Buku “God and the World” oleh Benediktus XVI (2000)

Buku God and the World [Allah dan Dunia] oleh Benediktus XVI mencakup sebuah wawancara panjang bersama Peter Seewald. Seewald mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan Benediktus XVI memberi jawaban-jawabannya. Ini adalah bagian kedua dari buku Salt of the Earth [Garam Dunia]. Seperti buku Salt of the Earth [Garam Dunia], God and the World [Allah dan Dunia] juga membuat penyingkapan-penyingkapan yang sangat mengejutkan.

BENEDIKTUS XVI SECARA BLAK-BLAKAN BERKATA BAHWA ORANG-ORANG TIDAK PERLU MEMANDANG KRISTUS SEBAGAI SANG MESIAS DAN PENGGENAPAN NUBUAT

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 209: “Tentu saja seseorang dapat membaca Perjanjian Lama dengan cara yang tidak tertuju kepada Kristus; Perjanjian Lama tidak menunjuk kepada Kristus secara amat tidak ambigu. Dan jika para Yahudi tidak dapat melihat bahwa janji-janji Perjanjian Lama ditepati dalam diri-Nya, hal ini bukanlah sekadar akibat kehendak buruk dari pihak orang-orang Yahudi, tetapi sungguh disebabkan oleh ketidakjelasan teks-teksnya dan ketegangan dalam hubungan antara teks-teks tersebut dan sosok Yesus. Yesus memberikan suatu makna yang baru kepada teks-teks tersebut – bagaimanapun Ialah yang pertama kali memberikan teks-teks tersebut koherensi, relevansi, dan bobot yang tepat. Oleh karena itu, sungguh ada alasan-alasan yang baik untuk menyangkal bahwa Perjanjian Lama mengacu kepada Kristus dan untuk berkata, Tidak, Ia tidak berkata demikian. Dan juga ada alasan-alasan yang baik untuk mengacukan Perjanjian Lama kepada-Nya - itulah apa yang dipertentangkan oleh orang-orang Yahudi dan Kristiani.”

Benediktus XVI baru saja menyangkal bahwa Perjanjian Lama secara tidak ambigu menunjuk kepada Kristus. Ia baru saja menyangkal bahwa Yesus merupakan Kristus secara tidak ambigu – sang Mesias yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Ia baru saja berkata bahwa sungguh ada alasan-alasan yang baik untuk tidak percaya bahwa Perjanjian Lama merujuk kepada Kristus sebagai Mesias yang dinubuatkan. Benediktus XVI baru saja menyangkal seluruh Iman Kristiani. Ada lagikah yang perlu dikatakan? Tidak. Namun kami akan meneruskannya demi menguak pemurtad ini sepenuhnya.

Yesus Kristus, Yohanes 5:39, 45-47 – “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku… Jangan kamu menyangka, bahwa Aku akan mendakwa kamu di hadapan Bapa; yang mendakwa kamu adalah Musa, yaitu Musa, yang kepadanya kamu menaruh pengharapanmu. Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku. Tetapi jikalau kamu tidak percaya akan apa yang ditulisnya, bagaimanakah kamu akan percaya akan apa yang Kukatakan?”

Inilah sebab Benediktus XVI menulis prefasi untuk buku dari tahun 2001 The Jewish People and the Holy Scriptures in the Christian Bible [Orang-Orang Yahudi dan Kitab Suci Mereka], yang mengajarkan bahwa orang-orang Yahudi tidak menantikan Kedatangan Mesias dengan sia-sia. Siapa saja yang sedang membaca perkataan ini dan tetap berkata bahwa Anti-Paus Benediktus XVI bukan seorang bidah, orang semacam itu menyangkal Yesus Kristus dan akan ditolak oleh-Nya di hadapan Bapa.

Matius 10:33- “Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.”

Yohanes 8:23-24- “Lalu Ia berkata kepada mereka [para Yahudi]: "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini. Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu."

1 Yohanes 2:22 – “Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak.”

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, Sesi 8, 22 November 1439, ex cathedra: “Barang siapa hendak diselamatkan harus di atas segala hal menganut iman Katolik. Jikalau seseorang tidak menjaga iman ini utuh dan murni, tidak diragukan bahwa ia akan binasa selamanya. Iman Katolik adalah sebagai berikut, bahwa kita menyembah Allah yang esa di dalam Tritunggal, dan Tritunggal dalam keesaan ... Oleh karena itu, barang siapa hendak diselamatkan, hendaknya ia berpikir demikian tentang Allah Tritunggal.

“Tetapi, adalah suatu hal yang juga diperlukan untuk keselamatan kekal, bahwa ia dengan setia percaya akan Penjelmaan Tuhan kita Yesus Kristus … Putra Allah, adalah Allah dan manusia ... Demikianlah iman Katolik. Barang siapa tidak percaya akan iman ini dengan setia dan dengan teguh, ia tidak dapat diselamatkan.”

BENEDIKTUS XVI MENGKRITIK ORANG-ORANG YANG MENGHANCURKAN KUIL-KUIL PAGAN SEBAGAI “PEMBERANG”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 373: “Misi itu secara keseluruhan tidak selalu konsisten. Kenyataannya, ada orang-orang Kristen yang pemberang dan fanatik, yang menghancurkan kuil-kuil, yang tak mampu memandang paganisme lebih dari penyembahan berhala yang harus dilenyapkan secara radikal.”

Pernyataan ini hanya kembali menunjukkan kepada kita bahwa Benediktus XVI adalah seorang pemurtad total. Para “pemberang” yang dikritiknya ini akan mencakup St. Fransiskus Xaverius:

St. Fransiskus Xaverius [mengenai anak-anak pagan yang telah dikonversikannya kepada iman sejati, sekitar tahun 1543): “Anak-anak ini … mempertunjukkan cinta yang membara terhadap hukum Ilahi, dan suatu semangat yang luar biasa terhadap agama kita yang suci dan dalam menanamkannya kepada orang lain. Kebencian mereka terhadap penyembahan berhala mengagumkan adanya. Mereka bertengkar dengan orang-orang pagan tentang perkara itu … Kapan pun saya mendengar dilakukannya ibadat penyembahan berhala, saya pergi ke tempat itu bersama kumpulan anak-anak yang jumlahnya besar ini, yang dengan amat segera melontarkan olok-olok dan cercaan kepada Iblis yang lebih banyak jumlahnya daripada penghormatan serta ibadat dari orang tua mereka … Anak-anak itu berlari ke arah berhala-berhala, menjatuhkan mereka, menghancurkan mereka berkeping-keping, meludahi mereka, menginjak-injak mereka, menendang mereka ke sana, ke mari, dan pendek kata menghina mereka habis-habisan.” (Life and Letters of St. Francis Xavier, Vol. 1, p. 154)

BENEDIKTUS XVI MENYANGSIKAN LOH-LOH BATU DARI KISAH KELUARAN

Keluaran 31:18- “Dan TUHAN memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari Allah.”

Ulangan 10:1 – “Pada waktu itu berfirmanlah TUHAN kepadaku: Pahatlah dua loh batu yang serupa dengan yang mula-mula, naiklah kepada-Ku ke atas gunung ....”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 165-166, 168: “Pertanyaan … Apakah hukum-hukum ini benar-benar diserahkan kepada Musa oleh Allah sewaktu Ia tampak di Gunung Sinai? Sebagai loh-loh batu, yang padanya, seperti ceritanya, ‘telah ditulisi jari Allah?’ … sejauh mana Perintah-Perintah ini diduga berasal dari Allah. … [hal. 166] Dia ini [Musa] adalah orang yang telah dijamah oleh Allah, dan atas dasar kontak yang bersahabat ini ia mampu merumuskan kehendak Allah, yang sejauh ini hanya terungkap secara tidak lengkap dalam tradisi-tradisi lainnya, sedemikian rupa sehingga kita benar-benar mendengar sabda Allah. Apakah dahulu benar-benar ada loh-loh batu, itu adalah pertanyaan yang lain … [hal. 168] Sejauh manakah kita harus memahami cerita ini secara harfiah adalah suatu pertanyaan yang lain.”

BENEDIKTUS XVI MENGAJARKAN BAHWA ORANG-ORANG YAHUDI BERADA DALAM PERJANJIAN ALLAH YANG SETIA

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 150: “Pertanyaan: Maka Allah belum mencabut perkataan-Nya bahwa Israel adalah Umat Pilihan-Nya? Jawaban: Tidak, sebab Ia setia … mereka masih berdiri dalam perjanjian Allah yang setia.”

Di sini, pada halaman 150 dari bukunya God and the World [Allah dan Dunia], Benediktus XVI menanamkan bidah bahwa orang Yahudi masih merupakan Umat Pilihan dan Perjanjian Lama masih berlaku. Ajarannya ini dikutuk oleh Konsili Florence. Bidah ini secara konsisten diajarkan oleh para Anti-Paus Vatikan II dan para “Uskup” Novus Ordo.

BENEDIKTUS XVI KEMBALI BERKATA BAHWA ORANG YAHUDI TIDAK TERKECUALI DARI KESELAMATAN

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 150-151: “Inilah salah satu paradoks lain yang dihadapkan bagi kita oleh Perjanjian Baru.. Di satu sisi, kata Tidak yang mereka [orang Yahudi] tujukan kepada Kristus menyebabkan bangsa Israel berkonflik dengan perbuatan-perbuatan Allah yang selanjutnya, namun pada saat itu juga, kita tahu bahwa mereka punya jaminan kesetiaan Allah. Mereka tidak terkecuali dari keselamatan, tetapi mereka memberi suatu pelayanan khusus, dan karena itu mereka
dilimpahi kesabaran Allah, yang juga menjadi andalan kita.”

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino”, 1441, ex cathedra:
“Ia [Gereja Roma yang Kudus] dengan teguh percaya, mengakui dan berkhotbah bahwa ‘semua orang yang berada di luar Gereja Katolik, bukan hanya orang-orang pagan tetapi juga Yahudi atau bidah dan skismatis, tidak dapat mengambil bagian di dalam kehidupan kekal dan akan masuk ke dalam api yang kekal yang telah disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya,’ [Matius 25, 41] kecuali jika mereka bergabung ke dalam Gereja sebelum akhir hidup mereka; bahwa kesatuan dari tubuh gerejawi ini sedemikian kuatnya sehingga hanya kepada mereka yang tetap tinggal di dalamnyalah sakramen-sakramen Gereja berdaya guna menuju keselamatan, dan hanya kepada mereka jugalah puasa, derma, dan karya-karya kesalehan serta praktik-praktik lain dari para laskar Kristiani menghasilkan upah yang abadi; dan bahwa tidak seorang pun dapat diselamatkan, sebanyak apa pun ia telah berderma, walaupun ia telah menumpahkan darah dalam nama Kristus, kecuali jika ia telah bertekun di pangkuan dan di dalam kesatuan Gereja Katolik.”

BENEDIKTUS XVI MENGAKUI BAHWA SEKTE VATIKAN II TELAH MENINGGALKAN LARANGAN TRADISIONAL GEREJA KATOLIK TERHADAP KREMASI

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 436: “Pertanyaan: Apakah diperkenankan untuk mengkremasikan jenazah, atau apakah itu hanya suatu ritus pagan? Jawaban … Sampai waktu Konsili Vatikan Kedua, kremasi dikenakan pinalti-pinalti. Menimbang semua keadaan dunia modern, Gereja telah meninggalkan hal ini.”

Benediktus XVI sedang mengakui ajaran radikal Kitab Hukum Kanonik 1983 milik Yohanes Paulus II sehubungan perkara ini.

Kitab Hukum Kanonik 1983, Kanon 1176 § 3: “Gereja menganjurkan dengan sangat, agar kebiasaan saleh untuk mengebumikan jenazah dipertahankan; namun Gereja tidak melarang kremasi, kecuali cara itu dipilih demi alasan-alasan yang bertentangan dengan ajaran kristiani.”

Jadi, selama anda mengaku-ngaku tidak menerima kremasi demi tujuan menentang suatu dogma secara sengaja – namun, sebagai contoh, karena anda ingin abu anda disemayamkan di lapangan golf favorit anda – kremasi diizinkan oleh sekte Vatikan II. Ini adalah masalah yang sangat serius karena ajaran Gereja Katolik, sebagaimana yang tercermin dalam Kitab Hukum Kanonik 1917, melarang kremasi di bawah ancaman dosa berat dan juga menyatakan bahwa mereka yang meminta kremasi tidak dapat diterimakan penguburan Kristiani. Ini menunjukkan kepada kita perbedaan yang jelas antara kedua agama itu.

Kitab Hukum Kanonik 1917, Kanon 1203 § 1-2: “Jenazah para umat beriman harus dikuburkan, sedangkan kremasi mereka dikutuk. 2. Jika seseorang dengan cara apa pun memerintahkan agar jenazahnya dikremasi, tidaklah licit untuk melaksanakan wasiat ini; seandainya perintah ini ditambahkan kepada sebuah kontrak, wasiat atau akta lainnya, perintah itu dianggap tidak ditambahkan.”

Kitab Hukum Kanonik 1917, Kanon 1240 § 1-5: “Jika mereka tidak memberikan tanda pertobatan sebelum kematian, orang-orang berikut kehilangan hak penguburan gerejawi: 1. Para pemurtad notorius dari iman Katolik, atau mereka yang secara notorius tergabung dalam sekte-sekte bidah atau skismatis atau sekte-sekte Masonik, atau serikat-serikat lainnya yang serupa; 2. Kaum terekskomunikasi atau yang berada di bawah interdiksi setelah putusan hukuman; 3. Mereka yang bunuh diri secara sengaja; 4. Mereka yang meninggal dalam duel, atau dari luka-luka yang terkait dengan duel; 5. Mereka yang memerintahkan agar jenazah mereka diserahkan supaya dikremasi; 6. Para pendosa publik dan manifes lainnya.”

BENEDIKTUS XVI MENOLAK DOGMA PERLUNYA PEMBAPTISAN BAYI, SEBAGAI PANDANGAN YANG “TAK TERCERAHKAN”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 401: “Pertanyaan… Tetapi apa yang terjadi ketika seorang manusia mati tanpa dibaptis? Dan apa yang terjadi kepada jutaan anak yang dibunuh dalam rahim ibu mereka? Jawaban: Pertanyaan tentang apakah makna dari perkataan bahwa pembaptisan diperlukan untuk keselamatan telah menjadi pokok perdebatan yang panas pada zaman modern. Konsili Vatikan II berkata tentang perkara ini bahwa manusia yang sedang mencari Allah dan yang secara batiniah berjuang menuju hal yang merupakan bagian dari pembaptisan juga akan menerima keselamatan. Maknanya, mencari Allah sudah melambangkan suatu partisipasi batiniah dalam pembaptisan, dalam Gereja, dalam Kristus. Sejauh itu, pertanyaan terkait perlunya pembaptisan untuk keselamatan kelihatannya sudah terjawab, namun pertanyaan tentang anak-anak yang tidak dapat dibaptis karena mereka telah diaborsi lalu mendorong kita dengan desakan yang sebegitu jauh lebih kuatnya. Zaman-zaman yang terdahulu telah mereka suatu ajaran yang bagi saya agak tak tercerahkan. Mereka berkata bahwa pembaptisan mengaruniakan kita, melalui rahmat pengudusan, kemampuan untuk menatap Allah. Memang benar bahwa bagian yang terutama dari keadaan dosa asal, yang darinya kita dibebaskan oleh pembaptisan, adalah tiadanya rahmat pengudusan. Anak-anak yang mati demikian bahwasanya tidak memiliki dosa pribadi sama sekali, maka mereka tidak dapat dikirim masuk Neraka, namun di sisi lain, mereka tidak memiliki rahmat pengudusan dan dengan demikian [tidak memiliki] kemampuan untuk menatap Allah yang dikaruniakan oleh rahmat ini. Mereka hanya akan menikmati suatu keterberkatan kodrati, di mana mereka akan menjadi berbahagia. Keadaan ini disebut orang sebagai limbo. Di sepanjang abad yang kita lalui, ajaran itu telah secara bertahap tampak bermasalah bagi kita. Ini adalah salah satu cara orang berupaya membenarkan perlunya membaptis bayi-bayi sesegera mungkin, namun solusinya sendiri patut dipertanyakan. Akhirnya, Sri Paus membuat suatu perubahan yang menentukan dalam surat ensiklik Evangelium Vitae, satu perubahan yang sudah diantisipasi oleh Katekismus Gereja Katolik, ketika beliau mengungkapkan harapan yang sederhana bahwa Allah cukup kuasa untuk menarik datang kepada diri-Nya sendiri semua orang yang dahulu tidak mampu menerima sakramen itu.”

Ada banyak bidah dalam jawaban Benediktus XVI untuk pertanyaan ini. Pertama-tama, ia menyiratkan bahwa orang bisa selamat tanpa pembaptisan. Seharusnya tidak ada orang yang terkejut mendengar Benediktus XVI menganut bidah ini. Kedua, ia berkata bahwa zaman-zaman yang terdahulu “telah mereka” (namun tidak menerima dari Kristus) ajaran tentang bagaimana bayi-bayi perlu pembaptisan untuk rahmat pengudusan supaya tidak masuk limbo. Ia berkata bahwa ajaran ini “tak tercerahkan”! Ini adalah bidah yang besar; ini adalah penghinaan terhadap dogma bahwa mereka yang mati sebagai bayi yang tak dibaptis – karena mereka berada dalam keadaan dosa asal – langsung turun ke dalam Neraka. Bayi-bayi ini turun ke dalam bagian Neraka yang disebut limbo anak-anak. Hal ini telah secara otoritatif diajarkan oleh Gereja Katolik:

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Laetentur coeli”, Sesi 6, 6 Juli 1439, ex cathedra: “ Kami mendefinisikan bahwa … jiwa-jiwa dari orang-orang yang meninggal dalam dosa berat yang nyata atau hanya di dalam dosa asal, mereka langsung turun ke dalam Neraka, bagaimanapun, mereka akan dihukum dengan hukuman yang berbeda-beda.”

Paus Pius VI, Auctorem fidei, 28 Agustus 1794:
“26. Doktrin yang menolak sebagai dongeng Pelagian, tempat di alam bawah (yang disebut oleh para umat beriman secara umum dengan nama limbo anak-anak) di mana jiwa-jiwa dari mereka yang meninggal hanya dengan kebersalahan dosa asal dihukum dengan hukuman untuk orang-orang yang terkutuk, tanpa hukuman api, bagaikan, oleh karena fakta yang sama ini, orang-orang ini yang menghilangkan hukuman api memperkenalkan tempat pertengahan dan keadaan yang bebas dari kebersalahan dan dari hukuman antara Kerajaan Allah dan kutukan abadi, sama seperti omong kosong yang dikatakan kaum Pelagian” – Dikutuk sebagai sesat, lancang, berbahaya terhadap sekolah-sekolah Katolik. (Denzinger 1526)

Ketiga, Benediktus XVI menyatakan bahwa ajaran ini, yaitu anak-anak perlu pembaptisan untuk mencapai rahmat pengudusan dan menghindari limbo (yang merupakan bagian Neraka di mana tidak ada api) merupakan pembenaran untuk membaptis bayi-bayi dengan sebegitu dininya. Ia berkata bahwa “solusi” ini “sendiri patut dipertanyakan”. Pernyataannya ini berarti bahwa ajaran Gereja bahwa bayi-bayi tidak dapat diselamatkan tanpa pembaptisan itu “sendiri patut dipertanyakan”. Akhirnya, pada akhir jawabannya, ia secara jelas menyiratkan bahwa bayi-bayi yang diaborsi bisa selamat dalam rujukannya kepada Evangelium Vitae (yang mengajarkan hal yang sama).

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, Sesi 11, 4 Feb. 1442, ex cathedra: “Memang benar bahwa sehubungan dengan anak-anak, akibat bahaya maut, yang dapat sering terjadi, dan karena tiada suatu obat lain pun yang dapat membantu mereka selain sakramen pembaptisan yang melaluinya mereka telah dirampas dari kuasa Iblis dan dipungut sebagai anak-anak Allah, ia [Gereja] menyarankan agar pembaptisan suci tidak ditunda selama empat puluh atau delapan puluh hari, atau selama jangka waktu apa pun menurut kebiasaan orang-orang tertentu ....”

Paus Paulus III, Konsili Trente, Tentang Dosa Asal, Sesi V, ex cathedra: “Barang siapa menyangkal bahwa anak-anak yang baru saja dilahirkan dari rahim ibu mereka juga perlu dibaptis, meskipun mereka dilahirkan dari orang tua yang telah dibaptis; atau barang siapa mengakui bahwa mereka sungguh dibaptis demi pengampunan dosa, namun menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan apa-apa dari dosa asal Adam, yang perlu dibersihkan oleh permandian kelahiran kembali demi memperoleh kehidupan kekal, sehingga konsekuensinya dalam diri mereka bentuk Pembaptisan untuk pengampunan dosa tidak dipahami sebagai hal yang benar, melainkan salah, terkutuklah dia.”

BENEDIKTUS XVI MENYIRATKAN BAHWA ST. PAULUS MUNGKIN TIDAK MENULIS SURAT-SURATNYA

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 354-355: “Pertanyaan … Paulus, dalam salah satu perkataannya yang agung, menyebut Gereja sebagai tiang penyangga dan landasan kebenaran … Gereja sebagai penjaga ketat Cawan Suci – seperti itukah jati diri Gereja? Jawaban. Anda di sini sedang mengutip dari Surat-Surat Pastoral, yang oleh mayoritas dari para ekseget modern dikatakan bukan karangan Paulus, namun hal itu tak perlu mengkhawatirkan kita di sini. Bagaimanapun, surat-surat ini berperan dalam tradisi Paulin; dan surat-surat ini membawa gagasan-gagasan Paulus satu langkah ke depan, setidak-tidaknya dalam aliran pemikiran Paulin.”

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA MATIUS 7:13; LUKAS 13:24 TIDAK BERARTI KEBANYAKAN ORANG BINASA

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 288: “Pertanyaan: Yesus pernah berkata: ‘Masuklah melalui pintu yang sesak itu! Karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.’ Jawaban. Kita mungkin menyimpulkan dari ayat ini bahwa Neraka benar-benar penuh, dan Surga separuh kosong. Namun itu tentunya bukan yang dimaksudkannya di sini.”

BENEDIKTUS XVI TENTANG EVOLUSI

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 76: “Pertanyaan: Pada awalnya bumi hampa dan kosong; Allah belum menurunkan hujan, itulah yang dikatakan dalam Kitab Kejadian. Lalu allah menciptakan manusia, dan demi itu, ia mengambil ‘debu dari padang dan mengembuskan napas kehidupan ke dalam lubang hidungnya; demikianlah manusia menjadi makhluk yang hidup’. Napas kehidupan – itukah jawaban terhadap pertanyaan dari mana kita berasal? Jawaban. Saya kira di sini kita punya gambaran yang terpenting, yang menyajikan pemahaman yang signifikan tentang jati diri manusia. Gambaran ini mengajukan bahwa manusia adalah ia yang muncul dari tanah dan kemungkinan-kemungkinannya. Kita bahkan dapat mengartikannya sebagai suatu hal yang mirip evolusi.”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 139: “Gambaran Kristiani tentang dunia demikian adanya, yaitu dunia dalam detail-detailnya merupakan buah proses evolusi yang panjang namun pada tingkatannya yang paling mendalam berasal dari sang Logos.”

BENEDIKTUS XVI TENTANG USIA BUMI

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 115-116: “Pertanyaan: … sekitar 3,4 milyar tahun lalu – kehidupan pertama-tama muncil di planet ini dalam bentuk sel-sel tunggal … dinosaurus … tentunya mendominasi bumi selama 150 juta tahun, dan tanpa menyebabkan kehancuran … Mamalia pada akhirnya muncul … dan Manusia baru saja muncul … lima belas sampai dua puluh juta tahun lalu. Kisah Homo Sapiens sendiri hanya bermula sekitar 150.000 thaun lalu. Maka Mahkota Penciptaan pertama kalinya muncul agak terlambat. Jawaban: Pertama-tama, angka-angka ini tentunya hanyalah perkiraan. Angka-angka ini dibuat dengan dasar-dasar yang masuk akal, namun hendaknya tidak kita pandang bersifat absolut.”

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA SEORANG PAUS TIDAK DAPAT MEMBERI TAHU ORANG PROTESTAN CARA BERLANGSUNGNYA KESATUAN ORANG KRISTEN ITU SEHARUSNYA SEPERTI APA

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 453: “ … kesatuan orang Kristen tidak bisa dipulihkan melalui semacam kudeta politik atau dengan memotong simpul Gordia dengan sebilah pedang. Itu adalah perkara proses yang hidup. Seorang paus atau Dewan Gereja-Gereja Sedunia pun sama sekali dapat berkata, Sahabat-sahabat yang terkasih, mari melakukannya demikian!”

Ia berkata bahwa seorang Paus tidak dapat memberi tahu orang seperti apa cara yang harus ditempuh untuk memajukan kesatuan Kristiani. Pernyataannya ini sama sekali bidah.

Paus Pius XI, Mortalium Animos (#10), 6 Januari 1928:
“ ... upaya memajukan persatuan orang-orang Kristiani sama sekali tidak diizinkan selain dengan cara mendukung pemulangan para pembangkang kepada Gereja Kristus yang satu dan sejati, yang sayangnya telah mereka tinggalkan pada suatu kala.”

BENEDIKTUS XVI TENTANG PERTANYAAN APAKAH ORANG BISA MENJADI KRISTEN YANG BAIK DAN MENOLAK AJARAN GEREJA TENTANG MORAL SEKSUAL

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 428: “Pertanyaan. Apakah anda bisa menjadi orang Kristen yang baik kalau dalam moral seksual, anda selalu bertindak menentang gagasan Gereja tentang apa yang benar? Jawaban: Sisi lain dari perkara ini adalah kita senantiasa gagal mencapai hal-hal agung yang dinyatakan oleh Gereja, dalam menjabarkan Sabda Allah, mampu dicapai oleh manusia. Kalau, entah bagaimanapun juga, seseorang hendak terus berada pada jalan itu, kalau seseorang mempertahankan pengakuan yang mendasar akan kodrat suci dari penciptaan bersama ini bersama Kristus, maka orang itu tidak berhenti menjadi Katolik hanya akibat suatu kegagalan. Maka dalam pencarian kita, kita tetap, kalau anda ingin merumuskannya demikian, menjadi seorang ‘Katolik yang baik.’”

Apa? Pernyataannya ini sungguh merupakan non-respons satanik yang brilian kepada pertanyaan sederhana yang diajukan. Namun kalau orang ingin menarik kesimpulan dari jawabannya ini, dapat dikatakan bahwa orang bisa menjadi Katolik, dan juga “Katolik yang baik”, kendati menolak ajaran Gereja tentang moral seksual. Hal ini tampak tersirat ketika ia berkata bahwa orang tidak berhenti menjadi Katolik akibat kegagalan, dan bahwa dalam pencarian seseorang, ia tetap menjadi “Katolik yang baik”. Seandainya Benediktus XVI tidak percaya bahwa seseorang dapat menjadi Kristen yang baik sembari menolak ajaran Gereja tentang moral seksual, ia akan secara sederhana berkata: TIDAK! Kutipan ini hanya semakin memperlihatkan kepada kita pemurtad macam apa yang sedang anda hadapi dalam diri Benediktus XVI.

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA TIDAK BOLEH ADA LAGI DISKUSI TENTANG RAHASIA KETIGA FATIMA

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 311: “ … Kongregasi bagi Doktrin Iman menyediakan kepada pers, teks lengkap dari apa yang disebut-sebut rahasia ketiga Fatima, pada suatu konferensi pers di tanggal 26 Juni 2000. Pada saat itu juga, Kongregasi itu bertanggung jawab atas brosur yang diterbitkan dalam bahasa-bahasa utama dunia, di mana teks dalam tulisan Suster Lucia disalin ulang dengan faksimile, sehingga tidak boleh ada lagi diskusi yang pantas terkait autentisitas dan kelengkapan teks ini.”

**KUTIPAN-KUTIPAN LAIN YANG MENARIK DALAM GOD AND THE WORLD [ALLAH DAN DUNIA]**

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 60-61: “Saya membaca suatu komentar yang sangat menarik tentang perkara ini. Komentar ini berasal dari sebuah buku tentang teolog Protestan, Adolf Schlatter, seorang beriman yang sangat teguh. Schlatter dilantik di Berlin, pada waktu Adolf Harnack, teolog liberal yang hebat itu, sedang mengajar di sana. Gereja Lutheran dengan demikian bermaksud menyeimbangkan liberalisme Harnack sampai batas tertentu. Harnack memang seorang pria yang mulia.”

Perkataannya ini berarti Schlatter, orang Protestan itu, adalah “seorang beriman yang teguh” dan bahwa Harnack, teolog Lutheran “liberal yang hebat itu” “mulia”.

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 410: “Pertanyaan: [Apakah orang sepatutnya menerima] Komuni di tangan, atau langsung di mulut? Jawaban: Saya tidak ingin mencereweti hal itu. Itu sudah dilakukan di Gereja perdana. Cara menerima Komuni di tangan secara takzim pada hakikatnya sendiri merupakan cara yang sungguh pantas untuk menerima Komuni.”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 433: “Istilah ‘ritus-ritus terakhir’, yang telah berhasil menyebabkan kengerian bagi orang sakit, telah sejak lama digantikan, secara sengaja dan secara amat benar, dengan ‘pengurapan orang sakit’, sehingga bagi pasien, kedatangan imam bersama sakramen ini tidak lagi mewartakan bahwa ia pada akhirnya akan segera meninggal.”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 153: “Adalah suatu perkara lain untuk memandang Alkitab secara keseluruhan sebagai Sabda Allah, yang di dalamnya segala sesuatu berkaitan dengan segala sesuatu yang lain, dan segala sesuatu disingkapkan sembari anda membalik lembarannya. Maka dari itulah jelas adanya bahwa kriteria ilham ataupun infalibilitas tidak dapat diberlakukan secara sistematis. Sungguh mustahil untuk mencomot satu patah kalimat dan berkata, benar, anda menemukan kalimat ini dalam buku Allah yang agung, maka kalimat ini haruslah benar pada hakikatnya sendiri … Inilah sebabnya teologi patristik dan abad pertengahan tidak pernah merujuk kepada Alkitab sendiri sebagai ‘wahyu’. Wahyu adalah hal terbesar yang menopang Alkitab.”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 199: “Kain kafan Turin adalah sebuah misteri, sebuah gambar yang belum dijelaskan secara cukup, meskipun ada banyak hal yang menunjukkan bahwa kain itu mungkin asli.”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, God and the World [Allah dan Dunia], 2000, hal. 382: “ … Negara-Negara Kepausan bertumbuh dari situasi ini, menimbulkan banyak asosiasi yang celaka, sampai akhirnya negara-negara itu lenyap di tahun 1870 – puji Tuhan, kita hendaknya berkata demikian.”

SEORANG BIDAH TIDAK DAPAT MENJADI PAUS YANG VALID

Adalah suatu fakta yang telah terbukti bahwa Ratzinger (Benediktus XVI) adalah seorang bidah non-Katolik. Gereja Katolik mengajarkan bahwa seorang bidah tidak dapat terpilih secara valid menjadi paus, karena seorang bidah bukanlah anggota Gereja Katolik. Ratzinger atau Benediktus XVI adalah seorang anti-Paus non-Katolik yang pemilihannya sama sekali batal dan tidak valid.

Paus Paulus IV, Bulla Cum ex Apostolatus Officio, 15 Februari 1559: “6. Di samping itu, [dengan Konstitusi Kami ini, yang tetap valid untuk selamanya Kami memberlakukan, menetapkan, mendekretkan dan mendefinisikan:-] bahwa jika pada waktu kapan pun tampak bahwa Uskup mana pun (walaupun ia bertindak sebagai seorang Uskup Agung, Patriark atau Primat), atau Kardinal mana pun dari Gereja Roma yang telah disebutkan, bahkan seorang Duta Besar seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, atau bahkan Sri Paus Roma, sebelum promosinya atau pengangkatannya sebagai Kardinal atau Paus Roma, telah menyimpang dari Iman Katolik atau jatuh ke dalam suatu bidah, maka:

(i) promosi atau pengangkatan tersebut, bahkan jika tidak ditentang dan tercapai lewat persetujuan yang bulat suara dari semua Kardinal, tidak sah, batal, dan tidak bernilai;

(ii) tidak pun promosi atau pengangkatan tersebut dapat dikatakan telah memperoleh validitas, atau akan memperoleh validitas, melalui penerimaan jabatan dan konsekrasinya, atau melalui masa jabatannya yang selanjutnya dalam pemerintahan dan administrasi, atau peristiwa yang disebut-sebut sebagai penakhtaannya sebagai Sri Paus Roma sendiri, atau melalui upeti yang dibayar kepadanya, atau melalui kepatuhan yang diberikan kepadanya oleh semua orang, atau dengan berjalannya waktu dalam situasi yang terlebih dahulu;

(iii) tidak pun satu bagian pun dari promosi atau pengangkatan tersebut dapat dipandang sebagai legitim ...

(vi) orang-orang yang dipromosikan dan diangkat secara demikian secara otomatis dan tanpa perlu suatu deklarasi selanjutnya kehilangan segala jabatan, posisi, kehormatan, titel, otoritas, kedudukan dan kuasa.

10. Maka dari itu, tidak seorang pun diperkenankan untuk melanggar dokumen ini yang berasal dari kesetujuan, restorasi, sanksi, undang-undang, derogasi, kehendak, dan dekret Kami, atau dengan keberanian yang lancang menentangnya. Bagaimanapun, barang siapa sedemikian gegabahnya sehingga berupaya melakukannya, hendaknya ia mengetahui bahwa ia akan mendapatkan murka dari Allah yang Mahakuasa dan dari Rasul-Rasul yang terberkati, Petrus dan Paulus.

Diberikan di Roma di Gereja Santo Petrus pada tahun Penjelmaan Tuhan kita, tahun 1559, pada tanggal 15 Februari, pada tahun keempat dari masa Kepausan Kami.

+Saya, Paulus, Uskup Gereja Katolik...”

St. Robertus Bellarminus (1610), Doktor Gereja:
“St. Robertus Bellarminus, Kardinal dan Doktor Gereja, De Romano Pontifice, Buku II, bab 30:
“Seorang Paus yang adalah bidah terang-terangan secara otomatis (per se) berhenti menjadi Paus dan kepala, layaknya ia berhenti menjadi seorang Kristiani dan seorang anggota Gereja. Maka dari itu, ia dapat dihakimi dan dihukum oleh Gereja. Ini adalah ajaran dari semua Bapa-Bapa Kuno yang mengajarkan bahwa bidah yang terang-terangan langsung kehilangan semua yurisdiksi.” (De Romano Pontifice, II, 30)

The Catholic Encyclopedia, “Papal Elections {Pemilihan Paus},” 1914, Vol. 14, hal. 456:
“Tentunya, pemilihan seorang bidah, skismatis, atau perempuan [sebagai Paus] bersifat batal dan tidak valid.”

Extra Ecclesiam nulla salus (EENS)	Sekte Vatikan II	Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme	Padre Pio	Berita	Langkah-Langkah untuk Berkonversi	Kemurtadan Besar & Gereja Palsu	Isu Rohani	Kitab Suci & Santo-santa
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri	Martin Luther & Protestantisme	Bunda Maria & Kitab Suci	Penampakan Fatima	Rosario Suci	Doa-Doa Katolik	Ritus Imamat Baru	Sakramen Pembaptisan