Bidah & Kemurtadan Signifikan dari Anti-Paus Fransiskus dari bulan Juli 2016 – September 2016

Bidah-Bidah Terkini Fransiskus

Jawaban Fransiskus kepada pertanyaan-pertanyaan dari para “Uskup Polandia” sebelum Hari Orang Muda Sedunia di Krakow pada tanggal 27 Juli 2016:

“Untuk ingin berinovasi dan mengubah struktur paroki? Apa yang saya sedang katakan mungkin tampaknya bidah, tetapi demikianlah bagaimana saya memandang hal-hal. Saya percaya bahwa struktur paroki sebanding dengan struktur keuskupan, berbeda, tetapi sebanding. Paroki tidak boleh dijamah; paroki harus tetap menjadi suatu tempat kreativitas, suatu titik acuan, seorang ibunda, semua hal ini. Paroki adalah tempat di mana inventivitas itu harus menemukan ungkapannya. Sewaktu sebuah paroki melakukan semua ini, paroki itu menjadi – sehubungan dengan murid-murid misioner – apa yang saya sebut sebagai ‘paroki yang melangkah maju’… Saya tidak tahu apakah ini adalah suatu jawaban yang simplistik, tetapi saya tidak memiliki jawaban lain. Saya bukan seorang teolog pastoral yang brilian, saya hanya mengatakan apa yang muncul di benak saya.”[1]

Setelah ia memberikan posisinya tentang “struktur paroki”, Fransiskus mengakui: “apa yang saya sedang katakan mungkin tampaknya bidah, tetapi demikianlah bagaimana saya memandang hal-hal.” Anti-Paus Fransiskus berkaa bahwa paroki “harus tetap menjadi suatu tempat kreativitas” dan “inventivitas”.

Sambutan Fransiskus, 28 Agustus, “pada doa Angelus” :

“Pada hari Kamis, 1 September, kita akan merayakan Hari Doa Sedunia untuk Perhatian terhadap Ciptaan, bersama dengan saudara-saudara Ortodoks kita serta Gereja-Gereja lainnya.”[2]

Fransiskus secara publik mengumumkan bahwa ia akan bergabung dengan para skismatis yang bidah, yakni, para “Ortodoks” serta “Gereja-Gereja lainnya” dalam doa. Maka, Fransiskus secara publik mengumumkan kepada dunia bahwa ia akan melakukan dosa berat. Melalui perkataannya, ia menyemangati orang lain untuk bergabung bersamanya dalam tindakannya yang adalah dosa berat.

Pesan Fransiskus, 1 September 2016, untuk “Hari Doa Sedunia untuk Perhatian terhadap Ciptaan”:

“Bersatu bersama saudara-saudari Ortodoks kita, dan dengan dukungan Gereja-Gereja serta komunitas-komunitas Kristiani lainnya… Patriark Dimitrios telah sejak lama mengecam dosa ini, yakni, membahayakan ciptaan dan telah menarik perhatian kepada krisis moral dan spiritual pada akar dari masalah-masalah lingkungan… Baik Kristen maupun bukan, sebagai umat beriman yang berkehendak baik, kita harus bersatu untuk menunjukkan belas kasih kepada bumi sebagai tempat tinggal kita bersama dan menyayangi dunia di mana kita hidup sebagai suatu tempat berbagi dan bermasyarakat… Di samping itu, ‘untuk melakukan suatu kejahatan terhadap dunia alami adalah suatu dosa terhadap diri kita sendiri dan suatu dosa terhadap Allah.’… Sehubungan dengan apa yang sedang terjadi kepada tempat tinggal kita bersama, semoga Yubileum Kerahiman ini memanggil para umat beriman Kristiani ‘kepada konversi interior yang mendalam’ (Laudato Si’, 217), yang terutama ditunjang oleh sakramen Tobat. Pada Tahun Yubileum ini, marilah kita belajar untuk memohon kerahiman Allah atas dosa-dosa itu terhadap ciptaan yang sampai sekarang belum kita akui. Demikian pula, marilah kita berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah yang konkret terhadap konversi ekologis, yang mewajibkan suatu kesadaran yang jelas akan tanggung jawab kita kepada diri kita sendiri, sesama kita, ciptaan, dan sang Pencipta… Langkah pertama dalam proses ini adalah selalu dengan melakukan pemeriksaan batin… Dengan berpaling kepada Bapa yang berlimpah dan rahim ini, yang menunggu kembalinya masing-masing dari anak-anaknya, kita mampu mengakui dosa-dosa kita terhadap ciptaan, orang miskin serta generasi-generasi mendatang. ‘Sejauh mana kita semua menghasilkan kerusakan ekologis kecil,’ kita terpanggil untuk mengakui ‘kontribusi kita, secara lebih kecil maupun lebih besar, kepada kecacatan dan kehancuran ciptaan.’ Inilah langkah pertama menuju jalan konversi. Pada tahun 2000, yang juga adalah suatu Tahun Yubileum, pendahulu saya Santo Yohanes Paulus II meminta umat Katolik untuk mengoreksi intoleransi agamawi di masa lalu dan di masa kini, serta ketidakadilan terhadap orang-orang Yahudi…”[3]

Fransiskus berkata bahwa “umat Katolik” perlu “mengakui dosa-dosa kita terhadap ciptaan”, karena “kita semua menghasilkan kerusakan ekologis kecil”. “Umat Katolik” harus berkomitmen untuk “mengambil langkah-langkah yang konkret terhadap konversi ekologis”, ujar Fransiskus. Ini adalah suatu omong kosong yang bidah.

Sambutan Fransiskus, 20 September 2016, kepada para pemimpin dari berbagai agama setelah upacara antaragama di “Lapangan Santo Fransiskus” pada “Hari Doa Sedunia untuk Perdamaian yang ke-30”:

“Tradisi-tradisi keagamaan kita beragam. Tetapi, perbedaan-perbedaan kita bukanlah sebab dari konflik dan perpecahan, maupun suatu jarak yang dingin di antara kita. Kita belum berdoa satu melawan yang lainnya pada hari ini… tetapi sebaliknya, kita telah bahu-membahu berdoa satu untuk yang lainnya… Kita yang berada bersama di sini dan dalam damai percaya dan berharap akan suatu dunia yang bersaudara. Kita menginginkan agar pria dan wanita dari agama-agama yang berbeda mampu, di semua tempat, berkumpul dan memajukan keharmonisan… Sebagai pemuka agama, kita bertanggung jawab untuk menjadi jembatan-jembatan dialog yang kuat...”[4]

Menurut Fransiskus, perbedaan-perbedaan tentang siapakah Allah itu serta perbedaan-perbedaan dalam hal kepercayaan agamawi “bukanlah sebab dari konflik dan perpecahan”. Fransiskus berkata bahwa ia berdoa “bahu-membahu” bersama para pemimpin berbagai agama sesat. Fransiskus merujuk kepada mereka sebagai “pemuka agama”. Fransiskus adalah seorang pemurtad.

Sambutan Fransiskus, 20 September 2016, kepada “para pemimpin agama dari Benua-Benua Amerika” :

“Agama-agama memainkan suatu peran penting dalam tugas ini untuk mempromosikan perhatian serta rasa hormat terhadap lingkungan, terutama di dalam ekologi integral ini. Iman akan Allah menuntun kita untuk mengenal-Nya dalam Ciptaan-Nya, yang adalah buah dari Cinta kasih-Nya kepada kita, dan cinta-Nya itu memanggil kita untuk merawat dan melindungi alam. Maka, adalah sesuatu yang dibutuhkan bahwa agama-agama mempromosikan suatu pendidikan yang sejati, dalam semua tingkatan… Tradisi-tradisi agamawi kita adalah suatu sumber ilham yang dibutuhkan demi memupuk suatu budaya pertemuan. Kooperasi antaragama, yang didasari promosi dialog yang tulis dan penuh hormat, esensial adanya. Jika tidak terdapat rasa saling hormat, tidak akan ada dialog antaragama. Saya ingat bahwa di kota saya, sewaktu saya masih kanak-kanak, seorang pastor paroki memerintahkan agar tenda-tenda Evangelikal dibakar, dan, puji Tuhan, hal ini terhindarkan. Jika tidak terdapat rasa saling hormat, tidak akan ada dialog antaragama; itulah dasar kemampuan untuk berjalan bersama dan untuk menghadapi tantangan-tantangan. Dialog ini berlandaskan identitas seseorang serta rasa saling percaya, yang terlahir sewaktu kita mampu mengakui orang lian sebagai karunia dari Allah dan menerima bahwa ia memiliki sesuatu yang hendak dikatakannya kepada kita. Orang lain memiliki sesuatu yang akan dikomunikasikan. Setiap pertemuan dengan orang lain adalah suatu benih yang ditanamkan… Di samping itu, hal tersebut meminta kita untuk bekerja sama di antara diri kita sendiri dan dengan pria dan wanita yang berkehendak baik, yang tidak mengakui suatu agama, demi memberikan jawaban-jawaban yang efektif terhadap wabah-wabah di dunia kita, seperti perang dan kelaparan, kemiskinan yang diderita oleh jutaan orang, krisis lingkungan, kekerasan, korupsi, dan degradasi moral, krisis keluarga, ekonomi, dan terutama, kurangnya harapan. Dunia masa kini menderita dan memerlukan bantuan kita bersama, dan oleh karena itu, dunia masa kini sedang meminta bantuan itu dari diri kita. Apakah anda menyadari bahwa hal ini sangat bertolak belakang dengan segala konsep proselitisme?... Perlu adanya untuk menunjukkan nilai-nilai positif yang inheren di dalam tradisi-tradisi agamawi kita sebagai suatu sumber harapan yang pasti. Maka, pertemuan-pertemuan seperti yang kita lakukan ini penting adanya… Pada akhirnya, pertemuan ini berlangsung di Tahun yang dibaktikan kepada Yubileum Kerahiman, yang nilai universalnya memeluk baik orang beriman maupun yang tidak beriman, sebab kasih Allah yang rahim tidak terbatas: tidak dibatasi oleh budaya, ras, bahasa, ataupun agama; kasih Allah yang rahim itu memeluk semua orang yang menderita dalam raga dan dalam jiwa. Terlebih lagi, kasih Allah menyelubungi segenap Ciptaan-Nya dan kita, sebagai umat beriman, bertanggung jawab untuk membela, merawat, dan menyembuhkan seseorang yang memerlukannya.”[5]

Menurut Fransiskus, agama-agama non-Katolik ”adalah suatu sumber ilham yang dibutuhkan”. Fransiskus mengajarkan bidah bahwa terdapat orang-orang “yang berkehendak baik, yang tidak mengakui suatu agama”. Fransiskus berkata bahwa kasih Allah memeluk bahkan orang-orang yang menolak-Nya dan mempraktikkan agama-agama sesat. Tetapi kasih Allah yang rahim hanya memeluk mereka yang sungguh menerima-Nya, bertobat, dan bekerja sama dengan rahmat-Nya. Fransiskus juga, sekali lagi, menolak “segala konsep proselitisme”. Ia juga menyatakan bahwa nilai-nilai “inheren” di dalam agama-agama sesat adalah “suatu sumber harapan yang pasti”. Ini adalah kemurtadan dan suatu injil sesat. Fransiskus mengakhiri dengan menyebut para pemimpin berbagai agama sesat sebagai “umat beriman”.

Sambutan Fransiskus, 24 September, kepada “para penyintas dan keluarga dari serangan di Nice, Prancis”:

“Terutama, saya memikirkan asosiasi Alpes-Maritimes Fraternité yang hadir di sini, yang terdiri dari para perwakilan dari semua pengakuan agama, dan ini adalah suatu tanda harapan yang amat indah. Saya senang dapat melihat bahwa dari antara anda, hubungan-hubungan antaragama sangat aktif, dan hal ini hanya dapat berkontribusi untuk melegakan luka-luka dari peristiwa-peristiwa yang tragis ini.”[6]

Suatu asosiasi “ yang terdiri dari para perwakilan dari semua pengakuan agama” adalah “suatu tanda harapan yang amat indah”, menurut sang pemurtad Anti-Paus Fransiskus.

Sambutan Fransiskus, 24 September 2016, kepada “Patriark” skismatis Timur, Illa II “untuk mengatasi kesalahpahaman dan ketakutan”:

“Saya berterima kasih kepada Paduka Suci. Saya sangat terharu saat mendengar Ave Maria yang Paduka Suci sendiri karang. Hanya dari suatu hati yang amat mencintai Bunda Allah yang Kudus, dari hati seorang putra dan memang seorang anak, sesuatu yang begitu indahnya dapat terlahir. Adalah suatu sukacita yang besar dan suatu rahmat yang khusus untuk berada bersama Paduka Suci dan Paduka Rahmat, dan bersama para Metropolitan Yang Terhormat, para Uskup Agung dan Uskup, para anggota dari Sinode Suci… Dengan kunjungan bersejarah pertama kalinya dari seorang Patriark Georgia ke Vatikan, Paduka Suci membuka suatu bab baru dalam hubungan antara Gereja Ortodoks Georgia dan Gereja Katolik. Pada kesempatan itu, anda bertukar dengan Uskup Roma kecupan perdamaian serta ikrar untuk berdoa satu untuk yang lainnya. Dengan demikian, telah terjadi suatu pengokohan dari ikatan-ikatan yang bermakna yang telah terjalin antara komunitas-komunitas kita… Sekarang, Penyelenggaraan Ilahi mengizinkan kita untuk bertemu kembali dan dihadapi dengan suatu dunia yang haus akan belas kasih, kesatuan, dan perdamaian, yang meminta kita untuk dengan bersemangat memperbarui komitmen kita terhadap ikatan-ikatan yang ada di antara kita, yang telah ditandai secara fasih oleh kecupan perdamaian kita serta pelukan persaudaraan kita. Gereja Ortodoks Georgia, yang berakar di dalam pengkhotbahan para Rasul, terutama dari Rasul Andreas… Terima kasih, Paduka Suci. Semoga Allah memberkati Paduka Suci dan Gereja Ortodoks Georgia… Terima kasih Paduka Suci atas sambutan anda serta perkataan anda. Terima kasih atas kebaikan anda serta komitmen persaudaraan ini untuk berdoa satu untuk yang lainnya setelah kecupan perdamaian kita.”[7]

Fransiskus menyatakan bahwa seorang pemimpin skismatis (“Paduka Suci”, menurut Fransiskus) “amat mencintai Bunda Allah yang Kudus”. Fransiskus menganggap sebagai suatu “sukacita yang besar” dan suatu “rahmat yang khusus” untuk berada bersama para pemimpin skismatis. Anti-Paus Fransiskus berkata bahwa gereja skismatis itu “berakar di dalam pengkhotbahan para Rasul”. Ia mengakhiri dengan meminta kepada Allah untuk memberkati sekte skismatis Georgia ini!

Bidah-Bidah Terkini Fransiskus

Catatan kaki:

[1] L’ Osservatore Romano,  12-19 Agustus 2016, hal. 8.

[2] L’ Osservatore Romano,  2 September 2016, hal. 11.

[3] L’ Osservatore Romano,  2 September 2016, hal. 6.

[4] L’ Osservatore Romano,  2 September 2016, hal. 7.

[5] L’ Osservatore Romano,  16 September 2016, hal. 4-5.

[6] L’ Osservatore Romano,  30 September 2016, hal. 12.

[7] L’ Osservatore Romano,  7 Oktober 2016, hal. 5.