Penerbangan Kemurtadan Benediktus XVI: Bidah-Bidah Benediktus XVI yang Mencengangkan pada Kunjungannya Baru-Baru Ini ke Afrika

Baca lebih lanjut Bidah-Bidah Terkini Benediktus XVI

Sambutan Benediktus XVI, 19 Maret 2009: “Di dalam Tuhan Yesus, tiada lagi orang Yahudi maupun bangsa-bangsa, pria maupun wanita (cf. Gal 3:28). Dalam daging-Nya ia telah memperdamaikan semua orang. Di dalam kekuatan Roh Kudus, saya memanggil semua orang: ‘Berdamailah dengan Allah!’ (2 Kor 5:20). Tiada perbedaan etnis atau budaya, tiada perbedaan ras, jenis kelamin atau agama yang boleh menjadi suatu sebab perpecahan di antara kalian.”[1]

Ini adalah suatu contoh bagaimana Benediktus XVI sepenuhnya memutarbalikkan Kitab Suci. Ia mengutip Galatia 3:28 yang berkata bahwa kita semua satu di dalam Yesus Kristus. Lalu ia berkata bahwa ayat ini berarti bahwa perbedaan-perbedaan keagamaan atau masalah-masalah agama tidak pernah boleh menjadi suatu perpecahan antara orang-orang! Ini adalah kemurtadan dari Benediktus XVI.

Sambutan Benediktus XVI, 19 Maret 2009, kepada komunitas Muslim dari Kamerun: “Teman-teman yang terkasih, dalam rasa syukur atas kesempatan ini untuk bertemu para perwakilan dari komunitas Muslim di Kamerun, saya mengungkapkan terima kasih saya setulusnya kepada Tn. Amadou Bello atas kata-katanya yang baik atas nama anda sekalian. Pertemuan kita adalah suatu tanda yang hidup akan keinginan kita bersama dengan semua orang yang berkehendak baik – di Kamerun, di seluruh Afrika dan di seluruh dunia – untuk mencari kesempatan-kesempatan untuk bertukar pikiran tentang bagaimana agama membuat suatu kontribusi yang esensial kepada pengertian kita tentang budaya dan dunia, dan kepada koeksistensi yang damai dari segenap anggota dari keluarga manusia… Kamerun adalah tempat tinggal dari ribuan orang Kristiani dan Muslim, yang sering tinggal, bekerja, dan beribadat di dalam lingkungan yan sama. Keduanya percaya akan Allah yang esa yang pengasih, yang akan menghakimi umat manusia pada akhir zaman (cf. Lumen Gentium, 16). Bersama-sama, mereka memberikan kesaksian akan nilai-nilai mendasar dari keluarga, tanggung jawab sosial, ketaatan kepada hukum Allah serta kepedulian yang penuh kasih terhadap orang sakit dan yang menderita. Dengan menyelaraskan hidup mereka kepada kebajikan-kebajikan ini dan dengan mengajarkannya kepada orang muda, orang-orang Kristiani dan Muslim bukan hanya menunjukkan bagaimana mereka memupuk perkembangan penuh pribadi manusia, tetapi juga bagaimana mereka menempa ikatan-ikatan solidaritas dengan sesama serta memajukan kebaikan bersama. Teman-teman, saya percaya bahwa suatu tugas yang terutama mendesak dari agama pada hari ini adalah untuk menyingkapkan potensi yang besar dari akal budi manusia, yang dengan sendirinya adalah karunia Allah dan yang diangkat oleh wahyu dan iman. Keyakinan akan Allah yang esa, sama sekali tidak menghambat kemampuan kita untuk mengerti diri kita sendiri dan dunia, melainkan memperluas kemampuan kita itu. Keyakinan kita sama sekali tidak membuat kita bertentangan dengan dunia, melainkan membuat kita berkomitmen kepada dunia. Kita terpanggil untuk membantu orang lain untuk melihat jejak-jejak yang halus serta kehadiran misterius dari Allah di dalam dunia yang telah dengan mengagumkannya diciptakan dan terus ditunjang oleh-Nya dengan cinta-Nya yang tak terselami dan yang merangkul semua orang. Walaupun kemuliaan-Nya yang tak terbatas tidak pernah dapat dimengerti secara langsung oleh pikiran kita yang terbatas di dalam hidup ini, kita bagaimanapun melihatnya dengan sekilas di dalam keindahan di sekitar kita...

‘Maka, agama yang sejati memperluas cakrawala pengertian manusia dan menjadi dasar dari budaya mana pun yang secara autentik manusiawi. Agama yang sejati menolak segala bentuk kekerasan dan orang-orang totaliter: bukan hanya atas dasar asas-asas iman, tetapi juga akal sehat. Memang, agama dan akal budi saling mengokohkan satu sama lain, sebab agama dimurnikan dan dibangun oleh akal, dan potensi penuh dari akal dilepaskan oleh wahyu dan iman. Maka, saya menyemangati anda, teman-teman Muslim yang terkasih, untuk menyerapkan kepada masyarakat nilai-nilai yang muncul dari sudut pandang ini dan untuk mengangkat budaya manusia, sewaktu kita bekerja bersama untuk membangun suatu peradaban kasih. Semoga kerja sama yang antusias dari orang-orang Muslim, Katolik, dan Kristen lainnya di Kamerun menjadi pemandu bagi bangsa-bangsa Afrika lainnya akan potensi yang amat besar untuk suatu komitmen antaragama terhadap perdamaian, keadilan, dan kebaikan bersama! Dengan sentimen-sentimen ini, saya sekali lagi mengungkapkan rasa syukur saya atas kesempatan yang penuh harapan ini untuk bertemu anda sekalian pada kunjungan saya ke Kamerun. Saya berterima kasih kepada Allah yang Mahakuasa atas berkat-berkat yang telah dilimpahkan-Nya kepada anda sekalian dan rekan-rekan warga negara anda, dan saya berdoa agar rantai yang mengikat orang-orang Kristiani dan Muslim di dalam penghormatan mereka yang mendalam kepada Allah yang esa akan terus bertumbuh lebih kuat, sehingga mereka dapat mencerminkan dengan lebih jelas hikmat Yang Mahakuasa, yang mencerahkan hati segenap umat manusia.”[2]

Pertama, Benediktus XVI menyatakan bahwa orang-orang Muslim “berkehendak baik”. Kedua, ia berkata bahwa “agama” – agama apa pun – “membuat suatu kontribusi yang esensial”! Ketiga, ia menuturkan bidah bahwa orang-orang Muslim percaya akan Allah yang esa yang akan mengadili umat manusia pada akhir zaman. Keempat, ia berkata bahwa para Musliim taat kepada hukum Allah. Kelima, ia berkata bahwa semua agama memiliki “potensi yang besar”! Keenam, ia berkata bahwa berbagai agama “terpanggil untuk membantu orang lain untuk melihat jejak-jejak yang halus serta kehadiran misterius dari Allah.” Ketujuh, ia berkata bahwa “agama yang sejati memperluas cakrawala pengertian manusia dan menjadi dasar dari budaya mana pun yang secara autentik manusiawi”, dan ia menambahkan: “Maka, saya menyemangati anda, teman-teman Muslim yang terkasih, untuk menyerapkan kepada masyarakat nilai-nilai yang muncul dari sudut pandang ini dan untuk mengangkat budaya manusia”! Hal ini berarti bahwa terdapat lebih dari satu agama yang “sejati”. Kedelapan, ia berkata bahwa: “Saya berterima kasih kepada Allah yang Mahakuasa atas berkat-berkat yang telah dilimpahkan-Nya kepada anda sekalian.” Benediktus XVI oleh karena itu percaya bahwa Allah memberkati para pemimpin Muslim yang menolak Allah yang satu dan sejati, Yesus Kristus. Kesembilan, Benediktus XVI lalu mengucapkan bidah bahwa  “Saya berdoa agar rantai yang mengikat orang-orang Kristiani dan Muslim di dalam penghormatan mereka yang mendalam kepada Allah yang esa akan terus bertumbuh lebih kuat, sehingga mereka dapat mencerminkan dengan lebih jelas hikmat Yang Mahakuasa.” Ini sepenuhnya bidah dan penghujatan.

Benediktus XVI, 20 Maret 2009, Pidato kepada para otoritas politik dan sipil di Kamerun: “Saya juga gembira, bahwa para anggota dari komunitas-komunitas gerejawi Kristiani lainnya dapat hadir pada beberapa dari perkumpulan-perkumpulan kita, dan saya memperbarui salam saya yang penuh hormat kepada mereka dan para pemimpin mereka… Pertemuan saya dengan para anggota dari komunitas Muslim di sini di Kamerun adalah suatu acara yang penting yang akan tetap saya kenang. Sembari melanjutkan perjalanan kita menuju pengertian timbal balik yang lebih besar, saya berdoa bahwa kita juga akan bertumbuh dalam rasa hormat dan penghargaan satu kepada yang lainnya, dan memperkuat tekad kita untuk bekerja bersama demi menyerukan martabat yang dierikan oleh Allah kepada pribadi manusia…”[3]

Benediktus XVI menghormati dan menghargai para bidah dan para pemimpin agama-agama sesat.

Benediktus XVI, 15 Maret 2009, Pidato di Bandara Internasional Simile: “Dengan penuh syukur saya mengakui juga kehadiran dari anggota-anggota dari agama-agama Kristiani lainnya serta para pengikut agama-agama lain. Dengan bergabung bersama kami pada hari ini, anda memberikan suatu pertanda yang jelas akan kehendak baik dan keharmonisan yang terdapat di dalam negara ini antara orang-orang dari tradisi-tradisi keagamaan yang berbeda… Bukan persaingan antar etnis atau antaragama yang pahit, melainkan kebajikan, perdamaian, dan sukacita dari kerahaan Allah, yang dengan amat tepat digambarkan oleh Paus Paulus VI sebagai peradaban cinta kasih.”[4]

Benediktus XVI berkata bahwa ia bersyukur atas para bidah dan para anggota agama-agama sesat. Ia juga berkata bahwa sukacita akan kerajaan Allah diwujudkan oleh para anggota agama-agama sesat!

Tanggapan Benediktus XVI, 17 Maret 2009, kepada pertanyaan-pertanyaan pada penerbangannya ke Kamerun: “Sekarang saya telah berbicara dengan lebih dari separuh Uskup Afrika, dan mereka telah berkata kepada saya bahwa hubungan dengan orang-orang Muslim, walaupun terdapat masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan, sungguh amat memberi harapan. Dialog bertumbuh dalam rasa saling hormat dan kerja sama di dalam tanggung jawab etis bersama. Di samping itu, terdapat suatu rasa katolisitas yang bertumbuh yang membantu mengatasi tribalisme, salah satu dari masalah-masalah yang besar, dan yang menjadi sumber sukacita orang Kristiani. Suatu masalah dari agama-agama tradisional adalah ketakutan terhadap roh-roh.”[5]

Benediktus XVI berkata bahwa ia memiliki rasa hormat terhadap orang-orang Muslim yang menolak Yesus Kristus, yang berada di luar Gereja dan di dalam jalan menuju pengutukan abadi.

Bidah-Bidah Terkini Benediktus XVI

Catatan kaki:

[1] L’ Osservatore Romano, 25 Maret 2009, hal. 13.

[2] L’ Osservatore Romano, 25 Maret 2009, hal. 8.

[3] L’ Osservatore Romano, 25 Maret 2009, hal. 13.

[4] L’ Osservatore Romano, 25 Maret 2009, hal. 5.

[5] L’ Osservatore Romano, 25 Maret 2009, hal. 4.