^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Dukacita Maria yang Ketiga: Hilangnya Yesus di Bait Allah
Tujuh Dukacita Santa Perawan Maria
“Santo Yakobus Rasul berkata bahwa kesempurnaan kita terdiri dari kesabaran. ‘Dan kesabaran menghasilkan karya yang sempurna, agar engkau dapat menjadi sempurna dan lengkap, tidak cacat dalam sesuatu pun.’[1] Karena Tuhan kita telah memberikan kita Santa Perawan Maria sebagai teladan kesempurnaan, adalah sesuatu yang diperlukan bahwa ia harus dipenuhi dukacita, sehingga di dalam dirinya, kita dapat mengagumi kesabarannya yang bajik, dan berupaya untuk mencontohnya. Dukacita yang kita lihat pada hari ini adalah salah satu dukacita yang harus ditanggung oleh Maria di dalam hidupnya, - kehilangan Putranya di Bait Allah. Seseorang yang terlahir buta hanya merasakan dirampasnya cahaya siang hari; tetapi seseorang yang telah pada suatu hari menikmati cahaya itu, dan kehilangan cahaya tersebut karena ia menjadi buta, memang menderita begitu banyak. Demikian pula apa yang terjadi kepada para jiwa-jiwa yang malang yang, karena dibutakan oleh lumpur dunia, mereka hanya memiliki pengetahuan yang sedikit akan Allah – dan mereka pun hanya menderita sedikit sewaktu mereka tidak menemukan-Nya; tetapi, di sisi lain, barangsiapa diterangi oleh cahaya surgawi, telah menjadi pantas untuk menemukan lewat cinta kehadiran yang manis dari kebaikan yang tertinggi, Ya Allah, betapa pahitnya ia akan meratap sewaktu ia dirampas dari hal itu! Maka, marilah kita melihat bagimana Maria tentunya telah menderita akibat pedang dukacita ketiga ini yang menembus hatinya, sewaktu, setelah ia kehilangan Yesus di Yerusalem selama tiga hari, ia pun kehilangan kehadiran-Nya yang amat manis, yang terbiasa dinikmatinya terus-menerus.
St. Lukas bercerita di dalam bab kedua dari Injilnya, bahwa sang Perawan Suci, bersama mempelainya, St. Yosef, serta Yesus, terbiasa setiap tahunnya, pada perayaan Paskah, mengunjungi Bait Allah. Sewaktu Putranya berumur dua belas tahun, ia seperti biasa pergi, dan Yesus tetap berada di Yerusalem. Maria tidak segera menyadarinya, ia berpikir bahwa Yesus ada bersama orang lain. Sewaktu ia sampai di Nazaret, ia menanyakan di mana Putranya berada, tetapi, karena ia tidak menemukan-Nya, ia segera kembali ke Yerusalem untuk mencari-Nya, dan hanya menemukan-Nya setelah tiga hari. Sekarang, marilah kita membayangkan kegelisahan apa yang pastinya telah dialami oleh Bunda yang menderita ini dalam waktu tiga hari di mana ia mencari ke mana-mana Putranya itu, dan menanyakan keberadaan-Nya bersama mempelai dari Kidung Agung: ‘Apakah engkau telah melihat dirinya, yang dicintai oleh jiwaku?’[2] Tetapi, ia tidak dapat mendapatkan kabar tentang-Nya. Oh, dengan kelembutan yang betapa lebih besarnya Maria, yang dipenuhi kelelahan dan yang belum dapat menemukan Putranya yang tercinta, pastinya telah mengulangi kata-kata dari Ruben ini, mengenai saudaranya, Yosef: ‘Anak itu tidak muncul, ke manakah aku harus pergi?’[3] ‘Yesusku tidak muncul, dan aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan untuk menemukan-Nya; tetapi ke manakah aku harus pergi tanpa hartaku?’ Terus menangis, dengan kebenaran begitu besar semacam apa ia mengulangi bersama Daud, pada saat tiga hari itu, ‘Air mataku telah menjadi rotiku pada siang hari dan malam hari, sedangkan aku diberi tahu setiap harinya: Di manakah Allahmu?’[4] Itulah mengapa Pelbart dengan benar berkata bahwa ‘pada malam-malam hari itu di mana Maria yang menderita tidak tidur; ia terus menangis, dan memohon Allah agar Ia membuatnya dapat menemukan Putranya.’[5] Seringkali, pada waktu itu, menurut Santo Bernardus, ia berkata kepada Putranya dalam kata-kata sang mempelai dari Kidung Agung: ‘Tunjukkanlah kepadaku di mana engkau menggembalakan domba-domba, di mana engkau berbaring pada tengah hari, agar aku tidak mulai mengembara.’[6] Putraku, katakanlah kepadaku di mana Engkau berada, agar aku tidak lagi mengembara, mencari-Mu dengan sia-sia.
Terdapat beberapa orang yang berkata, dan bukan dengan salah, bahwa dukacita ini bukanlah satu-satunya yang terbesar, tetapi juga yang terbesar dan yang paling sakit dari segala dukacita. Sebab, pertama-tama, Maria, di dalam dukacita-dukacitanya yang lain, memiliki Yesus bersamanya: ia menderita sewaktu Santo Simeon bernubuat kepadanya di Bait Allah; ia menderita saat melarikan diri ke Mesir; tetapi tetapi disertai oleh Yesus; tetapi, di dalam dukacita yang satu ini, ia menderita jauh dari Yesus, dan tidak tahu di mana Ia berada: ‘Dan cahaya dari mataku tidak ada bersamaku.’[7] Maka, sambil menangis, ia pun berkata, ‘Ah, cahaya mataku, Yesusku yang terkasih, tidak lagi bersamaku; Ia jauh daripadaku, dan aku tidak tahu di mana Ia pergi.’ Origenes berkata bahwa lewat cinta yang olehnya Bunda yang Kudus ini melahirkan Putranya, ‘Derita kehilangan Yesus ini lebih besar daripada derita seorang martir pun yang jiwanya terpisahkan dari tubuhnya.’[8] Ah, memang tiga hari itu sudah terlampau lama bagi Maria; hari-hari itu bagaikan bertahun-tahun; bagaikan kepahitan, sebab tiada seorang pun yang dapat menghiburnya. Dan siapakah yang dapat pernah menghiburku, ujarnya bersama Yeremia, siapakah yang dapat menghiburku, sebab Ia yang sendiri dapat melakukannya begitu jauh daripadaku? Dan oleh karena itu, mataku tidak akan pernah dapat cukup menangis: ‘Maka, aku menangis, dan mataku berlinang air mata: sebab sang Penghibur… jaur daripadaku.’[9] Dan bersama Tobit, ia mengulangi, ‘Seperti apakah sukacita bagiku yang duduk dalam kegelapan, dan yang tidak melihat cahaya Surga?’[10]
Kedua, Maria, di dalam dukacitanya yang lain, mengerti dengan jelas sebabnya – Penebusan dunia ; kehendak Ilahi; tetapi dalam dukacita yang satu ini, ia tidak tahu sebab dari ketidakhadiranPutranya. ‘Sang Bunda yang berduka,’ ujar Lanspergius, ‘menderita atas ketidakhadiran Yesus, karena, dalam kerendahan hatinya, ia menganggap dirinya tidak pantas untuk tetap berada lebih lama bersama atau untuk melayani-Nya di bumi, dan untuk menjaga harta karun yang demikian besarnya itu.’[11] ‘Dan siapakah yang tahu’, mungkin ia berpikir dalam dirinya sendiri, ‘mungkin aku tidak melayani-Nya sebagai mestinya; mungkin aku bersalah akibat kelalaian tertentu; yang untuknya, Ia telah meninggalkanku.’ ‘Mereka mencari-Nya’, ujar Origenes, ‘agar Ia tidak kebetulan meninggalkan mereka sepenuhnya.’[12]
Adalah suatu kepastian bahwa, bagi jiwa yang mencintai Allah, tiada suatu kesakitan yang lebih besar pun daripada ketakutan akibat membuat-Nya tidak bahagia. Maka, dalam dukacita yang satu ini, Maria mengeluh, dengan penuh cinta… kepada Yesus, setelah ia telah menemukan-Nya: ‘Nak, mengapakah Engkau melakukan hal ini kepada kami? Bapa-Mu dan aku telah mencari-Mu dalam dukacita.’[13] Oleh kata-kata ini, ia tidak bermaksud untuk menghardik Yesus, seperti yang dinyatakan dengan penuh hujat oleh para bidah, tetapi hanya untuk mengungkapkan kepada-Nya penderitaan akibat cinta yang besar yang dimilikinya kepada-Nya, yang telah dialaminya pada saat Ia tiada : ‘Ini bukan suatu hardikan,’ ujar Denis Kartusian, ‘tetapi suatu keluhan penuh cinta.’[14] Pada akhirnya, pedang ini begitu kejamnya menembus hati sang Perawan tersuci, sehingga Beata Benvenuta, yang ingin kelak berbagi kesakitan sang Bunda kudus dalam dukacitanya ini, dan memohonnya untuk memberikan berkat ini, Maria pun tampak kepadanya bersama Bayi Yesus dalam tangannya; tetapi, walaupun Benvenuta menikmati pemandangan anak yang begitu rupawan ini, seketika, ia pun kehilangan pemandangan tersebut. Begitu besarnya kesedihannya, sehingga ia harus meminta pertolongan Maria, dan memohonnya untuk mengurangi kesedihannya itu, agar tidak membuatnya mati. Dalam tiga hari, sang Perawan suci kembali tampak, dan berkata: ‘Ketahuilah, putriku, bahwa dukacitamu hanyalah suatu bagian kecil dari dukacita yang kutanggung sewaktu aku kehilangan Putraku.’[15]
Dukacita Maria ini harus, pertama-tama, berguna sebagai penghiburan bagi jiwa-jiwa yang merasa hampa dan tidak lagi menikmati, seperti dahulu kala, kehadiran Tuhan mereka. Mereka dapat menangis, tetapi hendaknya mereka menangis dalam damai, sebab Maria menangisi tiadanya Putranya; dan hendaknya mereka menjadi berani dan tidak takut bahwa sehubungan dengan hal ini, mereka telah kehilangan pertolongan Ilahi; sebab Allah sendiri meyakinkan Santa Teresa, bahwa ‘tiada seorang pun yang binasa tanpa mengetahuinya; dan tiada seorang pun yang tertipu jika ia tidak ingin ditipu.’ Jika Tuhan kita menarik diri-Nya sendiri dari pandangan jiwa yang mencintai-Nya, Ia tidak, oleh karena itu, meninggalkan hati orang itu; Ia sering menyembunyikan diri-Nya sendiri dari jiwa agar jiwa itu dapat mencari-Nya dengan keinginan yang lebih membara dan dengan cinta yang lebih besar. Tetapi, barangsiapa hendak menemukan Yesus, ia harus mencari-Nya, bukan di tengah-tengah kenikmatan dan kebahagiaan duniawi, tetapi di tengah-tengah salib dan matiraga seperti Maria yang mencari-Nya: ‘Kami mencari-Mu dalam dukacita,’ seperti yang dikatakan oleh Maria kepada Putranya. ‘Maka, teladanilah Maria,’ ujar Origenes, ‘untuk mencari Yesus.’[16]
Di samping itu, di dalam dunia ini, ia tidak mencari suatu kebaikan pun selain Yesus. Ayub tidaklah tidak bersedih sewaktu ia kehilangan segala yang ia miliki di bumi: kekataan, anak-anak, kesehatan, dan penghormatan, dan bahkan ia harus turun dari sebuah takhta ke atas tumpukan kotoran; tetapi, karena Allah ada bersamanya, ia pun bahagia. Santo Agustinus berkata, ‘ia telah kehilangan apa yang telah diberikan Allah kepadanya, tetapi ia tetap memiliki Allah sendiri.’[17] Sungguh menderita dan tidak bahagia, jiwa-jiwa yang telah kehilangan Allah. Jika Maria menangisi ketiadaan Putranya selama tiga hari, bagaimanakah para pendosa harus menangis, mereka yang telah kehilangan rahmat ilahi, dan yang kepadanya Allah berkata: ‘Engkau bukanlah bangsaku, dan Aku tidak akan menjadi milik-Mu.’[18] Sebab inilah hasil dari dosa; perpisahan jiwa dari Allah: ‘Dosa-dosamu telah memisahkan engkau dan Allahmu.’[19] Maka, jika para pendosa memiliki segala kekayaan duniawi, tetapi telah kehilangan Allah, segala hal, bahkan di dalam dunia ini, menjadi sia-sia belaka, dan menjadi penderitaan bagi mereka, sebagaimana yang diakui oleh Salomo: ‘Lihatlah, segala hal adalah kesia-siaan dan penderitaan jiwa.’[20] Tetapi, kemalangan yang terbesar dari jiwa-jiwa yang buta dan malang ini adalah, sebagaimana ujaran Santo Agustinus, bahwa ‘jika mereka kehilangan seekor lembu, mereka tidak gagal untuk mencarinya; jika mereka kehilangan seekor domba, mereka amat bertekun mencarinya; jika mereka kehilangan binatang pembantu, mereka tidak dapat beristirahat; tetapi sewaktu mereka kehilangan Allah mereka, yang adalah kebaikan tertinggi, mereka makan, minum, dan beristirahat.’[21]
TELADAN
Di dalam Surat-Surat Tahunan Serikat Yesus, dikisahkan bahwa di India, seorang pria muda meninggalkan ruangannya dengan maksud berbuat dosa, sewaktu ia mendengar suatu suara yang berkata: ‘Berhentilah! Ke manakah engkau hendak pergi?’ Ia berbalik badan, dan melihat suatu gambar ukiran, yang melambangkan Bunda Dukacita, yang menarik pedang dari dalam dadanya, berkata: ‘Ambillah belati ini dan tusuklah hatiku, tetapi jangan lukai Putraku dengan melakukan dosa semacam itu!’ Saat mendengar kata-kata ini, pria muda itu jatuh ke lantai dan menangis tersedu-sedu, dengan dukacita yang mendalam, dan meminta serta memperoleh ampun dari Allah dan Bunda yang Terberkati.
DOA
Ya, Perawan Suci, mengapakah engkau menderita saat engkau mencari Putramu? Apakah karena engkau tidak tahu di mana Ia berada? Tidak tahukah engkau bahwa Ia berada di dalam hatimu? Tidak tahukah engkau bahwa Ia menggembalakan domba-domba di tengah-tengah bunga-bunga bakung? Engkau sendiri telah berkata: ‘Kasihku bagiku, dan aku bagi-Nya, Ia yang menggembalakan di tengah-tengah bunga-bunga bakung.’[22] Pikiran dan kasihmu ini, yang rendah hati, murni, dan suci, semuanya adalah bunga bakung yang mengundang sang Mempelai Ilahi untuk tinggal dalam dirimu. Ya Maria, apakah engkau mengesah mencari Yesus, engkau yang tidak mencintai seorang pun selain Yesus? Tinggalkanlah kesahan itu kepadaku, dan kepada begitu banyak pendosa yang tidak mencintai-Nya, dan yang telah kehilangan diri-Nya dengan menyakiti-Nya. Ya Bundaku yang amat terkasih, jika oleh kesalahanku Putramu belum kembali kepada jiwaku, hendaknya engkau mengizinkan agar aku dapat menemukan-Nya. Aku sungguh tahu bahwa Ia ditemukan oleh orang-orang yang mencari-Nya: ‘Tuhan itu baik kepada jiwa yang mencari-Nya.’[23] Tetapi buatlah diriku mencari-Nya sebagaimana mestinya. Engkaulah gerbang yang harus dilalui oleh semua orang untuk menemukan Yesus ; lewat dirimu aku juga berharap untuk menemukan-Nya. Amin.”
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari edisi berbahasa Inggris : Santo Alfonsus de Liguori, Glories of Mary [Kemuliaan Maria], Edisi II, New York, 1868, hal. 428-434.
[1] Patientia autem opus perfectum habet: ut sitis perfecti et integri in nullo deficientes. – Jac. i. 4.
[2] Num quem diligit anima mea, vidistis? – Cant. iii. 3.
[3] Puer non comparet, et ego quo ibo? – Gen. xxxvii. 39.
[4] Fuerunt mihi lacrymae meae panes die ac nocta, dum dicitur mihi quotidie: Ubi est Deus tuus? – Ps. xii. 4.
[5] Illas noctes insomnes duxit in lacrymosis orationibus, Deum deprecando, ut daret sibi reperire Filium. – Stell. 1. 3, p. 4, a. 3.
[6] Indica mihi, quem diligit anima mea, ubi pascas, ubi cubes in meridie ne vagari incipiam. – Cant. i. 6.
[7] Lumen oculorum meorum, et ipsum non est mecum. – Ps. xxxvii. 11.
[8] Vehementer doluit, quia vehementer amabat. Plus doluit de ejus amissione, quam aliquis martyr dolorem sentiat de animae a corpore separatione. – Hom. infr. Oct. Ep.
[9] Idcirco ego plorans, et oculus meus deducens aquas; quia longe factus est a me consolator. – Thren. i. 16.
[10] Quale gaudium mihi erit, qui in tenebris sedeo, et lumen coeli non video. – Tob. v. 12.
[11] Tristabatur ex humilitate, quia arbitrabatur se indignam cui tam pretiosus commissus fuerat thesaurus. – Dom. 2., post Nat. exeg. Ev.
[12] Quaerebant eum, ne forte recessisset ab eis, ne relinquens eos ad alia transmigrasset, ad quo magis puto, ne revertisset ad coelos. – In Luc. Hom. xix.
[13] Fili, quid fecisti nobis sic? Ecce pater tuus et ego dolentes quaerebamus te. – Luc. ii. 48.
[14] Et est verbum hoc non quasi increpatio, sed quasi pia et amorosa conquaestio. – In Luc. ii.
[15] Marchese Diar. 30 Ott.
[16] Disce ubi eum quaerentes reperiant, ut et tu quaerens cum Joseph Mariaque reperias. – Hom. xviii. in Luc.
[17] Amissis omnibus talis est, quia illum quia dederat omnia non amisit. – Enarr. in Ps. iv.
[18] Vos non populus meus, et ego non ero vester. – Os. i. 9.
[19] Iniquitates vestrae diviserunt inter vos et Deum vestrum. – Is. lix. 2.
[20] Ecce universa vanitas et afflictio spiritus. – Eccl. i. 14.
[21] Perdit homo bovem, et post eum vadit : perdit ovem, et solicite eum quaerit : perdit asinum, et non quiescit. Perdit homo Deum, et comedit, et bibit, et quiescit.
[22] Dilectus meus mihi, et ego illi, qui pascitur inter lilia. – Cant. ii. 16.
[23] Bonus est Dominus… animae quarenti illum. – Thren. iii. 25.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 1 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 2 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 2 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...