^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Penyalahgunaan Kerahiman Allah - Pertimbangan XVII St. Alfonsus
PERTIMBANGAN XVII.
Penyalahgunaan Kerahiman Allah
“Tidak tahukah engkau bahwa kebaikan Allah menuntun engkau kepada pertobatan?” – Roma ii. 4
POIN PERTAMA.
Kita membaca dalam perumpamaan lalang, pada St. Matius xiii., bahwa karena sudah tumbuh lalang di padang bersama dengan gandum, para hamba ingin pergi dan mencabutinya: “Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu?” Namun majikan mereka itu menjawab, “Jangan, biarkanlah lalang itu tumbuh, dan nanti akan dikumpulkan, dan dibuang ke dalam api”: “Pada waktu panen, Aku akan berkata kepada para penuai, Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar.” Dari perumpamaan ini kita mempelajari, di satu sisi, kesabaran Tuhan dengan para pendosa; dan di sisi lain, tegasnya Tuhan dengan para pendosa yang tegar. St. Agustinus berkata, bahwa iblis menyesatkan manusia dengan dua cara: “dengan keputusasaan dan dengan harapan”. Setelah si pendosa telah berbuat dosa, ia menggodanya supaya putus asa dengan ngeri keadilan Ilahi; namun sebelum ia berdosa, iblis menyemangatinya untuk berbuat dosa dengan harapan akan kerahiman Allah. Karena itulah St. Agustinus menasihati setiap orang: “Setelah berbuat dosa, harapkanlah kerahiman; sebelum berbuat dosa, takutilah pengadilan”. Ya, karena orang tidak pantas mendapat kerahiman kalau ia memanfaatkan kerahiman Allah untuk menghina-Nya. Kerahiman diperlihatkan kepada orang yang takut akan Allah, dan bukan kepada orang yang memanfaatkannya demi mengusir rasa takut: “Barang siapa melanggar keadilan”, ujar Abulensis, “mungkin harus berlindung kepada kerahiman; namun barang siapa melanggar kerahiman sendiri, kepada siapakah ia dapat berlindung?”
Jarang sekali didapati seorang pendosa yang secara positif menginginkan dirinya sendiri binasa. Para pendosa akan berdosa tanpa kehilangan harapan akan keselamatan. Mereka berbuat dosa, dan berkata, Allah itu rahim; akan kulakukan dosa ini, dan lalu aku akan mengakuinya: “Allah itu baik; akan kulakukan yang berkenan kepadaku”; lihatlah cara bicara pendosa, ujar St. Agustinus.[1] Namun ya Allahku, demikianlah pula perkataan begitu banyak orang yang sekarang sudah berada dalam Neraka!
Janganlah berkata, ujar Tuhan, bahwa kerahiman Allah besar; betapapun banyaknya dosa yang mungkin kuperbuat, dengan perbuatan dukacita aku akan diampuni: “Janganlah berkata bahwa kerahiman Tuhan besar: Ia akan berbelas kasih atas dosa-dosaku yang banyak itu” (Sirakh v. 6). Janganlah berkata demikian, ujar Allah; memang mengapakah? “Sebab kerahiman dan murka datang cepat-cepat dari-Nya, dan murkanya membayangi para pendosa” (Sirakh v. 7). Kerahiman Allah tak terbatas; namun perbuatan-perbuatan kerahiman ini (pada kasus tertentu) terbatas. Allah itu rahim; namun Ia juga adil. “Aku ini adil dan rahim”, ujar Tuhan pada suatu hari kepada St. Brigidia; “para pendosa beranggapan bahwa Aku ini rahim saja”. Para pendosa, ujar St. Basilius, memilih untuk memandang Allah dari satu aspek saja; “Tuhan itu baik, namun Ia juga adil; kita tidak akan mempertimbangkan-Nya hanya dari satu sisi saja”. Menanggung mereka yang menggunakan kerahiman Allah hanya untuk menghina-Nya, dengan memberi mereka semakin banyak kerahiman bukanlah perilaku Allah, ujar Romo Avila, melainkan kurangnya keadilan. Kerahiman hanya dijanjikan kepada orang yang takut akan Allah, bukan kepada orang yang menyalahgunakannya. “Kerahiman-Nya atas mereka yang takut akan Dia”, seperti yang dinyanyikan Bunda Allah. Orang yang tegar diancam dengan keadilan; dan (menurut Agustinus), Allah tidak mengingkari janji-janji-Nya, dan demikian pula Ia tidak mengingkari ancaman-ancaman-Nya: “Ia, yang menepati janji-janji-Nya, juga menepati ancaman-ancaman-Nya”.
Berjaga-jagalah, ujar St. Yohanes Krisostomus, ketika Iblis (bukan Allah) menjanjikan anda kerahiman Ilahi supaya anda bisa berdosa: “Berjaga-jagalah supaya engkau tidak menerima anjing itu, yang mengulurkan kepadamu kerahiman Allah”.[2] Celakalah, imbuh St. Agustinus, orang yang berharap supaya dirinya bisa berdosa! “Dia berharap supaya bisa berdosa: celakalah harapan bejat itu!”[3] Oh, betapa banyaknya, ujar orang kudus itu, orang yang telah disesatkan dan binasa akibat harapan sia-sia ini! “Tidak terhitung jumlahnya, mereka yang telah disesatkan oleh bayang-bayang harapan yang sia-sia ini.” Celakalah ia yang menyalahgunakan kerahiman Allah, supaya ia bisa semakin menghina diri-Nya! St. Bernardus berkata bahwa Lucifer karena itu dihukum dengan begitu cepatnya oleh Allah, karena ia memberontak dalam harapan tidak menerima hukuman. Raja Manasye dahulu seorang pendosa; namun kemudian ia bertobat, dan Allah mengampuninya: putranya yang bernama Amon, karena melihat bapaknya itu diampuni dengan begitu mudah, menyerahkan dirinya sendiri kepada hidup yang buruk dalam harapan akan diampuni; namun tidak ada kerahiman bagi Amon. Maka kembali lagi, ujar St. Yohanes Krisostomus, Yudas binasa karena ia berdosa dengan percaya akan kebaikan Yesus Kristus: “Ia mengandalkan kelemahlembutan Tuannya.” Pada akhirnya, Allah menanggung; namun Ia tidak menanggung untuk selama-lamanya. Seandainya Allah menanggung untuk selama-lamanya, tidak akan ada orang yang binasa; sedangkan pendapat yang paling umum, adalah sebagian besar orang Kristen sekalipun (yang dibicarakan ini orang dewasa) binasa: “Lebarlah gerbang, dan luaslah jalan yang menuju kepada kehancuran; dan ada banyak yang masuk melaluinya” (St. Matius vii. 13).
Barang siapa menghina Allah dalam harapan akan diampuni “adalah seorang pencemooh, bukan peniten”, ujar St. Agustinus. Namun di sisi lain, St. Paulus berkata, “Allah tidak membiarkan diri-Nya diolok-olok” (Gal. vi. 7). Akan menjadi olok-olok bagi Allah, kalau kita terus menghina-Nya kapan saja kita merasa ingin melakukannya; dan lalu berpikir akan masuk Surga. “Yang telah ditaburkan manusia, itulah yang akan dituainya” (Gal. vi. 8). Barang siapa menabur dalam dosa, tak punya alasan untuk menantikan yang lain, selain hukuman dan Neraka. Pukat yang digunakan Iblis untuk menyeret hampir semua orang Kristen yang binasa ke dalam Neraka adalah delusi ini, yang digunakannya untuk berkata kepada mereka: Berdosalah dengan bebas merdeka, sebab dengan semua dosamu, engkau akan selamat. Tetapi Allah mengutuki orang yang berdosa dalam harapan akan diampuni: “Terkutuklah manusia yang berdosa dalam pengharapan.” Pengharapan orang berdosa setelah berbuat dosa, ketika didampingi pertobatan, berharga di mata Allah; namun pengharapan orang tegar adalah kekejian bagi-Nya: “Harapan mereka adalah kekejian jiwa” (Ayub xi. 20). Harapan semacam itu menyulut hukuman Allah, seperti seorang majikan yang akan tersulut oleh seorang hamba yang menghinanya oleh karena kebaikannya.
DAMBAAN DAN DOA.
Ah, ya Allahku, lihatlah, aku telah menjadi salah seorang dari mereka yang menghina-Mu karena kebaikan-Mu kepada diriku! Ah, Tuhan, tunggulah aku; janganlah diriku Kautinggalkan dulu; sebab kuberharap, dengan rahmat-Mu, tidak lagi akan pernah menyulut-Mu sehingga meninggalkanku. Kubertobat, ya Kebaikan Tak Terhingga, karena telah menghina-Mu dan karena telah dengan itu menyalahgunakan kesabaran-Mu. Kubersyukur kepada-Mu karena telah menantikan aku sampai sekarang. Sejak saat ini sampai ke depannya, takkan pernah lagi Engkau kukhianati, seperti yang telah kulakukan pada masa lalu. Aku telah Kautanggung begitu lamanya, supaya kelak aku bisa belajar mengasihi kebaikan-Mu. Lhatlah, hari yang kuandalkan itu sudah tiba. Kucinta Kau di atas segala-galanya, dan rahmat-Mu lebih berharga bagiku daripada segala kerajaan dunia; alih-alih kehlangan rahmat-Mu itu, aku siap kehilangan hidupku seribu kali. Ya Allahku, demi cinta akan Yesus Kristus, karuniakanlah aku ketekunan suci sampai ajal menjemput, bersama dengan cinta kasih suci-Mu. Jangan biarkan aku mengkhianati diri-Mu lagi, dan berhenti mengasihi-Mu. Ya Maria, engkaulah pengharapanku; perolehkan aku ketekunan ini, dan tak kuminta apa-apa lagi.
POIN KEDUA.
Beberapa orang akan berkata: Allah telah memperlihatkan saya begitu banyak kerahiman di masa lalu. Namun saya menjawab: Lantas, karena Ia telah memperlihatkan anda begitu banyak kerahiman, lalu anda karena itu membalas dengan menghina-Nya? Maka dari itulah St. Paulus berkata kepada anda, apakah anda membenci kebaikan dan kesabaran Allah? Tidak tahukah anda bahwa Tuhan telah bersabar dengan anda sampai sekarang, supaya anda tidak terus-terusan menghina-Nya, namun agar anda menangisi kejahatan yang telah anda perbuat? “Atau apakah engkau meremehkan kekayaan dari kebaikan serta kesabaran dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?” (Roma ii. 4). Kalau dalam mengandalkan kerahiman Ilahi, anda tidak ingin berhenti berbuat dosa, Tuhan akan melakukannya: “Kalau engkau tidak bertobat, Ia akan mengayunkan pedang-Nya” (Mazmur vii. 13). “Hak-Kulah pembalasan dendam, dan Aku akan membayar ketika tiba saatnya” (Ulangan xxxii. 35). Allah menanti; namun ketika tiba saat pembalasan dendam, Ia tidak lagi menanti, dan lalu menghukum.
“Karena itulah Tuhan menanti agar Ia dapat berbelas kasih kepadamu” (Yesaya xxx. 18). Allah menanti pendosa supaya dia bisa bertobat; tetapi ketika Ia melihat bahwa si pendosa menggunakan waktu yang diberikan kepadanya itu untuk menangisi dosa-dosanya justru dengan memperbesar dosa-dosanya itu, Ia lantas menuntut supaya waktu yang sama itu digunakan untuk menghakimi-Nya: “Dia telah memanggil suatu perkumpulan melawan aku” (Ratapan i. 15). Karena itu, waktu yang dikaruniakan kepadanya serta kerahiman-kerahiman yang telah diperlihatkan kepadanya, akan berguna untuk memperberat hukumannya, dan membuat dirinya ditinggalkan dengan lebih cepat: “Kami tadinya mau menyembuhkan Babel, tetapi ia tidak dapat disembuhkan; tinggalkanlah dia” (Yeremia li. 9). Dan bagaimanakah cara Allah meninggalkan orang itu? Entah Ia mengirimkannya kematian mendadak dan membiarkannya mati dalam dosa, entah Ia merampas darinya rahmat-rahmat-Nya yang berlimpah, dan hanya meninggalkannya rahmat yang cukup yang dengannya si pendosa memang bahwasanya dapat menyelamatkan dirinya sendiri, namun tidak akan selamat. Pemahamannya menjadi buta, hatinya menjadi keras, dirinya terjangkiti kebiasaan-kebiasaan buruk, dan karena itu mustahil baginya untuk secara moral selamat; dan kalau tidak secara mutlak, ia akan secara moral ditinggalkan: “Aku akan mencabut pagarnya dan dia akan dibakar habis” (Yesaya v. 5). Oh betapa besar hukuman itu! Ketika tuan pemilik kebun anggur mencabut pagarnya, dan membiarkan semua yang ingin masuk ke dalamnya, entah manusia entah binatang buas, apa maknanya? Itu adalah pertanda dia akan meninggalkannya. Maka ketika Allah meninggalkan jiwa, Ia mencabut pagar ketakutan, penyesalan, hati Nurani, dan meninggalkannya dalam kegelapan; dan kemudian segala monster kemaksiatan akan masuk ke dalam jiwa itu: “Apabila Engkau mendatangkan kegelapan, maka malam jadilah: ketika itulah berkelana semua Binatang hutan” (Mazmur ciii. 20). Dan si pendosa yang ditinggalkan demikian dalam kegelapan itu akan membenci segala-galanya: rahmat Allah, Surga, peringatan-peringatan, ekskomunikasi; ia akan berkelakar tentang kebinasaannya sendiri: “Ketika orang fasik datang ke dalam lubuk dosa, dirinya menjadi jijik” (Amsal xviii. 3).
Allah akan membiarkannya tak dihukum pada hidup ini, namun yang akan menjadi hukuman terbesarnya adalah bahwa dirinya tidak dihukum: “Seandainya orang fasik dikasihani, ia tidak akan belajar apa yang benar” (Yesaya xxvi. 10). St. Bernardus mencatat tentang ayat ini: “Tak kuinginkan belas kasih ini; ini lebih buruk dari segala macam amarah”.[4] Oh betapa besar hukuman itu, ketika Allah meninggalkan pendosa dalam tangan dosanya, dan kelihatannya tidak lagi meminta pertanggungjawaban atas dosanya! “Seturut banyak murka-Nya, Ia tidak akan mencarinya” (Mazmur x. 4); ataupun tampak marah dengan dia: “Cemburu-Ku kepadamu reda kembali; barulah Aku merasa tenang dan tidak sakit hati lagi” (Yehezkiel xvi. 42); dan tampak memperkenankan pendosa itu untuk memperoleh segala sesuatu yang diinginkannya dalam hidup ini: “Biarkanlah mereka pergi seturut keinginan hati mereka” (Mazmur lxxx. 13). Sayang sekali nasib para pendosa malang yang sejahtera dalam hidup ini! Itu adalah tanda bahwa Allah menunggu saat untuk membuat mereka menjadi korban keadilan-Nya pada kehidupan kekal. Yeremia bertanya: “Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik?” (Yeremia xii. 1). Dan ia kemudian berkata: “Kumpulkanlah mereka bersama-sama seperti domba yang akan dikurbankan.” Tak ada hukuman yang lebih besar selain ketika Allah membiarkan pendosa menambah dosa pada dosa; seperti yang dikatakan oleh Daud: “Tambahkan kesalahan pada kesalahan mereka … Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan” (Mazmur lxviii. 28). Tentang hal itu, Bellarminus mencatat: “Tidak ada hukuman yang sedemikian besarnya seperti ketika dosa menjadi hukuman dosa”. Akan lebih bagi bagi masing-masing pendosa celaka itu, seandainya ia mati setelah dosa pertamanya; sebab karena ia mati lebih kemudian, Neraka yang akan jadi miliknya itu akan sebanyak dosa yang telah diperbuatnya.
DAMBAAN DAN DOA.
Ya Allahku, dalam keadaanku yang menderita ini, kulihat bahwa aku sudah pantas kehilangan rahmat-Mu serta terang-Mu; namun terang yang sekarang Kauberikan kepadaku, dan panggilan-panggilan-Mu supaya aku bertobat, merupakan tanda-tanda bahwa Engkau belum meninggalkanku. Dan karena Engkau belum meninggalkanku, bangkitlah, ya Tuhanku, besarkanlah kerahiman-Mu kepada jiwaku, besarkanlah terang-Mu, besarkanlah keinginanku untuk mengasihi dan melayani-Mu. Ubahlah aku, ya Allah yang Mahakuasa; dari pengkhianat dan pemberontak, seperti diriku sejak dahulu ini, ubahlah aku menjadi pecinta kebaikan-Mu yang sejati supaya kelak aku bisa memuji kerahiman-Mu untuk selama-lamanya di dalam Surga. Maka Engkau hendak mengampuniku; dan tak kuinginkan apa-apa selain ampun dan kasih-Mu. Kubertobat, ya Kebaikan Tak Terhingga, karena telah begitu seringnya mengecewakan-Mu. Kucinta Kau, ya Kebaikanku yang Terluhur, sebab Engkau berfirman demikian; Kucinta Kau sebab Engkau bahwasanya sungguh patut dicintai. Ah, ya Penebusku! Dengan jasa-jasa Darah-Mu, buatlah diri-Mu sendiri dikasihi seorang pendosa yang telah begitu Kaukasihi, yang yang telah begitu Kausabari selama bertahun-tahun lamanya. Kuharap dapat mengasihi-Mu sejak hari ini sampai ke depannya sampai saat kematian-Ku, dan untuk sepanjang segala abad. Akan kupuji kemurahan hati-Mu untuk selama-lamanya, ya Yesusku. Dan akan kupuji kerahimanmu, ya Maria, yang telah memperolehkanku begitu banyak rahmat; semuanya itu kuakui sebagai buah-buah perantaraanmu. Lanjutkanlah, ya Ratu yang terberkati, teruslah engkau membantuku sekarang, dan untuk memperolehkan bagiku ketekunan suci.
POIN KETIGA.
Ada cerita dalam riwayat hidup Romo Louis La Nusa bahwa ada dua orang sahabat di Palermo. Ketika mereka pada suatu hari berjalan bersama-sama, salah seorang dari mereka yang bernama Caesar, melihat yang lainnya penuh pikiran. Ia pun berkata: “Aku bertaruh, kamu sudah pergi mengaku dosa; dan karena itulah kamu gelisah. Dengarkanlah”, imbuhnya, “dan ketahuilah bahwa Romo La Nusa berkata kepadaku pada suatu hari bahwa Allah telah menetapkan bagiku untuk hidup dua belas tahun lagi; dan bahwa kalau aku tidak berbenah dalam jangka waktu itu, aku akan celaka di waktu ajal. Aku telah bepergian ke berbagai belahan dunia; aku sudah pernah sakit-sakitan, terutama karena penyakit yang hampir membuat aku masuk liang kubur; namun pada bulan ini, pada penghujung dua belas tahun itu, aku merasa lebih baik daripada selama hidupku sebelumnya”. Ia lalu mengundang sahabatnya pergi dan menghadiri sebuah sandiwara pada hari Sabtu berikutnya, sandiwara yang telah dikarangnya. Lalu apa yang terjadi? Pada hari Sabtu itu, tanggal 24 November 1688, ketika ia sedang bersiap memasuki panggung, ia terkena pecah pembuluh darah otak, dan mati seketika, mengembuskan napas terakhirnya dalam dekapan lengan seorang wanita yang juga seorang aktris; dan karena itu mengakhiri komedi tersebut. Sekarang, marilah kita sadar diri. Saudaraku, ketika Iblis menggoda anda untuk kembali berdosa, kalau anda memilih kehilangan jiwa anda, anda punya kuasa untuk berbuat dosa, namun jangan lalu anda berkata bahwa anda ingin selamat; selama anda memilih berbuat dosa, pandanglah diri anda binasa, dan bayangkanlah pada benak anda bahwa Allah kemudian menulis putusan pengutukan anda, dan berkata kepada anda: “Apa lagi yang harus Kulakukan kepada kebun anggur-Ku, yang masih belum Kulakukan kepadanya?” (Yesaya v. 4). Jiwa durhaka, apa lagi yang masih harus kulakukan kepadamu, yang belum kulakukan? Begitulah, karena anda memilih kebinasaan, demikianlah adanya; itu kesalahan anda sendiri.
Tetapi anda akan berkata: Lalu ada di mana kerahiman Allah? Ah, orang celaka, tidak tampakkah bagi anda kerahiman Allah yang telah bersabar dengan anda selama bertahun-tahun bersama dosa-dosa anda? Anda harus terus telungkup dengan wajah menghadap tanah, bersyukur kepada-Nya seraya berkata: “Berkat kerahiman Tuhan, kita tidak binasa” (Ratapan iii. 22). Dengan melakukan satu dosa berat saja, anda sudah melakukan kejahatan yang lebih besar daripada seandainya anda menginjak-injak raja pertama di bumi; anda sudah berbuat begitu banyak, sehingga seandainya anda telah melakukan hal yang sama kepada saudara sedarah anda, ia tidak akan bersabar dengan anda; Allah tidak hanya sudah menunggu anda, namun Ia sudah begitu seringnya memanggil anda, dan mengundang anda untuk menerima ampun. “Apa lagi yang masih harus Kulakukan?” Seandainya Allah memerlukan anda, atau seandainya anda telah memberi bantuan besar kepada-Nya, bisakah dia memperlihatkan kerahiman yang lebih besar kepada anda? Karena demikian adanya, kalau anda membalas dengan menghina-Nya, semua belas kasih-Nya akan berubah menjadi amukan dan hukuman.
Seandainya pohon ara yang telah ditemukan mandul oleh sang Tuan tetap tidak menghasilkan buah apa-apa selama bertahun-tahun yang diberikan kepadanya supaya dibudidayakan, siapakah yang akan mengharapkan Tuhan supaya memberinya lebih banyak waktu, atau memaafkannya sehingga tidak ditebang? Lantas dengarkanlah peringatan St. Agustinus: “Ya pohon tak berbuah, kampaknya hanya tertunda: jangan engkau beristirahat dengan tenang; engkau akan ditebang”. Hukumannya, ujar orang kudus itu, telah ditunda, namun bukannya ditiadakan; jika anda kembali menyalahgunakan kerahiman Ilahi, “engkau akan ditebang”, pembalasan dendam pada akhirnya akan datang seketika pada diri anda. Apakah anda menantikan supaya Allah sendiri membuang diri anda sehingga langsung masuk Neraka? Tetapi seandainya Ia membuang anda ke dalam sana, anda benar-benar tahu bahwa tidak ada lagi obat bagi diri anda. Tuhan diam, namun tidak diam untuk selama-lamanya: “Itulah yang engkau lakukan, tetapi Aku berdiam diri; engkau menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau. Aku akan menghukum engkau dan membawa perkara ini ke hadapanmu” (Mazmur xlix. 21). Ia akan membawa ke hadapan anda kerahiman-kerahiman yang diperlihatkan-Nya kepada anda, dan akan membuat kerahiman-kerahiman ini mengadili dan menghukum anda.
DAMBAAN DAN DOA.
Ah, ya Allahku, celakalah aku ini sekiranya sejak hari ini sampai ke depannya aku tidak setia kepada-My, dan sekiranya aku kembali mengkhianati-Mu setelah Kauberikan aku terang yang kupunya sekarang! Terang ini adalah tanda Engkau hendak mengampuniku. Kubertobat, ya Kebaikan Terluhur, kubertobat dari segala penghinaan yang telah kulakukan kepada-Mu, dan karena kutelah menghina kebaikan-Mu yang tak terbatas. Kuberharap dalam Darah-Mu untuk mendapat ampun, dan kuharap dengan penuh keyakinan; namun kurasa bahwa sekiranya aku kembali memunggungi-Mu, aku akan pantas mendapat Neraka yang khusus dijadikan tempat tinggalku. Inilah yang membuat aku gemetar. Ya Allah jiwaku, aku mungkin kembali kehilangan rahmat-Mu. Kuingat berapa sering aku telah berjanji akan setia kepada-Mu, dan aku kembali lagi memberontak terhadap Engkau. Ah ya Tuhan, jangan biarkan itu terjadi: jangan tinggalkan aku kepada kemalangan untuk kembali menjadi musuh-Mu sekali lagi. Kirimkanlah aku hukuman apa saja selain yang satu ini: “Janganlah biarkan aku terpisah dari-Mu”. Kalau Engkau melihat bahwa aku akan menghina diri-Mu lagi, biarkanlah aku mati dahulu saja. Aku gembira mengalami kematian apa saja, betapapun sakitnya, daripada harus meratapi penderitaan diriku kehilangan rahmat-Mu: “Janganlah biarkan aku terpisah dari-Mu”. Kucinta Kau, ya Penebusku yang terkasih; takkan kupisahkan diriku sendiri dari Engkau: dengan jasa-jasa wafat-Mu, berilah aku cinta membara, yang dapat mengikat diriku sebegitu eratnya dengan Engkau, sehingga takkan pernah lagi aku bisa melepaskan diriku sendiri. Ya Maria, ya Bundaku, kalau aku kembali menghina Allah, aku takut engkau akan meninggalkanku pula. Maka bantulah aku dengan doa-doamu; perolehkanlah aku ketekunan suci dan cinta akan Yesus Kristus.
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Inggris, yang orisinalnya diterjemahkan dari bahasa Italia.
St. Alfonsus Maria de Liguori, The Eternal Truths. Preparation for Death [Kebenaran-Kebenaran Abadi. Persiapan Kematian], London, Burns and Lambert, 1857, hal. 116-124.
Tanda * tertera pada kutipan yang tidak bisa ditemukan penulisnya atau yang tidak bisa ditemukan perikop rujukannya oleh Penyunting.
[1] St. Agustinus, Tract. xxxiii. in Jo. n. 8.
[2] *St. Krisostomus, Hom. l. ad pop. Ant.
[3] St. Agustinus, in Ps. cxliv. n. 11.
[4] St. Bernardus, Sem. xlii. in Cant. n. 4.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 6 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 7 bulanBaca lebih lanjut...