^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Dukacita Maria yang Ketujuh: Yesus Dikuburkan
Tujuh Dukacita Santa Perawan Maria
“Sewaktu seorang ibunda berada di sisi anaknya yang menderita dan sekarat, ia pastinya merasakan dan menderita segala rasa sakit anaknya; tetapi sewaktu anaknya itu mati, sebelum tubuhnya dibawa ke makamnya, sang ibunda yang menderita itu harus mengucapkan selamat tinggal yang terakhir kepada anaknya; demikianlah pikiran bahwa sang ia tidak lagi akan melihat anaknya menjadi suatu kepedihan yang melebihi kepedihan lainnya. Lihatlah pedang terakhir dari dukacita Maria, yang sekarang harus kita pertimbangkan; sebab, setelah menyaksikan kematian Putranya di salib, dan setelah merangkul tubuh-Nya yang tak bernyawa terakhir kalinya, sang Ibunda yang terberkati ini harus meninggalkan-Nya di dalam kubur, dan tidak lagi pernah menikmat kehadiran-Nya yang tercinta di bumi.
Agar kita dapat mengerti dengan lebih baik dukacita yang terakhir ini, kita akan kembali ke Kalvari dan mempertimbangkan sang Bunda yang menderita ini, yang masih memegang tubuh yang tak bernyawa dari Putranya, yang ada dalam rangkulannya. Ya Putraku, ia tampak berkata di dalam kata-kata Ayub, Putraku, ‘Engkau telah berubah menjadi kejam terhadapku.’[1] Ya, untuk segala sifat-sifat-Mu yang mulia, kerupawanan-Mu, keanggunan-Mu, dan kebajikan-Mu, cara-cara-Mu yang menawan, segala tanda cinta yang khusus yang telah Kauanugerahkan kepadaku, pertolongan-pertolongan yang khas yang telah kau berikan kepadaku, - sekarang semua berubah menjadi dukacita, dan karena begitu banyak anak panah menembus hatiku, dan semakin anak panah itu membangkitkanku untuk mencintai-Mu, semakin kejam pula rasa kehilangan-Mu yang ditimbulkan olehnya di dalam diriku. Ah, Putraku yang tercinta, dengan kehilangan diri-Mu, aku telah kehilangan segalanya. Maka, Santo Bernardus berkata demikian dalam namanya: ‘Ya Allah yang sungguh lahir, Engkau dahulu adalah bapaku, putraku, mempelaiku: Engkaulah jiwaku sendiri! Sekarang aku tidak lagi memiliki bapa, aku menjadi janda dari suamiku, aku adalah Ibunda yang tak beranak; dengan kehilangan Putraku satu-satunya, aku telah kehilangan segalahnya.’[2]
Demikianlah Maria, dengan Putranya di dalam rangkulan tangannya, tenggelam dalam kepedihan. Para rasul yang kudus, yang takut bahwa sang Ibunda yang malang mungkin mati akibat penderitaan, mendekatinya untuk membawa tubuh Putranya dari tangannya, untuk menguburkan-Nya. Mereka melakukan hal ini dengan kekerasan yang lembut dan penuh hormat, dan setelah melumurinya dengan balsem, mereka membungkusnya dengan kain linen yang telah dipersiapkan. Di atas kain ini, yang masih terjaga di Turin, Tuhan kita sudi meninggalkan kepada dunia suatu bekas dari tubuh-Nya yang suci. Para murid lalu membawa-Nya ke kubur. Untuk melakukannya, mereka pertama-tama membopong tubuh yang suci itu di atas bahu mereka, lalu berjalanlah perarakan yang duka itu; paduan suara para malaikat dari Surga menemaninya; para wanita kudus mengikutinya, dan bersama mereka, sang Ibunda yang menderita juga mengikuti Putranya ke tempat penguburan. Sewaktu mereka telah sampai di tempat tujuan, ‘Oh betapa inginnya Maria menguburkan dirinya sendiri hidup-hidup bersama Putranya, jika demikianlah kehendak-Nya!’ sebab hal ini diwahyukannya sendiri kepada Santa Brigitta.[3] Tetapi karena itu bukan kehendak Ilahi, terdapat banyak penulis yang menyatakan bahwa ia mendampingi tubuh suci Yesus ke dalam kubur, di mana, menurut Baronius,[4] para murid juga meletakkan paku-paku serta mahkota duri. Saat mereka mendirikan batu untuk menutup jalan masuk kuburan itu, para murid kudus dari sang Juru Selamat harus mendekati sang Bunda yang Kudus, dan berkata: Ya Nona, kami harus menutup makam ini: maafkanlah kami, lihatlah Putramu sekali lagi, dan ucapkanlah selamat tinggal yang terakhir. Lalu, Putraku yang tercinta (sebab demikianlah pastinya ujaran sang Bunda yang menderita); lalu aku tidak akan melihat-Mu lagi? Maka, bersudilah, pada saat terakhir ini, agar aku menatap-Mu, terimalah selamat tinggalku yang terakhir, selamat tinggal dari Ibundamu yang terkasih, dan terimalah hatiku pula, yang kutinggalkan untuk dikuburkan bersama-Mu. ‘Sang Perawan Suci,’ ujar St. Fulgentius, ‘akan dengan bersemangat menginginkan untuk menguburkan jiwanya bersama tubuh Kristus.’[5] Dan ini diwahyukan oleh Maria sendiri kepada Santa Brigitta, sambil berkata: ‘Aku dapat sungguh berkata bahwa pada penguburan Putraku, satu makam seolah-olah berisi dua hati.’[6]
Akhirnya, para murid mendirikan batu itu dan menutup makam kudus-Nya, dan di dalamnya, tubuh Yesus, harta karun yang besar itu – harta karun yang demikian besarnya sehingga tiada harta yang dimiliki oleh bumi maupun Surga yang lebih besar. Di sini, saya boleh diizinkan untuk berganti bahan pembicaraan, dan berkata bahwa hati Maria dikuburkan bersama Yesus, sebab Yesus adalah segala hartanya: ‘Di mana hartamu berada, di sanalah hatimu akan berada juga.’[7] Dan di mana, jika kita boleh bertanya, hati kita dikuburkan? Di dalam ciptaan – kemungkinan di dalam lumpur. Dan mengapakah bukan di dalam Yesus, yang, walaupun Ia telah naik ke Surga, Ia tetap sudi berada di bumi, memang tidak mati, tetapi hidup di dalam Sakramen Mahakudus dari altar, persisnya agar hati kita dapat berada bersama-Nya, dan agar Ia dapat memiliknya? Tetapi, mari kita kembali kepada Maria. Sebelum meninggalkan makam, menurut St. Bonaventura, ia memberkati batu suci yang menutupnya, sambil berkata, ‘Ya batu yang bahagia, yang sekarang menutup tubuh suci itu, yang selama sembilan bulan terkandung di dalam rahimku; aku memberkatimu; aku meninggalkanmu sebagai penjaga Putraku, Putra yang adalah segala hartaku dan cintaku.’ Lalu, sambil mengangkat hatinya kepada Bapa yang Kekal, ia berkata, ‘Ya Bapa, kepada-Mu kuserahkan diri-Nya – Ia yang adalah Putra-Mu yang pada saat yang bersamaan, Ia juga milikku.’ Demikianlah ia mengucapkan selamat tinggal yang terakhir kepada Yesusnya yang tercinta dan kepada makam-Nya, ia meninggalkannya, dan kembali ke rumahnya sendiri. ‘Ibunda ini,’ ujar Santo Bernardus, ‘pergi dengan begitu menderita dan sedih, sehingga ia membuat begitu banyak orang menangis walau mereka menahannya; dan di mana pun ia berjalan, semua orang yang bertemunya menangis,’[8] tanpa dapat menahan air mata mereka. Dan ia menambahkan bahwa para murid kudus dan wanita kudus yang mendampinginya ‘bahkan lebih berkabung untuknya daripada untuk Tuhan mereka.’[9]
Santo Bonaventura berkata bahwa saudari-saudarinya mengerudunginya dengan jubah berkabung: ‘Para saudari dari Bunda Maria mengerudunginya sebagai seorang janda, yang hampir sepenuhnya menutupi seluruh wajahnya.’[10] Ia juga berkata bahwa, saat ia kembali, dan lewat di depan salib yang masih bersimbahkan darah Yesusnya, ialah yang pertama menyembahnya. ‘Ya salib suci,’ ia lalu berkata, ‘aku mengecupmu, aku menyembahmu, sebab engkau bukan lagi alat hukuman mati yang mengerikan, melainkan takhta cinta kasih dan altar kerahiman, yang dikuduskan oleh darah Anak Domba Allah, yang di atasmu, telah dikurbankan demi keselamatan dunia.’ Ia lalu meninggalkan salib itu dan pulang ke rumah. Sewaktu ia berada di sana, sang Bunda yang menderita menatap seikitarnya, dan tidak lagi melihat Yesusnya; melainkan, kehadiran yang manis dari Putranya yang terkasih dan kenangan akan hidup-Nya yang indah serta kematian-Nya yang kejam menghadirkan diri di hadapan matanya. Ia teringat bagaimana ia telah memeluk Putra itu ke dadanya di palungan Betlehem; percakapan-percakapannya bersama-Nya selama bertahun-tahun mereka tinggal di rumah di Nazaret; ia teringat cinta timbal balik mereka, tatapan mereka yang penuh cinta, kata-kata hidup abadi yang jatuh dari bibir Ilahi-Nya; dan lalu pemandangan yang menyedihkan yang pada hari itu disaksikannya, kembali hadir di hadapannya. Paku-paku, mahkiota, dan tubuh Putranya yang terkoyakkan, luka-luka yang mendalam, tulang-tulang yang tersingkapkan, mulut yang terbuka, mata yang redup, semuanya hadir di hadapannya. Ah, betapa malam itu penuh duka bagi Maria! Sang Bunda yang menderita, berpaling kepada Santo Yohanes dengan penuh duka berkata: ‘Ya Yohanes, katakanlah di mana Tuanmu?’ Ia lalu bertanya kepada Magdalena: ‘Anakku, katakan kepadaku, di manakah orang yang kausayangi? Ya Allah, siapakah yang telah mengambil-Nya dari kami? Maria menangis, dan semua yang hadir menangis bersamanya. Dan engkau, jiwaku, janganlah menangis! Ah, berpalinglah kepada Maria, dan ujarkan kepadanya bersama Santo Bonaventura sambil berkata: ‘Ya Ratuku yang termanis, biarkan aku menangis; engkau tidak bersalah, aku yang bersalah.’[11] Mohonkan kepadanya, setidaknya, untuk membiarkan dirimu menangis bersamanya: ‘Perbolehkan agar diriku dapat menangis.’[12] Ia menangis demi cinta; hendaknya engkau menangis lewat duka untuk dosa-dosamu. Dengan menangis demikian, engkau mungkin dapat memperoleh takdir yang bahagia dari ia yang kita baca di dalam teladan berikut ini.
TELADAN
Romo Engelgrave bercerita[13] bahwa seorang biarawan begitu tersiksa oleh kesangsian, sehingga ia terkadang menjadi hampir putus asa ; tetapi, karena ia memiliki devosi yang terbesar kepada Maria dalam Dukacita, ia selalu berlindung kepadanya di dalam penderitaan interiornya, dan merasa terhibur saat merenungkan dukacitanya. Kematian datang, dan iblis lalu menyiksanya lebih dari dari sebelumnya dengan kesangsian, dan mencobainya agar ia putus asa. Lalu, lihatlah, sang Ibunda yang beriba melihat putranya di dalam kepedihan itu, tampak kepadanya, sambil berkata : ‘Dan engkau, putraku, mengapakah engkau tenggelam dalam dukacita? Mengapa engkau begitu takut? Engkau yang begitu sering menghiburku dengan mengasihaniku di dalam dukacitaku. Tetapi sekarang,’ ia menambahkan, ‘Yesus mengutusku untuk menghiburku; maka, jadilah engkau terhibur, bersukacitalah, dan datanglah bersamaku ke Surga.’ Saat mendengar perkataan yang menghibur ini, sang biarawan yang berbakti itu, dipenuhi dengan sukacita dan kepercayaan, meninggal dengan tenang.
DOA
Ya Bundaku yang menderita, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri untuk menangis: tidak. Aku akan mendampingimu bersama air mataku. Kumintakan kepadamu rahmat ini sekarang: perolehkanlah daku agar aku dapat selalu ingat dan memiliki devosi yang lembut terhadap Sengsara Yesus dan dukacitamu, sehingga, sisa-sisa hariku dapat kulewatkan untuk menangisi penderitaanmu, ya Bundaku yang manis, serta derita Juru Selamatku. Dukacita ini, kupercaya, akan memberikanku kepercayaan dan kekuatan yang akan kubutuhkan pada waktu kematian, sehingga aku tidak putus asa di hadapan begitu banyak dosa yang olehnya aku telah menghina Tuhanku. Dukacita ini akan memperolehkanku ampun, ketekunan, dan Surga, di mana kuberharap untuk bersukacita bersamamu, dan untuk menyanyikan kerahiman Allahku yang tidak terbatas untuk selama-lamanya. Demikianlah harapanku; semoga terjadi demikian. Amin. Amin.”
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari edisi berbahasa Inggris : Santo Alfonsus de Liguori, Glories of Mary [Kemuliaan Maria], Revisi oleh Rev. Robert A. Coffin, London: Burns and Oates, 1868, hal. 457-462.
[1] Mutatus es mihi in crudelem. – Job. xxx. 21.
[2] O vere Dei Nate, tu mihi Pater, tu mihi Filius, tu mihi Sponsus, tu mihi anima eras. Nunc orbor Patre, viduor Sponso, desolor Filio, omnia perdo. - De Lament. B . M. V.
[3] O quam libenter tunc posita fuissem viva cum Filio meo, si fuisset voluntas ejus! – Rev. lib. i. cap. 10.
[4] Anno Chr. 34, n. 131.
[5] Animam cum corpore Christi contumulari Virgo vehementer exoptavit.
[6] Vere dicere possum , quod sepulto Filio meo, quasi duo corda in uno sepulchro fuerunt. - Rev . lib. ii. cap . 21 .
[7] Ubi enim thesaurus vester est, ibi et cor vestrum erit. – Luc. xli. 84.
[8] Sui ploratus pietate, multos etiam invitos ad lacrymas provocabat… Omnes plorabunt qui obviabant ei. – De Lament. B. M. V.
[9] Major illis inerat dolor de dolore Matris, quam de morte Domini sui. – Ib.
[10] Sorores Dominæ velaverunt eam tanquam viduam, cooperientes quasi totum vultum. - De Vita C. cap. lxxxiii. .
[11] Sine Domina mea, sine me fiere; tu innocens es, ego sum reus. – Stim. Div. Am. p. 1. c. 3.
[12] Fac ut tecum lugeam.
[13] Dom. infr. Oct. Nat. Lux. Ev.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 4 mingguBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 2 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 2 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 4 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 4 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 5 bulanBaca lebih lanjut...