padat penduduknya dan lebih beradab daripada penduduk pulau Baranura dan Rosalao [pulau-pulau lain yang ia kunjungi sebelumnya] lebih tanggap dan patuh kepada suara sang Santo. Ia menemukan penduduknya bersenjata, dan sang raja, terkepung di dalam kotanya, hampir menyerah, bukan karena rakyatnya kurang berani, melainkan karena kekurangan air, sebab musuh-musuhnya telah meniadakan mata air, dan hujan tidak turun, sehingga akibat hawa panas pada waktu itu, pasukan dan kuda tidak lagi dapat hidup. Kejadian ini terlihat sebagai sebuah kesempatan bagi Romo Xaverius untuk memenangkan mereka kepada Yesus Kristus, dan mungkin juga pemenang dari perang tersebut. Penuh dengan kepercayaan akan Allah, ia menemukan cara untuk memasuki kota tersebut, dan ia memperkenalkan dirinya kepada sang raja dan untuk menawarkannya pertolongan yang dibutuhkannya. Izinkan saya, ujarnya, untuk menegakkan di sini sebuah salib dan percayalah kepada Allah yang saya beritakan kepada anda; Ia adalah Tuhan dan Penguasa alam, yang, jika Ia hendak melakukannya, akan membuka mata air dari Surga, dan membasahi bumi. Tetapi, jika hujan turun, Xaverius menambahkan, berjanjilah kepada saya bahwa anda akan mengakui kekuatan-Nya dan bahwa anda akan menganut hukum-Nya bersama rakyat yang tunduk kepada anda. Di dalam kesulitan yang begitu besar yang dihadapi sang raja, ia pun dengan mudah setuju kepada kehendak sang Romo, dan bahkan berjanji secara publik untuk memenuhi perkataannya itu, jika apa yang diharapkannya itu terpenuhi.
Lalu, setelah Xaverius telah membuat sebuah salib yang besar, ia menancapkannya di tempat yang tertinggi di kota tersebut, dan di sana, ia berlutut bersama sekelompok serdadu, anak-anak, dan wanita, dan pemandangan yang bagi orang-orang di sana adalah suatu hal yang baru itu menarik begitu banyak orang. Ia pun mengingatkan Allah akan wafat Putra-Nya, dan memohon kepada-Nya oleh jasa-jasa sang Juru Selamat yang disalibkan, yang telah mencurahkan darah-Nya untuk semua orang, agar tidak menolak untuk memberikan sedikit air keselamatan kepada orang-orang penyembah berhala,
Baru saja sang Santo memulai doanya itu, langit pun terbuka, dan setelah doanya selesai, hujan deras pun turun. Hujan itu berlangsung sampai mereka dapat memiliki cukup air. Musuh-musuh yang tidak lagi ingin menguasai kota tersebut menarik mundur tentara-tentara mereka. Sang raja, dengan seluruh rakyatnya, menerima Pembaptisan dari tangan Romo Xaverius; ia bahkan ingin agar pulau-pulau lain yang tunduk kepadanya, menyembah Yesus Kristus, dan ia memberikan tanggung jawab kepada sang Santo untuk pergi memberitakan Iman ke pulau-pulau tersebut. Xaverius menghabiskan tiga bulan di dalam perjalanan-perjalanan kecil itu, dan setelahnya, ia kembali ke Amboyna, di mana ia telah meninggalkan rekannya, Jean Deyro, untuk memupuk Kekristenan yang baru itu, di mana ia meninggalkannya kembali untuk melakukan hal yang sama. Ia lalu pergi bersama sebuah kapal Portugis, yang berlayar menuju Maluku.[21]
c) Pulau Ternate
Untuk mengetahui betapa karya dari sang Romo begitu berguna bagi penduduk pulau Ternate, cukup untuk mengatakan apa yang ditulisnya sendiri, bahwa begitu banyak orang sundal di Ternate sewaktu ia sampai di sana. Semua, kecuali dua orang, meninggalkan persundalan mereka sewaktu ia pergi. Hasrat akan kekayaan padam bersama cinta akan kenikmatan. Harta pun didermakan dalam jumlah yang begitu banyak, serta amal yang sebelumnya begitu sedikit, lalu dilakukan dengan begitu banyak untuk menghibur orang-orang yang membutuhkan.
Perubahan moral yang tampak pada orang-orang Kristiani juga membantu banyak untuk mengonversikan para Saracen [Muslim] dan penyembah berhala. Beberapa dari orang-orang yang tidak beriman tersebut lalu memeluk agama Kristiani, tetapi, prestasi terbesar sang Santo adalah sewaktu ia mengonversikan seorang wanita Saracen yang terkenal yang bernama Néachile Pocaraga, putri dari Almansor, raja dari Tidore dan istri dari Boleife, yang adalah raja Ternate sebelum orang-orang Portugis menaklukan pulau tersebut. Putri tersebut amat religius dan murah hati, tetapi sangat lekat terhadap sektenya. Ia juga adalah musuh berbuyutan orang-orang Kristiani, atau Portugis. Kebenciannya terhadap mereka terlihat beralasan, sebab ia telah menerima mereka di dalam kerajaannya dengan amat baik, dan bahkan telah mengizinkan mereka untuk bermukim di salah satu tempat di pulau tersebut, untuk memudahkan perdagangan mereka. Ia lalu dianiaya dengan amat parah sehingga setelah kematian suaminya, sang raja, kedudukan ratu adalah satu-satunya hal yang tersisa baginya. Akibat tipu daya mereka, ketiga putra mahkotanya kehilangan mahkota, kebebasan, dan hidup. Nasibnya yang begitu buruk membuatnya mengembara dari pulau ke pulau selama beberapa tahun. Tetapi, Penyelenggaraan ilahi yang telah memiliki rencana untuknya, pada akhirnya membawanya ke Ternate sekitar waktu Xaverius datang. Néachile pun tinggal di sana, tanpa kuasa, namun dengan keagungan, dan seperti dari awal mulanya, ia menjaga hawa kebanggaan yang kadangkala dimiliki oleh para bangsawan sampai akhir hayat mereka.
Sang Santo menemukan cara untuk menjumpainya dan untuk berbicara dengannya. Sejak saat mereka bertemu, ia menanamkan ide yang begitu agung akan kerajaan Allah. Tetapi, ia menceritakan kepadanya betapa kerajaan tersebut mudah untuk diperoleh, dan bahwa, sewaktu seseorang memperolehnya sekalinya, ia tidak boleh takut kehilangannya. Sang putri Saracen tersebut, yang tidak lagi memiliki harapan di bumi, memalingkan pikiran dan angan-angannya kepada Surga. Betul adanya bahwa ia amat religius dan bahwa ia amat terpelajar dalam hukum Muhammad [Islam]. Xaverius harus sering berdebat dengannya; tetapi sang Romo menumpas segala keraguannya, dan hal tersebut membantunya untuk mengenal dengan lebih baik kepalsuan Al-Quran, dan kebenaran Injil. Ia pun menyerah kepada penjelasan sang Santo, atau kepada rahmat Yesus Kristus. Dan ia dibaptis secara publik oleh sang Santo sendiri, yang memberikannya nama Isabella.
Tidak cukup baginya untuk membuatnya seorang Kristiani. Xaverius melihat bahwa sang putri itu adalah seseorang yang saleh, berjiwa lurus, berhati lembut, dan memiliki kecenderungan yang mulia dan baik. Ia pun mendidiknya dengan kecermatan yang luar biasa, dan mendorongnya di dalam kehidupan rohani yang amat baik dan kokoh, sehingga di bawah panduan Romo Xaverius, Néachile menjadi begitu takwa, yakni, rendah hati dan sederhana. Sebelumnya ia angkuh dan sombong, lalu ia menjadi lembut kepada orang lain dan keras terhadap dirinya sendiri, menanggung penderitaannya tanpa mengeluh kepada siapa pun, bersatu dengan Allah di dalam kesunyian, dan hanya keluar tempat tinggalnya untuk melakukan karya-karya amal untuk orang lain. Tetapi ia pun amat dihormati dan disanjung oleh para Indian dan Portugis sewaktu ia berada di takhtanya, dengan segala keagungan dan kekuatan dari kerajaan.[22]
d) Pulau Moro
Teman-teman Xaverius berkata kepadanya, pada awalnya, bahwa tempat itu mengerikan dan gersang, dan tampaknya terkutuk oleh alam, lebih pantas ditinggali binatang daripada manusia; dan udaranya amat keras dan tidak sehat, sehingga orang asing tidak dapat hidup di sana; bahwa pegunungannya terus memuntahkan badai api dan abu, dan bahwa tanahnya sering diguncang gempa yang menyeramkan. Mereka berkata kepadanya pula bahwa orang-orang di daerah itu lebih kejam dan tidak beriman dari semua orang barbar di dunia: bahwa agama Kristiani sama sekali tidak melembutkan moral mereka; bahwa mereka saling meracuni satu sama lain; bahwa mereka memakan daging manusia.
Alasan-alasan tersebut... tidak berguna, dan Xaverius tidak berubah pikiran. Ia lalu berkata, jika pulau-pulau tersebut memiliki kayu yang harum, tambang emas, orang Kristiani akan memiliki keberanian untuk pergi ke sana, dan segala mara bahaya di dunia tidak akan dapat menakuti mereka. Mereka begitu pengecut dan penakut, karena di sana hanya terdapat jiwa-jiwa untuk dimenangkan, lalu apakah kasih lebih lemah dan lebih pelit dari ketamakan? Kalian berkata bahwa mereka akan membunuh saya, dengan besi ataupun dengan racun. Pendosa semacam saya tidak berhak mendapatkan rahmat itu; tetapi saya berani berkata kepada anda bahwa siksaan atau kematian apa pun yang mereka persiapkan untuk saya, saya siap untuk menderitanya seribu kali lebih banyak untuk keselamatan seorang jiwa pun.[23]
Sewaktu ia pergi, angin berpihak kepadanya, dan mereka telah melaju dua ratus sembilan puluh kilometer, Xaverius tiba-tiba berseru: Ah! Yesus, orang-orang malang yang mereka bunuh! Ia menyebutkan kata-kata tersebut berulang kali, wajah dan matanya berpaling kepada suatu tempat di laut. Awak kapal dan para penumpang yang ketakutan langsung mendekatinya dan bertanya kepadanya, pembunuhan macam apa yang disebutkannya itu, karena bagi mereka, mereka tidak melihat apa-apa... Tidak lama kemudian, mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri apa yang mereka tidak mengerti dari mulutnya itu. Setelah menurunkan jangkar di suatu pulau, mereka menemukan di pantai jasad delapan orang Portugis, yang masih berdarah, dan mereka mengerti siapa itu orang-orang malang yang menarik belas kasihan dari pria kudus itu. Mereka menguburkan jasad tersebut di tempat yang sama, dan mendirikan sebuah salib di atas makam mereka; setelahnya, mereka melanjutkan perjalanan dan tidak lama kemudian, sampai ke pulau Moro.
Sesampainya mereka, Xaverius langsung pergi ke desa pertama. Kebanyakan dari penduduk desa telah dibaptis; tetapi yang tersisa dari Pembaptisan mereka hanyalah suatu pengetahuan yang tercampur aduk, dan agama mereka hanyalah suatu percampuran antara Islam dan penyembahan berhala.
Para barbar, sewaktu mereka melihat orang asing, melarikan diri, karena mereka berpikir bahwa mereka datang untuk membalas dendam untuk para Portugis yang telah dibunuh di pulau tersebut beberapa tahun lalu. Ia [Xaverius] mengejar mereka sampai ke dalam hutan mereka. Dan wajahnya yang penuh dengan kelembutan membuat mereka menilainya bukan sebagai seorang musuh yang mencari mereka. Ia sendiri menyatakan kepada mereka alasan kedatangannya, dan berbicara kepada mereka dalam bahasa Melayu; karena walaupun di pulau Moro terdapat bahasa yang begitu beragam sehingga orang-orang yang hidup sekitar empat belas kilometer tidak mengerti satu sama lain, mereka mengerti bahasa Melayu.
Walaupun penduduk asli tersebut begitu liar dan ganas, tidak sulit bagi mereka untuk menerima Xaverius yang baik. Ia membawa mereka ke desa, dan memeluk mereka, serta mulai menyanyikan dengan keras doktrin Kristiani di jalan. Ia lalu menjelaskannya kepada mereka, dengan cara yang begitu sesuai dengan kebarbaran mereka, dan mereka mengerti seluruhnya dengan sempurna. Dengan cara itu, ia mengembalikan para Kristiani kepada Iman yang telah mereka tinggalkan, dan menarik orang-orang yang tidak beriman.
Maka, pulau Moro bagi sang Rasul kudus, menjadi pulau Harapan Ilahi, nama yang hendak ia berikan kepada pulau tersebut, dan karena mereka harus menunggu apa yang Allah sendiri lakukan di pulau itu, dengan cara yang bermukjizat, dan karena buah-buah dari karya tersebut melampaui segala harapan yang ia miliki sebelumnya, sewaktu teman-temannya dari Ternate ingin membuatnya takut akan kesia-siaan perjalanannya. Tidak terdapat kota yang tidak dikunjungi Xaverius, dan di mana orang yang tidak beriman tidak menegakkan salib, dan tidak membangun gereja. Kota Tolo, yang merupakan kota utama dari pulau tersebut, dan di mana terdapat dua puluh lima ribu jiwa, seluruhnya berkonversi bersama penduduk kota Momoya.
Untuk membuat para konvert baru yang tidak terdidik tersebut untuk hidup secara Kristiani, ia mengancam mereka dengan siksaan abadi, dan dengan menceritakan kepada mereka apa itu Neraka, oleh benda-benda yang menakutkan yang terdapat di sekeliling mereka karena ia terkadang menuntun mereka ke tepi kawah, dari mana bebatuan panas menyembur ke udara bagaikan bola meriam. Dan sewaktu terlihat lidah-lidah api yang bercampur dengan asap hitam yang menggelapkan langit, ia menjelaskan kepada mereka kesakitan yang telah dipersiapkan di dalam jurang penuh api, bukan hanya untuk para penyembah berhala dan pengikut Muhammad tetapi juga kepada orang beriman yang tidak hidup menurut kepercayaan mereka.[24]
Catatan kaki:
[1] Romo Bouhours, Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, Vanlinthout et Vandenzande, Louvain, 1822, hal. 65-66.
[2] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 71-74.
[3] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 77-79.
[4] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 105-106.
[5] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 108-109.
[6] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 383.
[7] St. Fransiskus Xaverius, Lettres {Surat-Surat}, diterjemahkan oleh M. Léon Pagès, T. 2, Librarie de Mme Vve Poussielgue-Rusand, Paris, 1855, hal. 195.
[8] Lettres {Surat-Surat}, hal. 150-151.
[9] Lettres {Surat-Surat}, hal. 222.
[10] Lettres {Surat-Surat}, hal. 222-223.
[11] Lettres {Surat-Surat}, hal. 225.
[12] Lettres {Surat-Surat}, hal. 228.
[13] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 374-377.
[14] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 379.
[15] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 382.
[16] Lettres {Surat-Surat}, hal. 234-235.
[17] Lettres {Surat-Surat}, hal. 235.
[18] Lettres {Surat-Surat}, hal. 203.
[19] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 294-297.
[20] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 165.
[21] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 170-172.
[22] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 175-178.
[23] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 180-182.
[24] Vie de S. François Xavier, apôtre des Indes et du Japon {Riwayat Hidup St. Fransiskus Xaverius, rasul untuk India dan Jepang}, hal. 185-187.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...