^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Sedia Dianiaya & Dibuang sampai Mati karena Mengutuk Monotelisme - St. Martinus, Paus & Martir
Santo Martinus dari Todi, Paus & Martir
655 – Kaisar Timur: Konstans II
Iman tidak membiarkan dirinya dirusak baik oleh godaan-godaan maupun penganiayaan-penganiayaan; itu semua hanya berguna memurnikannya. – Santo Yohanes Krisostomus
Martinus lahir di Todi (kadipaten Spoleto) dan ayahnya bangsawan bernama Fabrisius. Bersama kebangsawanannya dan kekayaan yang terwaris dari para leluhurnya, ia juga sangat takut akan Allah dan amat saleh. Dari Surga diterimanya penampilan rupawan dan pikiran cerdas cekatan, sehingga ia segera melampaui para guru pengajarnya baik dalam ilmu kemanusiaan, retorika maupun filsafat.
Sejak semula, dapat dilihat dengan mudah bahwa Penyelenggaraan ilahi menakdirkannya menerima jabatan tinggi dalam Gereja. Memang benar, usai dikonsekrasi dengan tonsura imamat untuk melayani altar, orang banyak kagum akan dia, sebab ia melintasi segala tingkat hierarki gerejawi dan sampai pada jabatan Kepausan berdaulat. Ia terpilih Paus di Roma setelah wafatnya Teodosius I, dan diresmikan tanggal 5 Juli 649, di bawah Kaisar Timur Konstans II dan Raja Prancis Klodovikus II. Hampir tak pernah terlihat pemilihan yang sebegitu bulat suaranya dan yang lebih disukai semua orang. Roma bersuka ria atas pemilihan ini: para klerus, senat dan rakyatnya menyatakan kepuasan yang luar biasa, dan Kaisar menyetujui pemilihan orang yang begitu cakap dalam mengemban beban tanggung jawab kian besar.
Martinus tidak mengecewakan harapan kota besar itu. Kesalehan kepada Allah dan belas kasihnya kepada kaum papa merupakan dua poros tumpuan seluruh hidupnya. Entah berdoa, entah bekerja meringankan penderitaan orang yang menderita, entah memerintah kawanan domba yang diserahkan kepadanya. Ia sangat menyayangi kaum rohaniwan dan gemar bercengkerama bersama mereka. Ia menyambut para peziarah, membasuh kaki mereka dan memperlakukan mereka dengan baik sekali di istananya. Besar sedekahnya bagi yang berkebutuhan dan dia istilahnya merenggut roti dari mulutnya sendiri untuk diberikan kepada mereka. Beberapa gereja yang rusak dia bangun kembali, dan ia memperdamaikan keluarga-keluarga yang sejak lama berselisih dengan amat sengit. Namun, perhatiannya yang terbesar adalah mempertahankan Gereja universal dalam warisan berharga iman sejati.
Sudah beberapa tahun lamanya usai Konsili Ekumenis Kalsedon, Sergius, Patriark Konstantinopel, dan Sirus, Patriark Aleksandria, tidak lagi berani buka-bukaan mencampurkan kedua kodrat dalam Yesus Kristus, seperti yang dahulu dilakukan Eutikes. Karena itu mereka berdua di Timur telah menyemaikan bidah Monotelisme yang berbahaya. Menurut bidah ini, Manusia-Allah itu hanya memiliki satu kehendak dan satu kekuatan. Kaisar Heraklius terpengaruh pendapat mereka dan bahkan telah menerbitkan pandangan tersebut di mana-mana dalam rupa maklumat kekaisaran. Paulus yang, setelah Pirus, meneruskan Sergius di takhta Konstantinopel, juga menjadi pelaku dalam kesalahan-kesalahan itu. Kesalahan itu juga melibatkan Kaisar Konstans, cucu Heraklius, meski sudah ada pengutukan dari Paus Severinus, Yohanes IV dan Teodorus I atas kesalahan tersebut.
Kaisar Konstans terilhami dan dibimbing oleh pelayan yang sebegitu jahatnya. Melihat bahwa penjabaran yang dulu dibuat leluhurnya dikutuk oleh sebagian besar gereja, dan terutama para Paus Roma menyebut penjabaran tersebut ditolak dan dilarang sebagai bidah, Kaisar Konstans membuat penjabaran baru yang disebutnya Tipus. Dengan dokumen ini, ia memaksa semua orang diam seribu bahasa pada perkara apabila ada satu atau dua kehendak dan apabila ada satu atau dua kekuatan dalam diri Yesus Kristus. Orang diperintahkannya supaya tidak berkata yang satu atau yang lain; dengan demikian, ia bermaksud menghapus doktrin sejati Gereja, yakni Yesus Kristus memiliki dua kodrat yang utuh dan sempurna dalam satu pribadi, dan demikian Ia juga memiliki segala sesuatu yang merupakan bagian dari kedua kodrat tersebut: satu kehendak ilah dan satu kehendak manusiawi; satu kekuatan Ilahi dan satu kekuatan manusiawi.
Sejak saat diberi tahu tentang terpilihnya Santo Martinus, Kaisar Konstans tidak abai mengirim Tipus itu kepada Sri Paus, dan memohon agar Sri Paus menyetujuinya serta meneguhkannya dengan otoritas apostolik, sebagai maklumat yang diperlukan untuk meredakan masalah-masalah dalam kekaisaran pada waktu itu pada perkara agama. Namun Paus agung itu melihat bahwa penjabaran tersebut hanya suatu dalih yang bertujuan menghancurkan iman ortodoks dan menyisipkan racun Monotelisme dalam benak orang-orang. Sri Paus juga melihat dokumen itu bertujuan membuat orang percaya bahwa Yesus Kristus, sebagai manusia, tidak punya kehendak ataupun kekuatan kodrati sendiri, namun keilahian-Nyalah yang bekerja dalam segala sesuatu. Dengan teguh Sri Paus menjawab bahwa dirinya lebih baik kehilangan seribu nyawa, ketimbang menyetujui maklumat yang sedemikian berbahayanya itu. Bahwa ketika semua orang terpisah dari doktrin para Bapa yang kudus, yang telah selalu mengedepankan bahwa Yesus Kristus adalah sosok sesembahan yang berkodrat ganda utuh dan sempurna, Sri Paus tidak akan pernah memisahkan diri dari doktrin tersebut. Dan akhirnya, bahwa dirinya tidak akan pernah bersedia berkata ataupun percaya hal yang lain karena janji, ancaman, kematian serta siksaan-siksaan terkejam sekalipun.
Usai memberi tanggapan yang begitu besarnya, Sri Paus hendak segera menyiangi akar bidah tersebut. Ia pun sesegera mungkin menghimpun sebuah konsili yang terdiri dari seratus lebih uskup di Gereja Santo Yohanes di Lateran. Di sana, tanpa takut amarah dan murka Kaisar, Sri Paus mengutuk Tipus-nya, serta Penjabaran Heraklius, kakeknya. Sri Paus juga menganatema dan mengekskomunikasi siapa saja yang akan menganut ajaran dokumen-dokumen tersebut. Beberapa kali Sri Paus berkhotbah dalam lima sesi sinodal dengan tenaga dan kefasihan yang sungguh diberikan Allah, dan kemudian menulis kepada semua prelat Gereja Katolik pada perkara itu, sepucuk surat edaran penuh wibawa apostolik. Pada saat itu juga, akta-akta Konsili dikirimkannya kepada mereka. Itulah yang Sri Paus lakukan pada tahun pertama masa Kepausannya (3 Oktober 649). Dalam hal itu, keberaniannya adalah yang paling mengagumkan, terutama karena pada masa itu, tiga orang patriark Timur terjangkiti bidah, bangsa Langobardi dengan para tentaranya yang kuasa siap menyerbu Roma dan Takhta Suci mendapati dirinya hampir kewalahan menghadapi besar jumlah musuhnya, baik rohani maupun jasmani.
Dan juga, Kaisar telah mengutus eksark bernama Olimpius ke Italia, dengan perintah terbuka supaya menyebarkan sekte Monotelit seluas-luasnya di sana dan membuat orang menerima Tipus-nya. Olimpius pun masuk kota Roma bersama ajudannya. Di sana, ia berupaya menyesatkan warga dan membuat mereka menganut pandangan-pandangan majikannya, sehingga si hadapannya sendiri, Sri Paus melangsungkan Konsili dan mengutuk yang baru saja diterbitkan Olimpius. Boleh dibayangkan betapa besar kemarahan pejabat yang sepenuhnya berbakti kepada hasrat Kaisar itu, ketika melihat desakan-desakannya menjadi tak berguna akibat pengutukan yang kian khidmatnya. Tak ada lagi pikiran di benaknya selain menculik Sri Paus dari Roma atau menewaskannya. Dan karena upaya pertama tampak lebih sulit bagi dirinya akibat rasa sayang luar biasa dari para rakyat kepada gembalanya yang baik itu, Olimpius kemudian bertekad menjadi pembunuhnya dan melakukan parisida (pembunuhan bapak) itu di kaki altar, tempat orang paling tidak bisa melawan.
Untuk itu, Olimpius berpura-pura berhubungan baik dengan Sri Paus, dan ingin menyambut komuni dari tangannya sendiri ketika Sri Paus sedang merayakan Misa di gereja Santa Maria Mayor. Namun, ia memberi tugas kepada pengawalnya, supaya saat melihat Sri Paus turun untuk membawa Tubuh Tuhan kita kepada Olimpius, pengawalnya itu menikam Sri Paus dengan pedangnya. Olimpius kemudian benar-benar datang ke gereja tersebut, dan menghampiri Mezbah suci dengan maksud membunuh utusan Tuhan. Namun, ketika pengawalnya hendak menyerang Sri Paus dengan pedang untuk melaksanakan rencana keji itu, ia menjadi buta, dan dalam kebingungan itu, ia tidak dapat melaksanakan perintah majikannya. Olimpius, si eksark itu menjadi paham betul bahwa hukuman tersebut datangnya dari Surga. Dan juga, ia berdamai dengan Santo Martinus, menuruti ajaran-ajaran Sri Paus dan mengungkapkan segala perintah Kaisar secara rinci. Usai berdamai dengan Gereja Allah yang Kudus, Olimpius meninggalkan Roma bersama pasukannya untuk pergi bertempur di Sisilia melawan bangsa Sarasen yang dahulu menguasai negeri tersebut. Namun wabah pes segera menghancurkan pasukannya dari dirinya sendiri pun mati akibat penyakit itu.
Mendapat kabar tentang segala sesuatu yang terjadi, Konstans memberi pemerintahan atas Italia kepada Teodorus Kaliopas dan menyertainya dengan bendaharawan Pelurius, yang dikenalnya berbakti sepenuhnya kepada kehendak-kehendaknya. Mereka diutusnya ke Roma untuk menangkap Paus terberkati itu dan mengirimkannya pergi ke Konstantinopel. Perintah itu mereka laksanakan tanpa perlawanan sedikit pun. Pada hari ketiga kedatangan mereka, mereka datang bersama banyak serdadu di gereja Santo Yohanes Lateran untuk menculik Sri Paus. Sri Paus berserah diri kepada mereka, tanpa mengizinkan para klerusnya ataupun pembantu rumah tangganya membela dirinya, dan tidak mau rakyatnya berjuang untuk dirinya di kota itu, supaya jangan sampai terjadi pertumpahan darah akibat peristiwa tersebut.
Pertama-tama Sri Paus dibawa ke istana kekaisaran, tempat dirinya disekap oleh eksark selama beberapa hari. Dari sana, dia diam-diam dibawa masuk sebuah kapal, tanpa bisa dilihat oleh para uskup, imam dan diakon yang benar-benar ingin mendampinginya. Itu terjadinya tanggal 19 Juni. Sri Paus dibawa selama tiga bulan melalui jalan darat dan laut, melintasi berbagai kota, tanpa ada penghiburan manusiawi, meski dirinya terkena penyakit selama sembilan bulan lebih dan penderitaannya begitu besar, sehingga ia sulit berdiri. Setelah itu, ia dibawa ke Naksos, pulau di Laut Aegea, tempat dirinya tinggal setahun penuh, sakit dan tiada beroleh sedikit pun pertolongan yang dibutuhkannya.
Tanggal 17 September 654, Sri Paus tiba di Konstantinopel, usai dihujani cemooh dan penghinaan tak terbayangkan, yang takut dibuat orang-orang pagan dan barbar kepada kepala Gereja Katolik. Sri Paus dijebloskan ke penjara yang disebut Pandearia, tempat dirinya disekap tiga bulan dan tiada orang yang diizinkan berbicara dengannya. Menyusul tiga bulan penyekapan terkejam itu, ia dipindahkan oleh para serdadu (sebab penyakitnya membuat Sri Paus tidak lagi kuat berjalan) ke kediaman sakelarius (pejabat tinggi administratif keuangan Bizantina) bernama Troilus dan diinterogasi oleh patrisius Romawi bernama Bukoleo. Senat berhimpun untuk memproses interogasi Paus suci itu.
Tiba di sana, sakelarius memerintahkannya supaya berdiri untuk menjawab interogasi yang akan dilakukan kepadanya. Orang-orang yang membantunya berdiri menjawab bahwa Sri Paus tidak bisa berdiri karena dirinya sangat lemah. Namun, si orang barbar itu lebih keras dari batu, dan mencemooh kelemahan Sri Paus dan secara mutlak ingin supaya Sri Paus bangkit berdiri di tengah-tengah perhimpunan tersebut. Dua orang serdadu menopangnya dan dalam keadaan itu, Sri Paus melalui interogasi yang paling brutal.
Bukoleo menyampaikan kata-kata pertama kepada sang martir yang perwira itu:
Martinus tidak berkata apa-apa; kejadian-kejadian itu sudah menjadi saksi terang-benderang.
Sakelariusnya lalu melanjutkan dengan marah:
Mereka berjumlah dua puluh orang, kebanyakan serdadu, yang lain tergolong sampah dari kalangan rakyat. Melihat orang-orang itu, Sri Paus berkata seraya tersenyum:
Lalu, karena mereka disuruh bersumpah atas kitab Injil, Sri Paus berpaling kepada para pejabat seraya berkata:
Saksi palsu pertamanya menudingkan jari kepada Sri Paus dan berseru:
Atas tuduhan yang dibuat dengan kian bertenaganya itu, Martinus menjawab bahwa dirinya tidak pernah mengkhianati kepentingan-kepentingan Kaisar dalam perkara politik, namun ia tidak pernah bisa taat kalau perkara iman terancam bahaya.
Usai interogasi itu, yang prosesnya ditulis ketika sesinya berlangsung, sakelarius kembali mendekati Sri Paus. Dan dalam murka yang luar biasa, ia berani-beraninya melayangkan tangannya yang Nista itu pada utusan Tuhan. Konstans hadir ketika peristiwa itu terjadi, dari tempat dirinya bisa melihat segala sesuatu tanpa dilihat orang. Atas perintah sakelarius, seorang serdadu mengoyak mantel Sri Paus dan melepas semua aksesoris kepausannya. Hampir telanjang bulat, Martinus dibelenggu besi dan diseret di jalanan kota. Di tengah-tengah penghinaan itu, sang martir tetap tenang. Ketenteramannya itu terpampang di tengah-tengah khalayak umat beriman saleh. Kepada para algojonya, Sri Paus menghadirkan wajah penuh kelemahlembutan mulia dan tiada henti-hentinya mendoakan mereka. Tiba di pengadilan, ia dijebloskan ke penjara Diomedes, yang dikhususkan bagi perampok dan pembunuh. Sri Paus dibiarkan di sana sehari penuh tanpa makanan. Sementara itu, Patriark Paulus jatuh sakit dan Kaisar menjenguknya serta memberitahukannya cara Sri Paus diperlakukan. Mendesah kencang, pria yang sekarat itu berseru dan berpaling ke tembok:
Paulus meninggal dunia tidak lama kemudian.
Tanggal 10 Maret 655, pintu penjara bawah tanah Diomedes terbuka kedua kalinya, dan Santo Martinus melihat masuknya juru tulis Sagoleba, yang berkata kepadanya:
Sri Paus bertanya ke mana dia akhirnya akan dibawa, namun juru tulis itu menolak memberi jawaban.
Kelonggaran itu tidak diberikan kepadanya. Tiba saatnya matahari terbenam. Paus terhormat itu memanggil para rekan pembuangannya.
Sudah disiapkan sebuah piala untuk kepergian yang mengejutkan itu. Martinuslah yang pertama-tama meminumnya, dan lalu menyerahkannya kepada para tahanan lain dan kemudian bertutur kata kepada salah seorang dari mereka yang sangat dikasihinya:
Seperti dahulu kala, para rasul di hadapan salib Kalvari berlinang air mata. Orang yang dipanggil oleh Sri Paus pecah air matanya, dan gaduh ratapan-ratapan itu bergema sampai keluar tempat tersebut. Paus terberkati itu terharu oleh pemandangan tersebut, dan memohon agar mereka menghentikan keluh kesah mereka. Seraya menumpangkan tangannya yang terhormat atas kepala mereka, ia berkata dengan senyum seperti malaikat:
Di saat itu, juru tulis muncul bersama para pengawalnya. Ia membawa Sri Paus ke tempat tinggalnya. Beberapa hari setelah itu, narapidana agung itu berlabuh secara amat dirahasiakan atas sebuah kapal yang mengantarnya ke Kersonesus, yang di zaman ini adalah Krimea. Ia tiba pada bulan Mei 655. Penderitaan-penderitaannya yang tampaknya sudah memuncak, kembali bertambah.
Ia sedikit berhak mengharapkan Gereja Roma, yang telah dibagi-bagikannya sedekah dengan begitu murah hati, tidak melupakan duka derita Sri Paus yang terbuang itu. Namun arahan-arahan kejam dari Konstans mencegah datangnya semua pertolongan kepada Sri Paus. Keluhan-keluhan Sri Paus atas pembiaran itu dan sengsaranya, bercampur dengan rasa kasih yang amat membara, patut dijadikan kutipan:
Sri Paus pada akhirnya wafat di tahun 655, usai memegang Takhta Santo Petrus lima tahun, empat bulan dan dua belas hari, atau, seturut perhitungan Brevir Romawi dan Liber Pontificalis, yang menghitung tahun-tahun sejak naik takhtanya Sri Paus sampai wafatnya, enam tahun, sebulan dan dua puluh delapan hari. Padanya disematkan orang dua buah penahbisan, saat dirinya menciptakan sebelas orang imam, lima diakon dan tiga uskup. Jasadnya kemudian dipindahkan ke Roma dan disemayamkan penuh penghormatan di bawah altar agung gereja Santo Martinus di Bukit (Saint-Martin-du-Mont). Allah telah memberikannya penghormatan selama hidupnya dan usai kematiannya, dengan beberapa buah mukjizat.
Santo Audoenus, uskup agung Rouen yang hidup pada masa itu juga, menceritakan dalam Riwayat hidup Santo Eligius, bahwa ketika masih dipenjara di Konstantinopel, St. Martinus mencelikkan mata orang buta dengan kekuatan doa-doanya; dan penulis yang mengarang catatan sejarah pembuangan dan kemartirannya, dan yang bernasib baik bisa mendampinginya ke mana-mana, menegaskan bahwa usai kematiannya, segala macam penyakit menjadi sembuh pada makamnya. Demikian pula yang dikatakan Paus Gregorius II, dalam suratnya kepada Leo Isauria, Kaisar.
Gereja menghormati Sri Paus dengan benar sebagai martir, sebab Sri Paus meninggal dunia hanya karena penderitaan-penderitaan yang timbul karena dipenjara dan dibuang. Mereka yang dirahmati Allah untuk menanggung beberapa penganiayaan demi membela kebenaran dan keadilan, harus tergerak oleh teladan Sri Paus ini dalam menanggung kesusahan jalan hidup mereka dan menanti penuh kesabaran, datangnya hari orang fasik yang telah berjaya di dunia ini, akan dihukum dengan amat kejam, dan hari orang benar yang dulunya dicobai, ditolak dan dicemooh, akan diganjar dengan keagungan berlimpah.
Santo Martinus digambarkan dalam penjara, atau berdiri dengan tangan tengadah dan berdoa di tempat pembuangannya.
Untuk melengkapi biografi ini, kami menggunakan Histoire de L’Église [Sejarah Gereja], karya abbé Darras.
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Prancis, hal. 344-349.
Mons. Paul Guérin, Les petits Bollandistes – Vie des saints [Bolandis Kecil – Riwayat Hidup Para Kudus], Ed. VII, T. XIII, 28 Oktober – 30 November, Paris, Bloud et Barral, Libraires-Éditeurs, 1882.
[1] Pastor yang dirujuk Santo Martinus ini adalah Eugenius I, yang langsung meneruskannya, dan yang telah dipilih para umat Roma, karena ketakutan ditinggalkan ke dalam tangan seorang “Paus” Monotelit, untuk memerintah mereka selama Santo Martinus ada di pembuangan.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...