^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Tentang Waktu Kematian yang Tidak Pasti - Pertimbangan V St. Alfonsus
PERTIMBANGAN V.
Tentang Waktu Kematian yang Tidak Pasti
“Maka berjaga-jagalah; sebab pada waktu yang tak kauduga, Putra Manusia akan datang.” – St. Lukas xii. 40.
POIN PERTAMA.
Ada kepastian bahwa kita semua akan mati; namun waktunyalah yang tak pasti. “Tiada sesuatu” (ujar seorang penulis yang menamai dirinya sendiri Idiota) “yang lebih pasti daripada kematian; dan tiada yang lebih tak pasti daripada waktu kematian.” Saudaraku, sudah ditentukan tahun, bulan, hari, jam dan saat anda dan diri saya akan meninggalkan dunia ini dan masuk alam baka; namun waktunya tidak kita ketahui. Agar kita selalu siap, Yesus Kristus memberi tahu kita bahwa kematian “akan datang mengendap-endap, bagaikan seorang pencuri di malam hari” (1 Tesalonika v. 2). Namun Ia memberi tahu kita supaya berjaga-jaga, sebab Ia akan datang mengadili kita pada saat yang paling tidak kita duga (St. Lukas xii. 40). Allah, demi kebaikan kita, menyembunyikan dari kita waktu kematian kita, ujar St. Gregorius, supaya kita senantiasa siap dijemput ajal: “Maut tidak kita ketahui dengan pasti, supaya kita selalu didapati siap menjumpainya.” Maka karena maut kapan saja, atau di mana saja, dapat merampok kehidupan kita, kita harus, tutur St. Bernardus, jikalau kita ingin mati dengan baik dan menyelamatkan jiwa kita, menantikannya di setiap saat dan di semua tempat: “Maut menantikanmu di mana saja; hendaknya engkau menantikannya di mana-mana”.
Setiap orang tahu bahwa dirinya harus mati; namun yang jahat, yaitu banyak orang memandang maut begitu jauhnya sehingga mereka tidak lagi menyadarinya. Orang tua yang paling ringkih sekalipun, dan orang-orang yang mengalami sakit terberat sekalipun, menyanjung diri mereka sendiri bahwa mereka mungkin masih punya tiga atau empat tahun lagi untuk hidup. Tetapi saya, sebaliknya, berkata, betapa banyak orang yang kita kenal, bahkan pada hari-hari kita sendiri, yang telah mati mendadak; beberapa ketika duduk, beberapa ketika berjalan, beberapa ketika tidur di ranjang mereka! Tidak seorang pun dari antara mereka pastinya menduga akan mati dengan sebegitu tiba-tibanya, atau bahwa mereka akan mati pada hari itu. Saya juga berkata bahwa banyak dari mereka yang pada tahun ini telah beralih ke dunia yang berikutnya dan mati di ranjang mereka, tidak seorang pun dari mereka telah membayangkan bahwa hari-harinya akan berakhir di tahun ini. Sedikit jumlah kematian yang tidak datang tak terduga.
Maka orang Kristen yang terkasih, ketika Iblis menggoda anda untuk berbuat dosa, dengan berkata bahwa esok hari anda akan pergi mengaku dosa, jawablah dia: Lalu bagaimana caranya aku tahu bahwa ini mungkin bukan hari terakhir dalam hidupku? Seandainya jam itu, momen itu, saat aku berpaling kepada Allah, menjadi saat terakhirku sehingga tak tersisa bagiku waktu berbuat silih, akan seperti apa nasibku di alam baka? Pada banyak pendosa malang, telah terjadi pada saat yang sama mereka sedang memagut umpan beracun itu, mereka dikejutkan oleh maut, dan dikirim ke dalam Neraka: “Bagaikan ikan yang terambil oleh kail, demikian pula manusia juga terambil pada waktu kejahatan” (Pengkhotbah ix. 12.). Waktu kejahatan adalah waktu yang persis ketika pendosa sungguh menghina Allah. Iblis berkata bahwa kemalangan ini takkan menimpa anda; namun anda harus berkata: Dan seandainya memang aku tertimpa kemalangan, akan seperti apakah nasibku untuk selama-lamanya?
DAMBAAN DAN DOA.
Ya Tuhan, tempat kuberada pada saat ini seharusnya bukan tempat kuberada, melainkan Neraka yang telah begitu pantasnya bagiku akibat dosa-dosaku: “Neraka adalah rumahku”. Namun St. Petrus menyatakan bahwa “Tuhan menunggu dengan sabar demi engkau, karena Ia tidak ingin siapa pun binasa, namun agar semua orang kembali berpenitensi” (2 St. Petrus iii. 9). Maka telah begitu sabarnya Engkau dengan aku, dan menantikanku, sebab Engkau bahwasanya tidak ingin diriku binasa, namun agar aku kembali dan berpenitensi. Ya, Allahku, aku kembali kepada-Mu; kusujud di kaki-Mu, dan kumohon kerahiman-Mu: “Berbelaskasihlah kepadaku, ya Allah, seturut belas kasih-Mu yang besar.” Tuhan, perlu kerahiman yang besar dan luar biasa untuk mengampuniku, sebab aku telah menghina Engkau di siang bolong. Para pendosa lainnya juga telah menghina engkau; namun mereka tak mendapat terang yang telah Kauberikan kepadaku. Namun demikian, Engkau memerintahkanku supaya bertobat dari dosa-dosaku, dan mengharapkan ampun dari Engkau. Ya, Penebusku yang terkasih, kubertobat dengan segenap hatiku karena telah menghina-Mu; dan aku mengharapkan ampun melalui jasa-jasa Sengsara-Mu. Engkau Yesusku, Kau yang tak berdosa, telah memilih untuk wafat sebagai seorang penjahat di salib, dan menumpahkan segenap darah-Mu demi menghapuskan dosa-dosaku.“ Ya darah Yang Tak Bersalah, hapuskanlah dosa-dosa para peniten!” Ya Bapa yang Kekal, ampunilah aku demi cinta Yesus Kristus; dengarkanlah doa-doa-Nya, ketika Ia sekarang menjadi perantara bagiku, dan membuat diri-Nya sendiri sebagai Pembelaku! Namun tak cukup bagiku untuk diampuni, ya Allah yang patut mendapat cinta yang tak terhingga; aku juga ingin mencintai-Mu. Kucinta Kau, ya Kebaikan Terluhur; dan sejak saat ini sampai ke depannya, kupersembahkan pada-Mu raga, jiwa, kehendak dan kebebasanku. Sejak hari ini akan kuhindari penghinaan-penghinaan, bukan hanya yang berat, namun juga yang ringan. Aku akan berlari dari segala kesempatan yang berbahaya. “Janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan.” Luputkanlah aku, demi cinta akan Yesus Kristus, dari kesempatan-kesempatan itu, yang memungkinkan aku menghina Engkau. “Tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.” Bebaskanlah aku dari dosa; dan lalu hukumlah aku sesuka hati-Mu. Kuterima segala penyakit, rasa sakit dan kerugian yang mungkin berkenan kepada-Mu untuk Kaukirimkan kepadaku; aku cukup tak kehilangan rahmat-Mu dan cinta kasih-Mu. Engkau berjanji akan mengabulkan apa saja yang dimintakan kepada-Mu. “Mintalah, dan engkau akan menerima.” Aku minta daripada-Mu dua rahmat ini – ketekunan suci dan rahmat untuk mencintai-Mu. Ya Maria, ya Bunda yang berbelas kasih, doakanlah aku; pada dirimulah kepercayaanku.
POIN KEDUA.
Tuhan tidak ingin kita binasa, dan karena itu Ia tak henti-hentinya menasihati kita supaya mengubah hidup kita dengan ancaman hukuman. “Kalau engkau tak bertobat, Ia akan mengayunkan pedang-Nya” (Mazmur vii. 13). Lihatlah, Ia berkata di tempat lain, betapa banyaknya orang yang karena tak ingin berhenti berdosa, telah dikejutkan oleh maut ketika mereka paling tidak menduganya, dan ketika mereka sedang hidup dalam damai, tenteram untuk tahun-tahun yang akan datang: “Sebab ketika mereka berkata, damai dan tenteram, pada saat itulah kehancuran tiba-tiba akan mendatangi mereka” (1 Tesalonika v. 3). Di tempat lain, Ia juga berkata: “Jika kalian tidak berpenitensi, kalian semua juga akan binasa” (St. Lukas xiii. 3). Mengapakah kita la menjatuhkan begitu banyak peringatan tentang hukuman yang akan menimpa kita? Hanya karena Ia ingin kita berbenah, dan dengan demikianlah kita seharusnya menghindari kematian yang celaka. Barang siapa berkata, Berjaga-jagalah!, ia tidak ingin membunuhmu, ujar St. Agustinus: “Barang siapa tidak ingin memukulmu, ia berseru kepadamu, Hati-hatilah”.
Maka kita harus mempersiapkan pertanggungjawaban kita sebelum datangnya hari pembalasan dendam. Orang Kristen yang terkasih, seandainya anda mati pada hari ini sebelum malam datang, dan urusan kehidupan kekal anda masih belum pasti, apakah yang anda katakan? Inginkah anda mendapati pertanggungjawaban anda siap? Atau sebaliknya, berapakah harga yang hendak anda bayar demi mendapat dari Allah setahun lagi, sebulan lagi, atau setidak-tidaknya sehari lagi? Dan mengapa, sekarang, ketika Allah memberi anda waktu ini, anda tidak membereskan hati nurani anda? Apa karena hari ini tidak mungkin menjadi hari terakhir bagi anda? “Janganlah menunda pertobatanmu kepada Tuhan, dan janganlah menundanya dari hari ke hari; sebab murka-Nya akan datang seketika, dan pada waktu pembalasan dendam itu, Ia akan memusnahkanmu” (Sirakh v. 9). Supaya selamat, saudaraku, dosa harus ditinggalkan. “Maka jika engkau harus meninggalkannya kelak, mengapa tidak ditinggalkan sekarang?” ujar St. Agustinus. Apakah anda barangkali menantikan kedatangan maut; tetapi bagi orang yang tegar tengkuknya, maut bukanlah waktu pengampunan, melainkan pembalasan dendam: “Pada waktu pembalasan dendam itu, Ia akan memusnahkanmu”.
Kalau ada orang yang berutang banyak kepada anda, anda cepat-cepat menyediakan diri anda sebuah jaminan tertulis, sembari berkata, Siapa tahu apa yang mungkin terjadi? Dan mengapakah anda lalu tidak berjaga-jaga sedemikian rupa untuk jiwa anda, yang jauh lebih berarti daripada jumlah itu? Mengapakah tidak berkata seperti itu juga, Siapa tahu apa yang mungkin terjadi? Kalau anda kehilangan jumlah itu, anda tidak kehilangan segalanya; dan meskipun dalam kehilangan jumlah itu, anda kehilangan segala warisan anda, harapan untuk kembali memperolehnya tetap ada; namun jika dalam kematian, anda kehilangan jiwa anda, maka anda sungguh akan kehilangan segala-galanya, dan takkan lagi ada harapan bagi anda untuk mengembalikannya. Anda begitu berhati-hatinya dalam mencatat harta milik anda, supaya jangan sampai hilang seandainya kematian mendadak menjemput anda; dan kalau entah bagaimana kematian mendadak itu terjadi kepada anda, dan anda bermusuhan dengan Allah, apakah yang akan menjadi nasib anda untuk selama-lamanya?
DAMBAAN DAN DOA.
Ah Penebusku, Engkau telah menumpahkan segenap darah-Mu, Engkau telah memberikan Nyawa-Mu demi menyelamatkan jiwaku; dan aku telah begitu sering kehilangannya, dalam mengharapkan kerahiman-Mu: dan karena itulah aku telah sering memanfaatkan kebaikan-Mu, untuk apa? Untuk semakin menghina-Mu. Aku pantas dipukul mati oleh karena ini, dan dicampakkan ke dalam Neraka. Pada akhirnya, aku telah terlibat dalam pertandingan dengan-Mu: Engkau dalam memperlihatkan belas kasih, aku dalam menghina-Mu; Engkau dalam menghampiriku, aku dalam menjauhi-Mu; Engkau dalam memberikanku waktu untuk memperbaiki kejahatan yang telah dilakukan, aku dalam mempergunakannya demi menambah penghinaan atas penghinaan. Ya Tuhan, buatlah aku memahami besarnya kesalahan yang telah kuperbuat kepada-Mu, dan kewajiban yang sekarang kumiliki untuk mengasihi-Mu. Ah Yesusku, bagaimanakah aku bisa begitu dikasihi Engkau, sehingga Engkau begitu tulusnya mencari aku, sewaktu aku mengusirmu jauh-jauh dari aku? Bagaimanakah Engkau bisa mengaruniakan begitu banyak rahmat atas orang yang telah begitu seringnya mengecewakan-Mu? Semuanya ini membuatku melihat betapa Engkau sungguh ingin diriku tidak binasa. Aku bertobat dengan segenap hatiku, karena telah menghina-Mu, ya Kebaikan Terluhur. Ah, terimalah domba yang durhakan ini dari kandang-Mu, peniten yang kembali ke kaki-Mu; terimalah dan ikatlah dia pada pundak-Mu, agar ia takkan lagi pernah lari dari Engkau; aku akan menjadi milik-Mu seutuhnya; dan asalkan aku menjadi milik-Mu, aku siap menanggung setiap rasa sakit. Dan seperti apakah rasa sakit yang lebih besar yang dapat menimpa diriku, selain hidup tanpa rahmat-Mu, terpisah dari Dikau yang adalah Allahku, penciptaku, dan yang telah mati demi aku? Ah dosa terkutuk, apakah yang telah kaulakukan? Engkau telah membuat aku menghina Juru Selamatku, yang telah begitu mencintai aku. Ah, Yesusku, karena Engkau telah mati untuk aku, begitu pula aku harus mati demi Engkau; Engkau telah mati demi cinta; aku harus mati akibat dukacita karena telah mengecewakan-Mu. Kuterima maut dengan cara dan pada waktu yang berkenan kepada-Mu; namun sampai saat ini, aku tak mencintai-Mu atau terlalu sedikit cintaku kepada-Mu: takkan kumati seperti itu. Oh, anugerahkanlah aku sedikit lagi waktu, supaya aku bisa mencintai-Mu sebelum aku mati; maka ubahlah hatiku; lukailah hatiku, bakarlah hatiku dengan cinta kasih-Mu yang suci: kabulkanlah ini dengan cinta kasih-Mu yang menyebabkan Engkau wafat demi aku. Kucinta Kau dengan seluruh jiwaku. Jiwaku jatuh cinta pada-Mu. Jangan biarkan jiwaku kehilangan Engkau lagi. Berilah aku ketekunan suci; berilah aku cinta-Mu. Ya Maria yang Tersuci, ya suakaku dan Bundaku, jadilah engkau Pembelaku.
POIN KETIGA.
“Berjaga-jagalah.” Tuhan tidak berkata bahwa kita harus bersiap-siap ketika ajal menjemput, namun bahwa ajal harus mendapati diri kita siap. Ketika maut datang, akan hampir mustahil adanya untuk menenangkan hati nurani yang gelisah dalam prahara dan kebingungan itu. Demikianlah perkataan akal kepada kita. Karena itulah Allah mengancam dengan berkata, bahwa Ia di kemudian hari tidak akan datang untuk mengampuni, namun untuk membalas dendam atas penghinaan terhadap rahmat-Nya: “Akulah yang empunya pembalasan dendam, dan Akulah yang akan membayar, demikianlah Tuhan berfirman” (Roma xii. 19). “Hukuman yang adil”, ujar St. Agustinus, “akan seperti ini bagi orang yang mampu namun tidak hendak menyelamatkan dirinya sendiri, sehingga ketika ia hendak, ia takkan mampu.” Beberapa orang akan berkata: Siapa tahu? Mungkin saja aku nanti bertobat dan diselamatkan. Tetapi inginkan anda terjun ke dalam sumur sambil berkata: Siapa tau? Mungkin saja kalau aku terjun ke dalamnya, aku bisa hidup dan tidak terbunuh. Ya Allahku, bagaimana bisa? Betapa dosa menggelapkan pikiran, sehingga akal bahkan dihilangkannya! Ketika badan perkaranya, manusia berbicara seperti orang bijak; ketika jiwa perkaranya, seperti orang gila.
Saudaraku, siapa tahu pada titik tempat anda membaca ini, ini akan menjadi peringatan terakhir yang dikirim Allah kepada diri anda? Marilah kita cepat-cepat bersiap diri menghadapi maut, agar kita tidak tiba-tiba kewalahan menghadapinya. St. Agustinus berkata bahwa Tuhan menyembunyikan hari kehidupan kita yang terakhir dari diri kita, supaya kita setiap hari siap untuk mati: “Hari terakhir disembunyikan, agar kita berjaga-jaga setiap hari”. St. Paulus menyatakan bahwa kita tidak hanya harus mengerjakan keselamatan kita dengan takut, namun dengan gemetar: “Kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gemetar” (Filipi ii. 12). St. Antoninus bercerita, bahwa ada seorang raja dari Sisilia, yang demi membuat salah seorang rakyatnya paham seperti apa rasa takut yang menyertainya ketika menduduki takhtanya itu, membuatnya duduk di meja dengan sebilah pedang yang tergantung pada seutas benang tipis, sehingga orang yang ditempatkan seperti itu hampir tak bisa merasakan makanan apa-apa. Kita semua berada dalam bahaya yang serupa, sebab pada setiap saat, pedang maut dapat jatuh pada diri kita, dan kepadanyalah keselamatan kekal kita bergantung.
Alam bakalah pertaruhannya. “Jika pohon tumbang ke arah selatan atau ke arah utara, di mana pun ia jatuh, di situlah ia akan berada” (Pengkhotbah xi. 3). Jika ketika maut datang, kita didapati dalam rahmat Allah, oh betapa besarnya sukacita jiwa yang dapat berkata: Telah kuamankan segalanya, takkan lagi kudapat kehilangan Allah, aku akan bahagia selama-lamanya! Namun seandainya jiwa tertangkap oleh maut dalam dosa, akan seperti apa keputusasaannya ketika menjerit: Maka aku telah bersalah; dan kesalahanku takkan pernah bisa diperbaiki untuk selama-lamanya! Rasa takut ini membuat Romo Avila, rasul negeri Spanyol, berkata bahwa ketika maut diwartakan kepadanya: “Oh seandainya saja masih ada sedikit lagi waktu untuk mempersiapkan diriku untuk mati!” Rasa takut ini membuat Kepala Biara Agato berkata, kendati mati setelah bertahun-tahun melakukan penitensi: “Akan seperti apa nasibku? Siapakah yang kenal pengadilan Allah?” St. Arsenius juga gemetar pada waktu kematian, dan ketika ditanya oleh para muridnya alasan dirinya begitu ketakutan, ia menjawab: “Anak-anakku, rasa takut ini tidaklah baru bagiku; sudah kupunya rasa takut ini di sepanjang hidupku”. Ayub yang suci itu lebih gemetar daripada semua orang sambil berkata, “Apakah yang akan kulakukan ketika Allah bangkit untuk mengadili? Dan ketika mengadakan pengusutan, harus seperti apakah jawabanku?” (bab xiii. 14).
DAMBAAN DAN DOA.
Ah, ya Allahku, siapakah yang telah mencintaiku lebih dari Engkau, dan yang telah lebih kubenci dan kuhina? Ya Darah, Ya Luka-Luka Yesusku, yang menjadi harapanku! Bapa yang Kekal, janganlah Kaupandang dosa-dosaku; tataplah Luka-Luka Yesus Kristus; tataplah Putra-Mu yang terkasih, yang mati akibat duka karena aku, dan memohon Engkau supaya mengampuniku. Aku bertobat, ya Penciptaku, karena telah menghina-Mu; penghinaanku itu membuatku berduka lebih dari segala kejahatan yang lain. Engkau telah menciptakanku supaya aku mencintai-Mu, dan aku telah hidup seolah-olah Engkau telah menciptakanku supaya menghina-Mu. Demi cinta kasih Yesus Kristus, ampunilah aku, dan berilah aku rahmat untuk mengasihi-Mu. Dahulu aku melawan kehendak-Mu; sekarang takkan lagi kumelawannya, akan kulakukan segala-galanya yang Kauperintahkan. Engkau memerintahkan aku supaya membenci penghinaan-penghinaan yang telah kulakukan terhadap diri-Mu; lihatlah, aku membenci semua penghinaanku dengan segenap hatiku. Engkau memerintahkan aku supaya bertekad tidak lagi menghina-Mu; lihatlah, kubertekad kehilangan hidupku seribu kali daripada kehilangan rahmat-Mu. Engkau memerintahkan aku supaya mengasihi-Mu dengan segenap hatiku; ya, dengan segenap hatiku, aku mengasihi-Mu, dan hanya Engkau yang akan kukasihi: sejak hari ini sampai ke depannya Engkaulah yang akan menjadi satu-satunya cintaku, kasihku satu-satunya. Kuminta dari-Mu dan kuharapkan dari-Mu rahmat ketekunan. Demi cinta Yesus Kristus, karuniakanlah aku sehingga setia kepada-Mu, dan agar, bersama St. Bonaventura, aku bisa selalu berkata kepada-Mu, “Hanya satu yang kukasihi; satu saja cintaku”. Tidak, aku bertekad bahwa hidup takkan lagi dihabiskan dengan mengecewakan-Mu; aku ingin menggunakan hidup hanya untuk menangisi kekecewaan yang telah kutimbulkan bagi-Mu, dan untuk mengasihi-Mu. Ya Maria, ya Bundaku, engkau berdoa demi semua orang yang berserah kepadamu: doakanlah aku pula kepada Yesus.
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Inggris, yang orisinalnya diterjemahkan dari bahasa Italia.
St. Alfonsus Maria de Liguori, The Eternal Truths. Preparation for Death [Kebenaran-Kebenaran Abadi. Persiapan Kematian], London, Burns and Lambert, 1857, hal. 29-36.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 6 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 7 bulanBaca lebih lanjut...