^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Tentang Neraka - Khotbah St. Leonardus
Tentang Neraka
St. Leonardus dari Porto Mauritio
KHOTBAH UNTUK HARI JUMAT
SETELAH MINGGU KEDUA MASA PRAPASKAH
Ia akan memperlakukan orang jahat dengan buruk
(Injil Santo Matius bab 11.)
Bagian Pertama
I. Ada Neraka, Neraka yang takkan pernah berkesudahan: di satu sisi, ada dosa-dosa di dunia, dan dunia telah menolak pertobatan. Ada Neraka, Neraka yang takkan pernah berkesudahan, dan ada orang-orang Kristen yang berlari dengan bahagia ke dalam Neraka. Ya Allah yang Mahabesar! Betapa anehnya! Engkau telah menciptakan Neraka demi mencegah manusia berbuat dosa: orang percaya akan keberadaannya, orang tahu bahwa Neraka itu ada. Namun demikian, tempat itu setiap harinya dipenuhi dengan para pendosa. Maka kesakitan yang abadi tidak cukup untuk mencegah diri kami bergegas masuk ke dalamnya, dengan mata kepala terbuka, ke dalam lubang jurang maut yang tiada dasarnya! Ah! Kalau dari antara mereka yang mendengarkan saya, ada orang gila yang menapaki jalan menuju Neraka, hendaknya ia berhenti, demi rahmat Allah, hendaknya ia berhenti. Hendaknya orang yang malang itu merenung, ia yang tahu seperti apa pengutukan yang begitu mengerikannya itu. Demi menginsafkannya, saya ingin Neraka menjadi separuh terbuka dan membuat orang mengenal setitik saja percikan dari lidah-lidah apinya yang abadi. Saya ingin agar dari lubang jurang maut itu, saya diberikan lidah yang terbuat dari api sebagai pengganti lidah diri saya ini, yang beku akibat rasa takut: Lingua mea adhaesit faucibus meis. Hanya karena saya setuju untuk memikirkan pikiran yang najis, diri saya ini juga dapat terhitung di antara para pekerja kebun anggur yang durhaka, yang dihukum tuannya dengan Neraka yang abadi oleh karena kegusarannya: Malos male perdet.
Ketika saya merenungkan bahwa Neraka telah disiapkan bagi siapa pun yang memberontak terhadap Penguasa yang Tertinggi, saya tak dapat menahan gemetar diri saya, baik bagi diri anda maupun bagi diri saya. Berapa banyak dari antara mereka yang sedang mendengarkan saya akan sudah berada di Neraka, seandainya Tuhan kita Yesus Kristus tidak memandang luka-luka diri-Nya dan bukan kesalahan-kesalahan mereka! Betapa banyaknya orang yang sekarang hidup pada zaman ini mungkin akan hidup dalam keabadian, dan dalam keabadian Neraka! Lantas bagaimanakah bahaya yang begitu besarnya yang mengancam diri kita itu, maupun malapetaka yang mungkin kita alami itu tidak cukup untuk membuat diri kita takut? Mengapakah kita hanya paham sedikit saja tentang seperti apa Neraka itu? Bantulah aku, ya Tuhan, dengan rahmat-Mu, agar aku pada hari ini dapat menggambarkan sebuah sketsa yang hidup dan serupa dengan tempat yang mengerikan itu. Engkaulah yang empunya kunci-kunci lubang jurang maut itu: pinjamkan aku kunci-kunci itu untuk sesaat saja, agar aku dapat membukakan pintu-pintu gerbang dari penjara yang gelap itu kepada mereka yang sedang mendengarkanku, bukan untuk membuat mereka paham tentang segala siksaan yang menakutkan yang diderita orang-orang malang yang meratap di dalamnya, sebab hal itu mustahil; namun agar dengan melihat siksaan-siksaan yang menyeramkan yang dalam Neraka menggerogoti hati orang terkutuk yang menderita, siksaan-siksaan itu menjadi sungguh terukir dalam benak mereka, sehingga menjadi bagi mereka aturan baik untuk hidup dengan baik maupun mati dengan baik.
Dengarkanlah saya dengan penuh perhatian, saya mohon; sebab apa yang akan saya katakan kepada anda pada hari ini mengerikan, menarik dan berguna. Mengerikan; karena tiada hal yang lebih mengerikan yang dapat dibayangkan daripada Neraka; menarik, sebab segala khotbah harus bertujuan untuk mencari siksaan mana yang diderita orang-orang yang terkutuk yang paling menyakitkan; berguna, karena ada ruang untuk berharap bahwa jika kita turun hidup-hidup ke dalam Neraka, kita tidak akan jatuh ke dalamnya setelah mati: Descendamus in infernum viventes, ne descendamus morientes.
II. Barang siapa hendak turun ke dalam Neraka tidak memerlukan banyak waktu, sebab hanya diperlukan satu saat saja untuk sampai kepada kehidupan yang akan datang, dan kita senantiasa berlari kepadanya terus-menerus. Maka nyalakanlah keberanian anda, saudara-saudaraku: saya pada hari ini saya ingin, supaya dapat memberi anda sketsa gambaran Neraka, membimbing anda sekalian kepada jalan menuju Neraka; dan setelah kita semua mengunjungi penjara bawah tanah yang gelap itu, di mana tinggal kengerian yang abadi, saya akan membawa anda ke atas tanah, dan ketika anda meninggalkannya, anda akan berubah sama sekali. Jika anda bertanya kepada saya pertama-tama di manakah beradanya panggung keadilan Allah, di mana Allah membuat murka-Nya terasa, dan menghukum mereka yang telah memberontak terhadap kemegahan-Nya yang Mahatinggi, tempat tujuan itu, yang disebut secara kiasan sebagai tempat penyiksaan, tempat sengsara dan kejahatan yang murni, tanpa bercampur kebaikan apa-apa; saya akan menjawab anda bahwa tempat itu berada tepatnya di bawah kaki anda, pada inti bumi ini.
Jika anda penasaran dan ingin tahu jaraknya dari tempat kita berada, para ahli matematika yang terandal akan menjawab anda bahwa dengan mengukur keliling bumi ini, mudah adanya untuk menemukan jarak dari inti bumi; dan jika kita mengesampingkan berbagai opini tentang dalamnya lubang jurang maut itu; mereka mengajarkan bahwa dari permukaan bumi, di tengah-tengahnya, di mana Neraka berada, terbentang jarak sekitar empat ribu mil. Karena kita tahu posisi dan jarak Neraka, marilah dalam benak kita, kita turun ke dalam perut bumi; dan untuk berjalan denga naman, marilah kita mengambil Raja Hizkia yang suci itu, yang pada masa kejayaannya, juga menempuh perjalanan yang berfaedah ini: Telah kukatakan pada pertengahan hidupku, aku akan pergi menuju pintu-pintu gerbang Neraka. Peganglah pada tangan anda sebagai pembimbing anda terang iman yang suci, yang adalah pelita yang menerangi tempat yang gelap; dan turunlah tanpa rasa takut. Lihatkah anda di tengah-tengah kegelapan yang kelam itu cahaya yang tak dikenal? Bukankah itu pintu gerbang Neraka? Tidak, itu adalah penjara Api Penyucian. Marilah kita turun lebih dalam: lihatkan anda di bawah itu, lubang jurang yang gelap tanpa dasar? Di sanalah Neraka berada. Berhentilah anda di sini, dan pandanglah dengan terang iman: anda hanya akan melihat bahwa jam, arloji, dan berbagai alat lain yang berguna untuk mengukur waktu hancur berkeping-keping di hadirat keabadian.
Lihatlah di atas pintu gerbangnya, tidakkah anda melihat di sana ada seekor ular yang besar, yang mengembuskan napas api dan lidah-lidah api. Ia membuat sebuah lingkaran dengan badannya sendiri sembari mengeluarkan cahaya yang mengerikan dengan matanya yang menyala dengan api. Dengan bantuan cahaya itu, anda dapat membaca dua patah kata ini: Neraka, keabadian. Janganlah anda berhenti dengan membaca kata-kata itu saja, namun buatlah kata-kata itu terukir dengan mantap dalam hati anda. Itulah pelajaran pertama yang akan anda pelajari dalam sekolahan tentang Neraka ini: artinya adalah barang siapa masuk ke dalam lubang jurang maut ini tidak akan pernah keluar darinya. Ah! Betapa banyaknya manusia yang telah disembuhkan oleh kedua kata ini dari ulah pikiran mereka dan keanehan hati mereka! Betapa banyaknya bangsawan muda yang telah direnggut dari istana, dan terdesak masuk ke dalam biara yang teramat ketat! Betapa banyaknya pendosa yang telah direnggut dari cengkeraman iblis dan kembali dalam tangan Allah! Betapa banyaknya orang kudus yang telah mendasari kekudusan mereka dengan kedua patah kata itu: Neraka, keabadian, dan sekarang mereka mengalami sukacita yang tak terlukiskan di dalam Surga! Demi memahami kedua patah kata itu dengan baik, ketuklah pintu gerbang lubang jurang maut itu, agar iblis memperlihatkan kepada anda cawan yang mengerikan, yang berisi segala jenis siksaan yang diderita dalam Neraka yang tak pernah berkesudahan.
III. Atau berhentilah anda di sini, dan sebelum anda mengarahkan mata anda kepada timbunan siksaan yang berkumpul bersama itu, yang jika dipandang dapat membuat hati anda kewalahan, persiapkanlah imajinasi anda untuk kengerian-kengerian ini. Berikanlah kebebasan kepada imajinasi anda: bayangkanlah ruangan yang berisikan api yang besar, yang fondasinya adalah api, dan yang diselimuti api di dalam dan di luarnya. Lalu bayangkanlah seorang malaikat, atas perintah Allah, mengambil seorang pendosa, mencampakkan badan dan jiwanya ke dalam perapian itu, dan menyatakan bahwa sebagai hukuman atas kejahatan-kejahatannya, ia harus dibakar dalam api itu selama tiga hari berturut-turut dan selama segenap waktu itu, api menjadi tempat tinggalnya, api menjadi atapnya, api menjadi ranjangnya, api menjadi pakaiannya, api menjadi makanannya, api menjadi suasananya, dan bahwa pada akhir dari tiga hari itu keadilan Allah akan terpuaskan. Ah! Betapa kerasnya jeritan yang akan dikeluarkan orang yang malang itu! Bagaimanakah orang bisa, ujarnya, menanggung siksaan-siksaan yang begitu besarnya itu? Dibakar tiga hari hidup-hidup dalam api itu; tanpa bisa mati, mengalami segala siksaan maut yang terkejam? Sayang sekali! Pikiran itu saja bisa membuat saya pingsan.
Namun malaikat itu, pada penghujung hari yang ketiga, baru saja berkata bahwa Allah menghendaki supaya orang itu dibakar selama sebulan penuh dalam lidah-lidah api itu: sebulan penuh? Ujarnya, sayang sekali! Mustahil. Jika setelahnya, ketika genap satu bulan, malaikat itu datang berkata kepadanya: hai orang malang, ingatlah akan kejahatan-kejahatan besar yang telah kauperbuat. Demi membuat silih atas kejahatan-kejahatan itu, keadilan Ilahi menghukum engkau untuk tinggal selama setahun dalam api itu. Setahun? Apa maksudmu, hai malaikat suci? Bukankah setahun terdiri dari 365 hari, dari 8.760 jam? Bagaimana bisa tinggal selama begitu banyak hari dan begitu banyak jam dalam lidah-lidah api ini? Lantas, apa kata anda, saudara-saudaraku, seandainya malaikat menyampaikan perintah kepadanya untuk tinggal, bukan selama setahun, melainkan seribu tahun dalam api itu? Akan seperti apakah keputusasaan dari orang yang malang itu? Berhentilah, Romo, apa yang anda katakan? Jangan anda berkata apa-apa lagi, sebab hati kami penuh dengan rasa ngeri: anda baru saja memberi kami gambaran yang hidup dan serupa dengan Neraka!
Salah, ruangan api yang kecil itu, anda sebut sebagai gambaran yang serupa dengan Neraka? Anda mengejutkan saya. Buatlah imajinasi anda bekerja, dan bayangkanlah segala sesuatu yang mungkin dibayangkan dari kengerian, kesakitan, amarah, jeritan, teriakan, keluh kesah, terkoyaknya urat dan daging, kejang-kejang usus, pedang, roda, anak panah, siksaan kuda kayu, salib, paku, dan sisir besi, belenggu, rantai dan penjara bawah tanah. Bayangkanlah dalam gua besar yang gelap ada segala sesuatu yang teramat menjijikkan dan yang rupanya teramat ganjil, banjir belerang yang membara, timah panas meleleh, binatang buas yang memangsa anda, lautan api, pendek kata, dengan pikiran anda, kumpulkanlah segala jenis siksaan dan sengsara, di segala tempat, pada segala waktu, dan segala jenis kematian yang telah anda lihat, telah anda baca atau telah anda dengar. Percayakah anda bahwa semuanya itu akan menjadi suatu gambaran yang hidup dan serupa dengan Neraka? Itu semua tidak lebih dari Neraka khayali, yang diciptakan oleh kebarbaran manusia; sedangkan siksaan-siksaan Neraka adalah ciptaan keadilan dan murka Allah. Lalu apakah Neraka itu? Untuk itulah saya membuat anda turun ke dalam lubang jurang maut itu, supaya anda dapat membayangkannya sebagaimana adanya, sejauh yang memungkinkan. Di sini anda berada pada pintu gerbangnya, ketuklah, dan anda akan tahu: atau sebaliknya, saya akan mengetuknya untuk anda.
IV. Wahai jiwa-jiwa yang terkutuk, abdi Yang Mahakuasa, bukalah pintu gerbang Neraka ini: Allah menghendaki supaya kalian membiarkan kami menatap untuk sesaat lubang jurang maut yang mengerikan itu. Di sinilah kita berada. Sayang sekali! Betapa menakutkannya pemandangan itu! Betapa besarnya kekacauan itu, siksaan yang bercampur aduk, betapa luasnya samudra api itu, betapa gelapnya gua-guanya, betapa tebal asapnya, betapa kelam kegelapannya, betapa mengerikan monster-monsternya, betapa besar jeritan, teriakan, hujatan, kutukan, sampah dan bau busuknya! Khayalan terganggu, ingatan menjadi kacau dan hati serasa berhenti.
Dengarkanlah Santo Agustinus: ialah yang akan menceritakan kepada anda apa yang termuat dalam Neraka. Di dalam penjara bawah tanah milik iblis, kejahatannya bertimbunan tanpa bercampur kebaikan macam apa pun. Betapa mengerikannya tempat tujuan itu, betapa mengerikannya pembuangan itu! Di sana, udaranya berbahaya, kegelapannya dapat terasa, lidah-lidah apinya mengandung belerang, bau busuknya tiada yang dapat tahan dan terus-menerus tercium, ada belatung-belatung yang menggerogoti diri anda, algojo-algojonya tak kenal belas kasih, binatang-binatangnya buas, ada alat penyiksa, benda-benda yang tak berkenan, racun yang getir, berbagai macam penyakit yang tak tersembuhkan, kelaparan, kehausan, kemiskinan, kehinaan, kesedihan dan keputusasaan. Karena kita sedang berada dalam tempat di mana tiada aturan, namun tinggal kengerian yang abadi, marilah berserah kepada rasa ingin tahu kita: dan tanpa menjaga aturan apa-apa, marilah kita mencari-cari dari antara segala kejahatan ini, yang mana yang terkejam, agar ketika kita kembali di muka bumi, hukuman itu menjadi aturan supaya hidup dengan baik dan mati dengan baik. Lantas yang manakah yang terkejam? Derita indra pengecapkah, api, asap, kegelapan, ataukah hukuman pengutukan, kehilangan Allah dan segala kebaikan, ataukah keabadian, ataukah keputusasaan?
Saya tidak akan berkata apa-apa kepada anda; anda sendiri saja yang mencarinya, selidikilah setiap sudut dari tempat tujuan yang mengerikan itu, bertanyalah kepada para budak yang dirantai oleh keadilan Ilahi; bertanyalah kepada mereka, siksaan apa yang paling mengerikan bagi mereka dalam lubang jurang maut keputusasaan itu.
V. Saya tidak tahu apakah anda pernah membayangkan siksaan yang mengerikan, yang diderita orang yang dikubur hidup-hidup. Kaisar Zeno dahulu melaluinya: selepas dirinya mabuk dalam pesta maksiat, ia pun jatuh ke dalam keadaan yang sedemikian rupa sehingga orang percaya dirinya mati, dan ia pun dikuburkan. Ketika ia terbangun pada suatu ketika, ketika kemabukannya berlalu sudah, ia mendapati dirinya dikubur dalam kegelapan itu. Ia memalingkan pandangan dan tangannya di sekeliling dirinya, dan yang ditemukannya hanyalah kegelapan serta batu nisan. Sayang sekali! Ia pastinya menjerit pada waktu itu, apakah aku sedang tidur atau terbangun? Sungguh benar bahwa apa yang kualami ini bukan suatu mimpi. Di manakah istanaku, di manakah Konstantinopel? Siapakah yang telah merenggut terang dari kekaisaranku? Datanglah membantu diriku, hai kalian semua para pelayan istanaku, kaisar kalian ini memanggil kalian. Namun tidak seorang pun menjawab. Ariadna, istriku, datanglah membantuku. Zenomu ini dikubur hidup-hidup. Tak ada jawaban. Ia gemetar, mukanya memerah, ia menjerit, ia mengoyakan dagingnya dengan giginya, ia menghantam kubur itu dengan kepalanya, ia berteriak minta tolong, namun tidak seorang pun menjawab.
Kemalangan itu mengerikan, saudara-saudaraku, dan meskipun demikian, itu hanyalah suatu gambaran yang sangat tidak sempurna dari apa yang terjadi kepada orang terkutuk setibanya ia di dalam Neraka. Ia meninggalkan dunia di mana ia dahulu hidup di tengah-tengah kenikmatan, dan dari ranjang yang empuk, ia pun segera masuk ke dalam jurang, di mana roh-roh jahat menimpanya, mengembuskan napas api, amukan dan murka, bagaikan ular berbisa. Yang satu melahap matanya, yang lain mengoyakkan ususnya, yang satu menggerogoti jantungnya, yang lain meremukkan kakinya, dan membuatnya menderita ribuan maut pada setiap pukulannya. Orang malang yang terkutuk itu bangun di tengah-tengah siksaan itu, seolah-olah dari tidur yang nyenyak; ia membuka matanya, dan melihat dirinya tenggelam dalam badai kejahatan yang mengerikan itu, ia pun mengeluarkan keluh kesah yang getir dan lenguhan yang memilukan. Di mana aku ini? Jeritnya, di manakah dunia? Di manakah langit, di manakah cahaya? Sahabat-sahabat setiaku, orang tuaku yang terkasih, para hambaku yang berbakti, di manakah kalian? Datanglah menolongku, kasihanilah aku. Namun tidak seorang pun membalas. Ah! Betapa panasnya api, betapa sesaknya asap, betapa kelamnya kegelapan, betapa mengerikannya roh-roh jahat, betapa menyakitkannya siksaan-siksaannya! Datanglah menolong aku, kasihanilah aku. Karena keluhan-keluhannya itu tidak ditanggapi, bagaikan seekor ular beludak yang … tidak henti-hentinya memuntahkan bisanya, ia pun mengarahkan amarahnya kepada para kaki tangannya yang terkutuk itu yang menyebabkan kehancuran abadi bagi dirinya. Dalam murkanya itu, ia menjelajahi gua yang gelap itu, mencari-cari mereka yang menyebabkannya berbuat dosa. Dan ketika ia menemukan mereka, ia berkata: Celaka, ujarnya kepada mereka, celaka: karena kalianlah aku berada dalam keadaan ini dan dalam api ini. Mereka saling mengutuki satu sama lain, saling menggigit satu sama lain dan saling mengoyakkan satu sama lain dengan begitu ganasnya.
Sayang sekali! Sayang sekali! Siapakah yang mampu menceritakan betapa sengitnya pertarungan dan betapa besarnya kebingungan dari pertemuan orang-orang ini di dalam Neraka! Pernahkan anda melihat sekelompok ular beludak, ular berbisa dan katak, disekap dalam ruangan yang sempit dan disiksa oleh api? Pernahkah anda melihat bagaimana mereka saling mengoyakkan satu sama lain, dan menyemburkan semua bisa mereka? Itulah yang dilakukan orang-orang yang terkutuk di dalam Neraka: mereka bertarung yang satu dengan yang lain, bapak melawan anak laki-laki, anak laki-laki melawan bapak, saudara melawan saudara, kekasih melawan perempuan yang dahulu mereka sayangi. Mereka semua menjadi seperti iblis dan algojo yang satu terhadap yang lain. Begitu pula, orang yang terkutuk sendiri (suatu hal yang mengerikan jika dipikirkan) menjadi musuh bagi dirinya sendiri, badannya memusuhi jiwanya dan jiwanya memusuhi badannya. Hal itu pun tidak cukup, sebab di dalam badan yang sama, organ-organnya menjadi musuh yang satu bagi yang lainnya, dan dalam jiwa yang sama, ada perseteruan yang menakutkan antara hasrat, keterlekatan dan keinginan, sehingga segera setelah orang yang terkutuk itu jatuh ke dalam Neraka, ia dengan suatu cara tertentu menjadi percampuran antara dendam kesumat, amarah dan bisa. Karena ia tahu bahwa dirinyalah yang menjadi dalang kehancurannya sendiri, ia memurkai dirinya sendiri, dan giginya meremukkan lidah dalam mulutnya yang digunakannya untuk menghujat: Mereka telah makan lidah dukacita mereka. Demikianlah cara orang yang terkutuk disambut dalam Neraka. Apakah anda mengira itu mungkin siksaan yang terbesar dari antara siksaan-siksaan mereka? Anda keliru, itu hanyalah yang terkecil. Dengarkanlah.
VI. Santo Patrick yang agung, sedang mewartakan Injil kepada rakyat Irlandia yang kafir. Karena ia tidak berhasil menjamah hati mereka, ia pun memerintahkan, berkat karunia mukjizat yang telah ditempatkan Allah dalam dirinya, agar bumi terbuka di tempat yang sama di mana ia sedang berkhotbah. Maka pada saat itu juga, terbukalah jurang yang sangat dalam, dari mana bisa terlihat menyembur lidah-lidah api yang mengerikan; udaranya penuh dengan sosok-sosok yang menakutkan. Dari sana dapat terdengar jeritan-jeritan, ratapan-ratapan dan penghujatan-penghujatan, dan tercium bau busuk yang tak tertahankan. Seketika, semua rakyat itu pun menjerit dan mengeluh, meminta pembaptisan, memeluk agama Kristiani, dan membaktikan diri kepada kesalehan dengan semangat yang begitu besarnya, sehingga selama beberapa abad, pulau itu disebut sebagai Pulau Para Kudus.
Ya Allah yang Mahaagung! Cara itu sungguh akan mujarab untuk mempertobatkan semua orang yang sedang mendengar saya: saya tidak akan perlu membuka jurang di tengah-tengah gereja ini; yang diperlukan hanyalah retakan kecil yang dihembusi oleh Neraka, sehingga muncul di sini sebuah lidah api dari apinya yang gelap. Anda sekalian akan seketika tersungkur, dan anda akan memukul dada, anda akan jatuh di kaki seorang imam untuk menangisi kesalahan-kesalahan anda. Namun di manakah iman anda? Bukankah iman yang telah membawa kita ke tempat bawah tanah ini? Maka renungkanlah dengan mata iman lautan api yang amat besar ini: sebab sebagaimana semua sungai mengalir ke laut, begitu pula segala kesakitan, segala siksaan, segala duka sengsara dunia mengalir bagaikan sungai ke dalam samudra Neraka, untuk membuat orang-orang malang yang terkutuk itu menderita dalam indra mereka; dan itulah sebabnya Neraka disebut sebagai tempat penyiksaan. Jika memang demikian adanya, jelajahilah Neraka dengan terang iman, dan anda akan melihat bahwa di sana mengalir segala sungai kesakitan dan siksaan, yang membentuk sebuah lautan yang amat besar. Orang-orang yang terkutuk sudah amat menderita akibat asap dan kegelapan yang kentara itu, yang mencekik diri mereka. Ada orang mati yang dahulu dibangkitkan berkat jasa-jasa Santo Nikolas dari Bari, dan yang telah merasakan kegelapan itu. Orang itu bercerita bahwa kegelapan itu terlihat baginya lebih menyakitkan daripada apinya sendiri. Namun itu hanyalah sungai kesakitan yang terkecil yang bermuara di samudra itu. Siksaan yang lebih mengerikan, adalah melihat para iblis; sebab Santa Fransiska dari Roma, ketika ia melihat seorang iblis, menjadi sedemikian ketakutannya, sehingga ia memohon supaya Allah segera mencampakannya ke dalam perapian belerang yang membara, daripada membiarkannya melihat sesosok makhluk yang sedemikian kejinya. Maka akan seperti apa, ketika orang melihat jutaan iblis yang rupanya teramat mengerikan itu menyiksa orang-orang yang terkutuk? Vadent et venient super eum horribiles.
Namun itu juga hanya sebuah sungai kecil yang bermuara di samudra yang luas itu. Betapa besar siksaan bagi orang-orang yang terkutuk untuk mendengarkan jeritan-jeritan, teriakan-teriakan dari kerumunan yang tenggelam dalam kesakitan, serta bau busuk yang terhirup dari jurang Neraka itu! Bau busuk itu begitu menjijikkannya sehingga Santo Bonaventura bercerita bahwa seandainya Allah, demi menakut-nakuti orang yang hidup, mengeluarkan satu orang yang terkutuk dari Neraka, seluruh dunia akan terjangkiti oleh bau busuknya. Buktinya tersedia bagi kita dari seorang rohaniwan yang ditampaki oleh seorang yang terkutuk. Karena rohaniwan itu telah memohon kepada orang yang terkutuk itu supaya diberikan gambaran tentang siksaan yang dideritanya dalam Neraka, orang yang terkutuk itu membuka mulutnya, dan napas yang diembuskannya itu begitu tidak sedapnya sehingga tidak hanya membunuh rohaniwan itu, namun juga semua biarawan yang lain, dan membuat biara itu tidak lagi pernah dapat dihuni. Namun demikian, bau busuk dan jeritan-jeritan yang mengejutkan dari Neraka tidak ada apa-apanya ketimbang siskaan kelaparan dan haus yang diderita oleh orang-orang yang terkutuk.
Raja Daud yang kudus berkata bahwa mereka akan kelaparan seperti anjing. Kelaparan adalah salah satu siksaan yang teramat mengerikan, sehingga kita melihatnya sebagai penyebab bagi ibu untuk memakan anaknya sendiri hidup-hidup. Lalu akan seperti apakah kelaparan yang diderita orang-orang terkutuk, yang seperti tutur kata Yesaya, menyebabkan mereka makan dari daging mereka sendiri? Unusquisque carnem brachii sui vorabit. Tetapi mereka akan jauh lebih menderita akibat kehausan. Lihatlah orang kaya yang mengenakan kain ungu dan api: apakah yang dimintanya? Hanya setetes air. Sejak berapa lamakah ia meminta? Sejak seribu delapan ratus tahun. Sudahkah ia mendapatkannya? Tidak, ia tidak akan pernah mendapatkannya, ujar Santo Siprianus kepada kita: ‘Orang kaya itu, yang berpakaian ungu, akan terbakar, dan ia tidak akan bertemu seorang pun yang hendak memberinya setetes air untuk menyegarkan lidahnya yang terbakar.’ Ya Neraka! Ya Neraka! Tempat di mana orang menolak memberi bahkan setetes air pun! Ya Neraka! Ya Neraka! Di mana orang tidak dapat mendapat sepotong roti pun! Namun demikian, itu bukanlah siksaan yang terbesar bagi orang-orang yang terkutuk.
Marilah kita berhenti sejenak di sini, saudara-saudaraku, dan marilah kita membuat beberapa renungan. Tidakkah benar bahwa anda sedemikian halus dan rapuhnya sehingga bayangan kejahatan sendiri membuat anda gemetar? Tidakkah benar bahwa jeritan seorang anak, gonggongan seekor anjing yang mengganggu tidur anda, bau dari sebuah pelita yang tak dipadamkan dengan baik oleh hamba anda, lipatan kain dari ranjang anda, cukup untuk membuat anda menjerit, dan mengeluarkan kutukan-kutukan? Tidakkah benar bahwa anda hanya memikirkan hidup dalam kenikmatan dan makanan yang sedap, bahwa anda hanya memikirkan pesta, hiburan-hiburan yang sering kali tercela? Lantas akan seperti apakah nasib anda mengalami celaka untuk jatuh pada suatu ketika ke dalam samudra penyiksaan itu? Pantaskah anda diberi satu kesempatan lagi? Apakah anda akan berkata bahwa kemalangan itu masih jauh dari diri anda? Perlukah mukjizat Santo Patrick itu dilakukan sekali lagi, untuk membuka tanah di bawah kaki anda, dan mencampakkan anda ke dalam jurang itu? Satu kematian yang tak terduga, bukankah itu cukup sebagai peringatan untuk diri anda? Dan anda tahu betapa seringnya kecelakaan itu terjadi. Bukankah itu cukup sebagai suatu pertanda dari keadilan Ilahi? Bagaimanakah anda tidak takut untuk terpapar kepada bahaya yang sedemikan besarnya? Bagaimanakah anda tidak mengambil tekad untuk melakukan penitensi yang serius? Tidakkah anda mengenali badai yang membuat samudra ini bergolak? Coba anda memusatkan perhatian anda kembali.
VII. Segala siksaan yang telah saya ceritakan kepada anda sampai di sini, dan yang membuat orang-orang yang terkutuk menderita dalam indra mereka, hanyalah sungai-sungai dari lautan itu, namun bukanlah lautan itu sendiri. Samudra Neraka adalah sebuah lautan belerang dan api, dan apinya begitu besar! Jika api kita dibandingkan dengan api Neraka, hanyalah sebuah bayangan. Saya mohon, coba kita bandingkan api itu dengan api kita; dan sambil mempertimbangkan bahwa satu saja kebakaran dari api kita menyebabkan penderitaan yang begitu besar, marilah kita berjuang untuk menghindari api yang jauh lebih mengerikan, yang tak pernah padam, dan terus-menerus menjadi semakin membara, dan tidak pernah menghancurkan benda yang dihinggapinya. Api kita memang kejam, namun pada saat itu juga berguna; sedangkan api Neraka sepenuhnya menyakitkan. Api kita telah diciptakan Allah demi kegunaan untuk umat manusia, sedangkan api Neraka telah diciptakan untuk menjadi siksaan orang-orang yang terkutuk. Api kita cantik, dan berguna untuk banyak kebutuhan kita; api Neraka menakutkan, dan hanya berguna sebagai alat bagi murka Ilahi. Anda sekarang bisa memahami Mazmur ini: Vox Domini intercidentis flammam ignis. Lidah api tak dapat terbagi-bagi, karena menurut Aristoteles, hanya mungkin ada pembagian di mana tidak ada perlawanan. Coba anda membagi-bagi sebuah lidah api, dan anda akan melihatnya mengelak, berbelok dan melarikan diri, sebab lidah api tidak terpengaruh sama sekali: hanya Allah yang bisa membagi-bagi lidah api. Bagaimanakah itu? Lidah api membakar dan bersinar pada saat itu juga: jika kita membagi-baginya, lidah api akan terus membara, namun tidak lagi bersinar. Paparan terhadap lidah api menyakitkan, namun lidah api itu juga cantik: cobalah untuk membagi-baginya, ia tidak lagi cantik, namun senantiasa menyakitkan. Ah! Betapa kejamnya pembagi-bagian yang dilakukan oleh api Neraka itu, yang tidak hanya menyiksa seperti segala api lainnya, namun juga memuat segala siksaan dalam dirinya sendiri. Demikianlah Api Neraka terbagi-bagi oleh Allah, api itu memotong bagaikan pisau, menggiling bagikan roda, menyeret bagaikan rantai, melukai bagaikan godam, mengoyak bagaikan paku besi. Uratnya adalah penyiksaan air, hatinya bagaikan serangan jantung, dan dalam ususnya ada berbagai jenis kejang-kejang yang mengerikan. Pendek kata, api Neraka adalah rangkuman dari segala jenis kesakitan, segala jenis penyiksaan yang dapat dibayangkan.
Santo Hieronimus berkata, api Neraka membuat pendosa merasakan segala penyiksaan sekaligus. Orang-orang malang yang terkutuk berenang dalam samudra api itu, terombang-ambingkan ke sana dan ke mari oleh gelombang lidah api yang menyelimuti mereka bukan hanya dari luar, namun juga yang meresap ke dalam. Lihatlah anda, bagaimana mereka terkubur dalam api. Api di kiri, api di kanan, api di atas, api di bawah mereka, api dalam mata mereka, api dalam telinga mereka, api dalam mata mereka, api dalam usus mereka, api di mana-mana. Demikianlah mereka dilahap oleh api, mereka pun terkadang dihempaskan ke atas, terkadang dihempaskan ke dasar lubang jurang maut Neraka, dan dengan demikian terbakar terus-menerus dalam samudra lidah api itu. Sebab setiap orang yang terkutuk mengenakan pada dirinya sendiri api yang melahapnya. Dagingnya terbakar di bawah kulitnya, namun tanpa menjadi hangus; darahnya mendidih dalam urat-uratnya; sumsumnya mendidih dalam tulangnya, otak dalam tengkoraknya, dan jantung dalam dadanya. Betapa besarnya siksaan itu! Orang-orang yang terkutuk hanya meminta satu obat saja untuk kemalangan yang sedemikian besarnya itu, dan obat itu adalah maut. Hanya maut sendirilah yang mampu melegakan siksaan-siksaan mereka. Ya maut! seru mereka, tidak adakah roh jahat yang cukup iba untuk memberikannya kepadaku? Ya maut yang begitu didambakan, di manakah engkau berada? Namun sia-sia mereka mencarinya, mereka tidak akan pernah menemukannya, ujar Santo Yohanes Rasul. Quaerent mortem et non invenient. Orang cabul, pendendam, dan berbagai jenis pendosa, Yesaya menantikan anda di sini dan berseru kepada anda : Siapakah dari antara kalian yang akan mampu tinggal bersama api yang membara?
Ya Roh Kudus, ketuklah hati pendosa yang keras yang sedang mendengarkanku, seperti yang Kaulakukan dahulu kala untuk hati Santa Teresa. Ia dahulu dibawa pada suatu hari dalam rohnya, dan dibimbing masuk Neraka. Di sana, ia melihat takhta api yang dikelilingi ular-ular serta roh-roh jahat, yang siap memangsa siapa pun yang hendak duduk di sana. Ketika ia melihat pemandangan itu, wanita kudus itu pun disergap oleh rasa ngeri. Tahukah engkau, ujar Allah kepadanya, untuk siapa takhta itu? Takhta itu untukmu, jika engkau tidak meninggalkan persahabatanmu dengan pria muda itu: lihatlah tebing ke mana ia akan menyeretmu, lihatlah siksaan yang telah Kupersiapkan untuk dirimu dalam Neraka; dan setelah hal itu diujarkan-Nya, penglihatan itu menghilang. Jika, untuk dosa-dosa yang tak pernah diperbuat oleh Santa Teresa, namun yang akan dilakukannya seandainya ia tidak meninggalkan persahabatan yang pada waktu itu tak berdosa, ada siksaan yang begitu ngerinya yang telah dipersiapkan bagi dirinya, seperti apa api yang pastinya membakar dalam Neraka untuk begitu banyak dosa yang telah anda perbuat? Dan apakah yang anda lakukan? Apa yang anda lakukan? Anda terus menebang kayu untuk memperbesar api yang akan membakar diri anda. Ya, perzinaan anda, wahai orang cabul, adalah kayu bakar untuk Neraka; wahai orang pendendam, kebencian anda adalah kayu bakar untuk Neraka; wahai orang fasik, penistaan anda adalah kayu bakar untuk Neraka. Dan kapankah kalian akan berhenti, wahai para pendosa? Jika kalian bertobat sekarang, setetes air mata cukup untuk memadamkan semua api yang telah dipersiapkan bagi kalian sampai sekarang di dalam Neraka: namun jika kalian jatuh ke dalam sana sekali saja, samudra air mata tidak akan cukup untuk memadamkan satu pun lidah apinya. Lantas apakah yang akan membuat anda bertekad? Ya Roh Kudus, jamahlah hati pendosa yang sedang mendengarkanku. – Ah! Bapaku! Aku direnggut rasa ngeri; hiburlah daku, rasa sakit ini tentunya adalah yang terbesar dalam Neraka, kan? Tidak, api dan belerang yang melahap orang-orang yang terkutuk itu, ujar sang Pemazmur, hanyalah satu bagian dari penderitaan-penderitaan mereka. Ignis et sulphur et spiritus procellarum pars calicis eorum.
VIII. Lautannya terbentuk bukan hanya dari sungai yang mengalir dari bumi, namun juga oleh sebagian besar air yang jatuh dari langit; maka demikian pula, lautan penyiksaan di mana orang-orang yang terkutuk dalam Neraka itu tenggelam tidak hanya terdiri dari rasa sakit indrawi, yang merupakan rasa sakit yang terkecil dari segalanya, namun juga rasa sakit pengutukan, yang jauh lebih besar. Akan jatuh atas diri mereka batu bara, ujar sang Pemazmur, engkau akan mencampakkan mereka ke dalam api. Apakah batu bara itu? Apakah Api Neraka itu lalu sedemikian lemahnya, sehingga demi memperdahsyatnya, harus turun hujan batu bara? Batu bara itu, ujar Santo Agustinus, sedemikian rupa adanya sehingga tidak terbakar, namun menyiksa orang-orang yang terkutuk dengan cahaya yang disebarkannya, dan yang menyingkapkan bagi mereka bagaimana orang-orang yang terberkati berada dalam kemuliaan. Cadent super eos carbones, scilicet sancti qui ex mortuis resurgent, quia invident eis. Melihat mereka yang dahulu melayaniku dalam kemuliaan, dan melihat diriku sendiri dalam Neraka! Melihat di Surga ia yang dahulu merupakan sainganku di atas bumi, dan melihat diriku sendiri dalam Neraka! Melihat orang yang dahulu kukejar-kejar dengan begitu ganasnya di kala hidupku sekarang berada dalam kebahagiaan, sedangkan melihat diriku sendiri dalam Neraka! Sungguh pedihnya batu bara itu, betapa pedihnya siksaan itu!
Tetapi apa yang membuat keadaan itu lebih buruk, adalah … seturut St. Thomas, Allah, pada saat Ia menolak orang-orang yang terkutuk, Ia membuat mereka melihat secercah keindahan-Nya yang tak terhingga, dan mengukirkan dalam benak mereka suatu pengetahuan tertentu yang, meskipun abstrak, namun amat hidup, yang membuahkan keputusasaan yang tak terobati dalam diri mereka, sehingga tersisa dalam diri mereka secercah terang yang tak terungkapkan, yang menakutkan bagi mereka, dan yang membuat mereka melihat Allah yang telah hilang bagi mereka. Namun sayang sekali! Pemandangan itu bukannya menghibur mereka, dan malah membuat mereka tersiksa … Jikalau diriku terkutuk, ya Yesusku yang baik, apakah aku takkan pernah melihat-Mu lagi? Maka aku takkan pernah memandang wajah-Mu untuk sesaat pun, takkan pernah kupunya penghiburan dengan bercakap-cakap bersama Engkau, kukan kehilangan Engkau untuk selama-lamanya. Namun apa yang lebih menakutkan, adalah kesakitanku takkan membangkitkan rasa iba-Mu, namun Engkau akan bersukacita oleh karenanya bersama semua orang pilihan, Engkau akan menertawakan siksaan-siksaan yang kuderita, dan amarahku akan membuat-Mu melonjak kegirangan. Oh! Betapa mengerikannya kesakitan itu dalam Neraka, sehingga tidak hanya membuatnya sebagai tempat pembuangan segala kejahatan, namun kejahatan yang murni, tanpa tercampur kebaikan apa-apa. Namun demikian, itu bukanlah siksaan yang terbesar bagi orang-orang yang terkutuk.
IX. Ngeri benar, ujar sang Rasul, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup. Sang Rasul tak berkata: dalam tangan Allah yang marah, sebab kemarahan Allah dapat mereda. Ia tak berkata: ke dalam tangan Allah Hakim yang adil; sebab seorang hakim dapat membiarkan dirinya tersentuh oleh doa-doa: tetapi ia berkata ke dalam tangan Allah yang hidup, yakni, selama Allah adalah Allah, orang yang terkutuk akan terkutuk. Dan karena Allah akan senantiasa hidup untuk sepanjang segala keabadian, orang yang terkutuk akan menderita selama segala keabadian pula. Ya keabadian, ya keabadian, siapakah yang mampu memahamimu? Sakit sekali kalau kita terbakar, namun kalau kita terbakar sepanjang segala keabadian, sungguh adalah perkara yang amat lain. Malang sekali kalau kita kehilangan Allah, namun kalau kita kehilangan Dia untuk selama-lamanya, betapa besar kemalangan itu! Alangkah besarnya siksaan itu kalau kita terus tinggal di tengah-tengah lidah api, tanpa mengalami kelegaan apa-apa! Saudara-saudaraku, bertanyalah kepada salah seorang malang yang menderita dalam Neraka itu, dan bertanyalah kepada mereka kapankah siksaan mereka akan berakhir. Kain, sejak berapa lamakah engkau terbakar dalam Neraka? Sejak enam ribu tahun lalu. Dan kapankah engkau akan keluar dari sana? Takkan pernah, takkan pernah. Saul, sejak kapankah engkau menderita dalam Neraka? Sejak enam ribu tahun lalu. Dan kapankah engkau akan keluar dari sana? Takkan pernah, takkan pernah. Simon Magus, sejak berapa lamakah engkau terbakar dalam Neraka? Sejak delapan belas abad lalu. Dan kapankah engkau akan keluar dari sana? Takkan pernah, takkan pernah.
Hai orang cabul, pendendam, penghujat, sejak berapa lamakah kalian terbakar dalam Neraka? Sejak seribu tahun lalu, serratus tahun lalu, lima puluh tahun lalu. Dan kapankah kalian akan keluar dari sana? Takkan pernah, takkan pernah. Perkataan ini: takkan pernah, telah membuat tiang penyangga Gereja yang Kudus gemetar; perkataan itu telah membuat bergidik ngeri para kudus yang teragung dari Firdaus; dan perkataan ini takkan pernah menggoyahkan pendosa yang mendengarkan saya di sini?
Terberkatilah Allah yang telah merenggut diriku dari zaman ini; kukecup jubah suci ini yang memberikanku keleluasaan untuk sering berpikir tentang Neraka. Namun kalian yang masih mengarungi lautan dunia yang berprahara, bagaimanakah kalian tidak takut binasa? Ah! Jika kalian mencintai jiwa kalian, saya memohon dengan sangat, pikirkanlah dari waktu ke waktu keabadian dalam Neraka, dan ubahlah perilaku kalian itu demi menghindari hukuman Allah bagi orang-orang yang terkutuk. Rasa sakit yang abadi ini walau bagaimanapun masih bukan siksaan yang terkejam. Lantas yang manakah? Kita akan melihatnya dalam bagian yang kedua.
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari karya yang disadur dari bahasa Italia ke dalam bahasa Prancis:
Œuvres du bienheureux Léonard de Port-Maurice [Karya-Karya Beato Leonardus dari Porto Mauritio], terjemahan M. Charles SAINTE-FOI, T. I, Paris, Louis Vivès, Librairie-Éditeur, 1858, hal. 383-401.
Artikel-Artikel Terkait
Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 7 jamBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 7 jamBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 5 hariBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 5 hariBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 mingguBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 mingguBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 3 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 3 bulanBaca lebih lanjut...Kami menerima semua dogma Gereja Katolik tanpa terkecuali, dan kami memandang mereka yang menerima semua dogma Gereja dan belum terpisah darinya, sebagai orang Katolik; itulah bagaimana kami bersekutu dengan Gereja...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...