^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
St. Sirilus dari Aleksandria, Uskup dan Doktor Gereja
Pesta: 9 Februari
Diterjemahkan dari karya Adrian Fortescue, Greek Fathers [Bapa-Bapa Yunani], London, Catholic Truth Society, 1908, hal. 169-197.
“Sirilus, yang setelah Atanasius adalah Patriark dari Aleksandria yang paling terkenal… adalah Doktor Gereja melawan Nestorianisme. Pada masanya, seperti masa Atanasius, ortodoksi berjaya dari Aleksandria. Atanasius bagi para Arian adalah layaknya Sirilus bagi para Nestorian. Sebagai mata rantai terakhir dari rantai para bapa yang saling mengikuti satu sama lain sejak pendahulunya yang agung[1] ia disebut oleh orang-orang Yunani sebagai Meterai para bapa (σφραγίς των πατέρων). Namanya selalu terikat dengan nama Konsili Efesus… Ia adalah seorang sosok yang amat penting, dan tokoh bangsawan, sebagaimana lazim dari antara rentetan agung dari para ‘Firaun Kristiani’[2] yang memegang kedudukan kedua di dalam Kekristenan dan memerintah Gereja Mesir yang perkasa dari takhta mereka di tepi laut. Dan karya utama dari hidupnya… adalah pertarungannya untuk pribadi Kristus dan penghormatan terhadap Bunda Allah melawan para Nestorian
Kita tidak mengetahui tahun di mana Sirilus lahir. Ia merupakan salah satu anggota dari keluarga-keluarga Yunani teragung di Mesir dan ia adalah keponakan dari Patriark Theophilos, yang kita kenal sebagai musuh dari St. Yohanes Krisostomus.[3] Ia pastinya telah menerima pendidikan baik dalam ilmu pengetahuan suci maupun profan, yang sangat bermanfaat baginya di kemudian hari, di kotanya sendiri, Aleksandria. Perguruan Aleksandria pada waktu itu masih merupakan yang termashyur di dunia. Pada masa pertama ini, ia berteman dengan St. Isidorus, Kepala Biara dari suatu biara agung di dekat Pelusium[4] († c. 440). Isidorus ini memberikan pengaruh yang amat bermanfaat bagi Sirilus di sepanjang hidupnya. Sirilus menyebutnya sebagai bapanya walaupun ia sendiri telah menjadi patriark, dan di bawah Isidoruslah ia telah melewatkan beberapa tahun sebagai seorang biarawan.[5] Tanggal pertama yang pasti di dalam hidup santo kita ini adalah 403, dan di sini ia tidak tampak sebagai orang kudus, sebab ia mendampingi pamannya untuk pergi ke Sinode Ek dan mengambil bagiannya dalam penggulingan St. Yohanes Krisostomus.[6] Selama bertahun-tahun setelahnya, ia masih menyimpan dendam terhadap St. Yohanes. Hanya mulai dari tahun 417-lah Isidorus meyakinkannya untuk menambahkan nama dari mantan korbannya itu kepada diptych Aleksandria.[7] Rekonsiliasi ini setelah kematian Krisostomus adalah salah satu dari banyak contoh di mana Isidorus menggunakan pengaruhnya atas Sirilus untuk tujuan yang baik.
Theophilos meninggal pada bulan Oktober 412. Pemerintahan menginginkan seorang Arkidiakon yang bernama Timotius untuk menjadi penerusnya,[8] tetapi Sirilus dipilih secara kanonik dan menjadi patriark. Gubernur Mesir pada waktu itu adalah Orestes, yang berpura-pura menjadi seorang Kristen di hadapan orang-orang Kristiani dan berbicara tentang filsafat kepada orang-orang pagan. Dan sisa-sisa terakhir dari Politeisme Yunani yang Julianus (361-363) coba untuk bangkitkan dengan sia-sia, berkumpul di sekeliling perguruan di dekat Kuil Serapeion mana Hipatia mengajarkan paham Neoplatonismenya.
Hipatia[9] adalah suatu pengaruh pagan yang besar di kota itu dan dipercaya memiliki kuasa yang besar atas Orestes.[10] Tidak lama setelah Sirilus dikonsekrasikan, terjadilah suatu masalah antaranya dan sang gubernur. Orestes menakuti watak sang patriark yang penuh keahilan – sebab Sirilus layaknya pamannya dalam berbagai hal – dan ia pun jengkel saat melihat bahwa ia, sang uskup, dan bukan dirinya sendiri, sang gubernur, adalah sang penguasa sejati dari kota tersebut. Pertama-tama, Sirilus menutup sebuah gereja Novatian di Aleksandria dan menyita harta uskup Novatian Theopompos.[11] Lalu, ia mengusir semua orang Yahudi dari kota itu, tampaknya karena mereka telah membantai orang-orang Kristiani. Orestes memprotes hal ini terhadap sang Kaisar (Teodosius II, 408-450), tetapi Sirilus mendapatkan apa yang diinginkannya. Akhirnya, terjadilah pembunuhan Hipatia. Pada bulan Maret 415, sebuah massa orang-orang Kristen, yang dipimpin para Parabolani[12] dan oleh seorang Lektor bernama Petrus, mengoyakkan Hipatia di tangga sebuah gereja.[13] Berbagai penulis telah menyiratkan agaknya dengan blak-blakan bahwa sang patriark terlibat dalam kejahatan ini. Sokrates tidak menyatakannya secara blak-blakan, tetapi ia menyiratkannya, dan menambahkan suatu renungan moral yang khidmat.[14] Kenyataannya, bukan hanya tidak terdapat bukti sama sekali bahwa ia terlibat, terdapat alasan-alasan positif yang menunjukkan bahwa ia tidak melakukannya. Setelah pembunuhan tersebut, perwakilan warga berperjalanan ke Konstantinopel untuk memohon sang Kaisar agar mencegah kengerian semacam itu di masa depan dan untuk memberantas para Parabolani yang urakan, dan cara pertama yang mereka mohonkan untuk tujan itu adalah agar sang patriark tinggal di dalam kota (Orestes menginginkan agar ia diasingkan).[15] Di samping itu, Sirilus memiliki banyak musuh yang pahit. Pembunuhan yang disengaja dianggap sebagai tindakan yang tidak pantas bagi para uskup di abad kelima maupun sekarang. Mengapa, di sepanjang konflik yang mengerikan dengan orang-orang Nestorian, sewaktu mereka membawa segala tuduhan yang mungkin terhadapnya, tidak seorang pun berpikir untuk menyebutnya sebagai pembunuh Hipatia? Walaupun untuk menuduh santo kita ini sebagai pelaku dari cerita yang menyeramkan ini adalah suatu fitnah yang besar, tidak diragukan bahwa dalam hal-hal lain, Santo Sirilus menjengkelkan pemerintahan. Sejumlah biarawan dari pegunungan Nitria (Sokrates berkata 500 orang!) telah menghina dan melukai Orestes di jalanan Aleksandria.[16] Ia membuat pemimpin mereka[17] ditangkap dan disiksa; di bawah siksaan itu, sang biarawan pun mati. Sirilus lalu membawa tubuh orang itu ke gereja dan menguburkannya dengan khidmat, sembari mengkhotbahkan suatu pujian untuknya, dan menyatakannya sebagai seorang martir yang mati demi iman dan ‘memuji jiwanya yang agung dengan banyak kata-kata.’[18] ‘Tetapi,’ ujar Sokrates, ‘bahkan orang-orang Kristiani, atau setidaknya mereka yang lebih masuk akal, tidak menyetujui antusiasme Sirilus untuk Ammonios, sebab mereka mengerti bahwa orang ini telah membayar ganjaran atas kegilaannya sendiri, dan tidak menderita karena ia tidak ingin menyangkal Kristus. Dan pada akhirnya, Sirilus sendiri perlahan-lahan membiarkan seluruh permasalahan itu terkubur dalam kesunyian,’[19] yang, mungkin demi kebaikan. Kita tidak lagi mendengar tentang St. Thaumasios martir; tetapi seseorang dapat mengerti bahwa Orestes, yang mendengar tentang ibadat tersebut dan khotbah itu sewaktu ia dirawat untuk kepalanya yang bocor di rumah, menjadi jengkel, dan bahwa untuk berbagai alasan ini ‘antara ia dan Sirilus terjadi suatu cekcok yang tiada henti.’[20]
Tetapi sang Patriark tidak ditakdirkan untuk melewatkan hidupnya di dalam pertikaian-pertikaian yang sepele dengan magistrat yang berubah-ubah. Tidak lama setelahnya, timbul suatu permasalahan yang layak untuk dihadapi oleh jiwanya yang agung, dan ia mampu mengarahkan tenaganya yang tiada berkekurangan untuk melawan suatu bahaya yang mengancam seluruh Gereja.
Kita telah melihat bahwa sewaktu St. Yohanes Krisostomus diasingkan (404), pemerintahan di Konstantinopel pertama menjadikan Arsakios (404-405), dan setelah kematiannya Attikos (406-425) sebagai anti-uskup. Setelah kematian St. Yohanes (407), Attikos tampaknya telah diterima secara umum sebagai orang yang legitim yang menduduki takhta Konstantinopel sampai pada waktu di mana ia juga, meninggal di tahun 425. Lalu datang Sisinios (425-427), dan setelahnya, yang bukan tanpa perdebatan, Nestorius (Νεστοριος, 428-431),[21] yang terpenting dari banyak uskup yang telah mewariskan kepada Gereja Byzantine ketenaran yang para penerus mereka akan dengan senang hati enyahkan.
Nestorius[22] adalah orang Antiokhia yang telah menjadi seorang biarawan di Laura di luar tembok-tembok Antiokhia. Ia dahulu ditahbiskan sebagai imam dan memiliki reputasi yang baik sebagai seorang pengkhotbah. Sewaktu ia menjadi Patriark Konstantinopel, orang-orang berpikir bahwa mereka akan memiliki Krisostomus kedua sebagai uskup. Di dalam khotbah pertamanya di hadapan sang Kaisar, ia menunjukkan semangatnya melawan para bidah, ‘Berikan,’ ujarnya, ‘sebuah dunia yang bebas dari bidah dan saya akan membantu anda menghancurkan orang-orang Persia’ (kemungkinan oleh doa-doanya).[23] Ia lalu menunjukkan semangat yang suci ini dengan menutup sebuah perkumpulan Arian, menyerang para Novatian, Apolinaris, Kuartodesiman[24] dan segala macam musuh dari iman sejati. Sokrates berkata bahwa ia adalah seorang pemfitnah dan sebuah obor[25] dan bahwa lidahnya tidak tahu aturan dan mudah marah.
Segera setelah kenaikannya, Nestorius mulai mendukung bidah yang disebut dengan namanya. Pada saat ini, Arianisme pada dasarnya sudah mati dan Apolinarisme,[26] juga, telah dikutuk secara universal. Setiap orang Katolik percaya bahwa Sabda Allah setara dan sehakikat dengan Bapa dan bahwa Tuhan kita memiliki kodrat manusiawi yang lengkap dengan tubuh dan jiwa. Masih terdapat pertanyaan bagaimana sang Logos, sang Sabda, bersatu dengan kodrat manusiawi ini. Tampaknya, teologi Antiokhialah yang menyebabkan Nestorius dan rekan-rekannya membela suatu persatuan moral saja.[27] Sang Logos turun dari Surga dan tinggal di dalam manusia Yesus Kristus, sama seperti bagaimana Roh Allah memenuhi para nabi. Kristus sungguh-sungguh dan sepenuhnya adalah seorang manusia (hal ini menentang para Apolinaris), sang Logos bukanlah bagian dari kodrat manusiawinya, tetapi dalam suatu cara bersatu dengannya. Cara lain yang mana yang mungkin jika bukan suatu hubungan moral, suatu kediaman dari Keilahian yang tidak memengaruhi pribadinya, tetapi yang membuat orang itu menjadi bait-Nya? Itulah bidah Nestorian. Perlahan-lahan, Nestorius dan pengikutnya melangkah lebih jauh dan bergeser bahkan lebih jauh dari iman Katolik, layaknya para bidah. Adakah suatu alasan untuk beranggapan bahwa sang Logos selalu tinggal di dalam Kristus? Kapankah sang Logos turun ke dalam Kristus? Tidakkah mungkin bahwa inilah apa yang terjadi pada pembaptisan Tuhan kita sewaktu ‘Roh Kudus turun di atas-Nya dalam bentuk burung merpati,’[28] dan ‘tinggal di dalam-Nya,’[29] sehingga sebelum pembaptisan-Nya tiada suatu persatuan pun? Tidak pun mereka gagal untuk mengemukakan argumen-argumen untuk teori baru mereka ini. Kristus terlahir sebagai seorang anak kecil, bertumbuh dalam hikmat, dan umur, dan rahmat,[30] terkejut,[31] menangis,[32] menderita kesakitan, meninggal. Tidak satu pun dari hal-hal ini mungkin benar di dalam Allah. Di dalam bahasa dari filsafat kita, Nestorianisme dapat dirangkum dalam satu kalimat yang amat singkat: terdapat dua pribadi di dalam Kristus, satu pribadi Ilahi, sang Logos, yang tinggal di dalam seorang pribadi manusia, sang manusia Yesus. Penggunaan kata Pribadi, atau kata Yunani yang estara Hipostasis (ὑπόστασις) dan Prosopon (προσώπου)[33] secara teknis tidak sebegitu jelas pada abad kelima daripada pada masa skolastik. Para bapa Katolik, St. Sirilus sendiri, terkadang menggunakan kata Hipostasis untuk apa yang kita sebut kodrat, dan terkadang untuk pribadi. Tetapi permasalahannya sangat jelas. Para Nestorian membagi Kristus menjadi dua keberadaan yang berbeda yang hanya dipersatukan oleh suatu ikatan moral; para Monofisit yang muncul kemudian hari, mengacu ke arah yang berlawanan secara ekstrem, dengan berkata bahwa kemanusiaan Kristus diserap dan ditelan oleh keilahian-Nya, sehingga ia tidak mungkin adalah manusia sama sekali. Iman Katolik, yang menentang keduanya, adalah bahwa Tuhan kita sungguh-sungguh dan sepenuhnya Allah, sungguh-sungguh dan sepenuhnya manusia, dan Ia secara riil, jasmani, dan secara tak terpisahkan satu adanya. Seperti yang kita katakan, ia adalah satu pribadi dengan dua kodrat, kodrat Allah dan kodrat manusia. Para Nestorian menyukai kata Theophóros (θεόφορος); kata itu mengungkapkan secara persis apa yang mereka maksudkan: sang manusia Kristus ‘membawa Allah’ – memiliki Allah di dalam dirinya. Tetapi adalah suatu kata yang menjadi panji di masing-masing kubu, yang menggunakannya atau menolaknya, dan di dalam bidah ini, seperti di dalam peristiwa-peristiwa lainnya, penghormatan terhadap Bunda Tuhan kita adalah pembelaan untuk penghormatan terhadap diri-Nya: orang-orang yang sungguh menyerang-Nya melakukannya dengan menyerang ibunda-Nya. Peran yang dimainkan oleh istilah Homoüsios di masa Arian, sekarang dimainkan oleh kata Theotókos (Θεοτόκος) sekarang. Theotókos berarti Bunda Allah, dan semua orang Katolik, setiap orang yang percaya akan keilahian Tuhan kita dan bukan seorang Nestorian, menyebut sang Perawan Suci demikian. Istilah tersebut tentunya mengalir dari persatuan hipostatik. Ia adalah Bunda Kristus, Bunda dari seorang pribadi dan pribadi itu adalah Allah. Hubungan dari ibunda dan putra adalah hubungan pribadi. Bunda dari seorang pribadi yang adalah Allah setara dengan bunda Allah seperti ibunda dari seorang pribadi yang adalah manusia adalah ibunda manusia. Gelar tersebut mengungkapkan penghormatan yang agung dan unuk terhadap Bunda Maria yang bukanlah gelar baru di abad kelima.
Gelar itu digunakan oleh semua orang Katolik, dan telah digunakan selama berabad-abad.[34] Di sini, seperti yang selalu terjadi, para bidahlah yang adalah para inovator. Mereka memulai, seperti yang kita akan lihat, untuk berkhotbah melawan gelar ini dan untuk memerintahkan agar gelar ini diganti menjadi Kristókos (Χριστοτόκος), bunda Kristus, yang tidak berkomitmen kepada satu kubu pun. Dan melawan mereka, kata pemandu bagi semua orang Katolik, yang dipimpin oleh St. Sirilus, adalah bahwa Maria adalah Bunda Allah.[35] Kita oleh karena itu dapat merangkum bidah Nestorian dalam enam poin: (1) manusia Kristus bukanlah Allah, Allah bukanlah manusia; tetapi sang manusia bersatu secara amat intim kepada Allah. (2) Maka dari itu, bunda Kristus bukanlah bunda Allah. (3) Sang Sabda di dalam Kristus sendirilah yang boleh disembah secara riil; sang manusia menerima sebutan “Putra Tunggal Allah” hanya dalam makna yang tidak pantas, lewat partisipasi. (4) Allah tidak menderita ataupun mati. (6) Allah berada di dalam Kristus dalam cara yang sama seperti bagaimana Ia berada di dalam para Nabi (tetapi secara lebih intim); Allah berbicara lewat Kristus. Sang manusia Kristus adalah bait, organ, instrumen Allah.
Sebelum menjelaskan permasalahan itu, kita sekarang kembali ke sejarahnya. Segera setelah Nestorius menjadi patriark, salah satu dari pengikutnya, seorang imam yang bernama Anastasios, memulai pertengkaran tersebut dengan mengucapkan suatu khotbah di Konstantinopel di mana ia menyangkal gelar Bunda Maria. ‘Hendaknya tidak seorang pun menyebut Maria Bunda Allah,’ ia berkata, ‘sebab ia semata-mata seorang manusia dan Allah tidak mungkin lahir dari seorang manusia.’ Ia juga mengusulkan kata Christotokos untuk menggantikannya. Lalu, seorang uskup, Dorotheos dari Markianopolis di Asia Minor, yang berada di kota itu, mengucapkan khotbah yang sejenis dan mengekskomunikasikan setiaporang yang menyebut Maria sebagai Theotokos. Wajar saja, orang-orang terkejut, dan tidak lama setelahnya, imam-imam serta orang-orang awam lain berbicara untuk membela ajaran tradisional. Kami menyadari bahwa sejak permulaan, atau di sepanjang masa perdebatan inilah, pertanyaan diajukan mengenai gelar Bunda Maria sebagai Theotokos. Orang-orang pun telah terbagi menurut bilamana mereka menyerang atau membela kata ini. Sewaktu mereka memberikan alasan-alasan untuk apa yang tampak sebagai suatu detail ayng tidak penting, perbedaan yang mendasar dari pandangan-pandangan mereka tentang Kristus pun muncul. Nestorius sendiri mengambil kubu teman-temannya Anastasios dan Dorotheos dan menuturkan sejumlah khotbah melawan Theotokos, sambil menjelaskan bahwa gelar tersebut musyrik dan adalah penyembahan berhala. Allah tidak mungkin memiliki seorang ibunda, Putra Maria bukanlah sang Logos, melainkan seorang manusia yang di dalamnya sang Logos tinggal, dan seterusnya – pendek kata, ia menjelaskan dan mengembangkan bidah yang sejak saat ini dipeloporinya.[36] Pada hari Anunsiasi, 429, seorang uskup Katolik, Proklos dari Kyzikos, yang berkhotbah di hadapan sang Patriark di Konstantinopel, membela gelar tersebut yang telah didiskusikan oleh semua orang, dan menunjukkan bahwa gelar itu hanyalah suatu akibat yang wajar yang berasal dari iman Katolik tentang kesatuan hipostatik. Segera setelah khotbah itu berakhir, Nestorius berdiri dan menyangkal semua yang telah dikatakan oleh Proklos. Tampaknya telah terjadi suatu peristiwa besar di dalam gereja. Nestorius lalu mempermaklumkan ekskomunikasi terhadap semua orang yang berkata Theotokos. Pertikaian itu lalu menyebar di seluruh Dunia Timur. Di Mesir pula orang-orang mulai mendiskusikannya; para biarawan Mesir membaca khotbah-khotbah Nestorius, dan beberapa dari mereka setuju dengan Nestorius. Maka, St. Sirilus di dalam surat Paskahnya di tahun 429[37] menjelaskan masalah itu kepada mereka dan membantah argumen-argumen dari khotbah-khotbah tersebut, tetapi tanpa menyebutkan nama Nestorius. Segera setelahnya ia menulis sebuah surat ensiklik di mana ia kembali membela dan menjelaskan kata Theotokos. Salinan-salinan dari ensiklik ini sampai ke Konstantinopel, dan para Theotokian [pendukung Theotokos] menghibur diri mereka sendiri dengan membaca surat itu.[38] Nestorius sangat marah dan mengeluhkan campur tangan Sirilus.[39] Sirilus sama sekali belum campur tangan pada waktu itu; baik surat Paskahnya maupun surat ensikliknya hanya ditujukan kepada subjek-subjeknya, yang keheranan oleh berita dari Konstantinopel. Tetapi sekarang ia menulis kepada Nestorius dan berprotes kepadanya,[40] yang kepada surat tersebut Nestorius mengirimkan suatu jawaban dengan nada bicara penuh damai.[41] Para pelopor dari kedua belah kubu sekarang mulai berkelahi. Kisah tentang bidah Nestorian menjadi suatu kisah konflik antara Sirilus dan Nestorius, dan oleh karena itu, secara kebetulan, antara takhta Aleksandria dan Konstantinopel. Terdapat pertikaian dari sisi itu pula. Di samping pertanyaan teologisnya, kisah ini adalah salah satu bab dari suatu sejarah yang panjang tentang perseteruan timbal balik dari kedua takhta tersebut.
Aleksandria dahulu – dan pada masa itu masih secara kanonik – merupakan takhta kedua di dalam Kekristenan, takhta pertama di Dunia Timur. Sejak Konsili umum kedua (381) Konstantinopel telah bersiasat dan bersekongkol untuk mendapatkan posisi itu sendiri dan menurunkan Aleksandria menjadi tingkat ketiga - suatu rencana yang berhasil dilaksanakannya pada akhirnya, terutama setelah Konsili Kalsedon (451) dan lengsernya Dioskoros dari Aleksandria (sang Monofisit).[42] Kita akan melihat bahwa Nestorius mendapatkan simpati dari uskup-uskup lainnya di dalam banyak kasus, bukan karena mereka peduli tentang pandangan-pandangannya, tetapi karena mereka secara naluri, berada di sisi Konstantinopel melawan Aleksandria. Selanjutnya, beberapa imam dari Mesir yang telah diekskomunikasikan, yang telah melarikan diri ke ibu kota, membangkitkan hawa melawan patriark mereka. Sirilus lalu mengirimkan surat kedua kepada Nestorius di tahun 430. Surat ini dikenal sebagai Surat Dogmatis-nya, di mana ia secara lebih lengkap menjelaskan iman,[43] pada saat yang bersamaan, ia menulis secara tegas kepada para imam yang membangkang itu yang memfitnahnya.[44] Nestorius juga menulis kepada orang-orang lain pula. Ia mencoba untuk meyakinkan Isidorus dari Pelusium dan Yohanes, Patriark dari Antiokhia untuk berpihak kepada kubunya. Di dalam kasus Yohanes, ia mengandalkan persekutuan antara Konstantinopel dan Antiokhia melawan Aleksandria.
Sementara itu, sang kaisar, Theodosius II (408-450), telah mendengar masalah ini. Nestorius, di istana sang kaisar, mengandalkan dukungannya. Sirilus menulis untuk menjelaskan masalah itu kepadanya, kepada istrinya, Eudokia, dan kepada saudarinya, Pulcheria.[45] Pertanyaan itu sekarang telah menjadi begitu pentingnya sehingga kedua belah kubu, yang mengikuti praktik tradisional dari Kekristenan dunia Timur dan dunia Barat, naik banding ke Paus di Roma. Santo Selestinuslah (422-432) yang dipanggil untuk membereskan masalah ini: ia bertindak sebagai hakim di dalam masa-masa Nestorius seperti pula penerusnya, St. Leo I (440-461) pada masa kerusuhan Monofisit di kemudian hari, bagaimanapun, posisi-posisinya terbalik, dan Aleksandria salah.
Konsili Efesus dan Paus St. Selestinus
St. Sirilus pada waktu itu, ‘terdesak’, seperti yang dikatakannya, ‘oleh perintah dari Allah yang menuntut kewaspadaan, dan oleh kebiasaan kuno dari Gereja,’ mengirimkan suatu catatan panjang tentang permasalahan itu kepada Selestinus lewat salah seorang diakonnya, Posidonios.[46] Nestorius juga menulis kepada Sri Paus, dan menuduh Sirilus menganut Arianisme dan Apolinarisme.[47] Selestinus mengadakan sebuah sinode di Roma (Agustus, 430), di mana ia sepenuhnya menyetujui teologi Sirilus, mengutuk Nestorius, memerintahkannya untuk menerima kembali ke dalam persekutuan para Theotokian yang telah diekskomunikasikannya, dan mengancam untuk mengekskomunikasikannya jika ia tidak menulis sebuah penarikan bidahnya dalam jangka waktu sepuluh hari. Sri Paus juga membuat Sirilus sebagai wakilnya dan dutanya untuk memenuhi hukum-hukum ini, dan mengirimkan kepadanya sebuah salinan dari akta-akta konsili ini.[48] Pada peristiwa ini, Selestinus dan seorang diakon Roma, Leo (yang setelahnya menjadi Paus Leo I), meyakinkan Kepala Biara Cassianus untuk menuliskan traktatnya Tentang Penjelmaan Tuhan.[49] Sebelum Nestorius mendengar tentang sinode Roma ini, ia kembali menulis kepada Sri Paus dan menjelaskan pertikaian tersebut sebagai suatu serangan dari pihak Sirilus dan menggagaskan gelar Bunda Kristus (Christotokos) sebagai suatu kompromi antara Bunda Allah (Theotokos) dan Bunda manusia (Anthropotokos). Ia juga mengusulkan diadakannya suatu Konsili umum untuk membereskan masalah ini.[50] Sementara itu, temannya, Yohanes dari Antiokhia, menulis untuk memperingatkannya agar tidak membuat sebuah skisma, dan untuk menerima kata Theotokos. Tentunya, Sri Paus dan Sirilus sama sekali tidak menginginkan komprominya. Seperti pada abad sebelumnya, di dalam kasus Semi-Arian Homoiusios, orang-orang Katolik sama sekali tidak menerima formula setengah-setengah. Di dalam jawaban Nestorius kepada Yohanes dari Antiokhia, ia berbicara panjang lebar tentang keangkuhan dan semangat yang mendominasi dari ‘orang Mesir itu’, Sirilus (ini selalu merupakan kebijakannya, untuk mendapatkan simpati di Antiokhia), dan mengharapkan banyak hal yang besar dari konsili yang amat dinantikannya. St. Sirilus, segera setelah ia mendapatkan surat dari Sri Paus dan akta-akta dari sinode Roma, mengadakan suatu sinode di Aleksandria (Nov., 430), di mana ia membuat dua belas Anatema terhadap bidah baru ini: Anatema kepada mereka yang menyangkal bahwa Imanuel sungguh-sungguh Allah, dan bahwa oleh karenanya, bunda-Nya adalah Bunda Allah; Anatema kepada mereka yang menyangkal bahwa sang Logos menjadi manusia sebagai satu Kristus; Anatema kepada mereka yang berkata bahwa Kristus hanyalah seorang manusia yang membawa Allah (Theophoros), dan sebagainya.[51] Segera setelah Nestorius mendengar tentang kedua belas anatema ini, agar ia tidak tertandingi, ia segera membuat dua belas Anatema terhadap para Theotokian, yang dikirimkannya kepada Yohanes dari Antiokhia sebagai tanggapannya kepada sinode Sirilus, sambil menambahkan: ‘Engkau tidak akan begitu heran akan keangkuhan orang Mesir ini, karena engkau sudah mengenal banyak contoh-contoh yang serupa.’ Ini masih merupakan suatu ide untuk menggambarkannya sebagai semata-mata satu dari kasus lain tentang keangkuhan Mesir terhadap Suriah dan Yunani.[52] Para uskup lain dari daerah-daerah itu, Andreas dari Samosata dan Theodoret dari Kyrrhos, juga menulis dengan penuh amarah kepada Sirilus. Semuanya sudah siap untuk sebuah Konsili umum demi membereskan pertanyaan ini. Sang kaisar (Theodosius II), yang didesak oleh kedua belah kubu, terutama oleh Nestorius, pada bulan November 430, mengirimkan surat-surat kepada semua metropolitan dan uskup dari kekaisaran ini, dan memanggil mereka untuk hadir di sebuah sinode besar yang akan dilangsungkan di Efesus pada hari Minggu Pentakosta, 431.
…Para uskup datang di bulan Juni, 431, dari segala daerah kekaisaran. Nestorius sampai pertama kali dengan keenam belas pengikutnya serta para pelayannya yang bersenjata, yang yakin akan kemenangannya karena sang kaisar memihak kepada kubunya. Memnon dari Efesus membawa empat puluh sufragan. Sirilus sampai bersama lima puluh orang Mesir. Yuvenalis dari Yerusalem dan para uskupnya datang terlambat, sama seperti Flavianus dari Tesalonika bersama uskup-uskupnya. Theodosius mengutus seorang komisioner Kekaisaran, Kandidianus untuk menjaga ketertiban dan untuk mencegah orang-orang asing dan khalayak ramai dari para biarawan dari Efesus untuk campur tangan. Dan Paus Selestinus menyetujui dipanggilnya konsili ini dan mengutus duta-dutanya, Arkadius dan Proyektus, keduanya uskup, dan seorang imam, Filipus, dengan surat-surat untuk berterima kasih kepada sang kaisar untuk telah memanggil konsili ini. Ia telah membuat Sirilus sebagai dutanya untuk semua permasalahan ini: sinode itu secara resmi mengakui Sirilus sebagai duta besar Kepausan.[53] Sebagai duta besar, ia memimpin konsili itu dan orang-orang Latin telah menerima instruksi dari Sri Paus untuk mengakuinya secara demikian dan dalam segala hal untuk memihak kepadanya. Mereka menunggu beberapa waktu lamanya untuk beberapa orang yang terlambat untuk datang. Yohanes dari Antiokhia masih belum tampak, dan ia dianggap tidak ingin dipaksa untuk menyatakan dirinya secara terbuka melawan teman lamanya, Nestorius.[54] Akhirnya, pada bulan Juni 22, sinode itu melangsungkan sesi pertamanya di dalam gereja berganda[55] bahwa konsili itu akan dikenal oleh seluruh dunia sebagai Konsili ketiga. Kandidianus, yang adalah teman nestorius dan yang tampaknya mengharapkan agar Yohanes akan segera datang dan memihak kubunya, masih ingin menunggunya. Tetapi, mereka telah menunggu selama dua minggu, jadi, Sirilus menolak untuk menunda kembali sinode tersebut. 198 uskup hadir. Nestorius tampaknya sekarang telah menyadari lebih awal bahwa ia akan kalah, jadi ia tinggal di rumah dan menolak untuk hadir. Pada sesi pertamanya, iman Katolik dideklarasikan, gelar Theotokos secara khidmat diakui, 12 anatema Sirilus ditegaskan. Pada hari berikutnya, Nestorius digulingkan dan diekskomunikasikan sebagai keras kepala [contumacious]. Sesi kedua diadakan pada tanggal 10 Juli. Para duta Latin, yang tidak sampai tepat waktu untuk sesi pertamanya, hadir di sesi ini dan menegaskan apa yang telah terjadi. Di sanalah Filipus menuturkan kata-kata yang terkenal tentang Keutamaan [Kepausan]: ‘Sama sekali tidak terdapat keraguan, dan kenyataannya, telah diketahui selama sepanjang masa, bahwa Petrus yang suci dan yang amat terberkati, pangeran dan kepala dari para Rasul, tiang penyangga iman dan fondasi dari Gereja Katolik, menerima kunci kerajaan dari Tuhan kita Yesus Kristus, Juru Selamat dan Penebus umat manusia, dan bahwa kepadanya telah diberikan kekuatan untuk melepaskan dan mengikat dosa-dosa: yang bahkan sampai masa kini dan selama-lamanya hidup dan menghakimi di dalam para penerusnya. Paus Selestinus yang suci dan yang amat terberkati, menurut perintahnya yang layak, adalah penerusnya dan memegang tempatnya, dan kami diutusnya untuk mewakilinya di dalam Sinode yang kudus ini.’[56] Firmus dari Kaisarea di Kapadokia menjelaskan bahwa konsili ini hanya melaksanakan instruksi-instruksi Sri Paus di dalam sesi pertamanya.
Sementara itu, Yohanes dari Antiokhia telah sampai di Efesus bersama para uskupnya. Konsili itu pun segera mengutus perwakilan-perwakilan kepadanya dan memintanya untuk datang dan mengambil tempatnya bersama para bapa lainnya. Tetapi, ia berkonsultasi dengan Nestorius, dan kebenciannya terhadap ‘orang Mesir itu’, sekarang menaklukkan keberhati-hatiannya tentang keortodoksan temannya; jadi, ia tidak pergi ke gereja berganda itu, sebaliknya, ia mengadakan suatu pertemuan pribadi di dalam rumahnya sendiri. Kandidianus, yang semakin jengkel dengan Sirilus, juga pergi ke sana, bersama beberapa uskup Nestorian. Yohanes, para uskupnya, dan teman-teman Nestorius ini, lalu mulai mengekskomunikasikan Sirilus, Memnon dari Efesus, dan semua konsili sejati sebagai pengikut Arian, Eunomian, dan Apolinaris. Mereka menggulingkan Sirilus dan Memnon dan hendak menahbiskan seorang uskup baru untuk Efesus : orang-orang Efesus sendiri mencegah hal ini. Tetapi Kandidianus mengirimkan catatan tentang hal ini kepada tuannya, sehingga Theodosius menyatakan dirinya sendiri mendukung konsili Yohanes dan menentang konsili Sirilus. Para bapa dari konsili yang sejati menanggapi sang kaisar dan menjelaskan bahwa mereka telah melakukan segala hal sesuai aturan dan telah menggulingkan Nestorius secara kanonik dan sesuai dengan keputusan Gereja Roma. Sesi-sesi keempat dan kelima (16 dan 17 Juli) kembali mengundang Yohanes dari Antiokhia untuk datang dan mengambil tempatnya di antara para bapa, dan agar ia tidak melangsungkan sinode palsu saingan di rumah. Karena ia tidak melakukannya, ekskomunikasinya terhadap Sirilus dan Memnon dinyatakan batal dan tidak valid, dan ia serta pihaknya, tidak diekskomunikasikan, tetapi diskors sementara itu. Sesi keenam (22 Juli) menjelaskan syahadat Nicea, dan sewaktu seorang angota mengusulkan suatu syahadar baru yang semi-Nestorian sebagai sebuah kompromi, sinode itu pun melarang semua orang untuk mengubah yang lama.[57] Sesi ketujuh dan yang terakhir mengatur beberapa poin disiplin, dan membuat enam kanon serta sebuah surat ensiklik yang menyatakan apa yang telah didefinisikan oleh konsili itu.[58] Orang-orang Efesus telah berada di pihak yang benar di sepanjang permasalah ini. Setelah sesi pertama, mereka menerima dekret-dekretnya, terutama pengakuan terhadap gelar Bunda Maria, dengan sukacita yang besar. Mereka mendampingi para bapa kembali ke tempat penginapan mereka pada sore hari itu (22 Juni) dengan suatu perarakan agung yang disertai obor. Kenangan akan perarakan itu masih lekat dengan kota itu. Gereja berganda itu pastinya setelahnya selalu disebut sebagai gereja Bunda Allah yang Terkudus, παναγία θεοτόκος. Kota itu, yang sudah terkenal karena berbagai alasan, mendapatkan sebuah gelar baru sebagai kota Theotokos. Para petani Turki di seluruh dunia Levant, yang masih mengejutkan orang oleh kenangan-kenangan mereka yang tidak biasa tentang acara-acara Kristiani setempat, telah menyimpan suatu kesadaran yang kabur tentang apa yang dahulu dilakukan di gereja berganda itu,[59] dan sewaktu orang memandang Efesus pada sore hari, orang tampak masih melihat pancaran obor yang menapaki jalanan besar di tengah-tengah bayang-bayang.
Baru beberapa lama setelahnyalah sang kaisar menjadi yakin untuk menerima dekret-dekret konsili yang sejati. Kandidianus telah meracuni pikirannya sehingga ia menentangnya, dan pertama-tama ia cenderung berpihak kepada Yohanes dan Nestorius. Kedua sinode mengutus perwakilan kepada Konstantinopel, masing-masing menuduh yang lainnya. Theodosius lalu membayangkan suatu penindakan yang amat cerdik dan bermaksud untuk memuaskan semua orang dengan menghukum mereka semua. Jadi, ia mengutus bendaharawannya ke Efesus dengan sebuah pesan bahwa ia telah menggulingkan Yohanes dan Nestorius, dan Sirilus dan Memnon.[60] Lalu ia menyadari bahwa mereka masih tidak puas, dan ia pun mencermati kasus tersebut lebih lanjut, setelah memerintahkan delapan perwakilan dari masing-masing konsili untuk datang kepadanya dan menjelaskan pandangan-pandangan mereka. Akhirnya, ia menjadi yakin bahwa Sirilus benar, dan oleh karena itu, ia mengizinkan Sirilus untuk berpulang ke Mesir, dan ia mengizinkan agar seorang Uskup Konstantinopel yang baru, Maximianus (431-434) ditahbiskan pada tanggal 25 Okt. 431, untuk menggantikan Nestorius yang telah digulingkan. St. Sirilus sampai ke Aleksandria para tanggal 30 Okt., di mana ia disambut dalam kejayaan sebagai Atanasius yang kedua.
Tetapi, hawa buruk antara Aleksandria dan Antiokhia terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Yohanes dari Antiokhia juga telah berpulang, dan ia masih penuh amarah terhadap sang orang Mesir. Di dalam dua konsili di Tarsus dan Antiokhia, para uskup Suriah menyatakan bahwa Nestorius telah digulingkan secara tidak adil dan bahwa Maximianus adalah seorang penyusup skismatis.[61] Hanya sejak tahun 433-lah Yohanes menerima Konsili Efesus yang legitim dan Sirilus dapat menulis kepada Sri Paus (Sikstus III, 432-440) bahwa perdamaian telah dipulihkan antara mereka.
Tetapi, para Nestorian telah selalu memiliki kelompok yang kuat di Suriah. Pemimpin mereka, Nestorius sendiri, menarik diri ke dalam sebuah biara, di mana ia mati dengan diam pada tahun 439.[62] Kita tidak mendengar kabar lebih lanjut tentangnya. Tetapi, perguruan-perguruan Suriah masih mengajarkan bidahnya, dan membelanya sebagai ajaran dari kedua teolog utama mereka, Diodorus dari Tarsus dan Teodoros dari Mopsuestia. Kedua orang ini selalu menjadi para bapa yang dibaca dan dikagumi oleh orang-orang Nestorian.
Sementara itu, di dalam Gereja Katolik, yakni, Gereja dari Kekaisaran Romawi, Nestorianisme segera menjadi hal yang tinggal di masa lalu. Maximianus dari Konstantinopel diakui oleh setiap orang, dan ia adalah seorang Theotokian yang teguh. Gelar Bunda Maria diterima dan digunakan dengan jaya di setiap liturgi sebagai protes terus-menerus terhadap bidah yang telah mati itu, dan tiada lagi masalah tentang Nestorianisme, sampai kubu yang berlawanan secara ekstrem, kelompok Monofisit di Mesir, dua puluh tahun kemudian, mengingatnya sebagai tuduhan yang mudah terhadap para musuh-musuh mereka.
Dengan kejayaan Konsili Efesus, karya St. Sirilus pun selesai. Ia hidup tiga tahun lagi di Aleksandria, pahlawan yang diakui oleh orang-orang Katolik. Ia melewatkan tahun-tahun itu untuk mengenyahkan sisa-sisa skisma dan perlahan-lahan menenangkan para uskup Suriah yang masih sakit hati atas apa yang mereka pandang sebagai suatu kemenangan Mesir terhadap Suriah. Salah satu tindaknya yang terakhir adalah tindakan yang berhati-hati dan penuh kasih… St. Sirilus meninggal di Aleksandria pada tanggal 27 Juni 444. Arkidiakonnya, Dioskoros, meneruskannya. Hampir seketika, masalah para Monofisit pun bermula, di mana Dioskoros dan orang-orang Mesirmenekankan ajaran dari pahlawan mereka sampai ke titik ekstrem dan jatuh ke dalam bidah yang berlawanan…
Paus Leo XIII menyatakan St. Sirilus dari Aleksandria sebagai seorang Doktor Gereja. Kita menjaga pestanya pada tanggal 9 Februari, dan ia, pula, memiliki sebuah kolekta yang indah yang menyiratkan akan karya dari hidupnya: ‘Allah, yang membuat Pengaku Iman dan Uskup-Mu, Sirilus, menjadi seorang pembela yang berjaya untuk keibuan ilahi dari Perawan Maria yang amat terberkati, anugerahkanlah lewat doa-doanya agar kami yang percaya akan Perawan Maria sebagai Bunda Allah yang sejati dapat diselamatkan oleh perlindungannya sebagai Bunda kami.’ Dan seperti kenangan akan Atanasius tinggal… setiap kali kita mengucapkan syahadat Nicea, demikian pula kita menggemakan suara Sirilus dan Konsili Efesus setiap kali kita menyanyikan di dalam litani, Sancta Dei genitrix, dan setiap kali kita berkata, ‘Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati.’”
Catatan kaki:
[1] St. Yohanes Damascenus († c. 754) datang lama setelahnya dan berdiri sendiri di masa yang berbeda.
[2] Ini adalah suatu nama yang umum bagi para Patriark dari Aleksandria (Orth. Eastern Church, hal. 13).
[3] Lihat hal. 130, 133-137.
[4] Pelusium adalah sebuah kota di dekat cabang timur dari Sungai Nil, yang berada hanya di luar Deltanya, yang di dekatnya Terusan Suez sekarang bertempat. Isidorus dari Pelusium adalah seorang murid dari St. Yohanes Krisostomus dan adalah anggota dari Perguruan Antiokhia. Sekitar 2.000 dari surat-suratnya dijaga di dalam M.P. Gr. xvciii (1273-1312).
[5] Isid. Pel. Ep. i, 310, 232, 234, 370.
[6] Lihat hal. 136.
[7] Cyr. Alex. Ep. i, 370.
[8] Sokr. vii, 7.
[9] Hipatia adalah putri dari seorang filsuf bernama Theon. ‘Ia telah memperoleh pendidikan yang begitu besar sehingga ia jauh lebih superior daripada semua filsuf dari masanya. Ia telah dituntun oleh Plotinus kepada perguruan Plato, dan ia mengajarkan semua pelajaran-pelajaran filsafat kepada para pendengarnya. Jadi murid-murid filsafat berkumpul mengelilinginya dari segala sisi. Oleh karena kepercayaan diri dan otoritas yang telah diperolehnya dari pendidikan, ia mampu tampil bahkan di depan para gubernur dan membuat hasil yang amat baik. Tidak pun ia malu untuk menampilkan dirinya sendiri di antara kerumunan lelaki; sebab setiap orang menghormatinya atas kesederhanannya yang besar.’ (Sokr. vii. 15).
[10] Sebab, karena ia begitu sering bercakap-cakap dengan Orestes, tersebar suatu fitnah di kalangan orang-orang Kristiani bahwa ia menghambat suatu rekonsiliasi antara Sirilus dan Orestes’ (ib).
[11] Ib, i. 7. Harus diingat bahwa Sokrates, yang merupakan sumber dari semua cerita ini, amat berprasangka buruk terhadap Sirilus. Novatian adalah seorang imam dari Afrika yang telah membuat sebuah skisma di Roma pada masa Paus Kornelius (251-253). Para pengikutnya mengikuti aliran ekstrem yang ketat. Mereka berkata bahwa Gereja hanya terdiri dari orang-orang yang murni, melarang pernikahan kedua, dan membaptis ulang semua konvert mereka. Novatianisme secara praktis menjadi suatu bentuk dari Montanisme, yang baginya Tertulianus (†240) adalah pembela utama.
[12] Para Parabolani (παραβολάνοι) adalah orang-orang yang merawat orang sakit, terutama pada waktu terjadinya wabah, yang oleh karena itu membahayakan hidup mereka sendiri (παραβολη της ψυχης). Mereka dilaporkan membentuk suatu ordo minor, seperti para Fossores, yang menguburkan orang mati, para Notarii, yang menuliskan riwayat para martir, dan berbagai kelas yang telah sejak masa itu menghilang. Mereka dipilih dan ditahbiskan oleh uskup. Karena mereka adalah orang-orang yang kasar dan kuat, yang berasal dari kelas bawah, mereka tampaknya telah sering mengisi waktu antara wabah dengan membuat kericuhan politik. Pada suatu waktu, mereka secara eksplisit dilarang untuk menghadiri pertemuan-pertemuan poltik. Setelah masa Yustinianus (527-565) mereka menghilang (lihat Kraus : Realens. II, 582).
[13] ‘Beberapa pria yang berwatak ganas yang pemimpinnya adalah seorang Lektor bernama Petrus membuat sebuah konspirasi dan mengawasi wanita itu. Mereka menangkapnya berpulang dari suatu rumah, dan menariknya dari pelananya dan menyeretnya ke sebuah gereja yang dinamakan Kaisarion. Di ini, mereka melepaskan pakaiannya dan membunuhnya dengan pecahan cangkang-cangkang. Sewaktu mereka telah mengoyakkan tubuhnya, mereka membakar anggota badannya di sebuah tempat yang disebut Kinaron’ (Sokr. vii, 15). Akan terlihat bahwa para Parabolani, sebagai suatu golongan, bukanlah orang-orang yang baik.
[14] Masalah ini membawa aib baik kepada Sirilus dan Gereja Aleksandria, sebab pembunuhan dan pembantaian serta segala hal semacam itu sepenuhnya bertentangan dengan agama Kristiani’ (ib.). Damaskios, seorang pagan yang menulis riwayat hidup Isidorus sang Filsuf, lama setelahnya menyiratkan hal yang sama (dikutip di dalam catatan Henri de Valois – Henricus Valesius, on Sokr. vii, 15. ed. Gul. Reading, Cambridge, 1720, ii, 361). Charles Kingsley di dalam Hypatia mengulangi penyiratan yang sama, dan bertanggung jawab akan kebencian terhadap St. Sirilus di kalangan orang-orang yang tidak pernah mendengar tentangnya ataupun tentang Hipatia, kecuali lewat novel yang sungguh konyol itu (contohnya, permohonan maaf Kekristenan dari sang biarawan terhadap pahlawan wanita itu beberapa saat sebelum ia mati, argumen Rafael menentang keselibatan, percakapan filosofis Hipatia, dsb.).
[15] Cod. Theod. De episc. xvi. 2 (dikutip oleh Kopallik, Cyr. V. Alex. hal. 20 seq.).
[16] Mereka menyebutnya seorang ‘pembuat korban dan seorang pagan (θυτηρ και ελλην) dan banyak nama lain yang menyinggung.’ Ia menyatakan bahwa dirinya adalah seorang Kristen, dan telah dibaptis di Konstantinopel oleh Attikos. Tetapi para biarawan tidak memercayainya, dan mulai melemparinya dengan batu, salah satunya menyebabkan luka parah di kepalanya (Sokr. vii, 14_.
[17] Yang bernama Ammonios.
[18] Ib. Ia mengubah nama sang martir menjadi Thaumasios.
[19] Ib.
[20] vii, 13.
[21] Cerita dari pertikaian sehubungan dengan suksesi setelah Attikos dituturkan oleh Sokrates, vii, 26-29.
[22] Ia begitu dikenal dengan bentuk Latin ini (untuk Nestorios) sehingga kita harus menulisnya demikian pada saat ini.
[23] Sokr. vii, 29 – di mana awal dari hidup Nestorius dicertakan.
[24] Para Kuartodesiman (Quattuordecim = empat belas) adalah orang-orang yang menentang dekret Konsili Nicea, tetap menjaga Paskah pada hari Nisan 14, dan bukan menunggu sampai hari Minggu ketelahnya. Mereka membuat sebuah skisma yang berlangsung sampai akhir abad kelima atau keenam.
[25] vii, 29. Saya kira bahwa Πυρκαια (atau Πυρκαιευς?) berarti hal ini dan bukan seseorang yang membakar rumah-rumah.
[26] Lihat hal. 84, n. I.
[27] Nestorius telah menjadi murid dari Teodoros dari Mopsuestia, yang, kemungkinan, adalah bapa awal dari bidah ini (hal. 193, n. I).
[28] Lc. iii, 21.
[29] Joh. 33.
[30] Lc. ii, 52.
[31] Mt. viii, 10.
[32] Lc. xix, 41.
[33] Karena pada dasarnya, seluruh kontroversi itu berlangsung dalam bahasa Yunani.
[34] Origenes (†252) menggunakannya: Comm in Ps. I (Sokr. vii, 32), demikian pula Euseb. († c. 340) Vita Const. (iii, 43), Atanasius (†397). Or, iii adv. Arian. 14, 29, 33, Sirilus dari Yerusalem. (†386) Cat. x, 19, Didimos (†c. 395): de Trin. i, 31, 94; ii, 31, dsb. Greg. Naz. (†c. 390). Or. xxix, 4, Ep. 101 Cledon., dsb.
[35] Adalah suatu hal yang aneh bahwa kebanyakan orang Protestan membenci kata ini, tampaknya oleh karena ketidaksukaan yang umum terhadap segala penghormatan yang diberikan kepada Bunda Kristus. Jika mereka mengetahui suatu hal pun tentang hal ini, mereka akan menyadari bahwa dengan menolak istilah ini, mereka menyerahkan diri mereka ke dalam Nestorianisme serta berbagai bidah mereka yang lain. Saya telah mendengar dari para Anglikan Gereja Tinggi tentang orang yang menyukai segala hal yang berbau Ketimuran, tetapi membenci segala hal yang berbau Roma, bahwa kata Theotókos itu benar, tetapi Mater Dei atau Bunda Allah itu salah. Nona I. Hapgood, yang telah menerjemahkan sekumpulan ibadat ‘Ortodoks’ ke dalam kolase yang amat menggelikan dari buku doa Inggris dan slang Amerika (Service Book of the Holy Orthodox-Catholic Apostolic Graeco-Russian Church, Boston: Houghton, Mifflin and Co., 1906) menerjemahkan Theotokos menjadi bentuknya yang berat: Pemberi Kelahiran Allah. Kesangsian itu terlalu berlebihan. Dei Genitrix adalah versi yang persis dari Θεοτόκος, dan genitrix sederhananya adalah seorang ibunda. Ini adalah kebetulan bahasawi dan bahasa Latin tidak memiliki bentuk gabungan yang sebaik bahasa Yunani dalam kasus ini. Deipara tidaklah indah. Orang-orang Katolik dari Jerman menerjemahkan kata ini dengan indah: Gottesgebärerin. Di sisi lain, dalam kasus para ‘Ortodoks’ berbicara bahasa yang tidak membentuk bentuk gabungan, liturgi mereka sederhananya menggunakan Bunda Allah, seperti liturgi kita. Demikianlah dalam bahasa Arab: walidat allah. Orang-orang ‘Ortodoks’ sendiri tidak pernah membayangkan kemungkinan adanya perbedaan makna antara kedua bentuk ini. Mereka terus-menerus berkata: μήτηρ τού θεού dalam bahasa Yunani pula. Perbedaan yang dibuat-buat ini adalah perbedaan yang dibayang-bayangkan antara μετουσίωσις dan transsubstantiastio, suatu khayalan dari benak yang berprasangka. Jika Nona Hapgood adalah seorang teolog, ia tidak akan merasa khawatir tentang poin ini, dan ia tidak akan mengemukakan bidah yang demikian menjijikkannya seperti ‘memang mengesampingkan keilahiannya’ untuk εκενωσε σεαυτον (hal. 103).
[36] Khotbah-khotbah di Mansi, v. 763: ‘Apakah Allah memiliki seorang bunda? Hanya seorang pagan (ελλην) berbicara tentang bunda dari ilah-ilah tanpa dicela. Maria tidak melahirkan Keilahian (tentunya tidak, tidak seorang pun berkata bahwa ia melakukannya),… tetapi ia melahirkan seorang manusia yang merupakan organ dari Keilahian.’
[37] Surat Paskah dari para patriark dari Aleksandria diterbitkan setiap tahunnya untuk mengumumkan hari di mana Paskah akan berlangsung; dan pada waktu yang sama, mereka menggunakan kesempatan itu untuk mendiskusikan pertanyaan apa pun yang berhubungan dengan patriarkat pada masa itu. Lihat di atas, hal. 42.
[38] Cyr. Ep. xi, 4 (M.P. Gr. lxxvii, 81).
[39] Cyr. Ep. ii, (Ib. p. 81).
[40] Ep. ii, (Ib. p. 40).
[41] Cyr. Ep. ii, (Ib. p. 43).
[42] Pertikaian antara kedua takhta ini adalah suatu elemen yang penting di sepanjang sejarah Gereja timur dari abad keempat sampai kejatuhan akhir dari Aleksandria pada penaklukkan Muhammadan di Mesir pada tahun 641. Lihat The Orth. Eastern Church, hal. 11-15, dan 28-46. Tiga peristiwa utama di dalam pertikaian tersebut adalah penggulingan Santo Yohanes Krisostomus oleh Theophilos (Lihat di atas, hal. 136), penggulingan Nestorius oleh Sirilus, dan kemudian, penggulingan Dioskoros. Simpati kami dalam pertikaian pertama dan kedua ada pada Konstantinopel, sedangkan yang kedua pada Aleksandria. Tetapi semuanya adalah bagian dari suatu perselisihan yang panjang.
[43] Cyr. Ep. iv (M.P.G. lxxvii, pp. 44-50).
[44] Ep. x (Ib. p. 64 seq.).
[45] M.S.G. lxxvi, 1133-1420.
[46] Ep. xi, ad Cel. (lxxxvii, 80).
[47] Apolinarisme adalah tuduhan yang biasa dari para Nestorian terhadap musuh-musuh mereka. Jika anda tidak membedakan dua pribadi di dalam Kristus, ujar mereka, anda mencampuradukkan kedua kodrat-Nya. Demikian pula, para Monofisit lalu menuduh musuh-musuh mereka menganut Nestorianisme – jika anda tidak menyamakan kedua kodrat anda memisahkan pribadi-Nya menjadi dua.
[48] Akta-akta ini berada di Mansi, iv, 1017, 1025, 1035, 1046. Kenyataan bahwa St. Sirilus dijadikan sebagai wakil Kepausan penting adanya, sebab hal itu membenarkan campur tangannya di dalam urusan-urusan Konstantinopel. Sewaktu pamannya, Theophilos, campur tangan di dalam urusan St. Yohanes Krisostomus, campur tangannya adalah suatu perebutan kekuasaan yang tidak sah (di atas, hal. 135). Tetapi Sirilus telah mendapatkan delegasi kuasa dari Sri Paus, yang membuatnya berbeda sepenuhnya. Telah dikatakan bahwa sikap Sri Paus sederhananya adalah suatu contoh persekutuan antara Roma dan Aleksandria layaknya melawan Konstantinopel dan Antiokhia. Di sisi lain, dua puluh tahun kemudian, sewaktu Aleksandria menjadi bidah (Monofisit di bawah Dioskoros) Roma juga menindaki Aleksandria sekeras ia menindaki Konstantinopel pada saat ini. Penjelasan tentang pergantian politik gerejawi itu adalah bahwa dalam kedua kali itu, bukanlah persekutuan yang dipedulikan oleh Gereja Roma, melainkan iman Katolik.
[49] De Incarnatione Domini contra Nestorium (M.P.L., l, 9-272). Yohanes Cassianus adalah kepala biara di Massilia (Marseilles). Karyanya yang paling terkenal adalah Collationes Patrum (M.P.L. xlix, 477-1328, dan di dalam Opusc. Selecta, series altera, iii dari Hurter), xxiv buku-buku percakapan, semboyan-semboyan, dan prinsip-prinsip para bapa dari padang gurun Mesir, yang dituliskan untuk pembangunan para biarawan di Marseilles. Tetapi Cassianus, dalam masalah tentang Pelagianisme, membuat suatu teori kompromi antara Pelagius dan Agustinus, dan dengan demikian menjadi bapa bidah Semipelagianisme. Ia meninggal pada tahun 435.
[50] Suratnya di dalam Garnier: Praef. Histor. I, 70.
[51] Kedua belas anatema itu di dalam Mansi, iv, 1082. Dekret-dekret dari sinode ini bersama dekret-dekret sinode di Roma dikirimkan oleh Sirilus kepada Nestorius, Yohanes dari Antiokhia, dan Yuvenalis dari Yerusalem.
[52] Mansi, iv, 754-756.
[53] ‘Sirilus orang Aleksandria ini, yang juga mewakili tempat Selestinus, Uskup Agung Gereja Roma yang tersuci dan yang amat terberkati… hadir.” (Mansi, iv. 1280) Arkadius dan Proyektus juga ‘uskup-uskup dan duta-duta yang amat saleh dan yang dicintai Allah’, dan Filipus adalah ‘imam dan duta dari Takhta Apostolik’ (Ib. 1281).
[54] Kedua metropolitannya (dari Apamea dan Hierapolis) memberikan alasan ini untuk keterlambatannya. Tetapi sejak awal mulanya, terdapat sesuatu yang tidak lurus dengan Yohanes dari Antiokhia. Ia menulis kepada Sirilus bahwa ia ada dalam perjalanan, sudah berperjalanan selama tiga puluh hari dan akan sampai dalam waktu lima atau enam hari lagi. Ia tidak mungkin telah memerlukan tiga puluh hari dari Antiokhia untuk sampai ke Efesus jika ia mengenali jalannya (anda cukup terus mengambil arah barat laut). Dengan kereta kuda yang berpacu dalam jarak 30-40 mil setiap hari, ia dapat sampai di sana dalam waktu dua minggu. Surat-suratnya ada di dalam Mansi, iv, 1121.
[55] Gereja bergana ini adalah suatu bangunan dengan dua gereja, yang satu di depan yang lainnya.
[56] Mansi iv, l.c.
[57] Dekret inilah yang dikutip para ‘Ortodoks’ untuk melawan kita, karena kita telah menambahkan Filioque. Karena konsili ini menginginkan syahadat Nicea orisinal tanpa penambahan dari Konstantinopel I, hukumnya akan berlaku dengan kuasa yang sama besarnya kepada mereka seperti kepada kita, jika dekret ini berarti apa yang mereka katakan. Mereka melakukan kesalahan besar dalam seluruh pertanyaan tentang dekret Efesus ini (Orth. Eastern Church, hal. 381-384).
[58] Akta-akta konsili ini ada di dalam Mansi, iv-v; sejarah penuh tentangnya berada di dalam karya Hefele Conciliengesch (Ed. 2) ii, 141 seq.
[59] Mukari yang pergi bersama saya dan berpura-pura berbicara bahasa Yunani tetapi tidak bisa, sewaktu kami berdiri di hadapan gereja berganda itu menjadi amat bersemangat, dan untuk pertama kalinya mengatakan sesuatu yang dapat dimengerti: παναγία, παναγία, παναγία θεοτόκος ! Semua orang Turki di Asia Minor menyebut Bunda Maria Panayia. Tetapi ia tidak tahu apa arti θεοτόκος.
[60] Untuk suatu waktu, para bapa dikurung di dalam penjara di Efesus.
[61] Suatu ungkapan yang digunakan oleh Sirilus terutama menimbulkan skandal terhadap orang-orang Suriah. Ungkapan ini adalah μία φύσις τοῦ θεοῦ λόγου σεσαρκωμένη – satu kodrat yang menjelma dari Allah. Ungkapan ini tampak bagi mereka sebagai ungkapan Apolinaris. Tetapi, ungkapan ini telah sebelumnya digunakan oleh St. Atanasius (cfr. Mansi, iv, 689). St. Sirilus sendiri menjelaskan bahwa dengan φύσις ia bermaksud mengungkapkan hal yang sama dengan ὑπόστασις (Ep. i, ix, dsb. ;lxxvii, 232, 241, dsb.)
[62] Penulis terakhir tentang subjek ini, J. F. Bethune-Baker (Nestorius and his teaching, Cambridge, 1908), memperdebatkan hal ini, dan percaya bahwa sang bidah hidup sampai masa Konsili Kalsedon (451), dan dengan hangat menyetujui ajarannya. Banyak penulis modern di Jerman, terutama, menyangkal bahwa Nestorius sungguh-sungguh memaksudkan bidah yang dituduhkan kepadanya.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 6 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 7 bulanBaca lebih lanjut...