^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Santa Genoveva, Perawan & Pelindung Kota Paris (Prancis)
Pesta: 3 Januari
“Pada tahun … 419, di masa kepausan dari Santo Bonifasius I, di bawah pemerintahan dari Honorius dan Teodosius Muda, pada waktu kekaisaran Romawi yang kuasa terpecah-belah dalam berbagai perselisihan oleh karena pedang dari bangsa Utara, di sebuah pedesaan yang bernama Nanterre, di sekitar kota Paris, Genoveva terlahir ke dunia. Bapaknya bernama Severus, ibundanya Gerontia. Walaupun Penyelenggaraan Ilahi menolak untuk memberikan kepada mereka emas dan perak, bagaimanapun, mereka tidaklah miskin, sebab mereka dihiasi dengan keberlimpahan iman dan kebajikan. Mereka adalah orang-orang Kristiani yang puas akan nasib mereka yang rendah. Mereka memenuhi dengan kesetiaan tanggung jawab kemanusiaan ini: doa dan kerja – yang keduanya saling membantu sebagai penghiburan dan hukuman atas diri kita. Di samping pondok mereka yang kecil, mereka memiliki sebidang tanah di mana mereka menggembalakan ternak mereka. Tanahnya subur, karena dibasahi oleh keringat Severus yang baik, dan berkat dari Surga tercurah di atasnya; kawanan dombanya dirawat oleh Genoveva dan tumbuh baik di bawah penjagaannya, sehingga Gerontia tidak pernah kekurangan wol. Genoveva, yang amat muda, bagaimanapun terbiasa untuk memimpin domba-dombanya pergi ke padang; terkadang, ia juga menuntun mereka pergi ke tepi sungai Seine atau turun ke lembah dari Gunung Valerian …
Masa kanak-kanaknya
Sebelum ia mencapai usia di mana orang-orang secara umum menjadi lekat kepada dunia, anak yang terjanji ini telah direnggut dari bahaya-bahayanya dan terlepas dari kenikmatan-kenikmatannya. Ia telah mendengar orang tuanya berbicara tentang keluhuran dari karya-karya supernatural dari orang-orang Kristiani yang telah memeluk kehidupan agamawi, dan karena ia terkesan oleh cerita-cerita tentang orang-orang Kristiani tersebut, yang sepenuhnya kemilau dengan kecantikan dari ketidakberdosaan dari sakramen pembaptisan, ia mempersembahkan dirinya secara tepat waktu kepada pelayanan terhadap Yang Mahakuasa. Sekarang, sudah tiba waktunya bagi Gereja Allah untuk dibebaskan dari penganiayaan orang-orang pagan; hari-hari kemartiran yang mulia telah berlalu, dan orang-orang Kristiani dari zaman yang kami tuliskan itu, yang merasa diri kehilangan kesempatan untuk berpantas diri menerima mahkota kemartiran, merangkul, dengan semangat yang tak terpadamkan, kemartiran sukarela dalam bentuk matiraga serta penitensi, dan dari kedalaman biara-biara serta kesendirian mereka, mengalir deras aliran kesucian yang lebar dan dalam, dan terbentang muka bumi. Sekarang, sudah terjadi suatu keadaan yang menunjukkan betapa Tuhan berkenan kepada devosi hamba-Nya.
Pada suatu hari, di tahun 422, rakyat Nanterre menerima kabar gembira bahwa dua dari para uskup teragung dari Galia akan melewati daerah mereka. Kabar itu menimbulkan sensasi yang luar biasa; bahkan orang-orang pagan sendiri merasakan sukacita serta harapan yang memenuhi hati dari umat Kristiani, yang menantikan kedatangan dari para bapa Gereja mereka. Para kaisar memiliki kebijakan … untuk menganugerahkan kuasa dan yurisdiksi atas dewan keuskupan, dan para uskup pada masa itu melaksanakan di seluruh provinsi kekaisaran itu suatu jabatan hakim yang tinggi, satu-satunya yang dapat memperdamaikan ketiga unsur yang bertentangan ini: hukum Romawi, barbarism Jermanik, serta Injil Yesus Kristus, yang berjuang untuk diangkat di dalam jantung Eropa sendiri. Maka, kita dapat mengerti mengapa desa Nanterre itu tergemparkan oleh karena kabar gembira datangnya Germanus, uskup Auxerre, dan Lupus, uskup Troyes, yang terpilih oleh suara dari rekan-rekan mereka dan dalam kepatuhan kepada perintah-perintah Paus Selestinus. Mereka sedang berperjalanan menuju Britania Raya untuk memperjuangkan pertarungan Gereja melawan Pelagius, sang penipu yang menyesatkan dua dogma: dosa asal dan dibutuhkannya rahmat.
Santa Genoveva dan Santo Germanus
Bahkan di masa awal ini, di desa Nanterre, terdapat suatu gereja yang didedikasikan kepada Santo Mauritius, martir. Germanus dan Lupus, yang, seperti Tuhan mereka yang ilahi, menyebarkan kabar gembira Injil di mana pun mereka bepergian, bertekad untuk membuatusuatu kunjungan singkat di Nanterre, bukan untuk menikmati istirahat, seperti para penjelajah biasa, melainkan untuk membangkitkan keberanian mereka melalui doa dan meditasi. Sewaktu para prelat itu melakukan latihan suci ini, para penduduk desa itu berkumpul di gereja untuk menerima berkat dari orang-orang Kudus milik Allah ini. Adalah tugas yang luhur dari para uskup untuk berdoa, untuk mengajar, dan untuk memberkati; dan Germanus, seturut keinginan-keinginan yang saleh dari rakyat itu, memecah-mecahkan kepada mereka roti yang menghidupkan dari sabda Allah; dan lihatlah! Sewaktu ia sedang membuat sambutan kepada khalayak yang berkumpul, suatu cahaya supernatural yang melingkari dahi seorang anak perempuan kecil menyingkapkan kepadanya bahwa di tengah-tengah kerumunan orang itu, terdapat suatu jiwa yang dihendaki oleh Yang Mahakuasa untuk diistimewakan dari yang lain. Genovevalah jiwa itu, yang pada waktu itu berusia sepuluh tahun. Germanus lalu memberi isyarat kepada anak itu untuk menghampirinya, mengecup dahinya, dan bertanya siapakah namanya, dan setelah meminta agar orang tuanya datang, lalu bertanya kepada mereka bilamana gadis kecil itu adalah anak perempuan mereka. Sang bapak menjawab: ‘Ya’. Sang uskup lalu menjawab, ‘Maka, terberkatilah engkau untuk selama-lamanya karena engkau telah membuat terlahir di dunia anak yang terberkati ini; para malaikat dari Surga telah bersukacita oleh karena kelahirannya, sebab putrimu akan menjadi agung di hadapan Tuhan; kekudusan hidupnya akan memengaruhi banyak orang yang sekarang berada di dalam kekelaman dari ketidakberimanan sehingga mereka bergabung di bawah panji Kristus dan tidak akan terhitung jumlah pendosa yang akan berutang budi kepadanya atas keselamatan kekal mereka.’ Lalu, Germanus memanggil anak itu kembali, yang telah pergi dalam keheningan, ‘Genoveva, anakku,’ ujarnya, ‘Bapa yang kudus’, jawab anak itu, ‘berbicaralah, sebab hambamu mendengarkan.’ Setelah bercakap-cakap bersama untuk suatu waktu, orang tua yang kudus itu melihat bahwa Ia yang adalah sang kebijaksanaan ilahi telah mengajar anak yang bersahaja ini, melalui komunikasi supernatural, menginisiasikan gembala yang rendah hati itu ke dalam rahasia-rahasia Surga. ‘Bapa yang kudus’, ujar Genoveva, ‘hati saya berharap bahwa sewaktu saya sudah besar, saya akan mengonsekrasikan diri saya sepenuhnya kepada Allah yang Mahabaik, dan saya telah berjanji kepada Kanak-Kanak Yesus untuk menjadi mempelai-Nya.’ ‘Genoveva’, jawab Germanus, ‘Ia telah menerima kasih dan janjimu, dan jika engkau menghendakinya, aku akan memberkati tekadmu dan sejak saat itu engkau akan menjadi tunangan-Nya.’ Ujaran ini memenuhi Genoveva dengan sukacita yang meluap-luap. ‘Kembalilah esok hari’, sang uskup melanjutkan perkataannya, ‘dan aku akan melangsungkan pertunanganmu.’ Lalu, untuk membuktikan betapa ia mengasihinya, ia menempatkan Genoveva di sisinya di mejanya, dan sewaktu ia telah mengambil bagian di dalam santapan apostolik yang sederhana dari bapa uskup, ia kembali kepada orang tuanya.
Santa Genoveva bersama orang tuanya menghadap Santo Germanus
Keesokan harinya, Severus dan Gerontia menuntun gadis kecil mereka pergi menghadap bapa uskup. ‘Genoveva, anakku,’ ujar Germanus, ‘ingatkah engkau akan janji yang kaubuat kepada Tuhan kita kemarin?’ ‘Ya, bapa yang kudus’, jawab anak itu; ‘dan dengan pertolongan rahmat ilahi, saya akan setia kepadanya.’ Mereka lalu pergi ke gereja, dan Germanus menyelenggarakan misteri-misteri ilahi, di mana Genoveva, walaupun ia masih kanak-kanak, hadir dengan penuh kontemplasi. Sang uskup lalu mengulurkan kedua tangannya atas kepala anak itu mengonsekrasikannya kepada Allah, dan mengakhiri perayaan yang megah itu dengan mengalungkan kepada leher anak itu sebuah medali tembaga, di mana ada terukir sebuah tanda salib. ‘Jagalah medali ini dengan berhati-hati’, ujar sang prelat, ‘sebab inilah tanda mata pernikahan Yesus Kristus; perhiasan-perhiasan dunia ini tidak menjadi mempelai-Nya.’ Kembali lagi, para uskup memberikan berkatnya kepada Genoveva, orang tuanya, dan segera melanjutkan perjalanan mereka.
Santa Genoveva dikonsekrasikan oleh Santo Germanus
Genoveva memetik buah-buah dari pemberkatan mereka. Ia mengenyahkan dari jiwanya segala nafsu, dan segala pikiran akan ciptaan, ia menjadi suatu bejana yang hampa yang di atasnya embun surgawi menetes dan memenuhinya. Memang luar biasa adanya pertolongan dari Surga kepadanya pada masa kehidupannya ini, dan walau bagaimanapun, sedemikian besarnya kerendahan hati orang kudus kita yang muda ini, sehingga ia bahkan tidak menyebutkan rahmat itu di dalam percakapan-percakapan pribadinya bersama dengan teman-temannya. Para penduduk desa berkata bahwa ia mendapatkan penglihatan-penglihatan, dan bahwa jika ia mewujudkan suatu keinginan akan kesendirian, alasannya adalah bahwa sewaktu ia sendiri bersama dengan domba-dombanya, ia dihormati dengan sekelompok malaikat. Memang tidak diragukan bahwa jiwanya yang muda mengalami fenomena mistis ini yang di kemudian hari diwahyukan kepada sejumlah perawan muda yang menapaki jalan yang telah ditandai oleh sang gembala perempuan dari Nanterre ini. Tetapi, dengan meneladani sebaik mungkin Anak Ilahi yang berkehendak untuk tidak menyingkapkan lebih dari hal ini sehubungan dengan masa kanak-kanak-Nya yang mengagumkan bahwa Ia ‘bertumbuh dalam hikmat dan rahmat dan bahwa Ia patuh kepada Maria dan Yosef’, Genoveva menghargai semua hal itu di dalam hatinya … Tempat yang digemarinya adalah gereja, tetapi karena ia melihat bahwa mustahil baginya untuk tetap berada di sana untuk bermeditasi selama yang ia inginkan, ia mendirikan bait di dalam hatinya, yang darinya ia tidak pernah pergi. Ia pun memurnikan jiwanya dari segala noda dosa, yang membuat cacat citra Allah yang dibekaskan atas jiwa kita, ia sampai sedekat mungkin kepada rupa sang Pencipta sebagaimana yang dapat dilakukan oleh manusia, dan dengan demikian … ia mewujudkan banyak kemampuan yang mengagumkan yang telah dianugerahkan kepada kodrat manusia pada awalnya …
Ibunya Menjadi Buta
Pada suatu hari, sewaktu bapaknya sedang pergi ke gereja, anak perempuannya itu memohonnya untuk membawa dirinya bersamanya. Kebetulan, pada hari itu, ibunya yang lebih sibuk daripada biasanya dengan urusan-urusan rumah tangga tidak dapat mendampingi suaminya; karena ia merasa agak gusar tentang hal ini, ia tanpa pikir panjang menentang permintaan yang suci dari anaknya itu; Genoveva dengan lembut mengeluh, dan berkata kepada ibunya bahwa konsekrasinya kepada Allah mewajibkannya agar sering hadir di rumah doa; tetapi permohonannya tidak didengar, dan Gerontia, yang terbawa oleh amarah, melayangkan suatu tamparan yang keras kepada wajah dari anaknya yang suci itu. Tetapi, pembalasan dendam Tuhan cepat terjadi; sang ibu, yang dihukum oleh tangan yang tidak kelihatan, seketika menjadi buta. Walaupun mukjizat hukuman ini berat adanya, bagaimanapun, hukuman itu adil dan banyak contoh pada waktu itu membuktikan bahwa Allah ingin mengesankan kepada umat-Nya gagasan bahwa Ia mengawasi penghormatan dan kemerdekaan dari para perawan-Nya. Ia menghendaki Genoveva untuk menikmati kebebasan yang diri-Nya sendiri (walaupun ia sedemikian patuhnya kepada orang tuanya di Nazaret) tuntut, sewaktu Ia telah meninggalkan mereka, Ia tetap berada di bait, dan kepada teguran yang lembut dari ibunda-Nya yang perawan: ‘Mengapakah Engkau berbuat demikian kepada kami; lihatlah, bapak-Mu dan Aku telah mencari-Mu dengan penuh dukacita’, Ia menjawab dengan kehalusan yang penuh hormat: ‘Mengapakah kalian mencari-Ku? Tidak tahukah kalian bahwa Aku harus mengurusi perkara Bapa-Ku?’ Bagaimanapun, hukuman yang datang kepada Gerontia membuat kesan yang hidup di dalam hati Genoveva, dan dengan tulus, ia memohon kepada Yang Mahakuasa untuk memulihkan cahaya surgawi kepada ibunya yang terkasih. Gerontia sendiri, dengan rendah hati mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya, di dalam semangat kepasrahan Kristiani tunduk kepada hukuman itu yang harus disilihkan; ia mempersatukan doa-doanya dengan doa-doa anak perempuannya, yang sekarang lebih melipatgandakan ketekunannya dan perhatiannya untuk menghibur ibunya. Wanita yang malang ini kehilangan penglihatannya selama dua tahun.
Santa Genoveva dan ibundanya yang buta
Pada suatu hari, saat ia terbangun dari tidurnya, ia berkata: ‘Genoveva, anakku, pergilah ke sumur untuk menimba air, dan gandakanlah permohonan-perhomohanmu kepada Surga demi diriku. Berdoalah kepada Allah yang Mahaagung yang oleh-Nya aku telah dihukum secara adil agar Ia mengampuniku.’ Genoveva sama sekali tidak membuang-buang waktu untuk melakukan pesan ibundanya itu, tetapi sewaktu bejananya telah dipenuhi dengan air, hatinya pun juga dipenuhi dengan emosi; ia menempatkan diri di tepi sumur dan mencurahkan dukacitanya dalam tetesan air mata yang mengalir deras. Air matanya menetes ke dalam sumur dan juga ke dalam bejana yang ditariknya sampai ke atas sumur dengan amat sukar … Genoveva kembali dengan segera kepada ibunya, dan menghadirkan bejana itu kepadanya. Ia seperti biasa, membuat tanda salib atas bejana itu. Dengan air itu, Gerontia membasahi matanya, dan seketika, penglihatannya pulih …
Santa Genoveva di Paris
Pada usia lima belas tahun, Genoveva menghadap Flavius, uskup Paris, dan menerima dari tangannya kerudung suci para perawan.
Pada saat itu, belum ada biara di Galia untuk menerima wanita-wanita yang saleh; itulah sebabnya Genoveva harus mempraktikkan tanggung jawab pertama dari kehidupan agamawinya di rumah orang tuanya. Tetapi Allah segera memanggil kepada diri-Nya sendiri Severus dan Gerontia. Anak perempuan mereka yang kudus itu, yang telah membantu, menghibur, dan memberkati mereka, menangis dengan getir sewaktu ia menutup mata mereka; lalu, dalam kepercayaan akan kebangkitan mereka yang berbahagia, ia membuat mereka dikuburkan secara saleh …
Setelah orang tuanya meninggal, Genoveva mewarisi harta mereka yang sederhana, tetapi, walaupun warisannya itu tidak begitu banyak, ia memandangnya sebagai terlalu berlebihan bagi seorang mempelai Kristus dan hamba orang miskin; ia membagikannya semua sebagai derma, dan tidak ingin memiliki sesuatu pun di dunia ini selain kasih Allah, dan Penyelenggaraan-Nya sebagai warisannya satu-satunya. Pada sekitar waktu ini, ibu baptisnya yang saleh yang pada waktu itu tinggal di Paris, meyakinkannya untuk tinggal bersamanya, dan dengan penuh suka Genoveva bergegas ke sana, karena ia tahu bahwa di tempat itu, ia akan mampu mengerahkan semangat dan kasihnya kepada suatu tujuan.
Masa di mana Santa Genoveva tinggal di Paris adalah masa yang melipatgandakan semangat dan matiraganya; ia sama sekali tidak mengambil makanan selain apa yang diperlukan untuk hidup, dan sejak saat itu, ia hanya makan dua kali seminggu, sekali pada hari Minggu; dan yang lain pada hari Kamis. Santapannya terdiri dari roti jelai, kacang-kacangan, dan air, dan hanya sewaktu ia mencapai usia lima puluh tahunlah, dan untuk menaati perintah dari imam pengaku dosanya, ia setuju untuk menambahkan kepada makanannya yang sedikit itu susu dan ikan. Semangat doa yang disuburkan oleh puasa menumbuhkan di dalam jiwanya serta matiraganya yang bertambah, yang pada saat itu telah melemahkan badannya. Ia terkadang melewatkan sebulan penuh dalam doa. Ia sering mengalami ekstasi, yang tidak dapat dicegahnya atau ditinggalkannya, kecuali sewaktu ia terpanggil oleh suara manusia yang menderita atau demi kebaikan sesamanya. Hanya pada waktu itulah ia keluar dari kamarnya yang kecil, di mana ia melewatkan hidupnya didampingi dua belas perawan rohani, yang disebut oleh salah satu biografernya sebagai iman, kerendahan hati, pantang dan kemiskinan, kesabaran, kesederhanaan, ketidakbersalahan dan damai, kasih, kesucian, disiplin, dan keberhati-hatian.
Tetapi, bahkan orang benar harus melalui cobaan-cobaan … Suatu penyakit yang perih datang untuk mencobai tetapi tidak dapat menaklukkannya. Bersama dengan kesakitan yang amat menyiksa, ia menanggung penyakit kusta yang buruk, semuanya itu ditanggungnya dengan kesabaran Kristiani. Kemudian, datanglah suatu stroke yang menyebabkan kelumpuhan, yang selama tiga hari mencegah tubuhnya untuk bergerak, dan seandainya pipinya itu tidak berwarna merah muda, orang akan menyebutnya sudah mati selamanya. Saat ia pulih, ia berkata bahwa seorang malaikat terang telah membawa jiwanya kepada perjalanan orang-orang yang telah meninggal, dan bahwa ia melihat di sana di satu sisi pahala yang mengagumkan yang dipersiapkan bagi mereka yang mengasihi Allah, dan di sisi lain, hukuman-hukuman yang mengerikan yang menanti mereka yang menyakiti-Nya. Dengan menuturkan penglihatan ini kepada banyak hadirin, ia menggerakkan banyak pendosa dan mengonversikan banyak orang kafir.
Santa Genoveva Difitnah
Sampai saat itu, demi menyempurnakan keserupaannya dengan teladannya yang ilahi, masih ada satu hal yang tidak dimilikinya: ia tidak memiliki musuh-musuh, ia tidak dibenci ataupun dianiaya. Ketenarannya yang suci yang dinikmatinya mendesak orang-orang yang merasa bahwa diri mereka tidak mampu membelinya dengan harga yang sama. Mereka menemukan bahwa lebih mudah adanya untuk memfitnahnya daripada untuk meneladaninya. Mereka mencemooh cara hidupnya yang sederhana; mereka memperlakukannya sebagai orang munafik dan pengkhayal belaka, dan khalayak ramai yang mudah berubah hanya membutuhkan sedikit waktu untuk meyakinkan diri mereka sendiri bahwa ia yang sampai saat itu mereka kagumi dan agung-agungkan hanya pantas dibenci dan dihina. Kita membiarkan diri kita sendiri cepat yakin akan kejahatan, karena kita membawa dalam diri kita sendiri benihnya dan merasakan asas-asasnya di dalam diri kita. Peristiwa ini berlangsung pada tahun 455. Suatu bidah meletus pada waktu itu di pulau Britania: Germanus dari Auxerre, yang dipandang oleh semua orang sebagai seorang santo dan pembuat mukjizat yang ternama, sedang kembali berperjalanan ke pulau ini, didampingi oleh Severus, uskup Triers. Germanus, pada perjalanannya ke Paris, mencari tahu tentang Genoveva; tetapi fitnah yang licik dan berbahaya itu telah mencapai tujuannya, dan ia Germanus diberi tahu bahwa Genoveva sebenarnya bukanlah orang yang mereka kira pertamanya. Germanus, yang diikuti oleh kerumunan orang banyak, berjalan menuju tempat tinggal Genoveva dan tanpa mengumumkan kedatangannya, seketika membuka pintu kediamannya. Genoveva terkejut saat ia sedang berdoa; bapak uskup itu, yang menyentuh tanah yang dibasahi oleh air mata Genoveva yang kudus, membuat kesaksian secara terbuka tentang watak Genoveva dan menerapkan kata-kata sang pemazmur tentangnya: ‘Air mataku telah menjadi rotiku siang dan malam, sedangkan orang berkata kepadaku, ‘Di manakah Allahmu.’’
St. Germanus mengunjungi St. Genoveva di Paris
Banyak peristiwa berlangsung, dan ia tidak lagi diganggu ataupun diusik, dan pada tahun 450-lah ia harus keluar dari perasingannya yang suci.
Santa Genoveva dan Attila Orang Hun
Attila [orang Hun] baru saja melewati sungai Rhein. Kedatangannya didahului oleh ketakutan yang besar, dan api serta pedang menyertai perjalanannya. Ia telah menandai dunia dengan kemilat dari pedang yang berlumuran darah yang dinyatakannya secara salah berasal dari Allah … Monark yang bengis dari bangsa Hun ini menyeret bersama rombongannya bala tentara yang buas, tetapi yang telah terkalahkan, yang didorongnya untuk bertarung bersamanya.
Attila orang Hun
Saat Attila mendekati kota Paris, uskup kota ini mengeluarkan perintah untuk melaksanakan doa publik. Pada kesempatan inilah Genoveva keluar dari kamarnya yang sempit dan hadir di tempat pembaptisan di Gereja, di mana para wanita berhimpun, sedangkan para pria dengan gelisah memperbincangkan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi dan cara yang terbaik untuk menghindarkan bencana-bencana yang akan datang. Sewaktu mereka semua sedang berdoa, Genoveva mengalami suatu ekstasi, dan sewaktu ia kembali dari ekstasinya, menyampaikan kepada para penduduk yang telah bertekad untuk melarikan diri, bahwa Allah menugaskannya untuk melawan tekad mereka dan meyakinkan khalayak ramai yang terancam oleh rasa takut itu bahwa Attila akan mengubah perjalanannya dan dengan demikian tidak akan melewati Paris.
Sia-sia belaka ia menyatakan warta ini yang membangkitkan sukacita dalam diri para perempuan yang berhimpun, yang sekarang berlari untuk mengumumkan warta gembira itu kepada orang tua, suami, dan anak-anak mereka yang ketakutan. Mereka yang sudah bersiap melarikan diri itu telah bergegas mengumpulkan harta mereka. ‘Tidak, tidak,’ mereka berseru, ‘kami tidak akan meninggalkan rumah kami, sebab doa-doa kami telah mencapai Takhta Surga. Attila tidak akan datang!’ Semua orang bertanya dari mana kabar ini berasal. ‘Genoveva’, ujar para wanita, ‘karena utusan Allah telah berkata demikian kepada kami dan memerintahkan kami agar tidak pergi.’ Rasa takut yang luar biasa dalam diri para pria sekarang berubah menjadi kemarahan yang getir dan, dengan wajah yang memerah karena takut bahwa nasihat para wanita semata akan menghentikan pelarian mereka, mereka pun berseru: ‘Ya, Genoveva, sang nabiah palsu! Apakah ia ingin menyerahkan kita ke dalam tangan musuh yang barbar? Apakah ia ingin agar kita semua dicekik? Mari kita segera melarikan diri, tetapi sebelum kita pergi, kita harus merajam nabiah palsu itu.’ Dan sambil berhimpun di jalan, mereka mengeluarkan kutukan-kutukan mereka yang amat dahsyat dan menyertai nama Genoveva yang manis dengan seruan-seruan kematian.
St. Genoveva menenangkan rakyat Paris
Sewaktu peristiwa ini sedang berlangsung, seorang asing yang terhormat datang dan membubarkan khalayak itu. Ia bukanlah Santo Germanus dari Auxerre yang datang kedua kalinya untuk menolong Genoveva, sebab ia sudah menyerahkan jiwanya kepada Allah … Kematian, yang memutuskan rantai yang mengikatnya kepada dunia ini hanya telah mempererat tali persahabatan yang suci yang dimilikinya bersama Genoveva yang disebutnya sebagai anaknya. Di ranjang kematiannya, karena ia hendak mengungkapkan kepadanya jaminan atas rasa hormatnya ini kepadanya, ia memerintahkan diakon agungnya, Sedulius, untuk membawakannya sebuah hadiah dalam bentuk relikui-relikui yang terberkati. Sedulius[1] …, saat ia melihat Genoveva berada di tangan rakyat yang gelap mata itu, mengerti apa yang akan segera terjadi. ‘Wahai rakyat Paris’, serunya, ‘janganlah kalian melakukan perbuatan yang tercela itu. Wanita yang hendak kalian bunuh itu, aku telah mendengar tentang dirinya, bahwa ia adalah wanita yang dipilih oleh Allah sejak ia datang ke dunia, dan inilah hadiah suci [relikui-relikui] yang kubawakan kepadanya dari pihak Santo Germanus.’
Saat mendengar perkataan itu, rakyat yang berkerumun itu pun terkesima dan berhenti, seolah-olah Germanus, bapa uskup yang terhormat itu berdiri sendiri berdiri di depan Genoveva. Semua orang pulang ke rumahnya masing-masing dan menegerti. Memang benar bahwa sang uskup yang suci dari Auxerre itulah yang datang tepat waktu untuk membela sahabatnya yang suci itu. Sedulius, yang sejak tiga tahun telah menantikan kesempatan yang baik untuk memenuhi misinya dan yang kemungkinan dipercepat oleh bangsa Hun yang datang untuk menyerbu, sungguh telah dibawa ke kota Paris oleh Penyelenggaraan Ilahi pada saat yang tepat. Rakyat Paris lantas dengan kesegeraan pikiran (suatu watak yang senantiasa merupakan ciri-ciri mereka) mengingat dalam keyakinan mereka gelar yang dimiliki oleh Genoveva . Mereka sekarang percaya akan perkataan Genoveva dan yakin bahwa jalan yang paling ampuh untuk menghalau musibah itu adalah yang telah dinyatakan oleh wanita kudus itu: doa, penitensi, dan kepercayaan akan Allah.
Janji-janji Genoveva pun tergenapi. Attila bergerak dari Metz menuju Orléans. Kebanyakan dari para pasukannya harus melewati kota Reims dan Troyes, tetapi, karena negeri yang hendak diserbunya itu sedemikian luasnya … adalah suatu hal yang menakjubkan bahwa Paris sama sekali tidak menderita serbuan bangsa barbar itu. Attila menyaksikan Orléans dalam pertahanan. Uskup dari kota itu, Santo Aignan, adalah yang membangkitkan perlawanan rakyatnya. Ia telah memperbaiki benteng-bentengnya, sehingga menghentikan para penyerbu itu. Santo Aignan lalu bergegas pergi ke Arles, untuk mempercepat kedatangan Jenderal Romawi yang bernama Aetius. Aetius berhasil untuk mempersatukan bangsa barbar dari Galia, Visigotik, Franka, dan Burgundia untuk bersekutu melawan para penyerbu. Pada tanggal 14 Juni, Aetius sampai ke Orléans.
Attila, yang terkejut oleh persekutuan yang telah diupayakannya untuk dicegahnya itu, meninggalkan Orléans setelah pertarungan yang mematikan di jalanan. Walaupun demikian, ia tetap perkasa, dan ia melanjutkan perjalanannya menuju kota Troyes. Aetius dan para pembela lain dari negeri Galia mengejarnya. Bangsa Franka di bawah Merowech yang berjalan pada garis pertahanan terdepan, mencapai pasukan Attila yang terbelakang, yang terdiri dari bangsa Gepida, di daerah Mauriac, yang tidak jauh dari Châlons, tidak jauh dari jalan dari Sens menuju Troyes. Pertarungan yang mengerikan itu pun berlangsung antara mereka pada malam hari. Keesokan harinya, kedua pasukan itu pun mencapai puncak pertarungan. Pertempuran itu adalah salah satu pertempuran yang paling bersimbah darah di sepanjang sejarah. Menurut perhitungan yang paling moderat dari para sejarahwan, seratus enam puluh dua ribu orang kehilangan nyawa. Kemenangan Galia, yang dimulai pada malam hari oleh serangan bangsa Franka yang berani, diteguhkan oleh terjangan yang penuh energi dari bangsa Visigotik, yang kehilangan raja mereka, Theodorikus.
Attila yang mengalami kekalahan, bagaimanapun tetap mengerikan seperti singa yang terluka. Raja bangsa Hun itu bergerak menuju timur laut, dan dipantau oleh Aetius serta bangsa Franka dari Merowech. Di kota Troyes, bapa uskup suci, Santo Lupus berdiri di hadapan ‘wabah dari Allah’ itu dan mengilhaminya dengan rasa hormat yang sedemikian rupa sehingga Atilla sama sekali tidak menjahati kota itu. Oleh karena suatu insting agamawi, ia bahkan menginginkan agar bapa uskup yang tua itu, yang menekuklututkan kebengisannya, mendampinginya saat ia meninggalkan kota itu, agar menjadi baginya suatu jaminan terhadap mara bahaya. Santo Lupus membawanya sampai ke sungai Rhein dan di sana, ia membebaskannya.
Pada tahun berikutnya, Attila bergerak menuju Italia, menghancurkan Aquileia dan lalu hadir di depan kota Roma, di mana keagungan dari Paus Santo Leo mampu menghentikannya. Ia lalu berpaling dari sana ke Panonia dan meninggal di daerah itu pada tahun 453 tanpa membangun suatu hal pun, kendati kuasa dan sumber daya alam yang dimilikinya.
Alegori St. Genoveva menghalau Attila dari kota Paris
Rakyat Paris tanpa ragu-ragu menyatakan bahwa kota mereka itu terlindungi berkat Genoveva. ‘Hormat kepada Genoveva’, ujar biografinya, ‘melalui doa-doanya, ia telah mencegah pasukan musuh agar tidak mengepung Paris dan menjauhkan mereka darinya.’ …[2]
Praktik-Praktik Suci St. Genoveva
Di sepanjang semua peristiwa ini, Genoveva tidak mengendurkan praktik-praktik sucinya. Banyak wanita muda, salah satu dari antaranya … telah menerima kerudung bersama dirinya, dan seorang yang lainnya (yang sekarang adalah Santa Céline), bergabung bersamanya, dan di bawah bimbingannya menjalani kehidupan doa dan amal. Komunitas suci itu semakin lama membesar sehingga jumlahnya yang meningkat pesat mengharuskannya untuk membangun suatu rumah baru; ini adalah biara pertama yang didirikan di Paris, dan Genoveva adalah kepala biara perempuan pertamanya … Genoveva mencintai devosi kepada para kudus dari Galia. Ia sering berziarah mengunjungi makam mereka, dan terutama, kepada Ireneus dari Lyons dan Martinus dari Tours. Tetapi, waktu yang disibukkan untuk melakukan devosi-devosi ini pun tidak sia-sia di hadapan Allah maupun sesamanya. Setiap langkah yang diambilnya ditandai dengan suatu mukjizat. Pada suatu kali, ia membangkitkan seorang anak; di kala yang lain, ia mengusir roh-roh jahat; di satu tempat, ia menyembuhkan penyakit-penyakit; tetapi di mana pun ia mencurahkan penghiburan bagi orang yang menderita. Di Orléans, ia memohon belas kasih dari seorang pria yang memiliki pangkat yang tinggi; tetapi permohonannya itu adalah untuk mengampuni orang seorang budak yang bersalah yang telah bertobat; permohonannya itu ditolak. Lalu, sewaktu penyakit yang datang tiba-tiba merenggut tuan yang keras itu; ia mengingatkan Genoveva yang hatinya manis dan lembut, membuat Santa Genoveva kembali, dan berjanji untuk mengampuni budak yang menjadi sasaran kasih Kristianinya itu, dan memohon kepadanya untuk mendoakannya. Santa Genoveva berdoa, dan tuan itu seketika sembuh!
Pada ziarahnya, ia tidak melupakan makam Santo Dionisius, uskup Paris yang pertama, dari kenangan apostolik yang mulia. Ia mengasihi pahlawan injil itu dengan cinta yang penuh bakti, yang melalui karyanya telah membuat para bapanya terlahir di dalam iman Katolik. Di sana, terbentang jarak 6.4 km antara pedesaan Katolikian (yang sekarang disebut sebagai Saint-Dénis) dan Paris; bagaimanapun, ia sering pergi ke sana pada makam yang memuat peninggalan sang martir ini. Terkadang, ia pergi ke sana sebelum terbitnya matahari, agar devosinya tidak menghabiskan waktu yang digunakannya untuk karya-karya amalnya. Ada suatu cerita bahwa pada suatu malam hari, ia pergi bersama dengan orang lain, yang salah satunya membawa sebuah obor untuk menunjukkan jalan, dan sewaktu mereka berperjalanan, mereka semua menyanyikan dengan suara lantang doa-doa serta madah-madah puji-pujian kepada Allah. Pada perjalanan mereka, badai mengamuk, dan unsur-unsur alam tampaknya telah bersekongkol demi mengacaukan rencana-rencana suci mereka. Obor yang mereka bawa dipadamkan oleh angin. Gelapnya malam, amukan badai, dan situasi mereka yang terisolir membuat hati dari para wanita malang itu tercengkeram oleh rasa takut, yang tercerai-berai sambil menangis sampai saat lilin yang diambil oleh Genoveva dari tanah secara mukjizat kembali menyala di dalam tangannya. Maka, para peziarah yang saleh itu sanggup melanjutkan perjalanan mereka ke makam itu. Genoveva pun berlutut, menanamkan lilin itu yang masih terus terbakar, dan malam yang mengalir dari lilin itu di atas batu, sewaktu dikumpulkan dengan penuh iman oleh para penduduk des aitu, menjadi suatu balsem yang berharga, yang mereka gunakan sebagai penawar terhadap segala jenis penyakit yang berjangkit … Sedemikian agung reputasi kesucian Genoveva sehingga Santo Simeon Stylite, yang pada waktu itu berada di daerah yang terpencil di Suriah, berserah diri kepada doa-doanya.
Pada masa ini, orang-orang Franka mengepung kota Paris. Pada waktu itulah Genoveva, demi menyelamatkan rakyat dari bencana kelaparan, dengan berani berperjalanan menuju Troyes. Ia berlayar di atas sungai Seine dengan sejumlah kapal yang besar. Ia telah menyelamatkan kapal-kapal tersebut dari berbagai mara bahaya, dan berpulang dengan kapal yang penuh dengan gandum. Sewaktu pengepungan itu usai sudah, Genoveva sendiri dan para putrinya yang kuduslah yang membuat dan membagikan roti kepada orang-orang yang telah dikepung.
Para raja pertama dari bangsa Franka memberikan kesaksian akan rasa hormat yang terbesar terhadap Genoveva, dan ada cerita bahwa Kilderik sendiri sering meminta nasihatnya … Sekarang, Allah mengutus kepada Genoveva seorang penolong yang termashyur. Klovis, monark yang pada waktu itu memerintah, menikahi Klotilda. Persahabatan yang terlahir dari Surga mempersatukan putri suci dari para raja Burgundia kepada keturunan suci dari petani Nanterre. Persahabatan yang terberkati ini mencerahkan di dalam hati Klotilda tentang kepahlawanan yang suci, yang pertama-tama dibimbing oleh penggunaan kuasa yang mulia, dan yang di kemudian hari mendorongnya untuk menggunakan dengan lebih baik karunia kedudukan dan kekayaan, bukan hanya dengan meninggalkan kedudukan dan kekayaan, tetapi juga dengan membenci hal-hal itu. Klotilda, Genoveva, dan Remigius (uskup Reims) sering berkumpul bersama untuk berdoa kepada Allah agar Ia mencerahkan hati Klovis. Pada malam menjelang suatu pertempuran, sewaktu mereka berlutut dalam doa, Yesus Kristus tampak kepada mereka dan mewartakan kemenangan yang akan diperoleh atas Sicambre adouci itu [Klovis] …
Santa Genoveva sekarang telah mencapai puncak dari kekudusan Kristiani. Kematian yang berbahagia membuatnya memiliki kehidupan yang sejati yang tidak kenal lekang pada tanggal 3 Januari 512. Ia hidup selama hampir seratus tahun. Sejak masa awal hidupnya, ia menaklukkan indra-indranya, agar pada akhirnya, ia dapat menjadi lebih bebas dan lebih sanggup mengandalkan doa dari penjara tubuhnya; dan sewaktu tiba usia untuk mematahkan rantai-rantai yang mengikatnya, harga perjuangannya tidak melibatkan penyesalan atau rasa sakit; ia memejamkan mata dalam istirahat yang manis dari Tuhan, seraya kata-katanya yang melemah melantunkan puji-pujian kepada Allahnya.
Santa Pelindung Kota Paris
Paris dan Prancis telah menjadikan panji Genoveva sebagai panji perlindungan, dan sama sekali tidak memiliki alasan untuk menyesalinya. Perawan dari Nanterre ini tidak pernah bertuli telinga kepada permohonan rakyatnya, dan dari Surga yang tertinggi, di mana cinta kasih ilahi tidak pernah memadamkan rasa sayangnya yang membara terhadap negerinya, ia telah memberikan kepada kita begitu banyak bukti yang jelas akan perlindungannya serta kekuatannya. Kebanyakan peristiwa ini telah menjadi hal yang dibahas oleh sejarah, dan kami harus menceritakan salah satu dari antaranya. Kita terutama perlu menujukan suatu perhatian khusus kepada cerita yang diberikan kepada kami oleh para penulis kontemporer dari suatu mukjizat kesembuhan dari mal ardent [wabah] yang mengamuk dengan kedahsyatan yang tak terpadamkan di kota Paris pada tahun 1129.
Prosesi dilakukan untuk menghormati Santa Genoveva di sepanjang jalanan ibu kota negara itu, dan sewaktu prosesi itu melewati setiap khalayak, rakyat segera berlutut dan berseru: ‘Madame sainte Genevieve, miséricorde !’ [Ya Nona Santa Genoveva, kasihanilah kami!] Semua orang yang terjangkiti penyakit itu disembuhkan, kecuali tiga orang, yang tidak memiliki iman atau hanya sedikit beriman. … Paus Inosensius II, yang datang mengunjungi Prancis tidak lama setelahnya, mengimortalisasikan kenangan akan peristiwa itu dengan memasukannya di dalam liturgi Katolik. Ia menetapkan pesta yang dilangsungkan pada tanggal 26 November di bawah nama Sainte Geneviève du miracle des Ardents. Sebuah gereja yang terletak di pulau kota itu dinamai dengan nama yang sama …
Santa Genoveva dikanonisasikan oleh suara-suara dari mereka yang di tengah-tengahnya ia hidup, dan Gereja telah mengonsekrasikan keputusan yang populer itu dan merayakan pestanya pada tanggal 3 Januari …
Terjemahan dari Prancis oleh A. Nowian[3]
Catatan kaki:
[1] Illustrated Christian Year [Tahun Kristiani Berilustrasi], London, James Burns, 1848. Januari III.
[2] Henri Lesêtre, Sainte Geneviève [Santa Genoveva], Edisi V, Paris, Librarie Victor Lecoffre, 1901, hal. 53-56.
[3] Illustrated Christian Year [Tahun Kristiani Berilustrasi], London, James Burns, 1848. Januari III.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...