^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Dukacita Maria yang Pertama: Nubuat Santo Simeon
Tujuh Dukacita Santa Perawan Maria
“Di dalam lembah air mata ini, setiap manusia terlahir untuk menangis, dan semua orang harus menderita, dengan menanggung kejahatan-kejahatan yang terjadi sehari-hari. Tetapi betapa jauh lebih besarnya derita hidup ini, jika kita juga mengetahui kejahatan-kejahatan di masa depan yang menanti kita! ‘Memang, betapa malang nasibnya’, ujar Seneca, ‘yang, oleh karena pengetahuannya akan masa depan, harus menderita segalanya oleh antisipasi.’[1] Tuhan kita menunjukkan kepada kita belas kasihan-Nya ini. Ia menyembunyikan segala cobaan yang menanti kita, agar, apa pun cobaan itu, kita dapat menanggungnya hanya satu kali. Ia tidak menunjukkan belas kasih ini kepada Maria; sebab ia, yang dihendaki oleh Allah untuk menjadi Ratu Dukacita, dan di dalam segala hal layaknya Putranya, harus selalu melihat di hadapan matanya sendiri dan untuk terus-menerus menderita segala siksaan yang menantinya; dan semua ini adalah penderitaan dari Sengsara dan wafat dari Yesusnya yang terkasih; sebab di dalam Bait Allah, Santo Simeon, setelah ia menerima sang Anak Ilahi itu di dalam tangannya, memprediksikan kepada Maria bahwa Putranya akan menjadi suatu tanda bagi semua penganiayaan dan pertentangan manusia. ‘Lihatlah, Anak ini telah ditetapkan… sebagai suatu pertanda yang akan ditentang.’ Dan oleh karena itu, sebuah pedang dukacita akan menembus jiwanya: ‘Dan jiwamu sendiri akan ditembus sebuah pedang.’[2]
Sang Perawan Suci sendiri berkata kepada Santa Matilda, bahwa pada saat Santo Simeon mengucapkan hal ini, ‘segala sukacitanya berubah menjadi dukacita.’[3] Sebab, seperti yang diwahyukan kepada Santa Teresa,[4] walaupun sang Bunda Kudus itu telah mengetahui bahwa hidup Putranya akan dikurbankan demi keselamatan dunia, bagaimanapun, ia lalu mengenali dengan lebih jelas dan dengan lebih rinci penderitaan-penderitaan serta kematian yang kejam yang menanti Putranya yang malang. Ia mengetahui bahwa Ia akan ditentang, dan ditentang dalam segala hal: ditentang dalam doktrin-doktrin-Nya; sebab, Ia tidak dipercayai, tetapi akan dipandang sebagai seorang penghujat karena Ia mengajarkan bahwa Ia adalah Putra Allah; sebutan ini diberikan kepada-Nya oleh Kayafas yang berkata, ‘Ia telah menghujat, Ia bersalah dan pantas dihukum mati.’[5]
Ditentang dalam reputasinya; sebab Ia adalah keturunan bangsawan, bahkan keturunan raja, dan Ia dibenci bagaikan orang desa: ‘Bukankah dia ini anak sang tukang kayu?’[6] ‘Bukankah Ia ini sang tukang kayu, putra Maria?’[7] Ia yang adalah sang kebijaksanaan sendiri, diperlakukan bagaikan orang bodoh: ‘Bagaimanakah pria ini mengetahui kitab-kitab tanpa pernah mempelajarinya?’[8] Sebagai seorang nabi palsu: ‘Dan mereka menutupi mata-Nya, dan memukul wajah-Nya… sambil berkata: Bernubuatlah, siapakah yang memukul-Mu?’[9] Ia diperlakukan layaknya orang gila: ‘Ia tidak waras, mengapakah engkau mendengarkan-Nya?’[10] Sebagai orang mabuk, orang yang rakus, dan kawan para pendosa: ‘Lihatlah, pria yang rakus, peminum anggur, kawan para pemungut cukai dan para pendosa.’[11] Sebagai tukang sihir: ‘Atas nama pangeran para iblis, Ia mengusir Setan.’[12] Sebagai seorang bidah, dan orang yang kerasukan roh jahat: ‘Bukankah kami berkata benar bahwa Engkau adalah seorang Samaria dan Engkau kerasukan setan?’[13] Pendek kata, Yesus dianggap begitu terkenal akan kefasikan-Nya, sehingga seperti yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi kepada Pilatus, tidaklah diperlukan pengadilan untuk menghukum-Nya. ‘Jikalau Ia bukan seorang penjahat, kami tidak menyerahkan-Nya kepadamu.’[14] Ia ditentang di dalam jiwa-Nya sendiri; sebab bahkan Bapa-Nya yang Abadi, demi melaksanakan Keadilan Ilahi, menentang-Nya, dengan menolak untuk mendengarkan doa-Nya, sewaktu Ia berkata, ‘Bapa-Ku, jikalau mungkin, biarlah cawan ini berlalu dari pada-Ku;’[15] dan meninggalkan-Nya kepada ketakutan, kelelahan, dan kesedihan ; sehingga Tuhan kita yang begitu menderita berseru, ‘Jiwa-Ku berduka sampai pada kematian !’[16] dan penderitaan-penderitaan batiniah-Nya bahkan menyebabkan-Nya sampai berkeringat darah. Ditentang dan dianiaya, pada akhirnya, di dalam sekujur tubuh-Nya dan di dalam kehidupan-Nya; sebab Ia disiksa di dalam seluruh anggota tubuh-Nya yang suci, di dalam tangan-Nya, kaki-Nya, wajah-Nya, kepala-Nya, dan di sekujur tubuh-Nya; sehingga, karena kuras sudah darah-Nya, dan karena ia menjadi sasaran olok-olok, Ia meninggal akibat siksaan-siksaan pada salib yang tercela.
Sewaktu Daud, di tengah-tengah segala kenikmatannya dan keagungan kerajaannya, mendengar dari Nabi Natan, bahwa putranya harus mati – ‘Anak yang terlahir kepadamu pastinya akan mati,’[17] ia tidak dapat menemukan kedamaian, tetapi ia menangis, berpuasa, dan tidur di tanah. Maria, dengan ketenangan yang amat besar, menerima berita bahwa Putranya harus mati, dan selalu dengan penuh damai berpasrah kepadanya; tetapi betapa besarnya dukacita yang pastinya telah ia tanggung, karena ia menyaksikan Putranya yang terkasih itu selalu ada di dekatnya, mendengar dari-Nya sabda kehidupan kekal, dan menyaksikan perilaku-Nya yang suci! Abraham banyak menderita selama tiga hari yang ia lewatkan bersama Ishaknya yang terkasih, setelah ia mengetahui bahwa ia akan kehilangan Ishak. Bukan selama tiga hari, tetapi selama tiga puluh tiga tahun Maria harus menanggung dukacita yang serupa! Tetapi apakah saya berkata dukacita yang serupa? Dukacita itu jauh lebih besar karena Putra Maria jauh lebih menawan daripada putra Abraham. Sang Perawan Suci sendiri mewahyukan kepada Santa Brigitta, bahwa, sewaktu ia berada di bumi, tiada suatu saat pun di mana dukacita tidak menembus jiwanya: ‘setiap kali’, lanjutnya, ‘aku melihat Putraku, setiap kali aku membungkus-Nya di dalam kain lampin-Nya, setiap kali aku melihat tangan dan kaki-Nya, demikianlah jiwaku seakan-akan terserap di dalam dukacita yang segar; sebab aku membayangkan bagaimana Ia akan disalibkan.’[18]… ‘Maria’, ujar St. Bernardinus dari Siena, ‘merenungkan bahwa kekuatan para Kudus akan berubah menjadi derita; kecantikan Firdaus menjadi cacat; Tuhan dari dunia akan diikat sebagai seorang penjahat; Pencipta segala hal akan dijadikan lebam akibat pukulan-pukulan; Hakim dari segala hal akan dihukum; Kemuliaan Surga dibenci; Raja dari segala raja akan dimahkotai duri, dan diperlakukan sebagai raja palsu.’[19]
Romo Engelgrave berkata bahwa Santa Brigitta yang sama menerima wahyu bahwa sang Bunda yang berduka itu, yang sudah tahu apa yang akan diderita oleh Putranya, ‘sewaktu menyusui-Nya, membayangkan empedu dan cuka; sewaktu membalutnya, memikirkan tali-temali yang akan mengikat-Nya; sewaktu membawa-Nya dalam tangannya, membayangkan salib di mana Ia akan dipaku; sewaktu tertidur, membayangkan wafat-Nya.’[20] Setiap kali ia memakaikan pakaian-Nya kepada-Nya, ia merenungkan bahwa akan datang suatu hari di mana ia akan berpisah dari-Nya, bahwa Ia akan disalibkan; dan sewaktu ia melihat tangan dan kaki-Nya yang suci, ia berpikir tentang paku yang kelak akan menembusnya; dan lalu, seperti yang dikatakan oleh Maria kepada Santa Brigitta, ‘mataku dipenuhi air mata, dan hatiku disiksa oleh duka.’[21]
Sang Penginjil berkata, bahwa seiring bertumbuh besarnya Yesus Kristus, demikian pula ‘Yesus bertumbuh dalam hikmat dan kedewasaan dan dalam anugerah di hadapan Allah dan manusia.’[22] Perkataan ini harus dimengerti, sebagaimana yang dijelaskan oleh Santo Thomas[23] bahwa Ia bertumbuh dalam hikmat dan rahmat di hadapan manusia dan di hadapan Allah, sejauh mana karya-karya-Nya berguna untuk meningkatkan jasa-Nya, andaikata rahmat tidak dianugerahkan kepada-Nya sejak awal mula, di dalam kepenuhannya yang utuh, berdasarkan persatuan hipostatik. Tetapi, karena Yesus bertumbuh di dalam kasih dan hormat dari orang lain, betapa lebih besarnya Ia pastinya bertumbuh dalam kasih dan hormat dari Maria! Tetapi… layaknya kasih meningkat di dalam dirinya, begitu pula dukacitanya meningkat saat ia berpikir tentang bagaimana ia harus kehilangan Putranya oleh kematian yang begitu kejam; dan semakin dekat waktu Sengsara Putranya itu, semakin dalam pedang dukacita, yang dinubuatkan oleh Santo Simeon menembus hati Bunda-Nya. Hal ini diwahyukan secara persis oleh malaikat kepada Santa Brigitta, dengan berkata: ‘Pedang dukacita itu setiap jam semakin mendekat kepada sang Perawan Suci, setiap kali waktu Sengsara Putranya pun mendekat.’[24]
Oleh karena itu, karena Yesus, Raja kita, dan Bunda-Nya yang terkudus tidak menolak, demi cinta akan kita, untuk menderita kesakitan-kesakitan yang begitu kejam itu di sepanjang hidup mereka, adalah suatu hal yang wajar bahwa kita setidaknya tidak boleh mengeluh jika kita harus menderita suatu hal. Yesus yang disalibkan pada suatu ketika tampak kepada Santa Magdalena Orsini, seorang anggota ordo Dominikan, yang telah sejak lama menderita cobaan yang besar, dan menyemangatinya untuk tetap, lewat deritanya itu, berada dengan-Nya di salib. Suster Magdalena menjawab sambil mengeluh: ‘Ya Tuhan, Engkau telah disiksa di salib hanya untuk tiga jam, dan aku telah menanggung rasa sakitku selama bertahun-tahun.’ Sang Penebus lalu menjawab: ‘Ah, jiwa yang bodoh, apa katamu? Sejak saat pertama Aku dikandung, Aku menderita hatiku telah menderita segala hal yang kutanggung kemudian saat Aku mati di salib.’ Maka, jika kita menderita dan mengeluh, marilah membayangkan Yesus dan Bunda-Nya, Maria, yang mengutarakan kata-kata yang sama kepada kita.
TELADAN
Romo Roviglione, dari Serikat Yesus,[25], bercerita bahwa seorang pria muda berdevosi setiap harinya dengan mengunjungi patung Bunda Dukacita, di mana ia digambarkan dengan tujuh pedang yang menusuk hatinya. Sang pria malang itu pada suatu malam melakukan suatu dosa berat. Keesokan harinya, pada pagi hari, ia seperti biasa pergi mengunjungi gambar itu. Ia melihat bahwa bukan lagi hanya terdapat tujuh pedang, melainkan delapan pedang yang menusuk hati Maria. Ia pun bertanya-tanya akan hal ini, dan ia mendengar sebuah suara yang berkata kepadanya bahwa kejahatannya itu telah menambahkan pedang kedelapan. Hal ini menggerakkan hatinya; dan, terluka oleh dukacita, ia segera pergi mengaku dosa, dan oleh perantaraan sang pembelanya itu, ia kembali memperoleh rahmat ilahi.
DOA
Ya, Bundaku yang Kudus, bukan hanya dengan satu pedanglah aku telah menembus hatimu, tetapi aku telah menusuknya dengan begitu banyak pedang layaknya dosa-dosa yang telah kulakukan. Ya Bunda, engkau yang tidak bersalah ini tidak pantas menanggung begitu banyak derita, tetapi akulah, yang bersalah atas begitu banyak kejahatan. Tetapi, karena engkau telah rela menanggung penderitaan yang begitu besar demi diriku, oleh jasa-jasamu, buatlah aku memperoleh dukacita yang besar untuk dosa-dosaku, serta kesabaran di dalam cobaan-cobaan dari hidup ini, yang akan selalu ringan dibandingkan dengan cela diriku; sebab aku telah sering pantas mendapatkan Neraka. Amin.”
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari edisi berbahasa Inggris : Santo Alfonsus de Liguori, Glories of Mary [Kemuliaan Maria], Edisi II, New York, 1868, hal. 417-422.
[1] Calamltosus esset animus futuri praescius, et ante miserias miser.—Ep. xcvii.
[2] Ecce positus est hic… in signum cui contradicetur: Et tuam ipsius animam pertransibit gladius – Luc. Ii. 34, 35.
[3] Omnis laetitia mea, ad verba Simeonis, versa est mihi in moerorem – Spir. Grat. l. i. c. 16
[4] Vita, addit.
[5] Blasphemavit… reus est mortis. – Matt. Xxvi. 65, 66.
[6] Nonne hic est fabri filius? – Ib. xiii. 55.
[7] Nonne hic est faber, filius Mariae? – Marc. vi. 3.
[8] Quomodo hic litteras scit, cum non didicerit? – Joan. vii. 15.
[9] Et velaverunt eum, et percutiebant faciem ejus… dicentes: Prophetiza, quis est, qui te percussit? – Luc. xxii. 64.
[10] Insanit: quid eum auditis? – Joan. x. 20.
[11] Ecce homo devorator, et bibens vinum, amicus publicanorum et peccatorum. – Luc. vii. 34.
[12] In principe daemoniorum ejicit daemones. – Matt. ix. 34
[13] Nonne bene dicimus nos, quia Samaritanus es tu, et daemonium habes? – Joan. viii. 48.
[14] Si non esset hic malefactor, non tibi tradidissemus eum. – Ib. xviii. 30.
[15] Pater mi, si possible est, transeat a me calix iste. – Matt. xxvi. 39.
[16] Tristis est anima mea usque ad mortem. – Ib. 38.
[17] Filius qui natus est tibi, morte morietur. - 2 Reg. xii. 14.
[18] Quoties aspiciebam Filium meum, quoties involvebam pannis, quoties videbam ejus manus et pedes , toties animus meus quasi novo dolore absorptus est, quia cogitabam quomodo crucifigetur.- Rev. lib. vi. cap. 57.
[19] Serm. ii. De Glor. Nom, B. M. V. art. 3, cap. 1.
[20] Eum lactans, cogitabat de felle et aceto ; quando fasciis involvebat, funes oogitabat quibus ligandus erat; quando gestabat, oogitabat in cruce confixum ; quando dormiebat, oogitabat mortuum. – Lux Ev. S. infra Oct. Nat.
[21] Oculi mei replebantur lacrymis, et cor meum quasi scindebatur prae tristitia.—Rev. lib. i. cap. x.
[22] Et Jesus proficiebat sapientia et aetate, et gratia apud Deum et homines. – Luc. ii. 52.
[23] 3 p. q. vii. Art. 12.
[24] Ille doloris gladius cordi Virginis omni hora, tanto se propius approximabat, quanto suus dilectus Filius passionis tempori magis appropinquabas – Serm. Agn. cap. xvii.
[25] Fasc. Di Rose, p. 2, c. 2.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 1 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 2 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 2 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...