Syarat-Syarat Berdoa - Khotbah St. Alfonsus

KHOTBAH XXVI

Untuk Hari Minggu Kelima setelah Paskah

Tentang Syarat-Syarat Berdoa

“Mintalah dan engkau akan menerima” – Yohanes xvi. 24.

Pada Khotbah ketiga puluh sembilan, saya akan menunjukkan bagaimana doa diperlukan secara ketat, dan kemujarabannya yang tidak dapat gagal untuk memperolehkan bagi kita semua rahmat-rahmat yang dapat membantu kita sampai kepada keselamatan kekal... Kita membaca di dalam Kitab Sirakh bahwa Allah tidak pernah menolak untuk mendengarkan siapa pun yang memohon pertolongan-Nya. ‘Siapakah yang pernah memanggil-Nya, dan Ia memandangnya dengan rendah?’ – Sirakh ii. 12. Hal ini tidak pernah dilakukan-Nya; sebab Ia telah berjanji untuk mendengarkan semua orang yang berdoa kepada-Nya. ‘Mintalah dan engkau akan menerima’. Tetapi, janji ini hanya berlaku bagi doa yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang diwajibkan. Banyak orang berdoa; tetapi, karena mereka berdoa secara lalai, mereka tidak memperoleh rahmat-rahmat yang mereka inginkan. ‘Engkau meminta dan tidak mendapatkan, karena engkau salah berdoa’ – St. Yakobus iv. 3. Untuk berdoa sebagaimana mestinya, kita harus berdoa, pertama, dengan kerendahan hati; kedua, dengan kepercayaan; dan ketiga, dengan ketekunan.

Poin pertama. Kita harus berdoa dengan kerendahan hati.

1. St. Yakobus berkata bahwa Allah menolak doa-doa orang yang congkak: ‘Allah menentang orang yang congkak, dan memberikan rahmat bagi orang yang rendah hati’ – iv. 6. Ia tidak tahan akan orang yang congkak; Ia menolak permohonan-permohonan mereka, dan menolak untuk mendengarkan mereka. Hendaknya orang-orang Kristiani yang congkak yang menaruh kepercayaan akan kekuatan mereka sendiri dan berpikir bahwa diri mereka lebih baik dari orang lain, mencamkan hal ini, dan hendaknya mereka mengingat bahwa doa-doa mereka akan selalu ditolak oleh Tuhan.

2. Tetapi Ia selalu mendengarkan doa-doa orang yang rendah hati: ‘Doa orang yang merendahkan dirinya sendiri menembus awan; dan ia tidak akan pergi sampai Yang Mahatinggi melihat’ – Sirakh xxxv. 21. Daud berkata bahwa ‘Tuhan telah memandang doa orang yang rendah hati’ – Mazmur ci. 18. Seruan orang yang rendah hati menembus Surga, dan ia tidak akan pergi sampai Allah mendengarkan doanya. ‘Engkau merendahkan dirimu sendiri’, ujar St. Agustinus, ‘dan Allah datang kepadamu; engkau meninggikan dirimu sendiri, dan Ia akan pergi daripadamu’. Jika anda merendahkan diri anda sendiri, Allah sendiri datang secara sukarela, untuk memeluk diri anda; tetapi, jika anda meninggikan diri anda sendiri, dan membanggakan kebijaksanaan anda dan tindakan-tindakan anda, Ia menarik diri-Nya sendiri dari anda, dan meninggalkan anda kepada ketiadaan diri anda.

3. Tuhan tidak dapat menganggap rendah bahkan para pendosa yang amat berkeras hati sewaktu mereka bertobat dari hati mereka, dan merendahkan diri mereka sendiri di hadapan-Nya, mengakui bahwa mereka tidak pantas untuk menerima bantuan apa pun dari-Nya. ‘Hati yang penuh sesal dan rendah, ya Allah, tidak akan Engkau benci’ – Mazmur l. 19. Marilah berpindah kepada poin-poin yang lain, banyak hal harus dikatakan tentang poin-poin tersebut.

Poin kedua. Kita harus berdoa dengan kepercayaan.

4. ‘Tidak seorang pun telah berharap dalam Tuhan, dan telah mengalami kekacauan’ – Sirakh ii. 11. Oh! Betapa kata-kata ini menyemangati para pendosa! Walaupun mereka telah melakukan kejahatan-kejahatan yang terbesar, Roh Kudus memberi tahu mereka bahwa ‘Tidak seorang pun telah berharap dalam Tuhan, dan telah mengalami kekacauan’. Tidak seorang pun pernah menaruh kepercayaannya di dalam Allah dan pernah ditinggalkan. Ia yang berdoa dengan penuh percaya, mendapatkan apa pun yang ia minta. ‘Segala hal yang engkau minta sewaktu engkau berdoa, percayalah bahwa engkau akan dapatkan, dan hal-hal itu pun akan datang kepadamu’ – Markus xi. 24. Sewaktu kita berdoa untuk bantuan-bantuan rohani, marilah kita memiliki kepercayaan yang pasti bahwa kita akan menerimanya, dan kita akan secara pasti menerima hal-hal tersebut. Maka, sang Juru Selamat telah mengajarkan kepada kita untuk memanggil Allah, di dalam permohonan kita untuk rahmat-Nya, oleh satu-satunya nama, yakni Bapa (Bapa Kami), agar kita dapat berlindung kepada-Nya dengan penuh kepercayaan yang dimiliki seorang anak yang meminta pertolongan dari orang tua yang pengasih.

5. St. Agustinus berkata, siapakah yang dapat khawatir bahwa Yesus Kristus, yang adalah kebenaran itu sendiri, dapat melanggar janji-Nya kepada semua orang yang berdoa kepada-Nya? ‘Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta, bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?’ – Bilangan xxiii. 19. Allah kita tidak dapat berbohong; sebab Ia adalah kebenaran itu sendiri: Ia tidak dapat berubah; sebab segala rencana-Nya itu adil dan suci.

6. Dan karena Ia sungguh menghendaki kesejahteraan diri kita, Ia sungguh-sungguh menasihati dan memerintahkan kita untuk meminta rahmat-rahmat yang kita perlukan. ‘Mintalah, maka hal itu akan diberikan kepadamu; carilah, dan engkau akan menemukan; ketuklah, dan pintu akan dibukakan bagimu’ - ­Matius vii. 7. St. Agustinus berucap, Mengapakah Tuhan perlu menasihati kita dengan begitu kuat untuk meminta rahmat-rahmat-Nya jika Ia tidak ingin memberikannya kepada kita? ‘Non nos hortaretur, ut peteremus, nisi dare vellet’ – de Verb. Dom., ser. v. Ia bahkan telah mengikat diri-Nya sendiri oleh janji-Nya untuk mendengarkan doa-doa kita, dan untuk menganugerahkan kepada kita semua rahmat-rahmat yang kita mintakan dengan penuh kepercayaan bahwa kita akan mendapatkannya. ‘Oleh janji-janji-Nya Ia telah membuat diri-Nya berutang’ – S. Augus., ibid., ser. ii.

7. Tetapi beberapa orang akan berkata: saya hanya memiliki sedikit kepercayaan dalam Allah karena saya seorang pendosa. Saya telah terlalu durhaka kepada-Nya, dan oleh karena itu, saya melihat bahwa saya tidak pantas didengar. Tetapi St. Thomas berkata kepada kita bahwa kemujaraban doa-doa kita dalam hal memperoleh rahmat-rahmat dari Allah tidak bergantung kepada jasa-jasa kita, melainkan kepada kerahiman ilahi. ‘Oratio in impetrando non innititur nostris meritis, sed soli divinae misericordiae’ – 2, 2, Pertanyaan 178, Artikel 2, ad. 1. Sesering kita meminta bantuan dengan penuh percaya yang membantu kita mencapai keselamatan kekal diri kita, Allah mendengarkan doa kita. Saya telah berkata, bantuan yang membantu keselamatan kekal diri kita; sebab, jika apa yang kita cari itu melukai jiwa, Allah tidak, dan tidak dapat mendengar kita. Contohnya: jika seseorang meminta pertolongan dari Allah untuk mendapatkan pembalasan dendam terhadap seorang musuh, atau untuk memenuhi apa yang akan menghina Allah, Tuhan tidak akan mendengarkan doa-doanya; sebab, ujar St. Krisostomus, orang semacam itu menghina Allah dengan doanya itu sendiri: ia tidak berdoa, tetapi dalam suatu cara tertentu, ia mencemooh Allah. ‘Qui orat et peccat non rogat Deum, sed eludit’ – hom. xi., in Matt., vi.

8. Terlebih lagi, jika anda ingin menerima dari Allah pertolongan yang anda pintakan, anda harus melenyapkan segala halangan yang mungkin membuat anda tidak pantas untuk didengarkan. Contohnya: jika anda meminta dari Allah kekuatan untuk menjaga anda agar tidak jatuh ke dalam suatu dosa tertentu, tetapi anda tidak akan menghindari hal-hal yang menuntun anda kepada dosa itu, tidak pun anda menjauhkan dri dari rumah, dari benda, atau dari pertemanan yang buruk, yang menuntun kepada kejatuhan anda, Allah tidak akan mendengarkan doa anda. Dan mengapa? Karena ‘engkau telah menempatkan sebuah awan di depan dirimu, sehingga doa itu tidak dapat melewatinya’ - Ratapan iii. 44. Jika anda kembali jatuh dalam dosa, janganlah anda mengeluh kepada Allah, ataupun berkata: saya telah memohon kepada Tuhan untuk menjaga saya agar tidak jatuh dari dosa, tetapi Ia belum mendengar saya. Tidakkah anda melihat bahwa, karena anda tidak mengenyahkan hal-hal yang menuntun kepada dosa, anda telah meletakkan sebuah awan yang tebal, yang telah mencegah doa-doa anda untuk sampai kepada takhta kerahiman ilahi?

9. Perlu juga untuk dicatat bahwa janji Yesus Kristus untuk mendengar orang-orang yang berdoa kepada-Nya tidak berlaku kepada semua permohonan temporal yang kita minta – seperti panen yang berlimpah, kemenangan dalam gugatan hukum, atau pembebasan dari penyakit atau penganiayaan tertentu. Bantuan-bantuan ini dianugerahkan oleh Allah kepada mereka yang berdoa untuk hal-hal tersebut; tetapi hanya jika bermanfaat bagi kesejahteraan rohani mereka. Jika tidak, Ia menolak doa-doa itu; dan Ia menolaknya karena Ia mencintai kita, dan karena Ia tahu bahwa bantuan-bantuan itu akan melukai jiwa kita. St. Agustinus berkata, ‘seorang Doktor tahu lebih baik daripada pasiennya apa yang bermanfaat bagi dirinya’ – tom. III. Cap. ccxii. Santo itu menambahkan, bahwa Allah menolak permohonan beberapa orang, oleh kerahiman-Nya, apa yang Ia anugerahkan kepada orang lain sebagai hukuman. ‘Deus negat propitius, quae concedit iratus’. Maka, St. Yohanes Damascenus berkata bahwa kadang kala, sewaktu kita tidak memperoleh rahmat-rahmat yang kita pintakan, kita menerima, dengan tidak menerima rahmat tersebut; karena lebih baik bagi kita untuk tidak menerima, daripada menerimanya. ‘Etiam si non accipias, non accipendo accepisti, interdum enim non accipere quam accipere satius est’ – Paral., lib. 3, cap. xv. Kita sering meminta racun, yang akan menyebabkan kematian kita. Betapa banyak orang yang, jika mereka telah mati dalam penyakit atau kemiskinan yang mereka derita, akan diselamatkan? Tetapi, karena mereka mendapatkan kembali kesehatan mereka, atau karena mereka dibesarkan untuk kekayaan dan hormat, mereka menjadi congkak dan melupakan Allah, dan oleh karena itu mereka telah menjadi terkutuk. Oleh karena itu, St. Krisostomus menasihati kita untuk meminta dalam doa-doa kita apa yang Allah ketahui bermanfaat bagi kita. ‘Orantes in ejus potestate ponamus, ut nos illud petentes exaudiat, quod ipse nobis expedire cognoscit’ – hom. xv. in Matt. Maka, kita harus selalu meminta dari Allah bantuan-bantuan temporal dengan syarat bahwa bantuan tersebut akan berguna bagi jiwa.

10. Tetapi, bantuan-bantuan rohani – seperti pengampunan atas dosa-dosa kita, ketekunan dalam kebajikan, karunia cinta ilahi, dan kepasrahan kepada kehendak ilahi – harus dimintakan dari Allah secara mutlak, dan dengan sebuah kepercayaan yang pasti bahwa anda akan mendapatkannya. ‘Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya’ – Lukas xi. 13. Jika engkau, ujar Yesus Kristus, yang begitu lekat dengan hal-hal Duniawi, tidak dapat menolak kepada anak-anak berkat yang telah engkau terima dari Allah, apalagi Bapamu yang di Surga (yang dengan sendirinya baik secara tidak terbatas, dan yang sungguh hendak memberikan kepada anda rahmat-rahmat daripada yang hendak anda peroleh) akan memberikan roh yang baik – yakni, penyesalan yang tulus atas dosa-dosa mereka, karunia cinta ilahi, dan kepasrahan kepada kehendak Allah – bagi mereka yang memintakannya? ‘Quando Deus negabit’, ujar St. Bernardus, ‘petentibus qui etiam non petentes hortatur ut petant?’ – ser. ii. de S. Andr. Bagaimanakah Allah dapat menolak rahmat-rahmat yang membantu memperoleh keselamatan bagi mereka yang mencarinya, sewaktu Ia menasihati bahkan mereka yang tidak berdoa, untuk memintanya?

11. Tidak pun Allah bertanya bilamana orang yang berdoa kepada-Nya itu adalah orang baik atau pendosa, sebab Ia telah menyatakan bahwa ‘setiap orang yang meminta, mendapatkan’ – Lukas xi. 10. ‘Setiap orang’, ujar sang penulis dari Imperfect Work [Karya yang Tidak Sempurna], ‘terlepas jikalau ia orang benar aau pendosa’ – hom. xviii. Dan, untuk mendorong kita berdoa dan meminta dengan penuh kepercayaan untuk bantuan-bantuan rohani, Ia telah berkata: ‘Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku’ – Yohanes xvi. 23. Dan jika Ia berkata: Hai pendosa, walaupun engkau tidak berhak untuk mendapatkan rahmat-rahmat ilahi, Aku telah pantas mendapatkannya bagimu dari Bapa-Ku: jadi, mintalah, dalam nama-Ku – yakni, lewat jasa-jasa-Ku – dan Aku berjanji bahwa engkau akan mendapatkan apa pun yang engkau mintakan.

Poin ketiga. Kita harus berdoa dengan ketekunan.

12. Di atas segala hal, kita harus bertekun dalam doa sampai ajal kita, dan tidak pernah berhenti berdoa. Inilah yang diajarkan oleh ayat-ayat Kitab Suci berikut. ‘Kita harus selalu berdoa’ – Lukas xviii. 1. ‘Berjaga-jagalah, oleh karena itu, dengan berdoa setiap waktu’ – xxi. 36. ‘Berdoalah tanpa henti’ – I. Tesalonika v. 17. Maka, Roh Kudus berkata: ‘Hendaknya tidak sesuatu pun menghalangimu untuk selalu berdoa’ – Sirakh xviii. 22. Kata-kata ini menyiratkan bahwa kita bukan hanya harus selalu berdoa, tetapi juga bahwa kita harus berusaha untuk mengenyahkan segala hal yang mungkin mencegah kita untuk berdoa; sebab, jika kita berhenti berdoa, pertolongan ilahi akan dirampas dari diri kita, dan kita akan dikalahkan oleh godaan-godaan. Ketekunan dalam rahmat adalah karunia yang Cuma-Cuma, yang, seperti yang telah dinyatakan oleh Konsili Trente, tidak dapat secara patut kita dapatkan (sesi 6, cap. xiii). Tetapi, St. Agustinus berkata bahwa kita dapat memperolehnya lewat doa. ‘Hoc donum Dei suppliciter emereri potest, id est supplicando impetrari’ – de Dono. Per., cap. vi. Maka, Kardinal Bellarminus mengajarkan, bahwa ‘kita harus memintakannya setiap hari, agar dapat memperolehnya setiap hari’. Jika kita lalai memintakannya setiap hari, kita mungkin jatuh ke dalam dosa pada hari itu.

13. Jadi, jika kita ingin bertekun dan diselamatkan – sebab tidak seorang pun dapat diselamatkan tanpa ketekunan – kita harus terus berdoa. Ketekunan kita tidak bergantung kepada satu rahmat, melainkan kepada ribuan bantuan yang kita harapkan untuk peroleh dari Allah di sepanjang hidup kita, agar kita dapat dijaga di dalam rahmat-Nya. Tetapi, kita harus berusaha meneruskan rantai rahmat ini; tanpa doa-doa ini, Allah biasanya tidak akan menganugerahkan rahmat-Nya. Jika kita lalai berdoa, dan oleh karena itu mematahkan rantai doa kita, rantai rahmat juga akan dipatahkan, dan kita akan kehilangan rahmat ketekunan. Jika, ujar Yesus Kristus kepada para murid-Nya, salah satu dari kalian pergi pada malam hari berkunjung ke rumah teman, dan berkata kepadanya: Berikan aku tiga potong roti; seorang kenalan telah datang ke rumahku dan aku tidak punya makanan untuknya. Teman itu akan menjawab: aku ada di ranjang; pintu terkunci; aku tidak dapat bangun. Tetapi, jika orang itu terus mengetuk pintunya dan tidak ingin pergi, teman itu akan bangun, dan memberikannya roti sebanyak yang diinginkannya, walaupun bukan oleh karena pertemanan, melainkan agar terbebaskan dari desakannya yang terus menerus. ‘Walaupun ia tidak ingin bangkit dan memberikannya karena ia adalah temannya; tetapi, oleh karena desakannya, ia akan bangkit, dan memberikannya sebanyak yang ia butuhkan’ – Lukas xi. 8. Tetapi, jika seseorang akan memberikan rotinya kepada seorang teman oleh karena desakannya, ‘betapa lebih banyaknya’, ujar St. Agustinus, ‘Allah akan memberikan, Ia yang menasihati kita untuk meminta, dan kecewa jika kita tidak meminta?’ Betapa lebih banyaknya Tuhan akan menganugerahkan kepada kita rahmat-rahmat-Nya, jika kita bertekun dalam doa untuk rahmat-rahmat itu, sewaktu Ia menasihati kita untuk memintakan rahmat-rahmat tersebut, dan tersinggung jika kita tidak memintakannya?

14. Manusia merasa kesal jika ia sering didesak dan dimintakan bantuan. Tetapi Allah menasihati kita untuk sering berdoa, dan Ia bukan kecewa, melainkan gembira terhadap mereka yang terus-menerus meminta rahmat dari-Nya. Cornelius a Lapide berkata, bahwa ‘Allah ingin kita untuk bertekun di dalam doa, bahkan sampai mendesak-Nya’ – in Luc., cap. xi. St. Hieronimus berkata: ‘Desakan dengan Tuhan ini tepat waktunya’ – in Luc. Xi. Bahwa Allah senang dengan doa yang sering dan diucapkan secara tekun, dapat disimpulkan dari doa-doa Yesus Kristus – ‘Mintalah, maka hal itu akan diberikan kepadamu; carilah, dan engkau akan menemukan; ketuklah, dan pintu akan dibukakan bagimu’ – Lukas xi. 9. Tidaklah cukup untuk berkata mintalah; tetapi Ia menambahkan, carilah, ketuklah; untuk menunjukkan, bahwa di sepanjang hidup kita, kita harus mendesak dalam hal memohon rahmat ilahi, bagaikan para pengemis yang meminta sedekah. Walaupun doa-doa mereka ditolak, mereka yang tidak berhenti berseru, atau mengetuk di pintu; mereka berteguh untuk meminta kelegaan sampai mereka mendapatkannya.

15. Maka, jika kita ingin mendapatkan dari Allah karunia ketekunan, kita harus meminta dari-Nya secara terus menerus dan dengan mendesak. Kita harus memintanya pada waktu kita bangun di pagi hari, dalam renungan-renungan kita, sewaktu kita menghadiri Misa, pada saat kita mengunjungi Sakramen Mahakudus, saat kita akan tidur pada malam hari, dan terutama sewaktu kita digoda oleh Iblis untuk melakukan dosa apa pun. Maka, kita harus selalu membuka mulut kita untuk berdoa kepada Allah, dan berkata: Tuhan, bantulah aku; berikanlah aku terang; berikanlah aku kekuatan; lindungilah aku dengan tangan-Mu, dan janganlah meninggalkan diriku... dengan berdoa secara berulang kali, kita tidak menyinggung-Nya: sebaliknya, hal tersebut menyenangkan dan berkenan di hadapan-Nya... Permohonan kita mendorong-Nya, tetapi dengan cara yang penuh syukur kepada-Nya. Ia amat senang sewaktu Ia melihat bunda-Nya dihormati, dan oleh karena itu menginginkan, seperti yang dikatakan oleh St. Bernardus, bahwa segala rahmat yang kita terima harus melewati tangan ibundanya. Maka, sang Doktor suci menasihati kita, ‘untuk mencari rahmat, dan untuk mencarinya lewat Maria, sebab ia adalah seorang ibunda, dan doanya tidak mungkin tidak berbuah’ – de Aquœd. Sewaktu kita meminta kepadanya untuk memperolehkan rahmat apa pun bagi kita, dengan penuh kasih ia mendengarkan permohonan-permohonan kita dan berdoa untuk kita: dan doa-doa Maria tidak pernah ditolak.