^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
St. Alfonsus Jelas Membuat Kesalahan tentang “Pembaptisan Keinginan”
St. Alfonsus mendefinisikan baptismus flaminis (“pembaptisan peniupan/napas”) sebagai suatu hal yang mengampuni kebersalahan dosa, tetapi tidak mengampuni hukuman temporal yang terutang akibat dosa. Izinkan saya mengulanginya: St. Alfonsus mengakui bahwa “pembaptisan keinginan” tidak menghapuskan hukuman temporal yang terutang akibat dosa. Kenyataan ini menjadi suatu masalah yang menghancurkan Pembaptisan Keinginan dan para pendukungnya, seperti yang akan kita lihat.
St. Alfonsus berkata bahwa “pembaptisan keinginan” tidak menghapuskan hukuman temporal yang terutang akibat dosa. Menurut penjelasannya, seseorang yang meninggal dengan suatu “pembaptisan keinginan” mungkin akan perlu melewatkan waktu di dalam Api Penyucian. Penjelasannya ini kenyataannya adalah suatu masalah yang fatal bagi “teori” tersebut, karena Gereja telah secara dogmatis mendefinisikan bahwa rahmat pembaptisan bukanlah semata-mata pengampunan atas kebersalahan dosa, tetapi juga pengampunan atas segala hukuman yang terutang akibat dosa.
SEMUA ORANG YANG “DILAHIRKAN KEMBALI” TELAH DIAMPUNI DARI HUKUMAN YANG TERUTANG AKIBAT DOSANYA
Demikian pula, Dekret tentang Dosa Asal dari Konsili Trente mendefinisikan secara khidmat bahwa semua orang yang “dilahirkan kembali” telah diampuni dari kebersalahan dan hukuman yang terutang akibat dosanya. Rahmat “dilahirkan kembali” ini membuat orang-orang yang menerimanya menjadi “tak bernoda”, dan tidak menyisakan di dalam diri mereka suatu hal pun yang dapat menunda mereka untuk masuk Surga.
Seperti yang dapat kita lihat, adalah suatu dogma bahwa rahmat pembaptisan/kelahiran kembali secara rohani/kelahiran kembali bukan hanya menganugerahkan justifikasi dan pengampunan atas kebersalahan dosa, tetapi juga pengampunan atas setiap hukuman yang terutang akibat dosa.
UNTUK DIBENARKAN, SEMUA ORANG HARUS “DILAHIRKAN KEMBALI” – SUATU RAHMAT YANG MENGIKUTSERTAKAN PENGAMPUNAN ATAS SETIAP HUKUMAN TEMPORAL AKIBAT DOSA
Di samping itu, adalah yang bersifat de fide definita bahwa JIKA ANDA TIDAK MENERIMA RAHMAT KELAHIRAN KEMBALI SECARA ROHANI/”KELAHIRAN KEMBALI”, ANDA TIDAK PERNAH DAPAT DIBENARKAN
SUDAH JELASKAH?
Kami bertanya kepada para pendukung pembaptisan keinginan: apakah anda mulai melihat masalahnya? Apakah anda sudah mulai melihat kesalahan di dalam teks St. Alfonsus? Argumen anda dan seluruh teori buatan manusia yang anda ajukan itu secara pasti tercelup di dalam kesalahan ini, setiap kalinya anda mengutip St. Alfonsus dalam perkara ini. Jika anda masih belum melihat masalahnya, saya akan kembali menjelaskannya untuk anda, dengan huruf kapital.
PENJELASAN YANG SEDERHANA ATAS MASALAH INI UNTUK PARA PENDUKUNG “PEMBAPTISAN KEINGINAN”
1) ST. ALFONSUS MENGAJARKAN BAHWA “PEMBAPTISAN KEINGINAN” TIDAK MENGANUGERAHKAN PENGAMPUNAN ATAS HUKUMAN YANG TERUTANG AKIBAT DOSA.
TETAPI…
2) ADALAH HAL YANG SUDAH DIDEFINISIKAN BAHWA RAHMAT PEMBAPTISAN/KELAHIRAN KEMBALI/ KELAHIRAN KEMBALI SECARA ROHANI SECARA PASTI MENGANUGERAHKAN PENGAMPUNAN PENUH ATAS HUKUMAN YANG TERUTANG AKIBAT SETIAP DOSA
MAKA, PEMBAPTISAN KEINGINAN TIDAK MENGANUGERAHKAN RAHMAT PEMBAPTISAN/KELAHIRAN KEMBALI
DAN:
3) KONSILI TRENTE MENDEFINISIKAN BAHWA SEMUA ORANG HARUS MEMILIKI RAHMAT “KELAHIRAN KEMBALI” (YANG MENGANUGERAHKAN KEPADA SESEORANG PENGAMPUNAN PENUH ATAS SETIAP HUKUMAN YANG TERUTANG AKIBAT DOSA) UNTUK MEMPEROLEH PEMBENARAN!
MAKA, PENJELASAN ST. ALFONSUS SENDIRI UNTUK “PEMBAPTISAN KEINGINAN” TENTUNYA MEMBUKTIKAN BAHWA TIDAK SEORANG PUN DAPAT DISELAMATKAN OLEH “PEMBAPTISAN KEINGINAN”, WALAUPUN ST. ALFONSUS TIDAK MENYADARINYA. YA, ORANG KUDUS DAPAT KELIRU DAN GAGAL UNTUK MENYADARI SESUATU.
KENYATAAN-KENYATAAN INI TIDAK HANYA MEMBUKTIKAN BAHWA PENJELASAN ST. ALFONSUS YANG KHUSUS UNTUK PEMBAPTISAN KEINGINAN SAMA SEKALI TIDAK DAPAT DIBELA – DAN ORANG-ORANG YANG BERSIKERAS MENGAJUKAN PENJELASANNYA INI DI HADAPAN FAKTA-FAKTA SEMACAM INI BERDOSA BERAT DAN MENGAJARKAN BIDAH – TETAPI HAL ITU MEMBUKTIKAN BAHWA “PEMBAPTISAN KEINGINAN” ADALAH TEORI SESAT; SEBAB MENURUT DEFINISINYA YANG PALING TERKENAL, “PEMBAPTISAN KEINGINAN” BAHKAN TIDAK MEMBERIKAN KEPADA ANDA APA YANG DINYATAKAN OLEH KONSILI TRENTE SEBAGAI HAL YANG HARUS ANDA MILIKI UNTUK MEMPEROLEH PEMBENARAN (DALAM KEADAAN RAHMAT).
JIKA ANDA MENGAJUKAN PENJELASAN ST. ALFONSUS TENTANG “PEMBAPTISAN KEINGINAN” DI HADAPAN FAKTA-FAKTA INI, ANDA MEMPERMALUKAN DIRI ANDA SENDIRI
Fakta-fakta ini membuktikan bahwa penjelasan St. Alfonsus tentang Pembaptisan Keinginan salah dan tidak dapat dibela. Sewaktu para pendukung “Pembaptisan Keinginan” mempromosikan teori ini di hadapan fakta-fakta ini, mereka bukan hanya semata-mata menentang dogma Katolik, mereka mempermalukan diri mereka sendiri; sebab mereka mengajukan suatu penjelasan atas masalah yang jelas berlawanan dengan prinsip-prinsip Katolik dan bahkan dengan apa yang diargumentasikan berulang kali oleh para pembela “Pembaptisan Keinginan”.
Sebagai contoh, selama bertahun-tahun, para pendukung “pembaptisan keinginan” telah berargumen bahwa inti permasalahannya bukanlah karakter sakramental pembaptisan, melainkan RAHMAT PEMBAPTISAN. Rahmat pembaptisan adalah kuncinya, demikianlah perkataan mereka kepada kami. Rahmat pembaptisan, dan bukan karakter sakramentalnya, adalah hal yang secara mutlak diperlukan, demikianlah apa yang mereka nyatakan. Rahmat pembaptisan adalah apa yang dapat disediakan oleh Allah secara terpisah dari ritus pembaptisan yang jasmani, demikianlah pernyataan mereka. Allah tidak akan menyelamatkan siapa pun yang tidak memiliki “kelahiran kembali secara rohani” ini, walaupun Ia harus mengaruniakan kelahiran kembali secara rohani, demikianlah pernyataan mereka.
Di dalam bukunya yang tidak jujur dan amat menjijikkan, Is Feeneyism Catholic? [Apakah Feeneyisme Katolik?] Romo François Laisney, seorang pendukung Pembaptisan Keinginan mengungkapkannya demikian:
Sudah jelaskah sekarang bahwa mereka memiliki suatu masalah? Jika anda selama ini perhatian, anda tahu bahwa kami baru saja mengutip St. Alfonsus yang mengakui bahwa “pembaptisan keinginan” tidak menghasilkan rahmat pembaptisan. Pembaptisan keinginan tidak mengaruniakan pengampunan atas hukuman yang terutang akibat dosa.
Di dalam kutipan yang ada di atas, Laisney dengan demikian telah menentang Pembaptisan Keinginan dan sumber-sumber yang diandalkannya sendiri (yakni, ajaran St. Alfonsus) dengan mengajarkan bahwa tidak seorang pun diselamatkan tanpa rahmat kelahiran baru. Memang benar, Laisney sangat mengandalkan argumen bahwa “rahmat pembaptisan” (kelahiran baru) – yang dinyatakannya sebagai hal yang diperlukan secara mutlak – dikaruniakan oleh Pembaptisan Keinginan. Itulah hakikat dari eksegesisnya tentang Yohanes bab 3. Itulah cara ia dan orang-orang lainnya berupaya untuk menjelaskan pernyataan yang khidmat dari Yesus tentang keperluan mutlak bagi seseorang untuk “dilahirkan kembali” (Yohanes 3:3), yang didefinisikan oleh Yesus sebagai “dilahirkan kembali dari air dan Roh” (Yohanes 3:5), untuk masuk Surga.
Laisney dan orang-orang lainnya menyatakan bahwa anda harus “dilahirkan kembali”, tetapi bukan berarti secara pasti dilahirkan kembali dari air. Pernyataan Yesus tentang keperluan untuk “dilahirkan kembali” tidak menerima suatu pengecualian pun, demikianlah keluhan mereka, tetapi “Pembaptisan Keinginan” menyediakan kelahiran kembali yang tak tergantikan itu tanpa air. Kenyataannya, tidak demikian adanya, seperti yang dibuktikan oleh teks St. Alfonsus sendiri.
Karena ia jatuh ke dalam jebakan yang sama, sang bidah John Salza berargumen dengan cara yang serupa. Ia menyatakan bahwa pernyataan khidmat dari Yesus di dalam Yohanes 3 berarti bahwa untuk “dilahirkan kembali” adalah hal yang tak tergantikan, tetapi bahwa pembaptisan air tidak demikian adanya.
Ini juga adalah suatu kesalahan. Sumber-sumbernya sendiri membantahnya. Sebab jika Gereja mengajarkan bahwa untuk “dilahirkan kembali” adalah suatu keperluan mutlak yang tak dapat ditiadakan oleh Allah, lantas, definisi Pembaptisan Keinginan yang diberikan oleh para pihak otoritas yang mereka kutip (misalnya, St. Alfonsus) tidaklah benar. Seperti yang ditunjukkan di atas, St. Alfonsus mengajarkan bahwa “Pembaptisan Keinginan” tidak memberikan kepada anda rahmat “kelahiran kembali”.
Jadi, bahkan tanpa mendalami berbagai aspek lain dari ajaran dogmatis yang menentang “Pembaptisan Keinginan”, pernyataan-pernyataan ini membuktikan dengan amat jelas bahwa teori itu tidak selaras dengan dogma Katolik. Alasan bahwa argumen-argumen yang dikemukakan untuk mendukung “Pembaptisan Keinginan” tidak konsisten, berkontradiksi, dan selalu berubah-ubah adalah bahwa teori itu tidak benar. Teori itu adalah teori sesat ciptaan manusia yang tidak pernah diajarkan oleh Gereja.
Kenyataannya adalah bahwa Yesus Kristus dan dogma Katolik secara infalibel menyatakan bahwa rahmat kelahiran kembali secara rohani tidak terpisahkan dari pembaptisan air.
Itulah sebabnya tidak seorang pun dapat diselamatkan tanpa pembaptisan air. Orang-orang hanya dilahirkan kembali melalui “air dan Roh Kudus”, seperti yang dinyatakan oleh Yesus:
Gereja telah secara dogmatis mendefinisikan bahwa perkataan Yesus Kristus ini harus dipahami sebagaimana yang tertulis: yakni, bahwa tidak seorang pun masuk Surga tanpa kelahiran kembali dari air dan Roh di dalam Sakramen Pembaptisan.
Karena segala “teori” yang mengajukan hal yang bertentangan tidaklah benar, teori itu (yakni, Pembaptisan Keinginan) secara pasti terbukti penuh dengan kesalahan dan kontradiksi, seperti yang kita lihat dalam upaya St. Alfonsus untuk menjelaskan perkara ini.
APAKAH PENGGUNAAN “IUXTA” OLEH ST. ALFONSUS MEMBUKTIKAN BAHWA IA TIDAK MENGUTIP KONSILI TRENTE SECARA SALAH?
Di samping kesalahan St. Alfonsus di atas yang dapat dibuktikan sehubungan dengan Pembaptisan Keinginan, juga ada kenyataan bahwa ia secara salah mengutip bagian Konsili Trente untuk mencoba membuktikan maksudnya. Untuk berargumen bahwa Pembaptisan Keinginan mengaruniakan pengampunan atas kebersalahan dosa, tetapi tidak mengampuni hukuman temporal yang terutang akibat dosa, St. Alfonsus mengutip Sesi 14, Bab 4 dari Konsili Trente.
Bagaimanapun, permasalahannya adalah bahwa Sesi 14, Bab 4 sama sekali tidak membahas perkara ini. Sesi 14, Bab 4 dari Konsili Trente membahas Sakramen Tobat, dan bukan Pembaptisan. Bagian dari Konsili Trente ini mengajarkan bahwa bagi orang-orang yang sudah dibaptis, penyesalan yang sempurna serta keinginan untuk Sakramen Tobat dapat mengampuni kebersalahan dosa untuk seseorang, tetapi tidak mengampuni hukuman yang terutang akibat dosa. Bagian dari Konsili Trente ini sama sekali tidak mengajarkan “pembaptisan keinginan” atau gagasan bahwa seseorang dapat diselamatkan tanpa pembaptisan.
Maka, St. Alfonsus secara amat salah mengutip dan menerapkan deklarasi Konsili Trente tentang bagaimana untuk orang-orang yang sudah dibaptis, penyesalan yang sempurna dan keinginan untuk Sakramen Pembaptisan dapat mengampuni kebersalahan dosa. Konsili Trente sama sekali tidak membuat pernyataan semacam itu tentang Pembaptisan. Karena St. Alfonsus salah mengerti dan mengutip secara salah ajaran Konsili Trente, tidaklah mengejutkan bahwa penjelasan St. Alfonsus tentang Pembaptisan Keinginan, yang menyatakan bahwa “Pembaptisan Keinginan” tidak menghapuskan hukuman temporal yang terutang akibat dosa, penuh dengan kesalahan.
Kenyataannya, ada beberapa masalah sehubungan dengan teks St. Alfonsus tersebut.
Harus ditekankan pula bahwa sewaktu St. Alfonsus menyebutkan “keinginan” yang implisit akan pembaptisan, ia sedang merujuk kepada orang-orang yang percaya akan Allah Tritunggal dan Penjelmaan, tetapi yang tidak tahu tentang pembaptisan air atau belum mengungkapkan keinginan akan pembaptisan air tersebut dalam kata-kata. Kembali lagi, “keinginan yang implisit” yang dirujuknya adalah suatu keinginan yang implisit akan pembaptisan air, dan bukan keinginan yang implisit untuk iman akan Kristus. Ia tidak percaya bahwa siapa pun (terlepas bilamana orang itu tidak tahu atau tidak) dapat diselamatkan tanpa iman akan misteri-misteri esensial dari agama Katolik: Allah Tritunggal dan Penjelmaan. Bagaimanapun, ia memang (secara salah) mengira bahwa seseorang yang percaya akan Allah Tritunggal dan Penjelmaaan dapat diselamatkan tanpa pembaptisan air melalui suatu keinginan yang implisit akan pembaptisan air.
Bagaimanapun, para bidah pendukung Pembaptisan Keinginan menyalahgunakan teks St.Alfonsus (suatu teks yang sudah memuat banyak kesalahan). Mereka menyatakan secara salah bahwa dengan “keinginan yang implisit” St. Alfonsus mendukung bidah “iman yang implisit akan Kristus”, yang dapat menyelamatkan orang-orang Yahudi, Muslim, dll. Hal itu sama sekali salah, seperti yang ditunjukkan oleh kutipan-kutipan lainnya dari Alfonsus yang telah kami referensikan di dalam materi kami.
PENGGUNAAN “IUXTA” OLEH ST. ALFONSUS
Seperti yang telah dibuktikan di atas, teks St. Alfonsus memuat berbagai kesalahan yang besar: 1) ia mengajukan suatu posisi yang terbukti tidak dapat dibela tentang bagaimana orang-orang diselamatkan tanpa rahmat “kelahiran kembali”; dan 2) ia mengutip bagian yang salah dari Konsili Trente sebagai dasar utama untuk ajarannya tentang bagaimana kelahiran kembali tidak diperlukan.
Bagaimanapun, para pembela Pembaptisan Keinginan, yang tidak pernah kehilangan iman akan manusia – setidaknya sewaktu mereka membayangkan manusia yang mengajukan pendapat bahwa anda tidak perlu Gereja, Yesus, atau Pembaptisan – terus bertarung sampai akhirnya demi membela kesalahan St. Alfonsus.
Upaya salah seorang pendukung Pembaptisan Keinginan baru-baru ini kami sadari. Menurut sang pendusta dan bidah yang sungguh menjijikkan ini, yang akan kami sebut sebagai “Amb.”, pernyataan BKT bahwa St. Alfonsus mengutip secara salah bagian dari Konsili Trente di dalam penjelasannya tentang Pembaptisan Keinginan tidaklah benar. “Amb.” berkata bahwa kami salah sewaktu kami menyatakan bahwa St. Alfonsus mereferensikan Sesi 14, Bab 4 (bagian Konsili Trente yang salah) sebagai suatu dasar untuk konsepnya; sebab St. Alfonsus menggunakan kata bahasa Latin “iuxta”.
“Amb.” mengklaim bahwa kata iuxta dalam bahasa Latin tidak berarti “seturut” di dalam teks ini. Penggunaannya bukanlah suatu kutipan/referensi; tetapi, ujar “Amb.”, iuxta sederhananya berarti “seperti”. Menurutnya, St. Alfonsus tidak sedang mengajarkan bahwa konsep yang diungkapkannya di dalam kalimat itu di dalam ditemukan atau diajarkan di dalam Sesi 14, Bab 4. Tidak, sama sekali tidak. Menurut “Amb.”, St. Alfonsus sederhananya sedang mengajarkan bahwa suatu gagasan yang serupa atau sepadan dapat ditemukan di dalam Sesi 14, Bab 4 dari Konsili Trente.
“Amb.” mencela pernyataan kami, bahwa St. Alfonsus sebenarnya salah mengutip Trente, sebagai “ketidaktahuan atau ketidakjujuran” yang jelas. Hal yang menarik, “Amb.” lalu sama sekali salah mengutip ajaran Konsili Trente di dalam Sesi 6, Bab 4. Ia menggunakan terjemahan yang sepenuhnya salah: “selain melalui” dan bukan “tanpa” yang sama sekali menyesatkan makna dari kata bahasa Latin “sine” dan teks Konsili Trente. Ironisnya, perbuatannya itu juga merupakan bukti yang kuat akan “ketidaktahuan atau ketidakjujuran” yang jelas dari “Amb.”. Untuk menggunakan terjemahan yang salah “selain melalui”, setelah menyadari bahwa terjemahan itu tidak benar, adalah suatu dosa berat.
Sebelum kami menanggapi lebih lanjut, kami mungkin perlu memberi tahu sang bidah “Amb.” bahwa Romo Jean-Marc Rulleau serta Romo François Laisney – para imam dari Serikat St. Pius X yang mengarang buku-buku yang mendukung “pembaptisan keinginan” – mereka berdua mengutip teks St. Alfonsus. Di dalam buku-buku mereka, mereka berdua menyadur iuxta dan penggunaan kata itu oleh St. Alfonsus sehubungan dengan Sesi 14, Bab 4 dari Konsili Trente dengan makna yang sama dengan yang telah kani berikan untuk kata tersebut. Mereka berdua paham dan mengutip iuxta sebagai suatu kutipan/referensi, dengan makna “seturut”. Sebagai contoh:
Seperti yang dapat kita lihat, Rulleau menyadur “iuxta” dengan makna yang jelas sebagai suatu kutipan/referensi. Menurut Rulleau, St. Alfonsus menulis: “Seperti yang dikatakan oleh Konsili Trente (Sesi 14, Bab 4) ….”
Terjemahan Rulleau ini bukanlah suatu terjemahan harfiah dari bahasa Latin, tetapi terjemahannya secara akurat menyampaikan bahwa St. Alfonsus memang sedang mengutip bagian dari Konsili Trente itu (Sesi 14, Bab 4) untuk konsepnya tentang “Pembaptisan Keinginan” dan untuk klaimnya tentang hukuman temporal yang terutang akibat dosa sehubungan dengan “Pembaptisan Keinginan”. Menurut Rulleau, St. Alfonsus TIDAK semata-mata menyatakan bahwa sesuatu yang “serupa” atau “sepadan” dengan konsepnya dapat ditemukan di dalam Konsili Trente. Tidak, St. Alfonsus sedang mereferensikan bagian dari Konsili Trente itu untuk memperkuat klaimnya.
François Laisney dari SSPX menyadur teks ini dengan cara yang serupa.
Perhatikan bahwa François Laisney menyadur iuxta dari St. Alfonsus sebagai “seturut”, yang merupakan makna yang persis yang dimiliki oleh kata itu di dalam teks ini.
Bagaimanapun, Laisney secara tidak jujur mengabaikan referensi St. Alfonsus terhadap Sesi 14, Bab 4, yang seharusnya berada segera setelah kata “Trente” seandainya ia secara menerjemahkan secara jujur dan benar. Laisney mengabaikan “Sesi 14, Bab 4” karena ia menyadari bahwa referensi St. Alfonsus sama sekali tidak akurat. Karena Laisney menyadari bahwa untuk menyertakan “Sesi 14, Bab 4” di dalam kutipan St. Alfonsus akan memperlemah argumen untuk “Pembaptisan Keinginan”, ia mengabaikannya. Hal ini konsisten dengan ketidakjujuran yang mengejutkan dan hampir tidak dapat dipercaya yang terlihat di sepanjang buku Laisney. Hal ini diekspos secara rinci di dalam bagian buku kami tentang Serangan-Serangan Terkini.
Seperti yang dapat kita lihat, para penulis yang mendukung “Pembaptisan Keinginan” mengutip teks St. Alfonsus, penggunaan iuxta oleh St. Alfonsus dan referensinya (yang tidak akurat) terhadap Sesi 14 dari Konsili Trente dengan makna esensial yang sama yang kami gunakan (yakni, dalam arti suatu kutipan/referensi – yang berarti “seturut”).
Karena “Amb.” Menyatakan bahwa penerjemahan iuxta dari St. Alfonsus dengan makna “seturut” jelas merupakan suatu “ketidaktahuan atau ketidakjujuran”, ia harus secara logis memaki rekan-rekan pendukung “Pembaptisan Keinginan”-nya. Merekalah yang menyajikan teks ini demikian. Di samping itu, “Amb.” sama sekali salah.
ALFONSUS MENGGUNAKAN IUXTA DENGAN MAKSUD “SETURUT”
Di samping fakta-fakta yang disebutkan di atas, tidaklah mengejutkan bahwa “Amb.” kenyataannya sama sekali salah tentang iuxta. Untuk menegaskan poin tersebut, saya berkonsultasi kepada Timothy Johnson tentang perkara ini. Johnson adalah seorang pakar bahasa Latin dan bahasa-bahasa lainnya. Ia adalah seorang guru bahasa Latin yang mempelajari bahasa-bahasa klasik di Universitas Cambridge.
Saya sadar bahwa iuxta dapat berarti “dekat dengan”, “berbatasan”, dan “seturut”, tergantung konteksnya – dan saya bertanya kepada Johnson yang mana yang merupakan makna yang dimiliki oleh kata itu di dalam teks St. Alfonsus yang telah disebutkan.
Timothy menanggapi dengan berkata bahwa:
Saya juga bertanya: apakah penggunaan iuxta di dalam teks St. Alfonsus ini adalah suatu kutipan? Ia menanggapi dengan berkata “ya”.
Maka, iuxta, sewaktu merujuk kepada otoritas-otoritas tekstual di dalam bahasa Latin gerejawi, berarti “seturut”. St. Alfonsus menggunakannya sebagai suatu kutipan/referensi, dengan makna “seturut”, persis seperti bagaimana kami telah menyajikan kutipan itu sebelumnya. Maka, dengan mengutuk (secara arogan) apa yang telah kami sajikan, sang bidah pendukung “Pembaptisan Keinginan” membuktikan bahwa ia sama sekali tidak tahu apa yang sedang ia katakana. Dan, seperti yang telah dibuktikan oleh diskusi-diskusi kami tentang teks St. Alfonsus, kutipannya untuk Sesi 14, Bab 4 sama sekali tidak akurat dan membuktikan lebih lanjut kekeliruan dari argumennya.
Di samping itu, sekitar waktu yang sama di mana saya menyadari bahwa sang bidah pendukung Pembaptisan Keinginan membuat klaim tentang iuxta, saya sedang mencari tahu tentang Konsili Lateran IV dalam bahasa Latin. Saya kebetulan melihat suatu teks di dalam konsili itu yang menggunakan iuxta.
Konsili Lateran IV, 1215:
Berikut terjemahan untuk teks ini:
Konsili itu menggunakan “iuxta ordinatissimam dispositionem temporum”, yang berarti “seturut pengaturan yang teramat tertata dari waktu”. Iuxta di sini berarti “seturut”. Saya kira menarik adanya bahwa saya menemukan teks ini (di mana Gereja menggunakan “iuxta” dengan arti “seturut”) pada hari di mana (atau sekitar hari di mana) kesalahan, bidah, dan klaim “Amb.” tentang iuxta sampai kepada perhatian saya.
Say ajuga baru-baru ini melihat penggunaan-penggunaan “iuxta” lainnya (kembali lagi, dengan makna “seturut”) dalam bahasa Latin dari Dekret Kementerian Suci tahun 1703 di bawah Paus Klemens XI, sehubungan kebenaran-kebenaran yang harus dipercayai secara eksplisit. Di dalam jawaban-jawaban ini, yang membuat jelas bahwa orang tidak diperbolehkan untuk membaptis orang dewasa yang tidak percaya akan Yesus Kristus dan Allah Tritunggal (sebab orang dewasa tidak dapat diselamatkan tanpa iman akan Penjelmaan dan Allah Tritunggal), kita menemukan dua penggunaan “iuxta”.
Di dalam bagian pertama yang ditebalkan, teks bahasa Latinnya adalah sebagai berikut: “ … iuxta hunc Apostoli locum”, yang berarti: “seturut teks dari sang Rasul ini”. Iuxta kembali digunakan dengan makna “seturut”. Di dalam bagian kedua yang ditebalkan, teks bahasa Latinnya adalah sebagai berikut: “iuxta captum baptizandi”, yang berarti “seturut kemampuan orang yang akan dibaptis tersebut”. Iuxta kembali bermakna “seturut”.
Maka, kendati tulisannya yang amat congkak – serta kehendak buruknya dan kebenciannya terhadap kebenaran – tidaklah mengejutkan bahwa “Amb.” sama sekali salah tentang iuxta. Walaupun seandainya ia tidak salah tentang perkara yang satu ini, pembelaannya untuk kutipan St. Alfonsus tetap akan memiliki cacat yang fatal; sebab, seperti yang telah dibuktikan di atas, penjelasan St. Alfonsus tentang “Pembaptisan Keinginan” tidak dapat dibela, terlepas bilamana ia mengutip Konsili Trente atau tidak. Kenyataan bahwa St. Alfonsus memang salah mengutip Trente sederhananya memperkuat poin bahwa ajarannya tentang perkara ini tidak benar.
Bagaimanapun, di dalam kebutaan dan kehendak buruk “Amb.” yang sungguh-sungguh satanik, ia lalu menyatakan bahwa penjelasan St. Alfonsus tentang “Pembaptisan Keinginan” “brilian”! Apakah ia sungguh percaya bahwa penjelasan St. Alfonsus itu “brilian”? Hal apakah yang terutama brilian tentang hal itu? Tiada suatu hal pun. “Amb.” menganggapnya “brilian” karena ia mengira bahwa penjelasan itu memberikannya suatu amunisi untuk melawan kebenaran bahwa setiap orang harus masuk ke dalam Gereja Kristus untuk memperoleh keselamatan. Para pendukung Pembaptisan Keinginan sama sekali tidak memiliki bakti kepada para kudus yang mereka kutip. Hal itu terbukti sewaktu mereka berkompromi dan menyangkal ajaran dari para kudus tersebut bahwa setiap orang yang berada di atas usia akal harus tahu dan percaya akan Kristus dan Allah Tritunggal untuk diselamatkan. Tidak, mereka hanya menikmati ajaran orang kudus tentang perkara ini jika mereka mengira bahwa ajaran tersebut mendukung posisi mereka yang bidah bahwa orang-orang dapat diselamatkan di luar Gereja. Karena mereka adalah orang-orang jahat, mereka tertarik terhadap segala sesuatu yang mereka kira mendukung keselamatan di luar Gereja.
St. Alfonsus memang menulis hal-hal yang brilian, terutama dalam hal-hal rohani; tetapi ia tidak infalibel dan teksnya tentang perkara yang satu ini sama sekali tidak brilian. Penjelasannya itu sangat cacat dan tidak dapat dibela. Ingatlah bahwa St. Agustinus, seorang Doktor Gereja, dahulu menulis sebuah buku pencabutan pernyataan.
Kesalahan-Kesalahan Para Jansenis: “Sewaktu seseorang menemukan suatu doktrin yang secara jelas ditetapkan di dalam [karya] Agustinus, ia dapat secara mutlak memercayainya dan mengajarkannya, tanpa peduli suatu surat bulla pun dari Sri Paus.” – Dikutuk oleh Paus Aleksander VIII.
Prinsip yang sama tentunya berlaku kepada St. Alfonsus dan doktor Gereja lainnya.
Buku kami Di Luar Gereja Katolik Sama Sekali Tidak Terdapat Keselamatan membahas bantahan yang rinci terhadap argumen-argumen yang dikemukakan untuk “Pembaptisan Keinginan”, dan juga membahas berbagai bukti dogmatis bahwa “Pembaptisan Keinginan” tidak selaras dengan ajaran Katolik.
Bagian dari buku kami Di Luar Gereja Katolik Sama Sekali Tidak Terdapat Keselamatan
PENOLAKAN – St. Alfonsus mengajarkan bahwa pembaptisan keinginan itu “de fide” (berasal dari iman). Hal ini berarti bahwa pembaptisan keinginan adalah dogma!
JAWABAN – Pertama, St. Alfonsus tidak infalibel. Sederhananya, adalah suatu fakta bahwa St. Alfonsus membuat beberapa kesalahan teologis, seperti yang akan ditunjukkan oleh diskusi berikut. Untuk mengedepankan opini St. Alfonsus tentang beberapa hal layaknya hal tersebut adalah dogma tidaklah Katolik.
Kedua, St. Alfonsus percaya bahwa adalah suatu hal yang de fide bahwa para bayi yang tidak dibaptis menderita api Neraka dan St. Siprianus percaya bahwa adalah suatu hal yang de fide bahwa para bidah tidak dapat membaptis secara valid. Kedua santo ini amat salah.
Ketiga, akar kesalahan St. Alfonsus tentang pembaptisan keinginan adalah bahwa ia salah mengerti Sesi 6, Bab 4 dari Trente (opininya tentang bacaan ini sederhananya tidak masuk akal jika ditelaah – mohon lihat diskusi dari bacaan tersebut). Dan kesalahan ini menuntunnya kepada kesimpulannya yang salah bahwa pembaptisan keinginan adalah ajaran dari Gereja Katolik. Bacaan yang dikira oleh St. Alfonsus mengajarkan pembaptisan keinginan tidak mengajarkan pembaptisan keinginan, melainkan menegaskan: sebagaimana tertulis, jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Keempat, dengan mengajarkan pembaptisan keinginan, St. Alfonsus mengajarkan bahwa seseorang dapat disucikan oleh Roh dan Darah Kristus tanpa air pembaptisan dan hal ini bertentangan dengan apa yang diajarkan secara infalibel oleh Paus St. Leo Agung. Sewaktu terjadi pertentangan antara definisi-definisi dogmatis dan opini-opini para kudus, seorang Katolik, tentunya, mengikuti definisi-definisi dogmatis, tidak peduli betapa agung atau terpelajar orang kudus itu.
Kelima, kebanyakan teolog setelah St. Alfonsus yang percaya akan “pembaptisan keinginan” bahkan tidak percaya akan opininya bahwa pembaptisan keinginan itu de fide. Kebanyakan dari mereka berkata bahwa pembaptisan keinginan dekat dengan Iman, dan tidak didefinisikan sebagai berasal dari Iman. Sedikit sekali dari mereka berkata bahwa hal itu didefinisikan sebagai berasal dari Iman. Fakta ini membuktikan bahwa hal tersebut TIDAK berasal dari iman, karena perbedaan semacam itu tidak akan ada di antara para teolog yang mengklaim mendukungnya jika dapat ditunjukkan bahwa pembaptisan keinginan berasal dari Iman. Berikut adalah suatu pengakuan dari seorang pembela pembaptisan keinginan:
Jika Konsili Trente mengajarkan pembaptisan keinginan, maka pembaptisan keinginan adalah suatu artikel iman yang telah didefinisikan. Tetapi Konsili Trente tidak mengajarkan pembaptisan keinginan: itulah mengapa Romo Rulleau terpaksa mengakui bahwa hal tersebut tidak didefinisikan berasal dari Iman, tetapi hanya (menurut pandangannya) “dekat dengan iman”. “Dekat dengan Iman” dan “berasal dari Iman” tidaklah sama. Romo Rulleau (seorang pembela yang ganas dari teori tersebut) tidak akan terlihat memperhalus posisinya sendiri jika ia dapat membuktikan bahwa hal tersebut berasal dari iman, tetapi ia tidak dapat.
Maka, pernyataan St. Alfonsus salah untuk beberapa alasan: 1) hal tersebut bertentangan dengan dogma yang telah didefinisikan (Paus St. Leo Agung dan pengertian dari Trente tentang Yohanes 3:5 sebagaimana tertulis); 2) pernyataannya tidak dapat dibuktikan – tidak ada definisi yang dapat dikutip; 3) hal tersebut tidak dipercayai bahkan oleh para teolog yang percaya akan pembaptisan keinginan; 4) terdapat kesalahan-kesalahan di dalam paragraf yang sama di mana hal tersebut dinyatakan.
Mari menelaah 4) terdapat kesalahan-kesalahan di dalam paragraf yang sama di mana hal tersebut dinyatakan. Untuk mendukung posisinya tentang pembaptisan keinginan, St. Alfonsus pertama-tama membuat rujukan kepada Sesi 14, Bab 4 dari Konsili Trente. Ia berkata:
Pernyataan ini sama sekali salah. Sesi 14, Bab 44 dari Konsili Trente tidak berkata bahwa pembaptisan keinginan menggantikan air pembaptisan sehubungan dengan pengampunan kesalahan”, seperti yang diklaim oleh St. Alfonsus. Mari melihat bacaan tersebut:
Konsili tersebut mendefinisikan di sini bahwa penyesalan yang sempurna dengan keinginan untuk Sakramen Tobat dapat memulihkan manusia kepada rahmat Allah sebelum sakramen tersebut diterima. Hal ini sama sekali tidak berbicara tentang Pembaptisan! Dasar pikiran St. Alfonsus sendiri – bahwa pembaptisan keinginan diajarkan oleh Sesi 14, Bab 4 – salah. Trente sama sekali tidak mengatakan hal semacam itu. Jika dasar pikirannya dari mana ia berargumentasi tentang pembaptisan keinginan saja salah, bagaimanakah seseorang dapat terikat kepada kesimpulan yang mengalir dari dasar pikiran yang salah tersebut? Kenyataannya, sang penulis yang luar biasa tidak jujur dari Serikat St. Pius X tentang pembaptisan keinginan, Romo François Laisney tidak mengikutsertakan rujukan yang salah dari St. Alfonsus kepada Sesi 14, Bab 4 dari Trente sewaktu Laisney mengutip bacaan dari St. Alfonsus tersebut tentang pembaptisan keinginan.[6] Kelakuannya ini luar biasa tidak jujur, tentunya, tetapi Romo Laisney dari SSPX tidak mengikutsertakannya sebab ia tahu bahwa St. Alfonsus salah sewaktu ia merujuk kepada Trente dengan demikian, dan, oleh karena itu, ia tahu bahwa hal tersebut menjadi suatu lubang besar di dalam argumennya untuk mendukung pembaptisan keinginan berdasarkan St. Alfonsus yang jelas falibel.
Dan hal ini menunjukkan kembali apa yang telah saya tunjukkan di sepanjang dokumen ini, yaitu pada dasarnya, semua orang kudus dan para teolog yang mengungkapkan kepercayaan terhadap pembaptisan keinginan menentang diri mereka sendiri pada waktu mereka menjelaskan konsep tersebut, seraya membuat berbagai kesalahan lain di dalam dokumen yang sama.
Harus dicatat pula bahwa, walaupun St. Alfonsus menyebutkan bahwa ia percaya bahwa seorang dewasa dapat diselamatkan oleh keinginan eksplisit atau keinginan implisit untuk Sakramen Pembaptisan, ia menggunakan kata implisit bukan untuk diartikan “yang tidak diketahui,” melainkan “yang tidak diungkapkan di dalam kata-kata” – dalam kata lain, seorang dewasa yang mengetahui tentang Pembaptisan dan menginginkannya, tetapi tidak mengungkapkan keinginan ini di dalam kata-kata. Walaupun St. Alfonsus salah tentang pembaptisan keinginan, ia tidak percaya akan bidah masa kini yaitu ketidaktahuan yang tidak teratasi – ide bahwa seorang dewasa yang tidak percaya akan Kristus ataupun Gereja dan tidak mengenal Pembaptisan, dapat diselamatkan oleh pembaptisan keinginan. St. Alfonsus akan dengan benar mengutuk ide tersebut sebagai suatu bidah.
Menarik untuk dipertimbangkan bahwa sewaktu orang-orang yang mengutip St. Alfonsus untuk mendukung pembaptisan keinginan – dan yang membuatnya seakan-akan ia infalibel – ditanya jika mereka setuju akan ajarannya di sini (bahwa semua orang yang meninggal sebagai bidah, Yahudi, Muslim dan pagan masuk Neraka), hampir semuanya menghindari sejauh mungkin pertanyaan ini. Mereka menghindari pertanyaan ini sebab, dalam kasus ini, mereka tidak setuju dengan posisi St. Alfonsus. Tetapi, mereka percaya bahwa para bidah, Yahudi, Muslim dan pagan dapat diselamatkan dan oleh karena itu mereka berada di dalam bidah untuk alasan itu sendiri.
Seseorang dapat melihat bahwa, walaupun St. Alfonsus tidak benar di dalam kepercayaannya bahwa pembaptisan keinginan dapat menyelamatkan seorang dewasa yang meninggal sebelum menerima sakramen Pembaptisan, ia mengutuk bidah masa kini yang menyatakan bahwa seseorang dapat memperoleh keselamatan di dalam agama lain atau tanpa iman akan Kristus dan misteri-misteri Iman Katolik.
Poin yang lain yang berguna untuk menanggapi bantahan dari ajaran St. Alfonsus tentang pembaptisan keinginan adalah apa yang diajarkan St. Alfonsus tentang “pembaptisan darah”.
Apa yang diajarkan oleh St. Alfonsus di sini sama sekali salah. Ia mengajarkan bahwa bayi-bayi dapat diselamatkan tanpa Sakramen Pembaptisan oleh kemartiran. Ini bertentangan secara langsung terhadap ajaran ex cathedra dari Paus Eugenius di Konsili Florence .
Paus Eugenius IV di sini mendefinisikan dari Takhta Petrus bahwa tidak terdapat obat lain bagi bayi-bayi agar mereka dapat dirampas dari kekuasaan Iblis selain Sakramen Pembaptisan. St. Alfonsus mengajarkan bahwa terdapat suatu obat lain, yaitu kemartiran. Pendapat St. Alfonsus tentang masalah ini tidak dapat dipercayai karena bertentangan dengan Konsili Florence. Nah, kita tahu bahwa St. Alfonsus adalah seorang santo di Surga karena Gereja telah memberi tahu kita tentang hal ini – kenyataannya, ia adalah penulis rohani favorit saya, tetapi di sini St. Alfonsus menentang ajaran khidmat dari Magisterium: bahwa Sakramen Pembaptian adalah satu-satunya obat bagi bayi-bayi. Kita harus menyimpulkan, oleh karena itu, bahwa St. Alfonsus tidak bersikeras di dalam ajarannya tentang pembaptisan darah untuk bayi-bayi; yaitu, ia tidak menyadari bahwa pendapatnya bertentangan dengan ajaran Gereja, terutama ajaran dari Konsili Florence. Tetapi, jika ia atau seorang pun bersikeras percaya akan pendapat tersebut (yakni, setelah ditunjukkan bahwa pendapat itu menentang Florence), maka orang semacam itu adalah seorang bidah dan di luar Gereja Katolik. Hal ini membuktikan bahwa adalah suatu hal yang mungkin bagi para kudus yang brilian, yang bahkan adalah Doktor Gereja, untuk melakukan kesalahan yang besar tentang masalah-masalah tertentu tentang Iman. Orang-orang kudus lain juga telah melakukan kesalahan, seperti yang telah saya tunjukkan di dalam bagian tenang para Bapa.
Suatu kesalahan lain yang kami temukan dari paragraf St. Alfonsus adalah rujukkannya terhadap Kanak-Kanak Suci sebagai contoh untuk pembaptisan darah. Hal ini salah karena kematian para Kanak-Kanak Suci terjadi sebelum Kebangkitan Kristus – sebelum ditetapkannya hukum Pembaptisan.
Terlebih lagi, perhatikan bagaimana St. Alfonsus berkata di atas bahwa opini bahwa pembaptisan darah tidaklah bermanfaat {efficacious} untuk bayi-bayi adalah suatu pendapat yang lancang. Dalam kata lain, ia mengajarkan bersama Suarez bahwa adalah suatu hal yang “lancang” untuk percaya bahwa bayi-bayi yang meninggal tanpa sakramen Pembaptisan tidak akan diselamatkan. Dengan mengajarkan hal ini, St. Alfonsus kenyataannya mengajarkan kesalahan dari John Wycliff, yang telah dikutuk secara khidmat di Konsili Konstanz.
Ini adalah suatu pernyataan yang menarik dari Konsili Konstanz. Bidah besar John Wycliff mengajukan ide bahwa mereka (layaknya kami) itu bodoh karena mereka mengajarkan bahwa bayi-bayi yang meninggal tanpa air (yakni, sakramental) Pembaptisan tidak mungkin diselamatkan. Dan ia dianatemakan akibat pernyataan ini, dari antara pernyataannya yang lain. Saya telah mengutipkan apa yang dikatakan oleh Konsili Konstanz tentang pernyataan-pernyataan John Wycliff yang telah dikutuk, seperti Pernyataan 6 di atas, tetapi saya akan mengutipnya kembali di sini.
St. Alfonsus kenyataannya adalah penulis yang sangat laris., ia telah menuliskan lebih dari 111 buku, tidak termasuk surat-suratnya.[15] Sama sekali tidak mengejutkan bahwa ia, sebagai seorang manusia yang falibel, membuat beberapa kesalahan tentang hal-hal yang berhubungan dengan iman. Tetapi, kesalahannya tentang pembaptisan keinginan berakar dari fakta bahwa ia secara salah berpikir bahwa hal tersebut diajarkan di dalam Sesi 6, Bab 4 dari Trente. Itulah alasan utama bahwa ia memercayainya: ia berpikir bahwa hal tersebut diajarkan oleh Trente dan dari kesalahan tersebut, ia secara salah menafsirkan kanon-kanon tentang Pembaptisan di Trente (termasuk Kanon 5 yang mengecualikan segala hal) sebagai suau hal yang entah bagaimana harus dimengerti dalam makna pembaptisan keinginan.
Jika St. Alfonsus telah menelaah Sesi 6, Bab 4 dari Trente dengan cara yang lebih harfiah, ia akan melihat bahwa dokumen tersebut tidak mengajarkan pembaptisan keinginan (seperti yang telah didiskusikan di dalam bagian tentang dokumen tersebut), tetapi justru menegaskan Yohanes 3:5 sebagaimana tertulis.
Penting pula untuk mencatat bahwa walaupun prinsip tentang infalibilitas Kepausan selalu dipercayai oleh Gereja (yang diungkapkan sejak dahulu kala oleh kata-kata seperti di dalam takhta apostolik agama Katolik telah selalu dijaga tanpa noda dan doktrin kudus dijunjung), tidak diragukan sama sekali bahwa setelah definisi dari infalibilitas Kepausan pada Konsili Vatikan I di tahun 1870, jauh lebih jelas dokumen-dokumen mana yang infalibel dan yang tidak. St. Alfonsus dan yang lainnya yang hidup sebelum tahun 1870 tidak semata-mata memiliki kejelasan ini, yang menyebabkan banyak dari antara mereka untuk cenderung kurang membedakan antara dekret-dekret infalibel para Paus dan ajaran para teolog yang falibel, di dalam kasus-kasus tertentu. Hal tersebut menyebabkan mereka untuk tidak melihat secara harfiah apa yang sebenarnya dikatakan suatu dogma, melainkan, arti yang mungkin dari dogma tersebut sehubungan dengan pendapat para teolog yang populer pada masa itu.
Contohnya, sewaktu St. Alfonsus berargumentasi bahwa pembaptisan keinginan adalah hal yang de fide, St. Alfonsus merujuk kepada pernyataan dari Inosensius III atau Inosensius II (mereka bahkan tidak tahu Paus yang mana dari keduanya) tentang “imam” yang tidak dibaptis, yang telah saya diskusikan. Tetapi, jelas bahwa surat dari Inosensius (?) atau dari siapa pun itu yang ditujukan kepada seorang uskup agung, tidak memenuhi persyaratan untuk Infalibilitas Kepausan, dan mengandung suatu kesalahan yang jelas (yaitu, menyebut seseorang yang tidak dibaptis sebagai seorang “imam”). Kelihatannya, St. Alfonsus tidak berpikir banyak tentang fakta bahwa dokumen tersebut falibel. Dan hal ini membuktikan apa yang saya katakan di atas, bahwa kesimpulan-kesimpulan St. Alfonsus falibel dan seseorang tidak dapat mengandalkannya secara benar.
Sewaktu Tuhan Kita berkata kepada Petrus tentang kehendak Setan untuk menampi para rasul (Lukas 22:31-32), Ia berkata kepadanya bahwa Ia berdoa untuk “engkau (tunggal), supaya imanmu (Petrus) tidak gugur…” Ia tidak berkata, “tetapi Aku telah berdoa untuk kalian semua, agar iman kalian tidak gugur.”
Hanya St. Petrus dan para penerusnyalah yang telah dijanjikan suatu iman yang tidak gugur, dan hal ini berlaku sewaktu para Paus berbicara dari Takhta St. Petrus (bandingkan Vatikan I, Sesi 4, Bab 4, Denzinger 1837). Sewaktu para Paus berbicara dengan iman yang tidak gugur ini, seperti Paus St. Leo Agung di dalam surat dogmatisnya kepada Flavianus; Konsili Florence tentang Yohanes 3:5; dan Konsili Trente tentang Sakramen Pembaptisan (Sesi 7, Kanon 5), mereka meniadakan segala kemungkinan untuk keselamatan tanpa Pembaptisan Air, dan menegaskan secara infalibel bahwa jika seorang manusia tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Itulah apa yang harus dipegang dan dipercayai seorang Katolik.
Catatan kaki:
[1] The Catholic Encyclopedia {Ensiklopedia Katolik}, Volume 9, “Limbo”, 1910, hal. 258.
[2] Jurgens, The Faith of the Early Fathers {Iman Bapa-Bapa Gereja Perdana}, Vol. 1:591.
[3] Romo Jean-Marc Rulleau, Baptism of Desire {Pembaptisan Keinginan}, hal. 43.
[4] Romo Jean-Marc Rulleau, Baptism of Desire {Pembaptisan Keinginan}, hal. 40.
[5] Denzinger 898.
[6] Romo François Laisney, Is Feeneyism Catholic? {Apakah Feeneyisme Katolik?}, Angelus Press, 2001, hal. 77.
[7] Sermons of St. Alphonsus Liguori {Khotbah-Khotbah St. Alfonsus Liguori}, Tan Books, 1982, hal. 219.
[8] St. Alfonsus Maria de Liguori, Instructions On The Commandments And Sacraments {Instruksi tentang Perintah-Perintah serta Sakramen-Sakramen}, G.P. Warren Co., 1846. Diterjemahkan oleh Romo P. M’Auley, Dublin, hal. 57.
[9] Michael Malone, The Apostolic Digest {Intisari Apostolik}, hal. 159.
[10] St. Alfonsus Maria De Liguori, Preparation for Death {Persiapan untuk Kematian}, versi lengkap, Redemptorist Fathers: Brooklyn, NY, 1926, hal. 339.
[11] Denzinger 712; Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-konsili Ekumenis}, Vol.1, hal. 576.
[12] Katekismus Konsili Trente, hal. 171.
[13] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-konsili Ekumenis}, Vol.1, hal. 422.
[14] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-konsili Ekumenis}, Vol.1, hal. 421-422.
[15] Romo Christopher Rengers, The 33 Doctors of the Church {33 Doktor Gereja}, hal. 623-624.
[16] Denzinger 861; Decrees of Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-konsili Ekumenis}, Vol. 2, hal.685.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 1 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 2 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 2 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...