^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Pembatalan Pernikahan –Vatikan II Mendukung Secara De Facto Perceraian dan Pernikahan Kembali
Paus Leo XIII
Menurut dogma Katolik, sifat-sifat esensial pernikahan adalah persatuan dan indisolubilitas {fakta bahwa sesuatu tidak dapat diceraikan}. Suatu pernikahan yang telah disetujui dan dilaksanakan secara sah mengikat sampai kematian memisahkan kedua pasangan. “Tidak ada yang namanya pembatalan pernikahan sakramental yang telah terlaksana. Ungkapan tersebut kadangkala digunakan secara tidak tepat untuk menyatakan ketidakabsahan suatu persatuan yang disebut sebagai suatu pernikahan tetapi, yang setelah ditelaah, tidak demikian adanya.”[2] Penting untuk dimengerti bahwa tidak ada yang namanya ‘pembatalan’ pernikahan yang telah terlaksana, tetapi hanya terdapat pernyataan ketidakabsahan bahwa suatu persatuan dari awalnya bukanlah suatu pernikahan jika terdapat suatu bukti yang jelas bahwa persatuan tersebut tidak berlangsung secara valid.
Setelah kita mengerti hal ini, mudah untuk melihat mengapa ‘pembatalan pernikahan’ (yaitu, pernyataan bahwa persatuan-persatuan tertentu bukanlah pernikahan dari awalnya) secara tradisional sangat jarang diberikan. Kasus-kasus tersebut sangatlah sulit untuk dibuktikan, dan jika terdapat keraguan bila suatu persatuan tertentu adalah suatu pernikahan yang terlaksana secara valid, Gereja menganggap bahwa pernikahan tersebut valid.
Suatu contoh yang baik untuk ‘pembatalan pernikahan’ yang dapat diberikan atas dasar yang kuat adalah jika seorang wanita ‘menikahi’ (bukan karena kesalahannya sendiri) seorang lelaki yang ia kemudian sadari adalah seorang imam yang ditahbiskan secara valid. Oleh karena para imam tidak dapat menikah (kanon 1972),[4] persatuan antara imam dan wanita tersebut bukanlah suatu pernikahan yang valid. Ia lalu akan diberikan suatu dekret ketidakabsahan bahwa ia sama sekali tidak pernah menikah. Wanita tersebut lalu bebas untuk menikahi seorang lain.
Suatu contoh lain yang jelas akan sebuah ‘pembatalan pernikahan’ adalah jika orang yang anda ‘nikahi’ ternyata telah menikah sebelumnya, tetapi ia menyembunyikan informasi ini dari anda. Suatu contoh dari masa lalu adalah jika seorang wanita menikahi seorang budak yang ia kira adalah seorang lelaki yang bebas, tetapi tidak nyatanya. Suatu pernyataan ketidakabsahan akan diberikan, karena kesalahan yang spesifik tersebut tentang seseorang yang dinikahi begitu berat sehingga hal tersebut membuat pernikahan tersebut tidak valid (kanon 1083.2).[5]
Di dalam semua kasus-kasus tersebut, alasan tersebut haruslah berat dan bukti bahwa tidak pernah terdapat pernikahan yang valid haruslah jelas. Itulah mengapa hanya 338 pembatalan pernikahan diberikan pada tahun 1968 di AS sewaktu ajaran sebelum Vatikan II tentang pernikahan masih dijunjung oleh kebanyakan orang.
Tetapi, dengan adanya ledakan kemurtadan pasca-Vatikan II, ajaran indisolubilitas pernikahan telah diinjak-injak bersama dogma-dogma lain. Dari tahun 1984 sampai 1994, Gereja Vatikan II di AS memberikan hampir 59.000 pembatalan pernikahan setiap tahun, walaupun jumlah pernikahan-pernikahan Katolik telah jatuh sebanyak sepertiga sejak tahun 1965![6]
Di tahun 2002 sendiri, sekte Vatikan II memberikan 50.000 pembatalan pernikahan di Amerika Serikat![7] Sebanyak 97% dari semua pembatalan pernikahan diberikan di Amerika Serikat! Hal ini berarti bahwa hampir semua orang yang menginginkan sebuah ‘pembatalan pernikahan’ mendapatkannya!
Hal ini berarti hampir 100 persen dari permohonan pembatalan pernikahan diberikan di dalam pengadilan pertama, dengan kemungkinan pembatalan pernikahan tersebut dibatalkan di dalam pengadilan kedua mencapai kurang dari ½ dari 1%! Hal ini adalah penolakan keseluruhan dari indisolubilitas pernikahan dalam fakta dan dalam kelakuan. Bencana pembatalan pernikahan ini adalah tema dari buku Sheila Rauch Kennedy yang terkenal, Shattered Faith: A Woman’s Struggle to Stop the Catholic Church from Annulling Her Marriage {Iman yang Hancur: Perjuangan Seorang Wanita untuk Menghentikan Gereja Katolik Membatalkan Pernikahannya}. Dibolehkannya perceraian dan pernikahan ulang di bawah dalih pembatalan pernikahan yang palsu telah menghancurkan keluarga yang tidak terhitung jumlahnya dan mengolok-olok Gereja Katolik di depan dunia.
Hal tersebut begitu buruknya sampai, “Terdapat iklan di buletin gereja, koran-koran Katolik, dan bahkan di dalam pers sekuler, bahwa tersedia pembatalan pernikahan, kadangkala disertai janji bahwa pembatalan pernikahan tersebut benar-benar akan diberikan. ‘Beberapa undangan tersebut merupakan janji bahwa pembatalan pernikahan akan diberikan kepada semua orang yang memohonkannya… Upaya-upaya promosi ini… mungkin mendapatkan tanggapan-tanggapan… dari pasangan-pasangan yang mengimpikan rumput pernikahan yang lebih hijau tetapi yang tidak dapat dengan serius melakukan perpisahan dan perceraian, andaikan pembatalan pernikahan tidak dipampangkan sebagai suatu alternatif yang mudah dan dapat diterima.’”[9]
Pada dasarnya, setiap orang yang menginginkan sebuah pernyataan bahwa mereka tidak menikah dapat memperolehnya. Mereka mengeluarkan pernyataan tersebut untuk berbagai macam alasan-alasan yang konyol, seperti alkoholisme, ketidakcocokan kepribadian, dst., yang sama sekali bukanlah alasan yang sah. 11.68% dari pembatalan pernikahan pada hari ini diberikan karena ‘persetujuan yang cacat’, di mana terdapat paling tidak salah satu dari pasangan yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau kedewasaan untuk mengetahui apa itu pernikahan![10] Dalam kata lain, jika dalam beberapa tahun pernikahan, seseorang tidak lagi menyukai pasangannya, ia tidak benar-benar ‘dewasa’ atau tidak mengerti apa yang ia lakukan sewaktu ia bertukar janji pernikahan abadi bersama orang tersebut. Tentunya hal ini absurd, sama sekali salah dan hina.
Orang-orang yang berpikir bahwa mereka bebas menikah berdasarkan hal-hal yang salah dan tidak jujur berbohong kepada diri mereka sendiri; mereka menempatkan diri mereka sendiri di dalam jalan menuju Neraka. Dan sekte Vatikan II mendukung jalan mereka ke Neraka. Sewaktu orang-orang bertukar janji pernikahan, hal tersebut adalah sah sampai mereka meninggal. Mereka menginginkan manfaat pernikahan; merekalah yang memilih untuk menjalankannya. Kewajiban yang menyertai pernikahan kelihatannya tidak menyusahkan mereka sewaktu mereka mengambil manfaat dari hak-hak pernikahan mereka. Adalah salah mereka sendiri jika, setelah beberapa waktu, mereka tidak menyukai pilihan mereka atau tidak benar-benar siap untuknya. Bahwa Vatikan II menyerah di dalam masalah ini adalah suatu bukti lain bahwa sekte tersebut menyembah manusia, menyenangkan manusia tidak peduli akibatnya, menghapuskan darinya semua tanggung jawab dan ikatan-ikatan di depan muka Allah karena hal tersebut membuatnya tidak nyaman atau tidak disenanginya. Kekacauan pembatalan pernikahan yang hina ini adalah salah satu aspek yang paling menjijikkan dari sekte Vatikan II.
Robert H. Vasoli, pengarang dari buku What God Has Joined Together {Apa yang Telah Dipersatukan Allah}, telah menikah secara valid selama 15 tahun ketika ia menjadi salah satu responden dari pembatalan pernikahannya sendiri. Ia menulis bahwa skandal yang dihasilkan oleh pembatalan pernikahan yang orang tahu sama sekali tidak akan disetujui oleh pasangannya adalah ‘secara tidak terhingga lebih besar dibandingkan dengan skandal yang dihasilkan oleh sistem pengadilan. Secara keseluruhan, sistem tersebut memalukan’.[11]
Para Anti-Paus sekte Vatikan II tidak melakukan hal apa pun untuk membendung skandal tersebut ataupun untuk menegakkan kesucian ikatan pernikahan. Mereka mengolok-olok pernikahan dengan mengeluarkan pembatalan-pembatalan pernikahan yang palsu yang berlanjut tanpa henti di bawah pengawasan mereka bagaikan lava yang mengalir dari suatu gunung berapi yang sedang meletus.
Berdasarkan fakta-fakta menakjubkan ini, seseorang dapat benar-benar berkata bahwa sekte Vatikan II memperbolehkan perceraian dan pernikahan kembali, yang membuktikan sekali lagi bahwa sekte tersebut bukanlah Gereja Katolik, tetapi suatu sekte palsu di akhir zaman. Perhatikan bagaimana para Paus sejati dari Gereja Katolik bertindak sewaktu dihadapkan dengan masalah-masalah ini.
Sewaktu sekte Vatikan II menolak indisolubilitas pernikahan, Gereja Katolik dan para Paus sejati membelanya, tidak peduli harga yang dibayarnya
Pada tahun 995, Raja Robert dari Prancis menyingkirkan istrinya Suzanne dan ‘menikahi’ Bertha dari Chartres. Walaupun terdapat masalah-masalah yang mungkin timbul sewaktu melawan raja yang kuat itu, Paus Gregorius V mengutuk hubungan Robert dengan Bertha sebagai bigami dan memerintahkannya untuk menyingkirkan Bertha, jika tidak, ia akan diekskomunikasikan. Robert lalu mengutus seorang duta besar ke Roma untuk dapat membuat sang Paus berkompromi, tetapi tanpa hasil:
“…Paus Gregorius V hanya dapat berkata dengan Tuhannya: ‘Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh dipisahkan oleh manusia.’ Hampir seribu tahun sebelumnya, Yesus Kristus telah memberikan hal ini kepada para murid-Nya, yang tampak kepada mereka merupakan salah satu ajaran-Nya yang tersulit. Tetapi, hal tersebut bergema seiring berjalannya waktu, ketakutan orang-orang yang berkuasa, perisai orang-orang yang lemah, sewaktu keseratus delapan puluh delapan Wakil-Nya mengumandangkan pikiran-Nya sekali lagi tentang ikatan pernikahan yang suci yang tidak dapat dipecahkan, atas nama Putri Suzanne. Sewaktu Raja Robert tidak menyingkirkan Bertha, ia diekskomunikasikan, kira-kira pada akhir tahun 988. Tiga tahun kemudian, ia akhirnya menyerah dan menyingkirkannya.”[12]
Paus Gregorius V
Pada tahun 1141, saudari dari Ratu Eleanor dari Prancis, Peronelle, menginginkan pernikahan dengan salah satu kaum ningrat yang terkaya dan pejabat yang paling berkuasa di istana, sang Gubernur Raoul dari Vermandois. Masalahnya adalah Gubernur Raoul dari Vernandois telah menikah dengan seorang Eleanor yang lain. Suatu komisi yang terdiri dari tiga uskup, yang tentunya dipengaruhi oleh Raja Louis VI, menyatakan pernikahan Raoul dengan Eleanor sebagai tidak sah berdasarkan alasan konsanguitas (hubungan saudara) yang tidak jelas. Ia lalu segera menikahi Peronelle. St. Bernardus mencela keputusan para uskup tersebut dengan kata-kata yang dapat diterapkan secara pas kepada situasi pasca-Vatikan II, dengan satu perbedaan yang penting:
“St. Bernardus mencela ketiga uskup sebagai ‘pria yang tidak tahu malu… yang, dengan melawan hukum Allah, tidak sama sekali takut untuk memisahkan apa yang telah dipersatukan Allah. Hal ini tidak berhenti sampai sini. Mereka melangkah lebih lanjut dan menambahkan satu dosa lagi dengan mempersatukan apa yang seharusnya tidak dipersatukan. Ritus-ritus suci Gereja telah dilanggar dan jubah Kristus telah dirobek, dan untuk membuat masalah tersebut lebih buruk lagi, hal ini telah dilakukan oleh orang-orang yang tugasnya adalah untuk membenarkannya.’ Ia tidak ragu-ragu untuk menunjukkan bahwa pernikahan Louis sendiri dengan Eleanor tidak diperbolehkan atas berdasarkan dekret konsanguitas, tetapi tidak menerima sama sekali dispensasi dari Paus. Paus Inosensius III menanggapi hal tersebut pada tahun 1142 dengan mengekskomunikasikan Raoul dari Vermandois dan menjatuhkan sebuah larangan atas tanah-tanahnya, dan menskors ketiga uskup tersebut.”[13]
Santo Bernardus dari Clairvaux
Di dalam episode ini, kita melihat suatu analogi yang mencolok dengan keadaan hari ini. St. Bernardus mencela para uskup yang memberikan pembatalan pernikahan sewaktu tidak terdapat alasan untuk melakukan hal tersebut, dan mengutuk mereka yang merobek persatuan pernikahan, yang padahal memiliki tugas untuk menjaga keberlangsungannya. Perbedaannya adalah St. Bernardus hidup di zaman sewaktu terdapat seorang Paus sejati, tidak seperti mereka yang hidup pada hari ini. Sang Paus sejati, Inosensius III, segera mendukung St. Bernardus dengan mengekskomunikasikan sang pelakunya dan menskors para uskup. Hal semacam ini sama sekali tidak dilakukan oleh para Anti-Paus sekte Vatikan II, tentunya, karena mereka tidaklah Katolik dan sekte mereka mendukung perceraian dan pernikahan kembali di bawah dalih pembatalan pernikahan yang mudah dan palsu.
Pada tahun 1193, Raja Philip II dari Prancis yang berkuasa mengumumkan bahwa ia ingin mendapatkan pembatalan pernikahan satu hari setelah menikahi Putri Ingeborg. Para uskup Prancis tunduk dan memberikan kepada Philip sebuah pembatalan pernikahan tanpa mendengarkan Ingeborg. Tetapi pada tahun 1195, Paus Selestinus II membatalkan pembatalan pernikahan tersebut yang diberikan oleh para uskup Prancis dan memerintahkan Philip untuk mengambil kembali Ingeborg; ia lalu mengingatkannya bahwa selama Ingeborg masih hidup, tidak satu pun dari pernikahannya di masa depan akan diakui oleh Gereja.
“Dengan murka, sang raja melawan hal ini, dan pada tahun 1196, ia menikah secara bigami Agnes dari Meran; tetapi Paus Selestinus dan penerusnya… tetap berkeras akan hak-hak Ingeborg. Pada bulan Januari 1200, Paus Inosensius menempatkan seluruh Kerajaan Prancis di bawah sebuah larangan agar dapat melaksanakan hal tersebut. Philip berpura-pura menyerah, tetapi hatinya tetap berkeras; hanya setelah tiga belas tahun ia kemudian mengambil kembali Ingeborg dan memimpin dengannya di sisinya. Sekali lagi, Wakil Kristus telah membela ikatan pernikahan kerajaan tanpa peduli akibat politiknya.”[14]
Kasus yang mungkin paling jelas yang harus disebutkan mengenai hal ini adalah Skisma Anglikan. Skisma Anglikan (abad ke-16) adalah hasil dari penolakan yang adil dari Gereja Katolik untuk memberikan kepada Raja Henry VIII dari Inggris pembatalan atas pernikahannya yang sah kepada Katherine dari Aragon. Raja Henry VIII ingin menjadikannya tidak sah karena ia berkehendak menikahi Anne Boleyn (yang oleh beberapa pelajar disebut sebagai anak jadahnya),[15] maka Henry menyingkirkan Katherine dan secara tidak sah menikahi Anne Boleyn.
Raja Henry VIII dari Inggris hendak menceraikan Ratu Katherine
Pada tanggal 11 Juli 1533, Paus Klemens VII mengekskomunikasikan Raja Henry VIII dan memerintahkan semua umat beriman untuk menghindarinya karena ia telah menyingkirkan Katherine dan secara nista dan tidak sah ‘menikahi’ Anne. Di tahun yang berikutnya (1534), Raja Henry VIII menyatakan dirinya sendiri sebagai kepala dari Gereja di Inggris. Ia menyangkal bahwa sang Paus memiliki yurisdiksi tertinggi atas Gereja universal dengan menolak otoritas Paus di atas Gereja di Inggris. Ia menyatakan bahwa pernikahannya dengan Katherine sebagai tidak sah, dan pernikahannya dengan Anne sebagai sah.
Ratu Katherine dari Aragon, hendak diceraikan oleh Raja Henry VIII dari Inggris
Jika para Paus memberikan pembatalan pernikahan kepada Henry VIII yang ia inginkan berdasarkan ‘persetujuan yang cacat’ atau ketidakcocokan kepribadian atau alasan-alasan palsu lain, seperti yang diinginkan sekte Vatikan II, Skisma Anglikan akan terhindarkan sama sekali. Tetapi tidak, kebenaran dan kesucian ikatan pernikahan harus dibela tidak peduli akibatnya, walaupun jika hal tersebut berarti bahwa seorang raja akan membawa suatu negara ke dalam skisma. Itulah perbedaan antara Gereja Katolik dan sekte Vatikan II; salah satunya Katolik, dan yang lainnya tidak.
Catatan kaki:
[1] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, oleh Claudia Carlen, Raleigh: The Pierian Press, 1990, Vol. 2 (1878-1903), hal. 517-518.
[2] Donald Attwater, A Catholic Dictionary {Kamus Katolik}, Tan Books, 1997, hal. 23.
[3] The 1917 Pio-Benedictine Code of Canon Law {Kitab Hukum Kanonik 1917 Pius-Benediktus}, diterjemahkan oleh Dr. Edward Von Peters, San Francisco, CA: Ignatius Press, 2001, hal. 352.
[4] The 1917 Pio-Benedictine Code of Canon Law {Kitab Hukum Kanonik 1917 Pius-Benediktus}, diterjemahkan oleh Dr. Edward Von Peters, hal. 369.
[5] The 1917 Pio-Benedictine Code of Canon Law {Kitab Hukum Kanonik 1917 Pius-Benediktus}, diterjemahkan oleh Dr. Edward Von Peters, hal. 373.
[6] Romo Leonard Kennedy, Catholic Insight, “The Annulment Crisis in the Church {Krisis Pembatalan Pernikahan di dalam Gereja},” Terbitan Maret 1999, http://catholicinsight.com/online/church/divorce/c_annul.shtml
[7] http://www.townhall.com/opinion/columns/patbuchanan/2002/12/11/165161.html
[8] Romo Leonard Kennedy, Catholic Insight, “The Annulment Crisis in the Church {Krisis Pembatalan Pernikahan di dalam Gereja},” Terbitan Maret 1999, http://catholicinsight.com/online/church/divorce/c_annul.shtml
[9] Romo Leonard Kennedy, Catholic Insight, “The Annulment Crisis in the Church {Krisis Pembatalan Pernikahan di dalam Gereja},” Terbitan Maret 1999, http://catholicinsight.com/online/church/divorce/c_annul.shtml
[10] Romo Leonard Kennedy, Catholic Insight, “The Annulment Crisis in the Church {Krisis Pembatalan Pernikahan di dalam Gereja},” Terbitan Maret 1999, http://catholicinsight.com/online/church/divorce/c_annul.shtml
[11] Dikutip oleh Romo Leonard Kennedy, Catholic Insight, “The Annulment Crisis in the Church {Krisis Pembatalan Pernikahan di dalam Gereja},” Terbitan Maret 1999, http://catholicinsight.com/online/church/divorce/c_annul.shtml
[12] Warren H. Carroll, A History of Christendom {Sejarah Kekristenan}, Vol. 2 (The Building of Christendom {Pembangunan Kekristenan}), Front Royal, VA: Christendom Press, 1987, hal. 437-438.
[13] Warren H. Carroll, A History of Christendom {Sejarah Kekristenan}, Vol. 3 (The Glory of Christendom {Keagungan Kekristenan}), hal. 55.
[14] Warren H. Carroll, A History of Christendom {Sejarah Kekristenan}, Vol. 3 (The Glory of Christendom {Keagungan Kekristenan}), hal. 141-142.
[15] Rev. Dr. Nicholas Sander, The Rise and Growth of the Anglican Schism {Kemunculan dan Berkembangnya Skisma Anglikan}, Tan Books, 1988, hal. 96-100.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 1 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 2 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 2 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...