^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Mukjizat Konversi Alphonse Ratisbonne
Berkat Perantaraan Santa Perawan Maria
Kisah tertulis ini dikirimkan kepada kami oleh seorang pembaca:
Pada bulan November 1830, Santa Perawan Maria menampakkan diri kepada seorang calon biarawati muda dalam biara Suster Putri Kasih di Rue du Bac, Paris. Nama dari calon biarawati itu adalah Katarina Labouré.
Ini bukan pertama kalinya ia telah melihat Bunda Maria, tetapi ini adalah penampakan yang terpenting. Bunda Maria tampak memegang sebuah bola dunia, yang diangkatnya sambil menatap ke Surga penuh dengan doa (yang melambangkan bahwa ia berdoa untuk seluruh dunia). Lalu bola dunia itu menghilang, dan penampakan itu berubah. Bunda Maria mengulurkan kedua tangannya, dari mana cahaya yang terang mengalir. Di sekelilingnya terbentuk sebuah lengkungan disertai kata-kata ini:
Bunda Maria meminta agar dibuat sebuah medali yang menggambarkan penglihatan ini. Di sisi belakang dari medali tersebut, ia meminta agar digambarkan dua hati (hatinya dan hati Kristus), dengan sebuah salib yang terletak di atas huruf M. Ia berjanji bahwa Allah akan menganugerahkan rahmat yang besar lewat medali ini kepada para umat Kristiani yang mengenakannya dengan penuh doa.
Suster Labouré, dengan kesulitan yang besar, meyakinkan imam pengaku dosanya untuk pembuatan medali ini. Pada akhirnya, medali tersebut pun disetujui, dibuat, dan diedarkan.
Pada awalnya, medali tersebut dikenal sebagai Medali Maria Dikandung Tanpa Noda. Medali tersebut pun segera dikenal sebagai Medali Bermukjizat, karena begitu banyak mukjizat kesembuhan dan konversi diterima oleh orang-orang yang mengenakannya. Bagaimanapun, walaupun Sri Paus sendiri memiliki sebuah Medali Bermukjizat, medali tersebut pada awalnya paling terkenal di Prancis; medali itu tidak mendapatkan ketenaran di Roma dan di seluruh dunia sampai setelah mukjizat konversi Alphonse Ratisbonne...
Rue de Bac, Paris, di mana Medali Bermukjizat tersebut pertama diwahyukan kepada St. Katarina Labouré
Pada tanggal 6 Januari 1842, Alphonse, seorang bankir Yahudi muda, baru saja sampai di Roma. Ia adalah keturunan dari keluarga Yahudi yang terpenting di Strasbourg, seorang pria dari dunia ini: kaya, sopan, berilmu, agnostik (mantan ateis)... seorang teman dari keluarga Rothschild, ia sama sekali tidak canggung dalam pergaulan dengan kaum bangsawan. Pada umur 28 tahun, ia bertunangan dengan keponakannya sendiri, Flore Ratisbonne, yang, menurut rencananya, akan dinikahinya pada bulan Agustus mendatang. Pada saat ini, ia menjelajahi Eropa dan Dunia Timur, untuk kenikmatan dan untuk kesehatannya – ini adalah petualangan terakhirnya sebelum ia menetap bersama Flore dan mengambil alih atas suatu kemitraan di bank pamannya.
Alphonse Ratisbonne
Alphonse tidak bermaksud untuk mengunjungi Roma. Ia amat anti-Katolik: seperti yang dikatakannya, nama para Yesuit sendiri membuatnya murka. Ia telah selalu menyimpan rasa antipati terhadap agama Katolik, tetapi perasaan tersebut telah meningkat drastis sejak kakak laki-lakinya, Théodor, berkonversi dan setelahnya (ya ampun!) menjadi seorang imam.
Maka, tempat terakhir di dunia di mana Alphonse ingin berada adalah Roma. Tetapi entah bagaimana ia telah datang ke sini. Di Napoli, entah bagaimana ia mengantri di antrian tiket yang salah... dan dalam kejengkelannya, bahkan setelah ia menyadari apa yang terjadi, ia tetap berada di sana dan membeli tiket kapal uap untuk pergi ke Roma. Di situlah ia berada, dan menggunakan hal tersebut sebaik-baiknya, menjelajahi reruntuhan Romawi dan museum ditemani seorang pemandu wisata yang dibayarnya.
Seketika, ia mendengar namanya dipanggil dan menolehkan kepalanya. Teman sekelasnya dahulu kala dari Strasbourg, Gustave de Bussières, seorang Protestan. (Alphonse tidak membenci teman-teman Protestan, hanya para Katoliklah yang tidak disukainya.)
Keduanya pun menghidupkan kembali pertemanan mereka. Setelahnya, sewaktu Alphonse mengunjungi Gustave, ia menjumpai kakak laki-lakinya, Baron Théodor de Bussières, seorang konvert kepada agama Katolik dan seorang teman dekat dari imam-kakak dari Alphonse. Naluri Alphonse pun langsung membenci sang konvert Katolik yang bersemangat ini, tetapi ia tahu bahwa sang baron adalah seorang ahli kota Konstantinopel (yang direncanakan untuk dikunjungi Alphonse) maka ia dengan gegabah mengunjunginya untuk mendapatkan nasihat wisata.
Baron de Bussières
Janji yang gegabah ini terbukti menyebabkan jatuhnya Alphonse.
Dalam satu atau dua hari, Alphonse mengunjungi Gereja Aracœli, di mana “kidung solennel” menggerakkan hatinya dari dalam; ia begitu tergerak sehingga ia mencucurkan air mata, walaupun ia tidak dapat menunjuk dengan pasti apa itu yang telah menyentuh hatinya. Langsung setelahnya, ia mengunjungi ghetto [pemukiman] Yahudi di Roma yang terkenal keburukannya, di mana penderitaan dari bangsanya yang dapat dirasakannya itu memperbarui murkanya kepada segala sesuatu yang Katolik.
Dari situ, ia lalu pergi untuk mengunjungi Baron de Bussières. Bagaimanapun, ia tidak bermaksud untuk benar-benar berkunjung. Sebaliknya, ia hanya ingin meninggalkan kartu namanya dan pergi. Tetapi, sang penjaga pintu rumah baron itu salah mengerti maksud Alphonse dan menariknya masuk ruang tamu, di mana sang baron, istrinya, dan para putrinya berada sekeluarga.
Pada awalnya, sang baron dan Alphonse hanya bertukar tawa canda yang tidak berarti. Lalu Alphonse kebetulan menyebutkan kunjungannya ke Aracœli; ia menceritakan emosi yang aneh yang dirasakannya, kebangkitan rohani yang tidak jelas....
Seketika ia melihat air muka sang baron yang bersemangat, yang kelihatannya berkata: “Anda akan menjadi Katolik pada suatu hari!” Alphonse merasa jijik akan semangat sang baron dan menjelaskan kunjungannya ke ghetto Yahudi. Ia meluncurkan serangan yang ganas terhadap Gereja Katolik, yang dituduhnya bertanggung jawab atas segala penderitaan yang dihadapi oleh para Yahudi sejak masa Kristus.
Sang baron tidak terpengaruh, dan ia pun meninggikan kemuliaan agama Katolik. Alphonse menanggapinya dengan sarkastik, dan mencemooh “takhayul” Katolik secara terang-terangan. Hanya kehadiran Ny. Bussières dan anak-anaknyalah yang mencegahnya untuk menghujat secara terang-terangan.
Pada akhirnya, sang baron membuat suatu usul yang luar biasa.
Dan ia menunjukkan kepada Alphonse Medali Bermukjizat yang disambungkan kepada seutas tali.
Alphonse amat terkejut. Ia hampir tidak dapat memercayai kelancangan sang baron. Tetapi, pria yang penuh pengalaman duniawi ini tidak ingin terlihat membesar-besarkan hal yang sepele itu. Jadi ia setuju, dan mengutip suatu perkataan dari The Tales of Hoffman: “Jika hal itu tidak mendatangkan kebaikan untuk saya, setidaknya hal itu tidak mencelakai saya.”
Putri kecil dari sang baron mengenakan medali itu di sekeliling leher Alphonse. Dan Alphonse pun terbahak-bahal: “Ah! Ah! Lihatlah saya ini Katolik, Apostolik dan Romawi!”
Tetapi sang baron terus maju. Ujarnya, “tidak cukup hanya semata-mata mengenakan Medali itu”. Alphonse juga harus setuju untuk mengucapkan suatu doa yang sederhana: Memorare dari St. Bernardus.
Keterlaluan. “Laissons ces sottises!” Alphonse berseru – “Hentikan kekonyolan ini!” Karena nama St. Bernardus yang disebutkan oleh sang baron itu telah mengingatkannya akan kakaknya, Abbé Théodor Ratisbonne, pengarang dari sebuah riwayat hidup sang santo Sistersien. Segala sesuatu yang mengingatkan Alphonse akan kakaknya yang pengkhianat itu membangkitkan amarahnya.
Tetapi, sang baron berteguh. Jika Alphonse menolak untuk mendoakan doa singkat itu, tekannya, ia oleh karena itu membuat seluruh “tes” itu kosong dan tidak valid. Maka, Alphonse pun setuju. Atas permintaan sang Baron, ia bahkan setuju untuk menyalin doa Memorare itu. Ia lalu mengantunginya dan pergi, dan amat geli akan kejadian yang begitu absurd tersebut.
Tetapi kemudian pada malamnya, sewaktu ia menyalin doa tersebut bagaikan sebuah mesin, sesuatu pun terjadi. Ia tidak dapat menghentikan kata-kata doa Memorare yang bergema di dalam benaknya. Kata-kata doa itu menghantuinya, ceritanya kemudian, bagaikan suatu nada yang menjengkelkan yang tidak dapat dikeluarkan dari kepala seseorang. Terus menerus, dengan kekesalan yang semakin bertambah, ia menggumamkan doa St. Bernardus.
Beberapa kali, pada hari-hari yang berikutnya, sang baron membawa Alphonse pergi bertamasya. Selalu, tidak peduli monumen apa pun yang mereka kunjungi, sang baron dapat mengarahkan percakapan mereka kepada agama. Hal ini menjengkelkan Alphonse, tetapi ia tidak dapat diubah. Seringkali, ia menangkis dengan ringan proselitisme sang Baron dengan candanya yang hampir menyerupai penghujatan.
Pada suatu titik sang baron meyakinkan Alphonse, “Saya yakin bahwa pada suatu hari anda akan menjadi seorang Kristiani... bahkan jika Tuhan harus mengutus seorang malaikat untuk membuatnya terjadi.”
“A la bonne heure”, Alphonse menanggapi dengan sarkastik, “car autrement la chose serait difficile.” (Sarkasme Prancis yang halus dari kata-kata ini begitu sulit untuk diterjemahkan, tetapi intinya demikian: “Lebih cepat, lebih baik, karena jika tidak hal itu akan menjadi agak sulit.” [Bayangkan bibirnya melengkung sedikit untuk mencibir.....])
Pada waktu yang bersamaan, sewaktu kereta mereka melewati Scala Sancta, sang baron seketika melepaskan topinya dan berseru, “Salam, ya anak tangga suci! Lihatlah seorang calon peniten yang akan suatu hari menaikimu di atas lututnya!”
Hal ini mengejutkan Alphonse. Ia tidak dapat percaya bahwa teman seperjalanannya ini memberi salam kepada “anak tangga yang bodoh”. Beberapa menit kemudian, sewaktu mereka melewati taman-taman yang indah dari sebuah villa setempat, Alphonse mengangkat topinya pula dan meniru sang baron untuk mengejeknya: “Salam, ya kebesaran alam yang sejati! Kepadamulah kami seharusnya memberikan penghormatan dan bukan kepada anak tangga yang bodoh!”
Kenyataannya, proselitisme yang tanpa henti dari sang baron mulai menjengkelkan Alphonse. Hal itu bukannya membawanya kepada agama Katolik, melainkan membuatnya semakin jijik. Tetapi, sang baron yang tidak patah semangat, terus berteguh.
Tetapi, sang baron tidak hanya mengandalkan argumentasi semata. Ia juga berdoa dengan sangat giat. Dan juga teman-temannya, rekan-rekannya dari komunitas bangsawan ekspatriat Prancis yang begitu erat. Dari antara teman-temannya ini, terdapat satu yang terkenal, yakni Comté de la Ferronays, mantan diplomat, sebelumnya ia adalah seorang preman, dan sekarang seorang Katolik yang saleh dan berbakti.
Sang Comté tergerak oleh permohonan sang baron, dan pergi ke sebuah gereja untuk berdoa dengan begitu bersemangat “lebih dari 20 Memorare” untuk konversi sang “Yahudi muda”.
Pada sore hari yang sama, sang Comté menderita serangan jantung yang mematikan. Setelah menerima Sakramen-sakramen terakhirnya, ia meninggal dengan saleh, dikelilingi keluarga yang mengasihinya.
Sekarang, konversi Ratisbonne sudah dipersiapkan.
Pada malam tanggal Januari 19-20, Alphonse berencanan untuk meninggalkan Roma pada hari berikutnya. Pada malam hari, ia tiba-tiba terbangun. Di kaki ranjangnya, ia melihat sebuah Salib yang besar (bukan sebuah salib dengan Kristus), yang begitu berbeda, “sans Christ.” Ia mencoba untuk mengusir penglihatan yang tidak dikehendakinya itu, tetapi ia tidak bisa. Tidak peduli ke mana ia mengalihkan pandangannya, di situlah Salib itu berada. Bahkan sewaktu ia menutup matanya, ia melihat Salib itu. Akhirnya, ia letih dan jatuh tertidur. Sewaktu ia terbangun pada pagi harinya, ia telah melupakan penglihatan malam harinya itu.
Alphonse mengepak barang-barangnya, makan pagi, dan keluar untuk mengucapkan selamat tinggal kepada teman-temannya. Ia bertemu temannya, Gustave, dan keduanya mendiskusikan suatu perayaan agamawi yang akan datang, Pemberkatan Binatang oleh Paus di Gereja St. Petrus. Mereka berdua sungguh geli akan ide perayaan semacam itu, maka mereka mengambil kesempatan ini untuk mengejek agama Katolik. “Dari situ pun diikuti lelucon dan cemooh”, ujar Alphonse kemudian, “yang anda dapat bayangkan terjadi antara seorang Yahudi dan seorang Protestan.”
Setelah meninggalkan Gustave, Alphonse berhenti di Cafe Greco untuk membaca surat kabar. Ia bertemu beberapa teman ekspatriat yang lain, dan mereka pun berbicara tentang hal-hal yang tidak penting seperti pesta dansa yang brilian yang bertempat pada sore hari sebelumnya. Lalu Alphonse berjalan menuju terik matahari kota Roma. Waktu itu pun tepat setelah pukul dua belas siang.
Tidak lama setelahnya, ia melihat kereta Baron de Bussières. Sang baron mengajaknya masuk untuk melakukan tamasya terakhir. Tetapi pertama-tama, jelas de Bussières, ia harus berhenti di Gereja San Andrea delle Fratte untuk menangani suatu urusan yang singkat. Seorang teman dekatnya, Comté de la Ferronays, baru saja meninggal, ujarnya, dan ia harus menyelesaikan persiapan penguburannya.
Mereka berhenti di gereja tersebut. De Bussières berkata bahwa urusannya itu hanya akan makan waktu beberapa menit, maka Alphonse dapat menunggu di dalam keretanya dengan Ny. de Bussières, tetapi Alphonse memutuskan untuk datang masuk ke dalam gereja untuk melihat interior gereja itu.
Tidak banyak yang dapat dilihat. Gereja itu “miskin, kosong, dan jelek”, tidak memiliki suatu karya seni ataupun arsitektur yang menarik. Alphonse melihat sekelilingnya selagi de Bussières bergegas untuk berbicara dengan para bruder.
Alphonse pun sendiri. Seketika, seekor anjing hitam besar berada di depan dirinya, dan terlihat mengancamnya. Tetapi tiba-tiba, anjing itu menghilang. Nyatanya, segala sesuatu menghilang, bagaikan sebuah tirai telah ditarik di atas interior gereja tersebut. Sebuah cahaya yang amat terang menyala dari sebuah kapel di samping, Kapel Para Malaikat Agung. Bagaikan seluruh cahaya terpusat pada satu titik itu.
Dan di tengah-tengah cahaya tersebut, Alphonse melihatnya. Ia berdiri di atas altar: “tinggi, kemilau, penuh dengan kemanisan dan keagungan”. Kecantikannya amat membutakan sehingga setelah menatap wajahnya, Alphonse pun melihat ke bawah. Berulang kali ia mencoba untuk mengangkat matanya, untuk menatap wajah yang cantik itu. Tetapi ia tidak bisa. Ia tidak bisa mengangkat matanya di atas tangan sang Perawan, yang terulur dengan cahaya yang keluar dari jemarinya – persis seperti di dalam gambar Medali Bermukjizat.
Tetapi tangannya itu penuh makna. Bagi Alphonse, tangannya itu mengungkapkan “segala kehalusan dari Belas Kasih Ilahi”.
Dengan satu tangan, ia menandakan agar Alphonse mendekat. Alphonse pun mendekat, di atas lututnya. Setelah ia maju beberapa langkah, sang Perawan kembali membuat tanda dengan tangannya: “Cukup!”
Lalu, sewaktu ia menatap cahaya yang keluar dari jemari sang Perawan, Alphonse pun menerima karunia Pengetahuan yang Ditanamkan [Infused Knowledge]. Lebih cepat dari pikiran, ia mengerti semuanya itu: keberdosaannya yang begitu mendalam (terutama besarnya Dosa Asal); cinta kasih dan kerahiman Allah yang tidak terbatas kepada para pendosa yang malang, yang tersingkap di dalam Penjelmaan dan Penyaliban; kecantikan dan kebenaran agama Katolik; kenyataan dari Kehadiran Nyata Kristus di dalam Sakramen Mahakudus.
Seorang agnostik Yahudi yang dibesarkan di tengah-tengah lingkungan skeptis, ia bahkan tidak pernah pernah mendengar istilah “Dosa Asal”; tetapi sekarang seketika ia mengetahui apa itu Dosa Asal, lebih dalam daripada jika ia telah mempelajarinya bertahun-tahun.
Seluruh peristiwa itu berlangsung hanya beberapa saat.
Baron de Bussières kembali dari pertemuannya dengan para bruder. Ia melihat di sekeliling panti umat. Di manakah Ratisbonne? Akhirnya, ia menemukan sang pria muda itu, yang terjatuh, berlutut, kepalanya bersandar di atas pembatas altar di Kapel Para Malaikat Agung.
Sang baron mendekat. Sekali, dua kali, tiga kali, ia menyentuh pundak Alphonse. Tidak ada jawaban. Akhirnya Alphonse bangkit. Ia menoleh kepada sang baron dengan “wajah yang dipenuhi air mata”, dengan tangan yang tergenggam satu sama lain, berseru. “Oh! Betapa tuan itu telah berdoa bagi saya!”
“Tuan itu” adalah Comté de la Ferronays, yang tidak pernah ditemui oleh Alphonse. Tidak seorang pun pernah bercerita kepada Alphonse bahwa sang Comté telah berdoa untuknya. Sebaliknya, hal itu diwahyukan kepadanya... di dalam terang supernatural di mana ia telah diberikan karunia pengetahuan yang ditanamkan tentang Kebenaran Katolik.
De Bussières terkejut. Ia memohon Alphonse untuk menjelaskan dirinya sendiri, tetapi Alphonse tidak bisa. Ia menangis terisak-isak, bergumam antara isakannya itu, “Betapa saya gembira! Betapa Allah itu baik! Betapa orang-orang yang tidak percaya patut dikasihani!”
Sang baron membantu Alphonse keluar dan masuk ke dalam keretanya. Ia membawanya ke Hotel Serny, di mana Alphonse singgah, dan melonggarkan dasinya agar ia dapat bernapas. Tetapi Alphonse masih menangis, menggenggam Medali Bermukjizatnya, menggumamkan syukur kepada Allah. Akhirnya, ia berpaling kepada sang baron, memluknya, dan dengan wajah yang “presque transfigurée” [“hampir bertransfigurasi”] berkata: “Bawalah saya kepada seorang imam pengaku dosa! Kapankah saya dapat menerima pembaptisan, yang tanpanya saya tidak lagi dapat hidup?”
Lalu, sang baron membawanya ke Gesu, gereja induk Yesuit, untuk bertemu dengan Romo de Villefort. Di sana, Alphonse mencoba untuk menjelaskan dirinya sendiri, tetapi ia terus menangis terisak-isak sehingga ia sulit dimengerti. Pada akhirnya ia pun menenangkan dirinya, menggenggam Medali Bermukjizat dari lehernya, mengangkatnya, dan berseru: “Je l’ai vue ! Je l’ai vue !” [“Saya melihatnya! Saya melihatnya!”]
Lalu, selagi sang baron dan imam itu mendengarkannya dengan terpukau, Alphonse menceritakan seluruh kisahnya. Ia menyimpulkan dengan suatu pernyataan yang nmembingungkan yang menggerakan hati para pendengarnya: “Elle ne m’a rien dit, mais j’ai tout compris !”
“Ia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi saya mengerti semuanya.”
Sebelas hari kemudian, Alphonse dibaptis di gereja Gesu. Semua orang yang terkenal berada di sana, karena berita tentang konversi Alphonse telah menyebabkan suatu sensasi. (Keluarganya terkenal di seluruh Eropa.) Para hadirin berupaya keras untuk dapat melihat sang konvert muda itu, tetapi ia tidak menyadarinya. Satu-satunya hal yang dipedulikannya adalah pembaptisan... lalu Ekaristi Kudus. Ia begitu kewalahan saat ia menerima Ekaristi Tuhan sehingga ia harus dibantu berdiri oleh de Bussières, orang tua baptisnya, untuk kembali dari altar ke tempatnya.
Pada bulan berikutnya, Vatikan mengadakan proses kanonik untuk menginvestigasi keadaan-keadaan tentang konversi Alphonse. Setelah investigasi yang panjang dan kesaksian yang banyak, Vatikan pun menyimpulkan bahwa konversinya yang tiba-tiba itu sepenuhnya adalah mukjizat – suatu tindakan yang dilakukan oleh Allah lewat perantaraan Perawan yang kuasa.
Konversi Ratisbonne dipandang secara luas sebagai penegasan oleh Surga akan kemujaraban Medali Bermukjizat. Devosi itu pun tersebar... dan tersebar.....
Bulan juli berikutnya, Alphonse masuk ordo Yesuit. Ia melewatkan 10 tahun yang berhasil di tengah-tengah Serikat tersebut. Lalu, dengan izin Paus, ia pergi untuk membantu saudaranya, Théodor, mendirikan Kongregasi Notre-Dame de Sion [Bunda Maria dari Sion], yang dibaktikan untuk konversi para Yahudi. Alphonse melewatkan sisa hidupnya sebagai seorang imam suci, yang bekerja di antara para Yahudi dan Arab di Tanah Suci.
Alphonse (kanan) dan Théodor Ratisbonne (kiri)
Ia mendirikan panti asuhan dan sekolah untuk anak-anak miskin, membangun Gereja Ecce Homo, dan hidup dalam kesucian yang luar biasa. Ia meninggal di Ain Karem, di mana Kunjungan Maria kepada Elisabet dianggap terjadi. Sewaktu ia akan meninggal, ia mengalami ekstasi – tampaknya melihat, terakhir kalinya sebelum ajalnya, Perawan dari Medali Bermukjizat.
(sumber utama adalah cerita Alphonse sendiri tentang konversinya, cerita dari Baron de Bussières, dan sebuah buku dari Romo René Laurentin, Le 20 janvier 1842 Marie apparaît à Alphonse Ratisbonne.)
Artikel-Artikel Terkait
Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 mingguBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 mingguBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 4 mingguBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 4 mingguBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 1 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 3 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 4 bulanBaca lebih lanjut...Kami menerima semua dogma Gereja Katolik tanpa terkecuali, dan kami memandang mereka yang menerima semua dogma Gereja dan belum terpisah darinya, sebagai orang Katolik; itulah bagaimana kami bersekutu dengan Gereja...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...