^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Epifani - Khotbah St. Yohanes Maria Vianney
Epifani
Khotbah St. Yohanes Maria Vianney
Vidimus stellam ejus, et venimus adorare eum.
Kami telah melihat bintang-Nya, dan kami telah datang untuk menyembah-Nya. (St. Matius, II, 2.)
“Hari ini adalah hari bahagia, saudara-saudaraku, hari yang dikenang untuk selamanya, di mana kerahiman sang Juru Selamat telah merenggut kita dari kegelapan penyembahan berhala untuk memanggil kita kepada pengetahuan akan iman, dalam pribadi orang Majus, yang datang dari Timur untuk menyembah dan mengakui sang Mesias sebagai Allah dan Juru Selamat mereka atas nama diri kita. Ya, saudara-saudaraku, mereka adalah para bapa dan teladan bagi kita dalam hal iman. Kita akan menjadi berbahagia jika kita dengan setia meneladani mereka dan mengikuti jalan mereka! Oh! Paus St. Leo Agung berseru karena ia tergerak oleh cinta kasih dan rasa syukur: ‘Wahai para malaikat dari kota surgawi, sudilah meminjamkan kami lidah api cintamu untuk bersyukur kepada Allah yang Maharahim karena Ia telah memanggil diri kami kepada agama Kristiani dan kepada keselamatan abadi.’ Marilah merayakan, saudara-saudaraku, ujar orang kudus yang agung itu, dengan bersukacita, permulaan dari harapan-harapan kita yang berbahagia. Tetapi, atas teladan dari orang-orang Majus itu, marilah kita bersetia terhadap panggilan kita, yang tanpanya, kita akan harus gemetar akan hukuman yang sama yang telah dijatuhkan-Nya kepada orang-orang Yahudi, yang dahulu adalah bangsa yang dipilih-Nya. Sejak Abraham sampai kedatangan-Nya, Ia telah memimpin mereka kiasannya dengan tangan-Nya, di segala tempat, Ia menunjukkan diri-Nya sendiri sebagai pelindung dan pembebas bangsa-Nya. Dan lalu, Ia menolak dan membuang mereka akibat kebencian mereka terhadap rahmat-rahmat-Nya. Ya, saudara-saudaraku, iman yang berharga itu akan dirampas dari diri kita dan akan dibawa kepada negeri-negeri lainnya, jika kita tidak mempraktikkannya dalam perbuatan-perbuatan. Ah! Saudara-saudaraku, tidakkah kita ingin menjaga harta yang tak ternilai itu? Marilah kita dengan setia mengikuti jejak kaki para bapa kita dalam iman.
Untuk memberikan kepada kita sedikit gambaran tentang betapa mulianya panggilan kita kepada agama Kristiani, kita hanya perlu mempertimbangkan seperti apa para leluhur kita sebelum datangnya sang Mesias: Allah, Juru Selamat, cahaya, dan harapan mereka. Mereka diserahkan kepada berbagai kejahatan dan kekacaubalauan. Mereka telah menjadi musuh dari Allah sendiri, hamba iblis, dan senantiasa menjadi korban dari pembalasan dendam abadi. Ah! Dapatkah kita, saudara-saudaraku, dapatkah kita merenungkan keadaan yang sedemikian menyedihkannya itu tanpa bersyukur kepada Allah yang Mahabaik dari segenap hati kita, karena Ia telah berkehendak untuk memanggil kita kepada pengetahuan akan agama yang sejati dan telah melakukan segala sesuatu yang telah dilakukan-Nya demi menyelamatkan diri kita? Ya berkat, ya rahmat yang tak ternilai, yang sedemikian berharga, dan yang sedemikian tidak dikenal di sepanjang abad di mana kita hidup, di mana kebanyakan orang hanyalah orang Kristen dalam nama! Ah, saudara-saudaraku! Apakah yang telah kita lakukan kepada Allah sehingga kita telah sedemikian diberkati sedangkan begitu banyak orang lain telah binasa, dan masih binasa setiap harinya, dalam ketidaktahuan dan dalam dosa? Sayang sekali! Apakah yang saya katakan? Kita mungkin bahkan lebih tidak pantas mendapatkan berkat itu daripada orang-orang yang malang itu, jika kita terlahir di dalam dada Gereja Katolik, sedangkan begitu banyak orang lain binasa di luarnya, hal itu terjadi demikian oleh karena kebaikan-Nya atas diri kita: lantas dapatkah kita lalai untuk bersyukur kepada Tuhan atas kebaikan yang sedemikian besarnya? Bagaimanapun, saudara-saudaraku, seluruh rasa syukur itu tidak boleh berhenti di sana: kita masih harus, jika kita ingin menjaganya, mempraktikkannya dalam perbuatan-perbuatan sesuai teladan orang-orang Majus. Ya, kesetiaan mereka terhadap rahmat disertai dengan kesigapan, kemurahan hati, dan ketekunan. Demikianlah sifat-sifat yang harus kita miliki.
Kita pertama-tama berkata bahwa panggilan mereka menuju iman sigap adanya. Memang benar, baru saja mereka menyaksikan bintang yang bermukjizat itu, dan tanpa mengujinya, mereka pergi untuk mencari Juru Selamat mereka dalam kesigapan, dalam hasrat yang membara untuk sampai kepada tempat di mana rahmat memanggil mereka dalam rupa bintang itu, sehingga tiada sesuatu yang dapat menghambat diri mereka! Sayang sekali, saudara-saudaraku! Betapa jauhnya diri kita dari teladan mereka! Bukankah sudah bertahun-tahun Allah memanggil kita melalui rahmat-Nya, dengan memberikan kita pikiran untuk berhenti berdosa, untuk berdamai dengan-Nya? Tetapi kita senantiasa tidak peka dan memberontak. Oh! Kapankah datangnya hari yang Bahagia itu di mana kita akan berbuat seperti orang Majus itu yang meninggalkan segalanya untuk menyerahkan diri kepada Allah!
Kedua, saudara-saudaraku, kita berkata bahwa kesetiaan mereka kepada panggilan mereka disertai dengan kemurahan hati, sebab mereka mengatasi segala kesulitan dan rintangan yang menghadapi diri mereka demi mengikuti bintang itu. Pengorbanan-pengorbanan seperti apa yang telah mereka buat? Sayang sekali! Mereka harus meninggalkan negeri mereka, rumah mereka, keluarga mereka, kerajaan mereka, dalam kata lain, mereka harus mengasingkan diri dari segala sesuatu yang tersayang bagi diri mereka di dunia, mereka harus menantikan perjalanan-perjalanan yang melelahkan, panjang, dan sulit, dan yang dilakukan pada musim yang amat keras dari tahun itu. Segala sesuatu kelihatannya bertentangan terhadap rencana mereka. Betapa banyak cemoohan yang harus mereka tanggung dari rekan-rekan mereka serta para rakyat mereka! Tetapi tidak! Tiada sesuatu yang mampu menghentikan diri mereka dalam upaya yang sedemikian pentingnya. Dan itulah persisnya, saudara-saudaraku, jasa-jasa yang dibutuhkan oleh iman, yakni, menyangkal segalanya, dan mengorbankan hal yang kita paling sayangi demi menaati suara dari rahmat yang memanggil diri kita.
Sayang sekali, saudara-saudaraku, seandainya kita harus berkorban seperti orang-orang Majus demi memperoleh Surga, akan betapa kecilnya jumlah orang yang terpilih! Tetapi tidak, saudara-saudaraku, marilah kita melakukan apa yang kita harus lakukan untuk perkara duniawi, dan kita pasti akan memperoleh Surga. Lihatlah: orang yang tamak akan bekerja malam dan siang untuk menimbun atau memperoleh uang. Bayangkanlah seorang pemabuk, ia akan menderita setiap hari dalam satu pekan demi memperoleh sejumlah uang untuk minum pada hari Minggu. Lihatlah orang-orang muda yang bersenang-senang itu! Mereka akan berjalan jauh untuk mencari suatu kenikmatan yang hampa dan yang dipenuhi dengan kegetiran. Mereka akan datang pada malam hari, pada waktu yang buruk. Sewaktu mereka sampai di rumah mereka … mereka akan dimarahi, setidaknya jika orang tua mereka belum lupa bahwa kelak Allah akan meminta kepada mereka pertanggungjawaban atas jiwa anak-anak mereka. Dan anda lihat sendiri bahwa di dalam hal-hal itu, banyak pengorbanan yang harus dilakukan; dan bagaimanapun … mereka melakukan segalanya; yang satu dengan penipuan, yang lain dengan muslihat, segala sesuatu dilakukan. Tetapi saying sekali! Saudara-saudaraku, sewaktu perkaranya adalah keselamatan kita, apakah yang kita lakukan? Hampir segalanya terlihat menyulitkan bagi diri kita. Marilah kita mengakui, saudara-saudaraku, bahwa kebutaan diri kita ini sangat memilukan. Kita melakukan segala sesuatu demi dunia yang malang ini dan tidak melakukan sesuatu pun demi menjamin kebahagiaan kekal bagi diri kita.
Ketiga, marilah kita kembali melihat, saudara-saudaraku, sampai seperti apa orang-orang Majus itu mencurahkan kemurahan hati mereka. Sesampainya mereka di Yerusalem, bintang yang telah menuntun diri mereka dalam perjalanan itu menghilang di hadapan diri mereka. Tidak diragukan bahwa mereka percaya bahwa mereka berada di tempat di mana sang Juru Selamat terlahir yang mereka datangi untuk sembah, dan mengira bahwa segenap Yerusalem dipenuhi oleh sukacita yang amat besar, oleh karena kelahiran pembebasnya. Betapa mengejutkannya! Betapa diri mereka tertegun, saudara-saudara! Yerusalem bukan hanya sama sekali tidak memberikan tanda-tanda sukacita, ia malah mengabaikan bahwa sang Pembebas sudah terlahir. Orang-orang Yahudi sama terkejutnya saat melihat orang-orang Majus itu datang untuk menyembah sang Mesias, seperti orang-orang Majus itu terkejut bahwa peristiwa itu diwartakan kepada diri mereka. Betapa besar harapan untuk iman mereka! Apa lagi yang dapat membuat mereka meninggalkan perjalanan mereka dan kembali ke negeri mereka, dalam rasa takut bahwa mereka akan menjadi bahan fitnah seluruh Yerusalem? Sayang sekali, saudara-saudaraku! Itulah apa yang akan telah dilakukan beberapa orang dari antara kita seandainya iman mereka telah dihadapkan oleh cobaan yang serupa. Hilangnya bintang itu bukanlah tanpa misteri. Bintang itu menghilang demi membangunkan iman orang-orang Yahudi yang telah memejamkan mata terhadap peristiwa semacam itu; mereka perlu didatangi orang asing untuk menghardik kebutaan diri mereka.
Tetapi, segala cobaan itu sama sekali tidak menggoyahkan, sebaliknya, hanya meneguhkan tekad orang-orang Majus itu. Sewaktu cahaya itu tampaknya meninggalkan diri mereka, apakah para raja kudus itu lalu menyerah, saudara-saudaraku? Oh, tidak, saudara-saudaraku! Kitalah yang menyerah; hanya perlu cobaan yang jauh lebih lemah untuk membuat kita menyerah. Para raja kudus itu kembali dari sisi yang lain: mereka meminta nasihat orang-orang bijak yang mengenali nubuat-nubuat yang menunjukkan kepada mereka tempat dan saat sang Mesias lalu akan lahir, dan mencari tahu dari mereka di tempat mana sang Raja baru dari orang Yahudi itu akan terlahir. Dengan menginjak-injak hormat manusiawi, mereka pun memasuki istana Herodes, dan bertanya kepadanya di manakah sang raja yang baru lahir itu berada, sambil menyatakan kepadanya tanpa rasa takut, bahwa mereka telah datang untuk menyembah-Nya. Walaupun perkatan itu mungkin menyinggung sri raja, tiada sesuatu pun yang dapat menghentikan mereka dari perjalanan yang sedemikian pentingnya: mereka ingin menemukan Allah mereka, betapapun besarnya harga yang harus mereka bayar. Betapa besarnya keberanian mereka, saudara-saudaraku, betapa besar keteguhan mereka! Oh, saudara-saudaraku! Bagaimanakah dengan diri kita, kita yang menakuti cemoohan yang kecil? Perkataan apa yang akan dikatakan orang mencegah kita untuk memenuhi tanggung jawab kita terhadap agama dan menyambut sakramen-sakramen. Betapa seringnya wajah kita memerah saat kita membuat tanda Salib sebelum dan sesudah makan? Betapa seringnya hormat manusiawi telah membuat kita melanggar hukum puasa dan pantang, karena kita takut diolok-olok dan dianggap sebagai orang Kristen yang baik? Bagaimanakah dengan diri kita, saudara-saudaraku? Oh! Betapa besar rasa malu kita, sewaktu pada hari Penghakiman, sang Juru Selamat akan membandingkan kelakuan kita dengan kelakuan orang-orang Majus, bapa kita dalam iman, yang telah meninggalkan segala sesuatu dan mengorbankan segalanya dan tidak melawan suara dari rahmat yang memanggil diri mereka.
Lihatlah pula betapa besar ketekunan diri mereka. Para ahli Taurat berkata bahwa kepada mereka bahwa segala nubuat mewartakan bahwa sang Mesias akan terlahir di Bethlehem dan bahwa waktunya sudah tiba. Segera setelah menerima jawabannya, orang-orang Majus itu pergi menuju kota tersebut … Bukankah mereka harus menantikan apa yang terjadi kepada Bunda Maria dan Santo Yosef, bahwa perjalanan itu sedemikian panjangnya sehingga mereka tidak menemukan tempatnya? Apakah mereka bahkan mampu meragukan bahwa orang-orang Yahudi yang, sejak empat ribu tahun, menantikan sang Mesias berlari dalam rombongan untuk sujud di bawah palungan itu, demi mengakui-Nya sebagai Allah dan pembebas mereka? Tidak, saudara-saudaraku. Tidak seorang pun bergerak; mereka berada di dalam kegelapan dan mereka tetap berada di dalamnya: suatu gambaran baik akan seorang pendosa, yang tidak henti-hentinya mendengar suara Allah yang berseru kepadanya, melalui suara dari gembala-gembalanya, agar ia berhenti berdosa dan berserah kepada-Nya, dan tidak lagi berbuat salah dan berkeras hati ….
Tetapi, marilah kita kembali kepada para raja Majus yang kudus, saudara-saudaraku. Mereka berangkat sendiri dari Yerusalem; betapa mereka tepat waktu! Oh! Betapa besar iman mereka! Apakah Allah akan meninggalkan mereka tanpa pahala? Tidak, tentunya tidak. Mereka baru saja keluar dari kota itu, lalu, pelita itu, yakni, bintang yang bermukjizat itu kembali tampak di depan diri mereka. Bintang itu tampak menuntun tangan mereka untuk sampai kepada anak miskin yang menderita dan papa. Bintang itu berhenti dan tampak berkata kepada mereka: Lihatlah Ia yang hendak kuwartakan kepada kalian. Lihatlah Ia yang telah kalian nantikan. Ya, masuklah: kalian akan melihat-Nya. Ialah yang dilahirkan dari segala keabadian dan yang baru saja dilahirkan, yakni, yang darang untuk mengambil tubuh manusiawi yang harus dikorbankan-Nya demi menyelamatkan umat-Nya. Semoga Ia yang sarat akan derita ini tidak membuat kalian berpaling. Ia dibungkus dengan kain lampin; tetapi diri-Nya sendirilah yang menjatuhkan kilat dari ketinggian Surga. Neraka gemetar saat melihat diri-Nya sebab Neraka melihat Penakluknya. Raja-raja kudus itu merasakan, pada saat itu, hati mereka sedemikian terbakar oleh cinta sehingga mereka tersungkur di kaki Juru Selamat mereka dan membasahi jerami itu dengan air mata mereka.
Sungguh besar peristiwa itu bagi para raja itu, untuk mengakui sebagai Allah dan Juru Selamat mereka seorang anak yang tertidur di dalam sebuah palungan di antara dua binatang yang hina! Oh! Betapa berharganya iman itu! Keadaan-Nya yang miskin itu bukan hanya tidak membuat mereka berpaling, tetapi mereka bahkan lebih tersentuh dan merasa diri mereka terbangun. Mata mereka tampaknya tidak lagi dapat terpuaskan saat menatap Juru Selamat dunia, Raja Surga dan Bumi, Penguasa segenap alam semesta, dalam keadaan yang sedemikian rupa. Sungguh berlimpah sukacita di dalam hati mereka sehingga mereka memberikan kepada Allah mereka segala yang mereka punyai, dan segala yang dapat mereka berikan kepada-Nya. Sejak saat itu, mereka membaktikan pribadi mereka sendiri kepada Allah. Tidak puas dengan persembahan itu, mereka juga mempersembahkan segenap kerajaan mereka. Seturut kebiasaan orang-orang Timur, yang tidak pernah menyambut para pangeran agung tanpa memberikan hadiah, mereka mempersembahkan kepada Yesus hasil negeri mereka yang terkaya, yakni: emas, kemenyan, dan mur, dan melalui hadiah-hadiah itu, mereka secara sempurna mengungkapkan gagasan yang terbayang di dalam benak mereka akan sang Juru Selamat untuk mengakui keilahian-Nya, keberdaulatan-Nya, dan kemanusiaan-Nya. Keilahian-Nya, melalui kemenyan yang hanya pantas diberikan kepada Allah seorang; kemanusiaan-Nya, melalui mur yang digunakan untuk mengubur tubuh-Nya; keberdaulatan-nya, melalui emas yang adalah upeti yang lazim digunakan untuk membayar para penguasa. Tetapi, persembahan itu bahkan mengungkapkan dengan lebih baik perasaan dalam hati mereka: kasih mereka yang membara terwujud oleh emas, yang dilambangkannya; bakti mereka yang lembut digambarkan oleh kemenyan; pengorbanan diri yang mereka buat kepada Allah, dari hati yang dimatiragakan, digambarkan oleh mur.
Betapa bajik, saudara-saudaraku, raja-raja Timur itu! Allah, sewaktu Ia melihat sikap dari hati mereka, tidakkah Ia akan berkata sejak saat itu apa yang dikatakan-Nya beberapa waktu setelahnya: bahwa Ia tidak pernah melihat iman yang lebih besar dari segenap Israel! Memang benar, orang-orang Yahudi memiliki sang Mesias di tengah-tengah mereka, dan mereka tidak memperhatikan-Nya; orang-orang Majus, walaupun mereka sangat jauh, datang untuk mencari-Nya dan mengakui-Nya sebagai Allah mereka. Orang-orang Yahudi, setelahnya, memperlakukan-Nya sebagai penjahat yang paling hina yang pernah dikandung oleh bumi, dan akhirnya menyalibkan-Nya pada waktu yang sama saat Ia telah memberikan bukti-bukti yang paling jelas akan keilahian-Nya; sedangkan orang-orang Majus, yang melihat-Nya tertidur di atas jerami, dalam kondisi yang paling hina, tersungkur untuk menyembah-Nya dan mengakui-Nya sebagai Allah, Juru Selamat, dan pembebas diri mereka. Oh! Betapa berharganya iman! Seandainya kita mendapatkan keberuntungan untuk mengerti betapa berharganya iman itu, akan seperti apa upaya yang akan kita lakukan untuk menjaganya di dalam diri kita!
Yang manakah yang kita tiru, saudara-saudaraku? Orang-orang Yahudi atau orang-orang Majus? Apakah yang kita lihat di dalam diri kebanyakan orang Kristen? Sayang sekali! Iman yang lemah dan letih lesu … Percayakah kita bahwa Allah itu ada? Oh! Tidak saudara-saudaraku, jika kita percaya, kita hanya percaya untuk menghina-Nya! Bagaimanakah kita menggunakan karunia iman yang berharga serta sarana-sarana keselamatan yang kita temukan di dalam Gereja Katolik? Keserupaan apa yang kita lihat antara hidup kita dan kekudusan dari agama kita? Dapatkah kita berkata, saudara-saudaraku, bahwa pengakuan iman kita selaras dengan semboyan-semboyan Injil, dengan teladan-teladan yang telah diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita? Apakah kita meluhurkan, mempraktikkan segala sesuatu yang diluhurkan dan dipraktikkan oleh Yesus Kristus? Yakni, apakah kita mencintai kemiskinan, penghinaan, dan kebencian terhadap diri kita? Apakah kita lebih menyukai sifat Kristiani daripada segala penghormatan dan segala yang dapat kita miliki dan ingini di atas bumi? Apakah kita memiliki rasa hormat, hasrat, dan keinginan terhadap sakramen-sakramen untuk memperoleh manfaat dari rahmat-rahmat yang telah dianugerahkan oleh Tuhan di dalamnya? Itulah, saudara-saudaraku, apa yang harus kita renungkan dalam diri kita masing-masing.
Sayang sekali! Betapa besar dan getirnya hardikan yang harus kita jatuhkan kepada diri kita sendiri atas berbagai poin itu? Menimbang begitu banyak kedurhakaan serta ketidaksetiaan diri kita, bukankah kita harus takut Yesus Kristus akan merampas karunia iman yang berharga seperti yang dialami oleh orang-orang Yahudi untuk memberikan karunia itu kepada kerajaan-kerajaan lainnya di mana karunia itu akan digunakan dengan lebih baik? Mengapakah orang-orang Yahudi bukan lagi adalah umat Allah? Bukankah akibat kebencian yang telah mereka tunjukkan kepada rahmat-rahmat-Nya? Berjaga-jagalah, Santo Paulus berkata kepada kita, jika anda tidak berteguh dalam iman, anda akan seperti orang-orang Yahudi, ditolak dan dibuang.
Sayang sekali! Saudara-saudaraku, betapa banyaknya orang yang gemetar hanya saat kemalangan mendatangi diri kita, sewaktu kita mempertimbangkan betapa kecilnya iman di atas bumi. Memang benar, saudara-saudaraku, iman seperti apakah yang kita lihat di antara orang-orang muda yang akan membaktikan masa muda dari hari-hari mereka kepada Tuhan, untuk bersyukur kepada-Nya atas kekayaan dari harta iman yang berharga itu yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka? Bukankah kita melihat diri mereka, sebaliknya, yang satu menyibukkan diri untuk memuaskan keangkuhan diri mereka, yang lain untuk memuaskan diri mereka dalam kenikmatan-kenikmatan? Mereka sungguh terpaksa mengakui bahwa mereka perlu diajarkan bahwa mereka memiliki jiwa … Iman seperti apa yang akan kita temukan dari antara mereka yang telah mencapai masa dewasa, yang mulai dikecewakan oleh kegilaan dari masa muda? Tetapi bukankah mereka sepenuhnya disibukkan untuk membesarkan kekayaan mereka? Apakah mereka berpikir untuk menyelamatkan jiwa mereka yang malang, jiwa yang tentangnya iman berkata kepada mereka bahwa jika mereka kehilangan jiwa itu, tidak lagi ada harapan bagi diri mereka? Tidak, saudara-saudaraku, tidak, tidak penting bagi mereka bilamana jiwa mereka selamat atau binasa, selama kekayaan mereka bertambah! – Pada akhirnya, iman seperti apa yang kita saksikan di antara orang tua yang, dalam beberapa menit, akan dipanggil untuk menghadap Allah untuk memberikan pertanggungjawaban atas hidup mereka yang, mungkin, hanyalah selembar dosa? Apakah mereka berpikir untuk menggunakan waktu yang singkat yang masih hendak diberikan oleh Allah kepada mereka dalam kerahiman-Nya, dan yang seharusnya hanya dibaktikan untuk menangisi kesalahan-kesalahan mereka? Tidakkah kita melihat diri mereka, tidakkah kita mendengar diri mereka, sering kali sewaktu mereka mendapatkan kesempatan, melantunkan dengan senang hati, gaduhnya kenikmatan-kenikmatan yang telah mereka kecap dalam kegilaan masa muda mereka? Sayang sekali! Saudara-saudaraku, kita akan oleh karena itu terpaksa mengakui bahwa iman hampir padam …. Memang benar, saudara-saudaraku, iman seperti apa yang dapat kita harapkan untuk temukan dalam diri orang Kristiani yang akan berada tiga, empat, atau bulan, tanpa menyambut sakramen-sakramen? Sayang sekali! Berapa banyak orang yang selama bertahun-tahun, dan juga banyaknya orang yang selama tiga atau empat tahun tidak menyambut sakramen! Marilah kita merasa takut, saudara-saudaraku, marilah kita merasa takut untuk mengalami hukuman-hukuman yang sama yang telah dijatuhkan oleh Allah kepada begitu banyak bangsa lainnya yang, kemungkinan, jauh lebih tidak pantas dihukum daripada kita, dari mana iman telah dipindahkan ke tempat lain ….
Dan apakah yang harus kita lakukan, saudara-saudaraku, untuk memiliki dan tidak pernah kehilangan karunia itu? Kita harus berbuat seperti orang-orang Majus yang terus-menerus berjuang demi membuat iman semakin hidup. Anda lihat, saudara-saudaraku, betapa eratnya hubungan orang-orang Majus itu dengan Allah melalui iman! Sewaktu mereka berada di kaki palungan … mereka berbuat seperti seorang anak yang akan berpisah dari seorang bapa yang baik, yang selalu menunda dan bergumam, mencari alasan supaya dapat memperpanjang pertemuan kebahagiaan mereka. Sewaktu tiba waktunya, air mata pun berlinang, hati pun menjadi pilu. Demikianlah pula apa yang terjadi kepada para Raja kudus itu. Sewaktu mereka harus berpamitan dengan palungan itu, air mata pun bercucuran pada wajah mereka, mereka tampak seakan-akan diikat oleh rantai. Di satu sisi, mereka terdesak oleh kasih untuk pergi mewartakan kebahagiaan itu kepada segenap kerajaan mereka; di sisi lain, mereka harus berpisah dari Ia yang telah mereka cari-cari dari tempat yang sedemikian jauhnya, dan yang telah mereka temukan setelah menghadapi kesulitan-kesulitan yang begitu banyak. Mereka saling bertatapan satu sama lain untuk melihat siapakah yang akan pergi pertama kali. Tetapi, malaikat berkata kepada mereka bahwa mereka harus pergi untuk mewartakan kabar gembira itu kepada para rakyat dari kerajaan-kerajaan mereka, walaupun tanpa kembali ke tempat kediaman Herodes. Malaikat itu juga berkata bahwa jika Herodes telah memperingatkan mereka supaya berjaga-jaga, dan supaya memastikan agar mereka menunjukkan kepadanya tempat kelahiran-Nya, hal itu hanya dilakukannya untuk membunuh-Nya; dan bahwa mereka harus melewati suatu jalan yang lain. Ini adalah suatu gambaran yang indah dari seorang pendosa yang bertobat yang telah berhenti berdosa untuk menyerahkan diri kepada Allah, ia tidak lagi boleh kembali ke tempat di mana ia dahulu pergi. Kata-kata sang malaikat itu mencengkeram diri mereka dengan kepedihan yang amat besar, karena mereka takut mendapatkan kemalangan sehingga menjadi sebab kematian-Nya. Setelah berpamitan dengan Yesus, Maria, dan Yosef, mereka pergi dengan cara yang sedemikian diam-diamnya, dan tidak melalui jalan yang besar, agar tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka tidak pergi beristirahat di dalam penginapan, tetapi mereka melewati malam hari di di bawah pepohonan, di sudut bebatuan, dan dengan demikian melakukan perjalanan beberapa puluh ribu kilometer.
Baru saja mereka sampai ke negeri mereka, mereka pun mewartakan kepada segenap daerah kepangeranan mereka rencana mereka untuk meninggalkan segala sesuatu yang mereka miliki … setelah mereka melihat Allah mereka yang berada dalam kemiskinan yang sedemikian rupanya; dan mereka merasa luar biasa gembiranya untuk dapat meneladani-Nya setidaknya dalam hal itu. Mereka melewatkan malam hari dengan berdoa, dan siang hari untuk berlari dari rumah ke rumah, untuk memberitahukan kepada semua orang tentang kebahagiaan yang telah mereka alami, tentang segala sesuatu yang telah mereka lihat di dalam kendang itu, tentang air mata yang telah ditumpahkan oleh Allah yang terlahir itu demi menangisi dosa-dosa mereka. Mereka melakukan penitensi-penitensi yang amat keras kepada tubuh mereka; mereka tampak seperti tiga malaikat yang menjelajahi provinsi-provinsi dari negeri mereka demi mempersiapkan jalan bagi Tuhan; mereka tidak mampu berbicara tentang sang Juru Selamat yang manis itu tanpa terus-menerus menitikkan air mata, dan setiap kali mereka berbicara bersama tentang saat yang bahagia itu yang mereka alami di dalam kendang, mereka merasa seperti mati karena cinta. Oh! Bagaimanakah, saudara-saudaraku, mereka tidak mampu berbicara yang satu kepada yang lainnya seperti para murid dari Emaus: ‘Bukankah hati kita terasa seperti terbakar oleh cinta, sewaktu kita sujud di kaki-Nya di dalam gubuk itu?’ Ah! Seandainya mereka memiliki keberuntungan yang kita miliki sekarang untuk dapat membawa-Nya ke dalam hati mereka, tidakkah mereka akan berseru dengan gejolak cinta yang sama seperti Santo Fransiskus: ‘Oh! Tuhan, redamlah cinta-Mu, atau besarkanlah kekuatanku, aku tidak lagi dapat menahannya!’ Oh! Dengan keberhati-hatian yang seperti apa mereka akan telah menjaga-Nya seandainya Ia telah berkata kepada mereka bahwa satu dosa saja akan membuat mereka kehilangan diri-Nya, tidakkah mereka lebih ingin mati seratus kali daripada untuk mendapatkan kemalangan yang sedemikian rupa! …
Santo Thomas dikisahkan, setelah Kenaikan sang Juru Selamat, pergi mewartakan Injil ke negeri mereka. Ia membawa ketiganya. Sejak mereka keluar dari kendang itu, mereka tidak henti-hentinya menyebarkan iman di negeri mereka. Santo Thomas, yang begitu bersukacita sewaktu melihat mereka dipenuhi dengan roh Allah dan telah diangkat kepada kekudusan yang begitu tinggi, menemukan semua hati yang telah siap untuk menerima rahmat keselamatan, oleh karena perhatian yang diberikan oleh para Raja kudus itu. Ia menceritakan kepada mereka segala sesuatu yang telah dilakukan dan ditanggung oleh sang Juru Selamat, sejak mereka mendapatkan kebahagiaan untuk menyaksikan-Nya di dalam palungan, bahwa Ia telah hidup sampai usia tiga puluh tahun, bekerja tanpa dikenali orang, bahwa Ia patuh kepada Bunda Maria dan Santo Yosef, bahwa keduanya telah hidup di sisi-Nya, dan bahwa Santo Yosef telah meninggal jauh sebelum diri-Nya; tetapi bahwa sang Perawan Suci masih hidup, bahwa salah satu dari para murid Yesuslah yang merawatnya. Tetapi, sang Juru Selamat sendiri, Ia telah menderita selama tiga tahun terakhir dari hidup-Nya segala sesuatu yang dapat ditimpakan kepada seorang penjahat terbesar di dunia: bahwa sewaktu Ia pergi mewartakan bahwa Ia telah datang untuk menyelamatkan mereka, bahwa Ialah sang Mesias yang telah dinantikan selama berabad-abad, bahwa Ia memberitahukan apa yang harus dilakukan untuk beroleh manfaat dari rahmat yang telah dibawakan-Nya untuk mereka, Ia diusir oleh kerumunan orang dengan dilempari bebatuan. Ia telah menjelajah banyak negeri untuk menyembuhkan orang-orang sakit yang dibawa kepada-Nya, membangkitkan orang-orang mati, dan membebaskan orang-orang yang kerasukan iblis. Sebab kematian-Nya adalah salah satu orang yang dipilih-Nya untuk mewartakan Injil, yang, karena dikendalikan oleh ketamakan, menjual-Nya untuk tiga puluh keping perak. Ia telah diikat seperti seorang penjahat kepada sebuah tiang, di mana ia telah dipukuli dengan sedemikian kejamnya sehingga rupa-Nya tidak lagi dapat dikenali. Ia telah diseret di jalanan Yerusalem, berbebankan sebuah salib yang membuat-Nya jatuh di setiap langkah; darah-Nya mengguyur bebatuan yang dilewati-Nya, dan setiap kali Ia jatuh, para algojo mengangkat-Nya dengan tendangan dan pukulan tongkat; bahwa mereka akhirnya menyalibkan-Nya, dan bahwa, Ia sama sekali tidak membalas dendam atas penghinaan yang begitu banyak, tetapi tidak henti-hentinya berdoa untuk diri mereka; bahwa Ia telah meninggal di salib itu, di mana orang-orang yang menyaksikan-Nya dan orang-orang Yahudi mengutuki-Nya. Lalu, tiga hari setelahnya, Ia pun bangkit, sebagaimana yang telah dinubuatkan-Nya sendiri; dan segera, Ia naik ke Surga. Thomas telah menjadi saksinya, serta para Rasul yang telah mengikuti Yesus di dalam misi-Nya.
Setelah mendengar segala sesuatu yang telah diderita oleh sang Juru Selamat, para Raja kudus itu seolah-olah tidak lagi dapat hidup, Mereka membunuh-Nya, sang Juru Selamat yang lembut itu, ujar mereka! Ah! Dapatkah seseorang berbuat dengan sedemikian kejamnya? Dan Ia juga telah mengampuni mereka! Oh! Betapa baiknya diri-Nya itu! Oh betapa besar kerahiman-Nya! Dan mereka tidak mampu menahan air mata mereka, sebab hati mereka sungguh dipenuhi oleh kepedihan. Santo Thomas membaptis mereka, menahbiskan mereka sebagai imam, dan mengonsekrasikan mereka sebagai uskup, agar mereka memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menyebarkan iman setelah konsekrasi mereka. Mereka begitu digerakkan oleh cinta akan Allah, sehingga mereka berseru kepada semua orang yang mereka temui: Datanglah, saudara-saudaraku, datanglah, kami akan menceritakan apa yang telah diderita oleh sang Mesias yang telah kami ceritakan, yang telah kami lihat di dalam palungan itu.
Tampaknya pada setiap saat, mereka dipenuhi sukacita yang membumbung ke Surga, oleh karena cinta Allah yang membakar hati mereka. Segenap hidup mereka hanya dipenuhi mukjizat-mukjizat serta konversi. Karena mereka begitu akrab selama hidup mereka satu sama lain, Allah mengizinkan agar mereka dikuburkan di dalam makam yang sama. Raja pertama yang mati ditempatkan di sisi kanan; tetapi saat yang kedua mati, Raja yang pertama kali dikuburkan memberikan tempatnya kepada yang lain; pada akhirnya, saat yang terakhir mati, kedua Raja yang telah mati itu menepi untuk membuat tempat untuknya di tengah-tengah mereka, karena ia memiliki kemuliaan yang terbesar untuk bekerja lebih lama demi sang Juru Selamat. Mereka begitu dipenuhi dengan kerendahan hati dari Tuhan mereka, sehingga mereka membuat-Nya tampak bahkan setelah kematian mereka. Sejak mereka terpanggil kepada iman, kebajikan dan cinta kasih mereka kepada Allah senantiasa bertambah. Oh! Betapa kita akan menjadi bahagia, saudara-saudaraku, jika kita mengikuti jejak kaki dari para bap akita dalam iman, yang percaya bahwa segala yang telah mereka lakukan bukanlah apa-apa.
Dan apakah yang harus kita lakukan, saudara-saudaraku, untuk memberikan kesaksian kepada Allah atas rasa syukur kita untuk telah memberikan kepada kita sarana-sarana yang sedemikian mudah didapatkan untuk menyelamatkan diri kita? Kita harus bersyukur kepada-Nya. Jikalau, di dalam dunia ini, pelayanan yang terkecil tidak diberikan ganjaran, kita cenderung akan bergumam; penghakiman apa yang akan dijatuhkan oleh Allah kita atas kedurhakaan semacam itu? Musa, sebelum ia mati, membuat semua bangsa Yahudi berkumpul di sekelilingnya, dan menceritakan kepada mereka segala kebaikan yang tidak henti-hentinya dicurahkan oleh Tuhan kepada dirinya, sambil menambahkan bahwa seandainya ia tidak bersyukur, ia harus menantikan suatu hukuman yang lebih besar; dan apa yang persisnya yang telah terjadi kepadanya, karena ia telah ditinggalkan oleh Allah! Sayang sekali! Saudara-saudaraku, kebaikan yang telah dicurahkan oleh Allah atas diri kita jauh lebih berharga daripada yang dimiliki oleh orang-orang Yahudi.
Oh seandainya anda dapat bertanya kepada para leluhur anda dan mengerti melalui jalan mana anda dapat sampai kepada pembaptisan, melalui jalan yang mana Penyelenggaraan Ilahi telah menuntun anda sampai kepada saat yang berbahagia di mana anda dujubahi dengan karunia iman yang berharga! Setelah menghindarkan segala mara bahaya dan kecelakaan yang mungkin dapat mencekik diri anda, seperti yang terjadi kepada begitu banyak orang lain, di dalam rahim ibunda anda, setelah anda baru saja melihat cahaya siang hari, Tuhan pun menyambut anda di dalam rangkulan-Nya, sambil berkata kepada diri anda: Engkaulah anak-Ku yang kukasihi. Sejak saat itu, Ia tidak henti-hentinya mengawasi diri anda. Seraya akal budi anda berkembang, ayah, bunda, serta para pastor anda tidak henti-hentinya memberitahukan anda kebaikan yang dijanjikan oleh sang Juru Selamat jika kita melayani-Nya. Ia tidak henti-hentinya memastikan agar diri anda dijaga seperti biji mata-Nya. Roh Kudus berkata kepada kita bahwa, sewaktu Tuhan membawa keluar umat-Nya dari Mesir dan memimpin mereka menuju Tanah Terjanji, Ia membandingkan diri-Nya sendiri kepada seekor elang yang terbang di sekeliling anak-anaknya untuk menyemangati mereka agar terbang, membawa mereka di atas sayapnya: itulah persisnya, saudara-saudaraku, apa yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus untuk diri kita. Ia membentangkan sayap-Nya, yakni, lengan-Nya di salib, demi menyambut kita dan membuat kita bersemangat melalui ajaran-ajaran serta teladan-teladan-Nya, untuk menjauhkan diri kita dari dunia ini, dan untuk mengangkat diri kita ke Surga bersama-Nya. Kitab Suci berkata kepada kita bahwa bangsa Israel telah ditetapkan oleh Allah, oleh karena karunia yang istimewa dari kebaikan-Nya, di negeri Kanaan untuk meneguk di negeri itu madu yang sedemikian baiknya yang mereka temukan di dalam liang bebatuan, untuk makan dari bunga gandum yang termurni, untuk minum dari anggur yang terlezat. Ya, semuanya itu hanyalah suatu gambaran kecil dari kebaikan-kebaikan rohani yang dapat memuaskan diri kita di dalam dada Gereja. Bukankah di dalam luka-luka Yesus Kristus kita menemukan penghiburan yang terbesar? Bukankah di dalam sakramen-sakramen, kita memuaskan diri dengan anggur yang sedemikian lezatnya yang manisnya dan kekuatannya memabukkan jiwa kita?
Apa lagi yang dapat dilakukan oleh Allah untuk diri kita? Sewaktu nabi Natan diutus kepada Daud untuk menegurnya atas dosanya, ia berkata kepadanya: Dengarlah, ya Pangeran, demikianlah firman Tuhan: Aku telah menyelamatkanmu dari tangan Saul untuk membuatmu meraja di tempatnya; Aku telah memberikan kepadamu segala harta dan segala kekayaan dari suku Yehuda dan Israel, dan jika engkau menganggap semuanya itu sedikit, tambahnya, Aku siap untuk memberikan kepadamu lebih banyak lagi. Tetapi untuk diri kita, saudara-saudaraku, apa lagi yang dapat diberikan-Nya, sewaktu Ia telah mewartakan kepada kita tentang segala harta kekayaan-Nya? Saudara-saudaraku, seperti apakah rasa syukur kita, atau sebaliknya, kebencian apa, penyelewengan apa yang belum kita perbuat? Peduli apa kita, bagaimanakah kita menggunakan sabda Allah yang telah diwartakan kepada kita sedemikian seringnya? Oh! Berapa banyaknya orang malang yang tidak mengenal Yesus Kristus? Yang kepadanya, sabda suci itu tidak pernah diwartakan, dan yang akan menjadi orang kudus yang agung seandainya saja mereka memiliki remah-remah dari roti suci itu yang tidak henti-hentinya dilimpahkan kepada diri anda dan yang anda sia-siakan? Bagaimanakah kita menggunakan sakramen pengakuan dosa di mana Allah mempertunjukkan kepada kita betapa besar kerahiman-Nya, di mana kita cukup memberitahukan tentang luka-luka diri untuk mendapatkan kesembuhan? Sayang sekali! Kebanyakan orang membenci obat itu, dan yang lain hanya jarang kali menyambutnya. Bagaimanakah kita menggunakan Komuni Kudus dan Misa Kudus? Seandainya di dunia Kristiani hanya ada satu gereja di mana misteri yang agung itu diselenggarakan, di mana orang diizinkan untuk menyambut dan menerima tubuh dan darah yang berharga dari Yesus Kristus, kita tentunya akan merasakan, saudara-saudaraku, rasa iri yang suci kepada mereka yang akan berada di pintu gereja itu, yang dapat menyambut dan menerima-Nya setiap kali mereka menghendakinya. Ya, saudara-saudaraku, kita adalah bangsa yang terpilih itu; kita berada di pintu dari tempat yang begitu suci itu, yang begitu murni di mana Allah mengorbankan diri-Nya setiap hari. Bagaimanakah, saudara-saudaraku, kita menggunakan keberuntungan itu?
Sewaktu Allah akan datang mengadili dunia, seorang Yahudi, seorang penyembah berhala, seorang Muslim akan dapat berkata: Oh! Seandainya saya memiliki keberuntungan untuk hidup di dalam dada Gereja Katolik, seandainya saja saya orang Kriten, seandainya saya telah menerima rahmat-rahmat yang dimiliki oleh bangsa terpilih itu, saya tentunya akan telah hidup dengan cara yang amat berbeda. Ya saudara-saudaraku, kita memiliki rahmat dan cinta kasih itu. Tetapi, sekali lagi, bagaimanakah kita menggunakannya, di manakah rasa syukur kita? Tidak, saudara-saudaraku, tidak, kedurhakaan kita tidak akan lolos dari hukuman, Allah akan merampas dari diri kita dalam murka-Nya, kebaikan-kebaikan yang begitu kita abaikan, atau malah yang kita benci dan yang kita gunakan untuk berbuat dosa. Saya tidak berkata, saudara-saudaraku, bahwa bencana kekeringan, banjir, hujan es, badai, penyakit dan segala tulah dari keadilah-Nya akan datang menimpa diri kita: semuanya itu bukan apa-apa, walaupun semuanya itu merupakan suatu bagian dari hukuman atas kedurhakaan kita. Tetapi, akan datang waktunya, di mana Allah, karena Ia melihat kebencian yang kita perbuat terhadap karunia yang berharga yang telah diwariskan kepada kita oleh para bapa kita dalam iman, akan merampas karunia itu untuk memberikannya kepada orang lain. Sayang sekali, saudara-saudaraku! Kita sungguh sudah siap untuk kehilangan karunia itu di pada masa yang celaka yang baru saja kita lihat. Bukankah itu adalah suatu peringatan yang melaluinya Allah tampak berkata kepada kita bahwa jika kita tidak menggunakannya dengan lebih baik, karunia itu akan dirampas-Nya. Bukankah pikiran yang satu itu, saudara-saudaraku, akan membuat kita gemetar dan melipatgandakan doa-doa serta perbuatan-perbuatan baik kita, agar Allah tidak merampas dari diri kita kebaikan itu; bukankah kita harus, seperti orang-orang Majus itu, siap untuk mengorbankan segala sesuatu daripada kehilangan harta itu? Ya, saudara-saudaraku, marilah meneladani orang-orang Majus. Melalui merekalah Allah telah mewariskan iman kepada kita; dalam diri merekalah kita akan menemukan teladan yang terpenuh, dari iman yang sigap, murah hati, dan tekun. Marilah menyatukan pikiran dan hati kepada para raja Majus yang suci itu, saudara-saudaraku, marilah kita pergi menuju Yesus Kristus, dan marilah menyembah-Nya sebagai Allah kita; marilah mencintai-Nya sebagai Juru Selamat kita, marilah kita melekat kepada-Nya sebagai Raja kita. Marilah mempersembahkan kepada-Nya kemenyan dari iman yang membara, mur dari hidup yang penuh penitensi dan matiraga, emas dari kasih yang murni; atau dalam kata lain, marilah kita membuat kepada-Nya, seperti orang-orang Majus itu, suatu persembahan universal dari segala sesuatu yang kita miliki dan segala keberadaan kita; dan Allah bukan hanya akan menjaga harta iman yang berharga itu, tetapi juga akan membalas kita dengan lebih cepat, dan dengan demikian, kita akan berkenan kepada Allah dan kita akan menjamin bagi diri kita suatu kebahagiaan yang tidak akan berakhir, itulah apa yang saya harapkan untuk diri anda.”
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari: Sermons du vénérable serviteur de Dieu, Jean-Baptiste-Marie Vianney, Curé D’Ars [Khotbah-Khotbah dari Hamba Allah yang Terhormat, Yohanes Baptis Maria Vianney, Pastor Paroki dari Ars], T. I, Lyon, Librairie générale catholique et classique, Vitte et Perrussel, 1882, hal. 150-168.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 4 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 4 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 6 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 7 bulanBaca lebih lanjut...