^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Percakapan untuk Novena Hari Natal - St. Alfonsus
Percakapan untuk Novena Hari Natal
Percakapan I
Sabda Ilahi Menjadi Manusia
Ignem veni mittere in terram; et quid volo, nisi ut accendatur?
“Aku telah datang untuk melemparkan api ke atas bumi; dan apakah yang Kukehendaki, selain bahwa api itu akan menyala?”
“Orang-orang Yahudi merayakan suatu hari dengan menyebut hari tersebut dies ignis,[1] hari api, untuk mengenang api yang digunakan oleh Nehemia untuk membakar kurban bakaran, saat ia kembali bersama saudara-saudara setanah airnya dari pembuangan Babilonia. Walaupun demikian, dan memang, dengan alasan yang lebih benar, hari Natal sepatutnya disebut sebagai hari api, hari di mana Allah telah datang sebagai seorang anak kecil untuk menyalakan api cinta kasih di dalam hati manusia.
Aku telah datang untuk melemparkan api ke atas bumi: demikianlah perkataan Yesus Kristus; dan memang demikianlah yang terjadi. Sebelum kedatangan sang Mesias, siapakah yang mencintai Allah di atas bumi? Ia hampir tidak dikenali di penjuru dunia, yakni, di Yehuda; dan bahkan di sana, betapa sedikitnya orang yang mengasihi-Nya sewaktu Ia datang! Dan untuk umat manusia yang lain, beberapa dari mereka menyembah matahari, beberapa menyembah binatang buas, bebatuan, dan yang lain menyembah makhluk-makhluk yang bahkan lebih menjijikkan. Tetapi, setelah kedatangan Yesus Kristus, nama Allah menjadi dikenal di mana-mana, dan dicintai oleh banyak orang. Setelah kelahiran sang Penebus, Allah lebih dicinta oleh manusia dalam beberapa tahun daripada sebelumnya selama empat ribu tahun, sejak penciptaan manusia.
Banyak orang Kristiani memiliki kebiasaan untuk menantikan datangnya hari Natal selama kurun waktu yang panjang dengan memasang di dalam rumah mereka sebuah palungan untuk melambangkan kelahiran Yesus Kristus; tetapi hanya sedikit orang yang berpikir untuk mempersiapkan hati mereka, agar Bayi Yesus dapat terlahir di dalam hati mereka, dan di sana Ia akan menemukan tempat peristirahatan-Nya. Dari antara orang-orang yang sedikit jumlahnya ini, bagaimanapun, kita akan diperhitungkan, agar kita pula dapat dianggap layak untuk terbakar dengan api sukacita itu yang memberikan kepuasan kepada jiwa-jiwa di atas bumi ini, dan kebahagiaan di dalam Surga.
Marilah kita mempertimbangkan pada hari ini bagaimana tujuan satu-satunya dari sang Sabda yang Abadi untuk menjadi manusia adalah untuk menyalakan di dalam diri kita api ilahi-Nya. Marilah kita meminta terang dari Yesus Kristus dan dari Bunda-Nya yang tersuci, dan maka dari itu, marilah kita memulai.
I.
Adam, orang tua pertama kita, berdosa; durhaka terhadap manfaat-manfaat yang dianugerahkan kepadanya, ia memberontak terhadap Allah, dengan melanggar asas yang diberikan kepadanya untuk tidak memakan dari buah yang terlarang. Oleh karena itu, Allah harus mengusirnya dari Firdaus duniawi di atas bumi ini, dan di dalam dunia yang akan datang merampas bukan hanya dari Adam, tetapi juga dari semua keturunan dari makhluk yang pemberontak ini, Firdaus surgawi dan abadi yang telah disiapkan-Nya untuk mereka setelah kehidupan yang fana ini.
Lantas, lihatlah, segenap umat manusia bersama-sama dikutuk untuk menjalani hidup yang penuh kesakitan dan penderitaan, dan selamanya terasing dari Surga. Tetapi, dengarkanlah perkataan Allah, seperti yang dinyatakan kepada kita oleh Yesaya di dalam babnya yang kelima puluh dua, yang tampaknya, menurut pengertian kita, Dan sekarang, apakah yang ada bagi-Ku di sini, Tuhan berfirman, sebab umat-Ku telah dirampas begitu saja.[2] …
‘Tetapi tidak’, Tuhan lalu berfirman, ‘Aku tidak akan kehilangan manusia; hendaknya segera ada seorang Penebus yang dapat membuat silih untuk keadilan-Ku atas nama manusia, dan oleh karena itu menyelamatkannya dari tangan para musuhnya dan dari utang kematian yang kekal yang dimilikinya.’
Dan di sini, St. Bernardus, di dalam renungan-renungannya tentang perkara ini, membayangkan suatu pergulatan yang akan terjadi antara keadilan dan kerahiman Allah. Keadilan berkata: ‘Aku tidak lagi ada seandainya Adam tidak dihukum.’[3] Di sisi lain, kerahiman berkata: ‘Aku binasa seandainya manusia tidak diampuni.’[4] Di dalam pergelutan ini, Tuhan memutuskan, bahwa demi membebaskan manusia, yang bersalah atas kematian, seseorang yang tidak bersalah harus mati: ‘Hendaknya seseorang mati, yang tidak berutang kepada maut.’[5]
Di atas bumi, tidak seorang pun tidak bersalah.
Lalu dibuatlah ketetapan itu, bahwa Putra yang Ilahi akan menjadi manusia, dan dengan demikian menjadi Penebus manusia. Malaikat Agung Gabriel lalu bergegas menemui Maria. Maria menerima-Nya sebagai Putra-Nya: Dan Sabda telah menjadi daging.[7] Maka dari itu, lihatlah Yesus di dalam rahim Maria; sewaktu Ia telah masuk ke dalam dunia di dalam segala kerendahan hati dan ketaatan, Ia berkata: ‘Ya Bapa-Ku, karena manusia tidak dapat membuat silih untuk keadilan-Mu yang telah tersakiti melalui perbuatan dan pengorbanan mereka, lihatlah Aku ini, Putra-Mu, yang berjubahkan daging manusiawi, lihatlah diri-Ku ini, siap untuk memberikan kepada-Mu silih atas nama mereka dengan penderitaan-Ku dan dengan kematian-Ku! Maka dari itu, sewaktu Ia datang ke dalam dunia, Ia berkata: Kurban dan persembahan tidak Kauingini; tetapi Engkau menyediakan tubuh bagi-Ku … Dan lalu Aku berkata, Lihatlah Aku datang … Ada tertulis tentang diri-Ku bahwa Aku harus melakukan kehendak-Mu.[8]
Jadi, demi kita, belatung yang menyedihkan ini, dan demi memikat cinta kita, Allah telah sudi menjadi manusia? Ya, ini adalah perkara iman, sebagaimana yang diajarkan oleh Gereja yang Kudus kepada kita: Ia turun dari Surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita … dan menjadi manusia.[9] Ya, memang benar, Allah telah melakukan begitu banyak hal agar Ia dicintai oleh diri kita.
Aleksander Agung, setelah ia menaklukkan Darius dan Persia, hendak memperoleh rasa sayang dari bangsa itu, dan lalu mengenakan pakaian orang Persia. Demikianlah Allah tampaknya bertindak; demi menarik kepada diri-Nya sendiri rasa sayang manusia, Ia menjubahi diri-Nya sendiri dengan cara manusia, dan tampak menjadi manusia: berada dalam keserupaan manusia.[10] Dan dengan demikian, Ia ingin dikenali dari lubuk cinta kasih yang dimiliki-Nya untuk manusia: Rahmat Allah Juru Selamat kita telah tampak kepada segenap umat manusia.[11]
Manusia tidak mencintai-Ku, Allah tampaknya berkata demikian, karena ia tidak melihat diri-Ku. Aku hendak mempertunjukkan diri-Ku kepadanya dan untuk bercakap-cakap dengannya, dan dengan demikian, membuat diri-Ku dicintai: Ia telah terlihat di atas bumi, dan berbicara dengan manusia.[12]
Cinta kasih ilahi kepada manusia luar biasa besarnya, dan demikianlah adanya sejak segala keabadian: Aku telah mengasihimu dengan cinta kasih yang abadi, maka Aku telah menarik engkau, karena Aku berbelas kasih kepadamu.[13] Tetapi dahulu kala, tidaklah terlihat betapa besarnya dan tak terbayangkannya cinta kasih-Nya itu. Lalu, cinta kasih-Nya sungguh-sungguh tampak, sewaktu Putra Allah mempertunjukkan diri-Nya sendiri sebagai anak kecil di dalam sebuah kandang di atas setumpuk jerami: Kebaikan dan kemurahan Allah Juru Selamat kita tampak.[14] St. Bernardus berkata bahwa sejak awal mulanya, dunia telah menyaksikan kuasa Allah dalam ciptaan-Nya, dan kebijaksanaan-Nya di dalam pemerintahan dunia; tetapi hanya setelahnyalah, di dalam Penjelmaan sang Sabda, terlihat betapa besar kerahiman-Nya.[15] Sebelum Allah terlihat menjadi manusia di atas bumi, manusia tidak mampu membayangkan gagasan akan kebaikan ilahi itu; oleh karena itu, Ia mengambil daging manusiawi, sehingga, dengan menampakkan diri sebagai manusia, Ia dapat membuat jelas kepada manusia kebaikan-Nya.[16]
Dan dengan cara apakah Allah dapat dengan lebih baik mempertunjukkan kepada manusia yang durhaka kebaikan-Nya dan cinta kasih-Nya? Manusia, dengan membenci Allah, ujar St. Fulgentius, membuat dirinya sendiri terasing dari Allah untuk selamanya; tetapi karena manusia tidak mampu kembali kepada Allah, Allah datang mencari dirinya di atas bumi.[17] Dan St. Agustinus telah berkata demikian: ‘Karena kita tidak dapat mendatangi sang Perantara, Ia sudi merendahkan diri untuk datang kepada kita.’[18]
Aku akan menarik mereka dengan tali Adam, dengan ikatan kasih.[19] Manusia membiarkan diri mereka sendiri ditarik oleh cinta kasih; jaminan rasa sayang yang ditunjukkan kepada diri mereka layaknya rantai yang mengikat mereka, dan dengan kiasannya mereka untuk mencintai orang-orang yang mencintai mereka. Itulah mengapa sang Sabda yang Abadi memilih untuk menjadi manusia, untuk menarik kepada diri-Nya sendiri melalui jaminan rasa sayang semacam itu (yang kekuatannya tidak mampu dilampaui oleh suatu hal lain pun) cinta kasih manusia: ‘Allah telah menjadi manusia, agar Allah dapat dengan lebih akrab dicintai oleh manusia.’[20] Sang Penebus tampaknya ingin menandakan hal yang satu ini kepada seorang Fransiskan yang bernama Romo Fransiskus dari St. Yakobus, seperti yang diceritakan di dalam Buku Harian Fransiskan dari tanggal 15 Desember. Yesus sering tampak kepada dirinya sebagai seorang bayi yang menawan: tetapi biarawan suci ini, yang rindu dalam semangatnya untuk mendekapnya di dalam lengannya, anak yang manis itu senantiasa melarikan diri; itulah mengapa, hamba Allah itu dengan penuh cinta mengeluhkan kepergian-Nya. Pada suatu hari, Anak yang ilahi itu kembali tampak kepadanya; tetapi bagaimana caranya? Ia datang dengan rantai keemasan di dalam tangan-Nya, untuk membuatnya mengerti bahwa Ia sekarang datang untuk menjadikannya tahanan-Nya, dan untuk menjadikan diri-Nya sendiri dikurung olehnya, dan tidak lagi pernah dipisahkan. Fransiskus, yang besar hati oleh karena hal ini, memasang rantai itu di kaki Bayi tersebut, dan mengikat-Nya di sekeliling dada-Nya; dan memang benar, sejak saat itu, ia tampak melihat seakan-akan Anak yang tercinta itu menjadi tahanan senantiasa di dalam penjara hatinya. Apa yang telah dilakukan oleh Yesus kepada hamba-Nya ini pada kesempatan ini, Ia sungguh telah melakukannya kepada semua manusia sewaktu ia menjadi manusia; Ia ingin, dengan mukjizat cinta yang akan datang itu seolah-olah dirantai oleh diri kita, dan pada saat yang bersamaan, merantai hati kita dengan mengharuskan kita untuk mencintai-Nya, sesuai dengan nubuat Hosea: Aku akan menarik mereka dengan tali Adam, dengan ikatan kasih.[21]
Dengan berbagai cara, ujar St. Leo, Allah telah mengasihi manusia; tetapi tiada suatu cara pun yang lebih jelas yang digunakan-Nya untuk mempertunjukkan keberlimpahan-Nya yang luar biasa selain dengan mengutus kepada manusia seorang Penebus untuk mengajarkannya jalan keselamatan, dan untuk memperolehkan bagi dirinya kehidupan rahmat. ‘Kebaikan Allah telah menganugerahkan karunia-karunia kepada umat manusia dengan berbagai cara; tetapi kebaikan-Nya melampaui batasan-batasan kemurahan-Nya yang berlimpah sewaktu, di dalam diri Kristus, kerahiman sendiri turun ke atas mereka yang berada di dalam dosa, kebenaran kepada mereka yang tersesat dari jalan itu, dan kehidupan kepada mereka yang sudah mati.’[22]
St. Thomas bertanya mengapa Penjelmaan sang Sabda disebut sebagai karya Roh Kudus: Dan menjadi daging oleh kuasa Roh Kudus.[23] Adalah suatu kepastian bahwa semua karya Allah, yang disebut oleh para teolog sebagai opera ad extra, atau karya-karya eksternal, adalah karya-karya dari ketiga Pribadi ilahi. Dan lantas, mengapakah Penjelmaan hanya diatribusikan kepada Pribadi Roh Kudus? Alasan utama bahwa sang Doktor Malaikat mengatribusikannya dengan demikian adalah bahwa semua karya cinta kasih ilahi diatribusikan kepada Roh Kudus, yang adalah cinta kasih hakiki dari Bapa dan dari Putra; dan karya Penjelmaan secara murni adalah hasi dari cinta kasih yang luar biasa yang dimiliki oleh Allah untuk manusia: ‘Tetapi hal ini berasal dari cinta kasih Allah yang amat besar, bahwa Putra Allah akan mengambil daging untuk diri-Nya sendiri di dalam rahim sang Perawan.’[24] Dan hal ini akan ditandakan oleh sang nabi sewaktu ia berkata, Allah akan datang dari selatan;[25] yakni, seperti yang dicatat oleh Kepala Biara Rupert. ‘Dari kasih Allah yang besar, Ia telah menerangi kita.’[26] Itulah mengapa, St. Agustinus kembali menuliskan, sang Sabda telah datang ke dalam dunia, untuk membuat manusia tahu betapa besarnya cinta kasih Allah kepadanya.[27] Dan St. Laurensius Yustinianus: ‘Ia tidak pernah mewujudkan dengan sedemikian jelasnya cinta kasih-Nya kepada manusia selain sewaktu Allah menjadi manusia.’[28]
Tetapi apa yang kembali membuktikan lebih lanjut kedalaman dari cinta kasih ilahi kepada umat manusia adalah bahwa Putra Allah akan datang untuk mencari manusia, sewaktu manusia melarikan diri daripada-Nya. Hal ini dinyatakan oleh sang Rasul dalam perkataan ini: Sebab sesungguhnya, Dia menaruh perhatian bukan terhadap para malaikat, sebaliknya, Dia menaruh perhatian terhadap keturunan Abraham.[29] Tentang hal ini, St. Yohanes Krisostomus berkomentar demikian: ‘Ia tidak berkata, Ia menerima, tetapi bahwa Ia menangkap; dari gambaran orang-orang yang mengejar buronan, sehingga mereka dapat berhasil melakukan penangkapan itu.’[30] Dengan demikian Allah telah datang dari Surga untuk kiasannya menangkap manusia durhaka yang melarikan diri daripada-Nya. Seolah-olah Ia berkata, ‘Ya manusia! Lihatlah, cinta kasih-Kulah yang membawa-Ku ke atas bumi untuk mencari dirimu. Mengapakah engkau hendak melarikan diri daripada-Ku? Tinggallah bersamaku, cintailah diri-Ku; janganlah menghindari-Ku, sebab besar cinta kasih-Ku kepadamu.’
Maka, Allah telah datang untuk mencari manusia yang hilang; dan agar manusia itu dapat dengan lebih mudah mengerti cinta kasih dari Allahnya ini untuk dirinya, dan dapat membalas cinta kasih-Nya kepada sebagai balasan kepada Ia yang telah dengan sebegitu dalamnya mencintai dirinya, Ia hendak, untuk pertama kalinya, mempertunjukkan diri-Nya sendiri sebagai seorang bayi yang lembut, yang ditempatkan di atas jerami. ‘Ya jerami yang terberkati, yang lebih cantik dari bunga mawar atau bakung’, seru St. Petrus Krisologus, ‘tanah mana yang telah terberkati untuk menghasilkan dirimu? Ya betapa baiknya nasibmu itu, engkau yang telah menjadi ranjang bagi Raja Surga! Tetapi sayang sekali!’ orang kudus itu melanjutkan, ‘sayang sekali! Dingin dirimu itu bagi Yesus; sebab engkau tidak tahu bagaimana cara menghangatkan-Nya di dalam gua yang lembap itu, di mana Ia sekarang gemetar kedinginan; tetapi engkau adalah api dan lidah-lidah api bagi kami, sebab engkau menyediakan bagi kami api cinta kasih yang tidak akan pernah dipadamkan oleh aliran air.’[31]
St. Agustinus berkata, tidaklah cukup bagi cinta kasih ilahi untuk telah membuat diri kita sesuai dengan citra diri-Nya saat Ia menciptakan manusia pertama, Adam; tetapi Ia juga harus membuat diri-Nya tercitra sesuai dengan citra diri kita untuk menebus diri kita.[32] Adam memakan dari buah terlarang, karena ia ditipu oleh sang ular, yang menghasut Hawa bahwa jika ia makan dari buah itu, ia akan menjadi seperti Allah, memperoleh pengetahuan akan yang baik dan yang jahat; dan dengan demikian Tuhan lalu berkata, Lihatlah, Adam telah menjadi salah satu dari Kita.[33] Allah berkata demikian secara ironis, dan untuk menghardik Adam atas kegegabahannya yang lancang; tetapi, setelah Penjelmaan sang Sabda, kita dapat sungguh-sungguh berkata, ‘Lihatlah, Allah telah menjadi seperti salah satu dari kita.’[34]
‘Maka lihatlah, wahai manusia,’ seru St. Agustinus, ‘Allahmu telah menjadi saudaramu;’[35] Allahmu telah menjadi seperti dirimu, seorang anak Adam, seperti pula dirimu: Ia telah mengenakan daging yang sama, telah membuat diri-Nya mampu merasakan kesakitan, mengalami penderitaan dan mati seperti dirimu. Ia mungkin telah mengambil kodrat seorang malaikat; tetapi, tidak, Ia hendak mengambil untuk diri-Nya sendiri dagingmu sendiri, sehingga dengan demikian Ia dapat membuat silih kepada Allah dengan daging yang sama (yang walaupun demikian tanpa dosa) dari Adam, sang pendosa. Dan Ia bahkan dimuliakan di dalam daging ini, sering kali dengan menyebut diri-Nya sendiri Putra manusia; itulah mengapa kita memiliki segenap hak untuk menyebut-Nya sebagai saudara kita.
Allah merendahkan diri-Nya sendiri sedemikian rupanya untuk menjadi manusia lebih dari seandainya semua pangeran dari bumi, seandainya para malaikat dan orang kudus di dalam Surga, bersama sang Bunda Allah sendiri, telah dijadikan rumput, atau segenggam tanah liat; ya, sebab rumput, tanah liat, pangeran, malaikat, para kudus, semuanya itu adalah ciptaan; tetapi antara ciptaan dan Allah, terdapat suatu perbedaan yang tak terbatas. Ah! St. Bernardus berseru, semakin Allah merendahkan diri-Nya sendiri demi kita dengan menjadi manusia, semakin Ia telah membuat kebaikan-Nya dikenal oleh diri kita: ‘Semakin Ia menjadi kecil melalui kerendahan hati, semakin Ia menjadi besar dalam keberlimpahan.’[36] Tetapi, cinta kasih yang dimiliki oleh Yesus Kristus kepada diri kita, seru sang Rasul, mendesak dan mendorong kita dengan daya tarik yang tak tertahankan untuk mencintai diri-Nya: Cinta kasih Kristus mendorong kita.[37]
Ya Allahku, seandainya iman tidak menjamin hal itu untuk diri kita, siapakah yang pernah dapat percaya bahwa Allah, demi cinta terhadap manusia, yang adalah seekor belatung, Ia sendiri akan menjadi seekor belatung seperti manusia? Seorang penulis yang berbakti berkata, Andaikata, secara kebetulan, sewaktu anda berada di jalan, anda akan telah meremukkan seekor belatung di jalan; dan seseorang, yang melihat belas kasih anda untuk makhluk itu, akan berkata kepada anda, Ah, seandainya anda ingin memulihkan hidup untuk belatung yang mati itu, anda harus pertama-tama menjadi seekor belatung seperti ia, dan lalu anda harus menumpahkan segenap darah anda, dan mandi di dalam darah itu untuk membasuh belatung itu, dan agar belatung itu kembali hidup; seperti apakah jawaban apa? Tentunya anda akan berkata, peduli apa saya ini tentang bilamana belatung itu hidup atau mati, jika saya harus menebus nyawanya dengan kematian saya sendiri? Dan anda akan berkata lebih banyak seandainya makhluk itu bukan belatung yang tidak mengganggu, melainkan ular berbisa yang durhaka, yang membalas segala kebaikan anda dengan mencoba membunuh anda. Tetapi walaupun anda akan mencintai binatang melata itu sedemikian rupanya sehingga anda terdorong untuk menderita maut demi mengembalikan hidup kepada binatang itu, apakah yang akan dikatakan orang? … Tetapi demikianlah yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus kepada anda, belatung yang amat menjijikkan; dan anda, dengan kedurhakaan yang hitam legam, telah sering kali mencoba untuk mencabut nyawa-Nya; dan dosa-dosa anda akan telah melakukannya, seandainya Yesus harus kembali mati. Betapa lebih menjijikkannya diri anda itu di mata Allah daripada seekor belatung di mata anda! Apa bedanya bagi Allah seandainya anda telah tetap mati dan selamanya terkutuk di dalam dosa-dosa anda, sebagaimana yang pantas anda derita? Bagaimanapun, Allah memiliki suatu cinta kasih yang sedemikian rupa kepada diri anda sehingga, demi membebaskan diri anda dari kematian kekal, Ia pertama-tama menjadi seekor belatung seperti diri anda; dan lalu, demi menyelamatkan diri anda, hendak mencurahkan atas diri anda darah dari jantung-Nya, bahkan sampai tetes yang terakhir, dan menanggung kematian yang telah berhak anda dapatkan secara adil.
Ya, semua ini adalah bagian dari iman: Dan Sabda telah menjadi daging.[38] Ia telah mencintai kita, dan membasuh diri kita dari dosa-dosa kita di dalam darah-Nya sendiri.[39] Gereja yang Kudus menyatakan bahwa dirinya sendiri dipenuhi dengan rasa ngeri terhadap gagasan akan karya Penebusan: Aku merenungkan karya-Mu, dan aku merasa takut.[40] Dan sang nabi berkata demikian pada zaman dahulu kala: Ya Tuhan, Aku telah mendengar suara-Mu, dan merasa takut … Engkau berjalan maju demi keselamatan umat-Mu, demi keselamatan dengan Kristus-Mu.[41]
Maka St. Thomas menyebut misteri Penjelmaan sebagai mukjizat dari segala mukjizat;[42] suatu mukjizat yang melampaui segala pengertian, di mana Allah mempertunjukkan betapa kuasanya cinta kasih-Nya kepada manusia, yang oleh karenanya cinta kasih-Nya membuat diri-Nya sebagai manusia … Sang Pencipta, ujar St. Petrus Damianus, muncul dari ciptaan, dari Tuhan Ia dijadikan hamba, Ia dibuat merasakan penderitaan dan kematian; Ia telah menunjukkan kuasa-Nya di dalam lengan-Nya.[43] St. Petrus dari Alcantara, pada suatu hari mendengarkan Injil yang dinyanyikan untuk Misa ketiga pada malam Natal – Pada awalnya adalah Sabda – saat merenungkan misteri ini, hatinya menjadi sedemikian tersulut oleh cinta kasih ilahi sehingga di dalam keadaan ekstasi itu, ia terbawa melayang amat tinggi ke udara menuju kaki Sakramen Mahakudus. Dan St. Agustinus berkata bahwa jiwanya dapat selamanya menikmati renungan akan kebaikan Allah yang luhur, yang terwujud kepada diri kita di dalam karya Penebusan umat manusia.[44] Itulah sebabnya Tuhan mengutus orang kudus ini, oleh karena devosinya yang mendalam kepada misteri ini, untuk membekaskan kata-kata ini atas St. Maria Magdalena dari Pazzi: Dan Sabda telah menjadi daging.
II.
Barangsiapa mencintai, tidak memiliki tujuan lain untuk mencitai, selain untuk dicintai kembali. Maka, karena Allah telah sedemikian mencintai kita, tidak mencari suatu hal lain dari diri kita, seperti yang dicatat oleh St. Bernardus, selain untuk mencintai: ‘Sewaktu Allah mencintai, Ia tidak mengharapkan sesuatu pun selain untuk dicintai.’[45] Itulah sebabnya ia menegur diri kita masing-masing dengan perkataan ini: ‘Ia telah membuat cinta kasih-Nya dikenali, sehingga Ia dapat mengalami cinta kasihmu.’[46] Ya manusia, di mana pun engkau berada, engkau telah menyaksikan cinta kasih yang telah dimiliki oleh Allah kepada dirimu saat Ia menjadi manusia, saat Ia menderita, dan saat Ia mati untuk dirimu; betapa lamakah Allah harus menantikan, melalui pengalaman dan perbuatan, cinta kasih yang kaumiliki kepada-Nya? Ah! Di hadapan Allah, yang terbungkus dalam daging, dan yang memilih untuk menjalani hidup yang penuh kesulitan, dan untuk menderita kematian yang sedemikian hinanya, setiap manusia sungguh-sungguh harus terbakar dengan cinta terhadap Allah yang sungguh penuh kasih. Oh, sekiranya Engkau mengoyakkan langit dan sekiranya Engkau turun, gunung-gunung akan melelih dihadirat-Mu … air akan terbakar oleh api.[47]
Oh hendaknya Engkau sudi, ya Allahku (demikianlah sang nabi berseru sebelum datangnya sang Sabda Ilahi di atas bumi), untuk meninggalkan Surga dan turun di sini untuk menjadi manusia di antara kita! Ah, dengan demikian, dengan memandang diri-Mu sebagai salah seorang dari diri mereka, pegunungan akan meleleh; manusia akan mengatasi segala rintangan, mengenyahkan segala kesulitan, untuk menaati hukum-hukum-Mu serta nasihat-nasihat-Mu; air akan terbakar oleh api! Oh, tentunya Engkau hendak membakar perapian semacam itu di dalam hati manusia sehingga bahkan jiwa-jiwa yang paling beku sekalipun akan tersulut oleh lidah api dai cinta kasih-Mu yang terberkati! Dan, kenyataannya, setelah Penjelmaan Putra Allah, betapa cemerlangnya api dari cinta kasih ilahi telah bersinar kepada jiwa-jiwa yang penuh kasih! Dan orang mungkin dapat menyatakan tanpa rasa takut atau pertentangan, bahwa Allah lebih dicintai di sepanjang satu abad setelah kedatangan Yesus Kristus daripada di sepanjang empat puluh abad sebelumnya. Betapa banyaknya orang muda, betapa banyaknya yang terlahir dari kaum bangsawan, dan betapa banyaknya raja dan ratu, bahkan, yang telah meninggalkan kekayaan, penghormatan, dan kerajaan-kerajaan mereka sendiri, untuk mencari padang pasir atau biara, sehingga di sana, di dalam kemiskinan dan kesendirian yang kelam, mereka mampu menyerahkan diri mereka sendiri secara penuh kepada cinta akan Juru Selamat ini! Betapa banyaknya martir yang telah pergi bersukacita dan bergembira saat mereka berjalan menuju siksaan dan kematian mereka! Betapa banyaknya perawan yang lembut yang telah menolak untuk memberikan tangan mereka kepada orang-orang yang agung dari dunia ini, untuk pergi dan mati demi Yesus Kristus, dan dengan demikian membalas dengan suatu cara cinta kasih dari Allah yang telah merendahkan diri untuk menjadi daging dan untuk mati demi cinta akan diri mereka!
Ya, semua ini memang amat benar; tetapi, sekarang datanglah kisah yang menitikkan air mata. Apakah sudah demikian adanya dengan semua umat manusia? Apakah semua orang telah mencari untuk membalas secara demikian kasih yang besar dari Yesus Kristus? Sayang sekali ya Allahku, kebanyakan orang telah bersama-sama membalas-Nya hanya dengan kedurhakaan! Dan engkau pula, ya saudaraku, katakanlah kepadaku, balasan apakah yang telah anda buat sampai pada waktu ini demi cinta akan Allahmu yang telah menciptakanmu? Apakah anda telah menunjukkan rasa syukur anda? Sudahkan anda merenungkan dengan serius perkataan itu, Allah yang menjadi manusia, dan yang mati untuk diri anda?
Seorang pria, pada suatu hari sedang menghadiri Misa tanpa devosi, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak orang, dan pada saat ia mendengar kata-kata penutup dari Injil terakhir, Dan Sabda telah menjadi daging,[48] sama sekali tidak membuat tindak penghormatan secara eksternal; dan pada saat yang besamaan, iblis memukulnya dengan suatu hantaman yang keras, sambil berkata, ‘Hai orang jahanam yang durhaka! Engkau mendengar bahwa Allah telah menjadi manusia untuk dirimu, dan engkau bahkan tidak sudi berlutut? Oh, seandainya Allah telah melakukan hal yang sama untuk diriku, aku akan selamanya menyibukkan diriku untuk bersyukur kepada-Nya!’
Katakanlah kepadaku, ya orang Kristiani! Apa lagi yang dapat dilakukan oleh Yesus Kristus untuk memenangkan cinta kasihmu? … Saya berkata lebih lanjut … bagaimanakah Yesus Kristus, walaupun Ia telah menyerahkan hidup-Nya demi anda, masih gagal untuk memenangkan cinta kasih anda?
Sayang sekali! Manusia memandang hina cinta kasih ilahi, sebab mereka tidak, atau, marilah berkata, karena mereka tidak akan mengerti betapa berharganya hal menikmati rahmat ilahi, yang, menurut Orang Bijak itu, adalah suatu harta karun yang tak terhingga. Suatu harta karun yang tak terhingga bagi manusia. Barangsiapa menggunakannya, menjadi sahabat-sahabat Allah.[49] Manusia menghargai kemurahan hati yang baik dari seorang pangeran, dari seorang prelat, dari seorang bangsawan, dari seorang penulis, bahkan dari binatang yang hina; tetapi orang-orang yang sama ini sama sekali tidak tergerakkan oleh rahmat Allah – tetapi menolaknya semata-mata layaknya asap, demi suatu kepuasan yang mematikan, demi segenggam debu, demi suatu hasrat, demi ketiadaan.
Apakah yang akan anda katakana, wahai saudaraku yang terkasih? Apakah anda masih ingin dihitung sebagai bagian dari orang-orang yang durhaka? Sebab jika engkau tidak menginginkan Allah, ujar St. Agustinus, jika engkau dapat menemukan sesuatu yang lebih baik dari Allah: ‘Hendakilah suatu hal yang lebih baik, jika engkau berhak mendapatkan sesuatu yang lebih baik.’[50] Pergilah, temukanlah untuk diri anda sendiri seorang pangeran yang lebih santun, seorang tuan, seorang saudara laki-laki, seorang teman yang lebih bersahabat, dan seseorang yang telah menunjukkan cinta kasih yang lebih mendalam kepada diri anda. Pergilah, carilah untuk diri anda sendiri seseorang yang lebih mampu daripada Allah untuk membuat diri anda bahagia di dalam kehidupan ini dan di dalam kehidupan yang akan datang.
Barangsiapa mencintai Allah tidak menakuti suatu hal pun, dan Allah pasti akan membalas seseorang yang mencintai-Nya dengan cinta kasih: Aku mencintai mereka yang mencintai-Ku.[51] Dan apakah yang akan ditakuti oleh orang yang dikasihi oleh Allah? Tuhanlah penerangku dan keselamatanku, siapakah yang akan kutakuti?[52] Demikianlah perkataan Daud, dan demikianlah perkataan saudari-saudari Lazarus kepada Tuhan kita yang Terberkati: Ia yang Kaukasihi sakit.[53] Mereka cukup tahu bahwa Yesus Kristus mencintai saudara mereka, untuk meyakinkan diri mereka bahwa Ia akan melakukan segala sesuatu demi menyembuhkannya.
Tetapi bagaimanakah, sebaliknya, Allah dapat mencintai mereka yang membenci cinta kasih-Nya? Lantas marilah kita datang, marilah kita sekali lagi untuk selamanya membuat tekad untuk memberikan penghormatan cinta kasih kita kepada Allah yang telah dengan sedemikian tulusnya mencintai kita. Dan marilah kita terus memohon diri-Nya untuk menganugerahkan kepada kita karunia yang berharga dari cinta kasih-Nya yang kudus. St. Fransiskus de Sales berkata bahwa rahmat untuk mencintai Allah ini adalah rahmat yang harus kita pintakan kepada Allah lebih daripada rahmat yang lain; sebab dengan cinta kasih ilahi, segala kebaikan datang kepada jiwa: Segala hal yang baik datang bersamanya.[54] … Barangsiapa mencintai seseorang menghindari segala sesuatu yang mungkin menyakitinya, dan selalu mencari apa yang mungkin memberikan kepadanya kesenangan yang terbesar. Demikan pula adanya dengan seseorang yang sungguh mencintai Allah; ia tidak pernah dapat secara sengaja melakukan sesuatu untuk menyakiti-Nya, tetapi ia mempelajari segala cara yang mungkin dapat dilakukannya untuk berkenan kepada-Nya.
Dan agar kita dapat memperoleh karunia cinta ilahi ini dengan lebih cepat dan lebih pasti, marilah kita memohon pertama-tama kepada para pecinta Allah yang terutama – maksud saya, kepada Maria, Ibunda-Nya yang sedemikian terbakar oleh cinta-Nya yang kudus sehingga para iblis, seperti jaminan St. Bonaventura kepada kita, bahkan tidak memiliki keberanian untuk menggoda dirinya. ‘Mereka takut oleh karena kasihnya yang membara, sehingga mereka tidak berani mendekatinya.’[55] Dan Rikardus menambahkan bahwa bahkan para Serafim sendiri mungkin turun dari takhta mereka yang luhur di Surga untuk belajar tentang cinta kasih dari hati Maria.[56] St. Bonaventura melanjutkan, karena hati Maria adalah perapian yang penuh dengan cinta kasih ilahi, itulah sebabnya semua orang yang mencintai Bunda yang Terberkati ini, dan memberi salam kepadanya, akan dibakar olehnya dengan cinta kasih yang sama; ia akan membuat mereka menyerupai dirinya sendiri.[57]
Harapan dan Doa
Marilah berkata bersama St. Agustinus, ‘Wahai api yang senantiasa membara, menyalalah di dalam diriku.’[58] Ya Sabda yang Menjelma, Engkau telah menjadi manusia demi menyalakan cinta kasih ilahi di dalam hati kami: dan bagaimanakah Engkau telah dibalas dengan kurangnya rasa syukur dalam hati manusia? Engkau yang tidak menyayangkan sesuatu pun demi mendorong mereka untuk mencintai-Mu; Engkau bahkan telah memberikan darah-Mu dan hidup-Mu demi mereka: dan lantas bagaimanakah manusia tetap dapat menjadi sedemikian durhakanya? Apakah mereka, secara kebetulan, tidak mengetahuinya? Ya, mereka mengetahuinya, dan mereka percaya bahwa demi mereka, Engkau telah turun dari Surga untuk mengenakan daging manusia dan membuat diri-Mu sendiri sarat dengan penderitaan kami; mereka tahu bahwa demi cinta akan diri mereka, Engkau telah menjalani kehidupan yang menyakitkan, dan menerima maut yang hina; dan bagaimanakah mereka lalu dapat melupakan diri-Mu? Mereka mencintai saudara-saudara, teman-teman, mereka bahkan mencintai binatang-binatang; kalaupun dari hal-hal tersebut mereka menerima suatu tanda niat baik, mereka tidak sabar membalasnya; dan walau bagaimanapun, terhadap diri-Mu sendiri mereka sedemikian tidak memiliki cinta dan penuh kedurhakaan. Tetapi sayang sekali! Dengan menuduh mereka, aku menjadi penuduh diriku sendiri: aku yang telah memperlakukan diri-Mu lebih buruk daripada orang lain. Tetapi kebaikan-Mu menyemangatiku, yang telah kurasakan bersama diriku sejak lama, demi berulang kali mengampuniku, demi membakar diriku dengan cinta kasih-Mu, hanya dengan syarat bahwa aku hendak bertobat dan mencintai-Mu. Memang, ya Allahku, aku ingin bertobat; dan aku berduka dengan segenap jiwaku karena telah menyakiti-Mu; aku ingin mencintai-Mu dengan segenap hatiku. Aku sungguh sadar, ya Penebusku, bahwa hatiku tidak lagi pantas diterima oleh diri-Mu, sebab hatiku telah meninggalkan diri-Mu demi cinta akan ciptaan; tetapi pada waktu yang sama, aku melihat bahwa Engkau hendak memilikinya, dan dengan segenap kehendakku, aku membaktikan hatiku dan mempersembahkannya kepada-Mu. Bakarlah hatiku, oleh karena itu, sepenuhnya dengan cinta kasih ilahi-Mu, dan anugerahkanlah rahmat-Mu sehingga sejak hari ini sampai ke depannya hatiku tidak akan dapat mencintai hal yang lain selain diri-Mu, ya Kebaikan yang tak terhingga! Yang patut menerima cinta yang tak terhingga! Kau kucinta, ya Yesusku; kau kucinta, ya Kebaikan yang Terluhur! Kau kucinta, ya Cintaku satu-satunya.
Ya Maria, Bundaku, engkau yang adalah bunda kasih kirana,[59] perolehkanlah bagiku rahmat ini untuk mencintai Allahku; demikianlah harapanku darimu.”
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Inggris:
The Complete Works of Saint Alphonsus De Liguori [Karya-Karya Lengkap dari Santo Alfonsus De Liguori], disunting oleh Rev. Eugene Grimm, Vol. IV, The Incarnation, Birth and Infancy of Jesus Christ [Penjelmaan, Kelahiran, dan Masa Kanak-Kanak Yesus Kristus], Benzinger Brothers, New York, Cincinnati, dan Chicago, 1886, hal. 13-31.
[1] 2 Mach. i. 18
[2] ‘Et nunc, quid mihi est hic, dicit Dominus, quoniam ablatus est populus meus gratis?’ – Isai. lii. 5.
[3] ‘Perii, si Adam non moriatur.’
[4] ‘Perii, nisi misericordiam consequatur.’
[5] ‘Moriatur, qui nihil debeat morti.’ – In Annunt. B. M. s. I.
[6] ‘Ecce ego, mitte me.’ – Isai. vi. 8.
[7] ‘Et Verbum caro factum est.’ – Yohanes, i. 14.
[8] ‘Ideo ingrediens mundum dicit: Hostiam et oblationem noluisti; corpus autem aptasti mihi … Tunc dixi: Ecce venio, … ut faciam, Deus, voluntatem tuam.’ – Ibrani. x. 5.
[9] ‘Propter nos homines, et propter nostram salutem, descendit de coelis … et homo factus est.’ – Symb. Nic. et Const.
[10] ‘Habitu inventus ut homo.’ – Phil. ii. 7.
[11] ‘Apparuit gratia Dei Salvatoris nostri omnibus hominibus.’ – Tit. ii. 11.
[12] ‘In terries visus est, et cum hominibus conversatus est.’ – Barukh, iii. 38.
[13] ‘In charitate perpetua dilexi te; ideo attraxi te, miserans.’ – Yeremia xxxi. 3.
[14] ‘Benignitas et humanitas apparuit Salvatoris nostri Dei.’ – Tit. iii. 4.
[15] ‘Apparuerat ante potential in rerum creatione; apparebat sapiential in earum gubernatione; sed benignitas misericordiae maxime apparuit in humanitate.’ – In Nat. D. s. I.
[16] ‘Priusquam apppareret humanitas, latebat benignitas. Sed, unde tanta agnosci poterat? Venit in carne, ut apparente humanitate, benignitas agnosceretur.’ – In Epiph. s. I.
[17] ‘Homo, Deum contemnens, a Deo discessit; Deus, hominem diligens, ad homines venit.’ – S. de Dupl. Nat. Chr.
[18] ‘Quia ad medicum venire non poteramus, ipse ad nos venire dignatus est.’ – Serm. 88. E. B.
[19] ‘In funiculis Adam traham eos, in vinculis charitatis.’ – Hosea, xi. 4.
[20] ‘Deus homo factus est, ut familiarius ab homine diligeretur.’ – Misc. 1. i. tit. 87.
[21] ‘In funiculis Adam traham eos, in vinculis charitatis.’ – Hosea, xi. 4.
[22] ‘Diversis modis humano generi Bonitas Divina munera impertiit; sed abundatiam solitae benignitatis excessit, quando in Christo ipsa ad peccatores Misericordia, ad errantes Veritas, ad mortuos Vita descendit.’ – De Nat. s. 4.
[23] ‘Et incarnatus est de Spiritu Sancto.’
[24] ‘Hoc autem ex maximo Dei amore provenit, ut Filius Dei carnem sibi assumeret in utero Virginis.’ – P. 3, q. 32, a. I.
[25] ‘Deus ab austro veniet.’ – Hab. iii. 3.
[26] ‘A magna charitate Dei in nos effulsit.’
[27] ‘Maxime propterea Christus advenit, ut cognosceret homo quantum eum diligat Deus.’ – De catech. Rud. c. 4.
[28] In nullo sic amabilem suam hominibus patefecit charitatem sicut cum Deus homo factus est.’ – De Casto Conn. c. 23.
[29] ‘Nusquam enim Angelos apprehendit, sed semen Abrahae apprehendit.’ – Ibrani ii. 16.
[30] ‘Non dixit: Suscepit, - sed: Apprehendit; -ex metaphora insequentium eos qui aversi sunt, ut fugientes apprehendere valeant.’ – In Heb. hom. 5.
[31] ‘O felices paleas, rosis et liliis pulchriores! Quae vos genuit tellus? Non palearum momentaneum, sed perpetuum vos suppeditatis incendium, quod nulla flumina extinguent.’
[32] In primo homine, feci nos Deus ad imaginem suam; in hac die, factus est ad imaginem nostram.’ – Serm. 119, E. B. app.
[33] ‘Ecce Adam quasi unus ex nobis factus est.’ – Kejadian iii. 22.
[34] ‘De caetero dicemus veraciter, quia Deus factus est quasi unus ex nobis.’ – De Emman. 1. I, c. 19.
[35] ‘Deus tuus factus est frater tuus.’
[36] ‘Quanto minorem se fecit in humilitate, tanto majorem exhibuit in bonitate.’ – In Epiph. s. i.
[37] ‘Charitas Christi urget nos.’ – 2 Korintus v. 14.
[38] ‘Et Verbum caro factum est.’ – Yohanes, i. 14.
[39] ‘Dilexit nos, et lavit nos … in sanguine suo.’ – Wahyu i. 5.
[40] ‘Consideravi opera tua, et expavi.’ – Off. Circumc. resp. 6.
[41] ‘Domine, audivi auditionem tuam, et timui … Egressus es in salutem populi tui, in salutem cum Christo tuo.’ – Hab. iii. 2. 13.
[42] ‘Miraculum miraculorum,’ – De Pot. Q. 6, a. 2, ad 9.
[43] ‘Fecit potentiam in brachio suo.’ – Lukas i. 51.
[44] ‘Non satiabar considerare altitudinem consilii tui super salutem generis humani.’ – Conf. I. 9, c. 6.
[45] ‘Cum amat Deus, non aliud vult quam amari.’ – In Cant. s. 83.
[46] ‘Notam fecit dilectionem suam; experiatur et tuam.’ – De Aquaed.
[47] ‘Utinam dirumperes coelos et descenderes! A facie tua montes defluerent … aquae arderent igni.’ – Yesaya lxiv. I.
[48] ‘Et Verbum caro factum est.’ – Yohanes, i. 14.
[49] ‘Infinitus enim thesaurus est hominibus; quo qui usi sunt, participes facti sunt amictiae Dei.’ – Kebjiaksanaan Salomo, vii. 14.
[50] ‘Aliud desidera, si Melius inveneris.’ – In Ps. 26 enarr. 2.
[51] ‘Ego diligentes me diligo.’ – Amsal. viii. 17.
[52] ‘Dominus illuminatio mea et salus mea; quem timebo ?’ – Mazmur xxvi. I.
[53] ‘Quem amas, infirmatur.’ – Yohanes, xi. 3.
[54] ‘Venerunt … omnia bona partier cum illa.’ -
[55] ‘A sua inflammatissima charitate daemones pellebantur, in tantum quod non erant aussi illi appropinquare.’ – Pro Fest. V. M. s. 4, a. 3, c. 2.
[56] ‘Seraphim e coelo descendere poterant, ut amorem discerent in corde Virginis.’
[57] ‘Quia tota ardens fuit, omnes se amantes eamque tangentes incendit (et sibi assimilat).’ – De B. V. M. s. I.
[58] ‘O Ignis qui semper ardes! Accende me.’ – Solil. an. ad D. c. 34.
[59] ‘Mater pulchrae dilectionis.’ – Kebijaksanaan Sirakh, xxiv. 24.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 4 mingguBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 2 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 2 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 4 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 4 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 5 bulanBaca lebih lanjut...