Bidah-bidah yang Mencengangkan di dalam Buku Benediktus XVI Tahun 1986 Salt of the Earth [Garam Dunia]

Kembali ke daftar bidah Benediktus XVI menurut buku-bukunya

Bagi mereka yang tidak tahu, Joseph Ratzinger adalah Benediktus XVI.

Salt of the Earth [Garam Dunia] oleh “Kardinal” Joseph Ratzinger, 1996 (Ignatius Press, 1997)

Karena terdapat begitu banyak bidah dari Benediktus XVI, saya membatasi artikel ini hanya untuk membahas bidah-bidah yang benar-benar penting.

Buku Salt of the Earth [Garam Dunia] oleh Benediktus XVI terdiri dari sebuah wawancara yang panjang dengan Peter Seewald. Seewald mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan Benediktus XVI memberikan jawaban-jawabannya. Buku ini memberikan informasi-informasi yang sanagat penting karena Benediktus XVI ditanyakan secara spesifik tentang hal-hal yang penting tentang Iman.

BENEDIKTUS XVI MEMBAHAS DOGMA DI LUAR GEREJA TIDAK TERDAPAT KESELAMATAN DAN SAMA SEKALI MENYANGKAL DOGMA TERSEBUT

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal. 24:
“Pertanyaan. Tetapi tidakkah kita bisa menerima bahwa seseorang dapat diselamatkan lewat suatu iman yang bukan Katolik? Jawaban. Itu adalah pertanyaan yang seluruhnya berbeda. Tentu saja mungkin bahwa seseorang dapat menerima dari agamanya petunjuk-petunjuk yang menolongnya untuk menjadi seseorang yang lebih murni, yang juga, jika kita ingin menggunakan kata tersebut, membantunya untuk menyenangkan Allah dan mencapai keselamatan. Hal ini sama sekali dikecualikan oleh apa yang saya sudah katakan; malah sebaliknya, hal ini terjadi dalam skala yang besar.”

Ini adalah suatu penolakan total dari dogma Di Luar Gereja Tidak Terdapat Keselamatan. Benediktus XVI berkata bahwa keselamatan di luar Gereja “terjadi dalam skala yang besar”, sedangkan Gereja Katolik secara infalibel mengajarkan bahwa sama sekali tidak terdapat keselamatan di luar Gereja. Ia juga secara langsung menentang Ibrani 11:6 dengan berkata kepada kita bahwa orang-orang dapat menyenangkan Allah tanpa Iman Katolik.

Paus Paulus III, Konsili Trente, Sesi 5 tentang dosa Asal: “...iman Katolik kita, ‘yang tanpanya tidaklah mungkin untuk menyenangkan Allah’ [Ibrani 11:6]...” (Denzinger 787)

Paus Pius IV, Konsili Trente, “Iniunctum nobis,” 13 November 1565, ex cathedra:
“Iman Katolik sejati ini, di luar mana tidak seorang pun dapat diselamatkan... sekarang saya akui dan percayai dengan sungguh-sungguh...”[1]

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino,” 1441, ex cathedra:
“Ia [Gereja Roma yang Kudus] dengan teguh percaya, mengakui dan berkhotbah bahwa ‘semua orang yang berada di luar Gereja Katolik, bukan hanya orang-orang pagan tetapi juga Yahudi atau bidah dan skismatis, tidak dapat mengambil bagian di dalam kehidupan kekal dan akan masuk ke dalam api yang kekal yang telah disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya,’ [Matius 25, 41] kecuali jika mereka bergabung ke dalam Gereja sebelum akhir hidup mereka; bahwa kesatuan dari tubuh gerejawi ini sedemikian kuatnya sehingga hanya kepada mereka yang tetap tinggal di dalamnyalah sakramen-sakramen Gereja berdaya guna menuju keselamatan, dan hanya kepada mereka jugalah puasa, derma, dan karya-karya kesalehan serta praktik-praktik lain dari para laskar Kristiani menghasilkan upah yang abadi; dan bahwa tidak seorang pun dapat diselamatkan, sebanyak apa pun ia telah berderma, walaupun ia telah menumpahkan darah dalam nama Kristus, kecuali jika ia telah bertekun di pangkuan dan di dalam kesatuan Gereja Katolik.”[2]

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA TERDAPAT ISLAM YANG MULIA

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal. 244:
“Dan, untuk menghindari topik tentang skisma di antara para Sunni dan Syi’ah, ia {Islam] juga hadir di dalam berbagai bentuk. Terdapat Islam yang mulia, yang diwujudkan, sebagai contoh, oleh Raja Maroko, dan terdapat pula Islam yang ekstrem dan teroris, yang, sekali lagi, tidak boleh disamakan dengan Islam secara keseluruhan, suatu ketidakadilan kepada agama itu.”

Ini sungguh merupakan kemurtadan. Islam adalah suatu agama sesat yang menentang Keilahian Kristus dan Allah Tritunggal. Gereja Katolik secara resmi mengajarkan bahwa Islam adalah kekejian – suatu sekte iblis, suatu agama sesat yang terdiri dari orang-orang tidak beriman.

Paus Eugenius IV, Konsili Basel, Sesi 19, 7 September 1434:
”Di samping itu, Kami percaya bahwa dengan pertolongan Allah, persemakmuran Kristiani akan memperoleh suatu faedah yang lain; sebab sekalinya persatuan ini terbentuk, terdapat harapan bahwa begitu banyak pengikut sekte Mahomet [Muhammad] yang keji akan berkonversi kepada iman Katolik.”[3]

St. Fransiskus Xaverius, Mei 1546: “Kejahatan itu [agama Islam] diperkenalkan oleh beberapa kaisis (pelayan agama) Mahometan, yang datang dari Mekkah di Arabia, di mana jasad Mahomet yang terkutuk dihormati dengan takhayul yang besar.”

St. Fransiskus dari Assisi (sekitar 1210): [Kepada orang-orang Muslim] “Kami telah datang untuk mengkhotbahkan iman akan Yesus Kristus kepada anda sekalian, agar anda menyangkal Muhammad, budak Iblis yang jahat itu, dan agar anda memperoleh kehidupan kekal seperti diri kami.”

Kenyataannya, Gereja Katolik mengajarkan bahwa orang-orang Muslim tidak beriman.

Paus Klemens V, Konsili Vienne, 1311-1312:
“Adalah suatu penghinaan kepada nama yang kudus dan sebuah aib kepada iman Kristiani bahwa di beberapa bagian dunia tertentu yang tunduk kepada para pangeran Kristiani di mana para Saracen [yaitu pengikut agama Islam, yang juga disebut Muslim] tinggal … para pendeta Saracen, yang sering disebut sebagai Zabasala, di dalam bait-bait atau mesjid-mesjid mereka, di mana para Saracen bertemu untuk menghormati Mahomet yang kafir, memuji dan memanggil namanya dengan suara lantang setiap harinya pada jam-jam tertentu dari suatu tempat yang tinggi ... Hal ini membawa kehinaan kepada iman kita dan menimbulkan suatu skandal yang besar kepada para umat beriman. Praktik-praktik ini tidak dapat ditolerir tanpa menyinggung kemegahan ilahi. Maka, dengan persetujuan konsili suci ini, Kami secara ketat melarang praktik-praktik semacam itu mulai saat ini di negeri-negeri Kristiani. Kami memerintahkan kepada semua pangeran Katolik, kepada mereka masing-masing dan semuanya ... Mereka harus secara tegas melarang invokasi publik nama Mahomet yang nista ... Orang-orang yang memberanikan diri untuk bertindak secara berlawanan harus dihukum oleh para pangeran atas kekurangajaran mereka, agar orang lain menjadi tidak berani untuk melakukan kelancangan semacam itu.”[4]

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA AGAMA-AGAMA PAGAN DAN PENYEMBAH BERHALA ITU TINGGI DAN MURNI

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal. 23:
“Maka kita juga dapat melihat bahwa di dalam kosmos rohani India (‘Hinduisme’ adalah sebutan yang agak rancu akan keberagaman berbagai agama) terdapat berbagai bentuk yang berbeda: yang tinggi dan murni yang ditandai oleh ide akan cinta kasih, tetapi juga yang sangat mengerikan, termasuk yang mengikutsertakan pembunuhan secara ritual.”

Santo Paulus mengajarkan kepada kita bahwa dewa-dewi bangsa-bangsa adalah iblis (1 Korintus 10:20). Hal yang sama diajarkan di dalam Mazmur 95:5. Hinduisme adalah agama sesat yang menyembah dewa-dewi sesat (iblis). Itulah ajaran dari Gereja Katolik. Tetapi Benediktus XVI mengajarkan bahwa agama penyembah berhala yang pagan dan sesat ini mungkin “tinggi dan murni”. Ini adalah bidah dan kemurtadan.

BENEDIKTUS XVI MENGAJARKAN BAHWA SEMUA AGAMA DAPAT MENUNTUN KEPADA ALLAH

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal. 29: “Pertanyaan: Bagaimanakah seorang Katolik yang baik berbeda dari orang lain? Jawaban: … Dari antara para Katolik terdapat berbagai tingkat kebaikan dan kejahatan – seperti pula, sebaliknya di dalam semua agama terdapat orang-orang yang memiliki kemurnian dalam yang lewat mitos-mitos mereka, entah bagaimana menyentuh misteri agung dan menemukan cara yang benar untuk menjadi manusia.”

Ia berkata bahwa di dalam “semua agama” – yang termasuk agama-agama musyrik, pagan, dan bahkan satanik, seperti voodoo – terdapat orang-orang yang memiliki kemurnian dalam yang “menyentuh misteri agung dan menemukan cara yang benar untuk menjadi manusia.” Pernyataan Ini sungguh-sungguh murtad.

BENEDIKTUS XVI MENGHORMATI JALAN HANS KUNG YANG MENYANGKAL YESUS KRISTUS!

Bagi mereka yang tidak tahu, Hans Kung menolak, antara lain, Infalibilitas Kepausan dan Keilahian Tuhan kita Yesus Kristus. Hans Kung dapat disebut secara benar sebagai seorang Arian, karena ia menolak bahwa Tuhan kita sehakikat dengan Bapa. Di dalam kutipan berikut, kita melihat bahwa Benediktus XVI mengakui bahwa Kung menolak Infalibilitas Kepausan dan Keilahian Tuhan Kita. Berikut apa yang dikatakannya:

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal 95-96:
“Pertanyaan. Dan bagaimana dengan jalan Hans Kung? Maksud saya, ia sekarang berharap bisa mendapatkan sebuah rehabilitasi. Jawaban. ...ia [Hans Kung] tidak sama sekali menarik ketidaksetujuannya akan Kepausan; memang, ia telah meradikalisasikan posisi-posisinya, Di dalam Kristologi dan di dalam teologi trinitarian, ia telah semakin menjauhkan dirinya sendiri dari iman Gereja. Saya menghormati pandangannya, yang diambilnya sesuai dengan hati nuraninya, tetapi ia seharusnya tidak oleh karena itu meminta persetujuan Gereja tetapi harus mengakui bahwa di dalam pertanyaan-pertanyaan penting tersebut, ia telah sampai kepada keputusan-keputusan dirinya sendiri yang sangat pribadi.”

Jika Benediktus berkata bahwa ia sendiri menghormati Hans Kung, hal itu cukup buruk dan bidah. Tetapi ia tidak berkata bahwa ia semata-mata menghormati Kung; ia berkata bahwa ia menghormati “jalannya”! Benediktus XVI menghormati jalan Arianisme. Ini adalah kemurtadan total.

BENEDIKTUS XVI TIDAK BERBEDA DENGAN YOHANES PAULUS II

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal 106: “Pertanyaan: Apakah pernah terdapat perbedan antara Sri Paus [Yohanes Paulus II] dan sang kepala penjaga imannya? Apakah anda pernah menentang Sri Paus ataupun menolak sesuatu untuknya? Jawaban. Tidak pernah terdapat perbedaan secara mendasar.”

KUTIPAN-KUTIPAN LAIN YANG MENARIK DI DALAM SALT OF THE EARTH [GARAM DUNIA]

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal 99-100: “Pertanyaan: Pada abad pertengahan, terdapat rumah pelacuran yang bahkan dijalankan sebagian oleh gereja setempat. Jawaban: Terdapat sebuah bacaan oleh Santo Agustinus di mana ia bertanya apa yang harus dilakukan tentang masalah tersebut. Dan ia menjawab bahwa, menimbang sifat manusia, lebih baik untuk ketertiban setempat jika prostitusi terdapat di dalam bentuk yang diatur.”

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal 263: “Dialog dengan agama-agama lain sedang berjalan. Menurut saya, kita semua yakin bahwa kita dapat belajar sesuatu, misalnya, dari mistisisme Asia dan bahwa secara persis tradisi-tradisi mistik agung juga membuka kemungkinan-kemungkinan untuk pertemuan yang tidak terdapat degnan begitu jelas di dalam teologi positif.

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal 31: “Tema yang baru saja anda sebutkan – Darwin, penciptaan, teori evolusi – adalah subjek suatu dialog yang belum terselesaikan dan, dengan sarana-sarana di masa kini, kecil kemungkinannya untuk diselesaikan pada saat ini.”

Hal ini terlihat menyiratkan bahwa ia tidak yakin bahwa Darwinisme itu salah.

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal 106: “Juga dorongan ekumenis yang urjen yang menggerakannya [Yohanes Paulus II] adalah sesuatu yang berakar dengan amat dalam di dalam jiwanya, di dalam sifatnya – ‘berakar’ mungkin adalah suatu ungkapan yang terlalu tidak dinamis untuk kekuatan yang bekerja dan beroperasi di dalam dirinya.”

Benediktus XVI kelihatannya mengakui di sini dalam cara yang tersembunyi bahwa Yohanes Paulus II kerasukan.

“Kardinal” Joseph Ratzinger, Salt of the Earth [Garam Dunia], 1996, hal 177: “Di sini kita harus belajar bukan hanya dari Gereja Timur tetapi juga dari segala agama-agama dunia yang mengetahui bahwa liturgi adalah sesuatu yang lain dari penemuan teks-teks dan ritus-ritus, bahwa hal tersebut hidup secara persis dari suatu hal yang di luar manipulasi.”

Saya kira penting adanya untuk mencatat bahwa buku ini disetujui oleh para Uskup Novus Ordo yang “konservatif”: “Kardinal” George dari Chicago dan “Uskup Agung” Chaput dari Denver. Maka, para Uskup yang paling “konservatif” dari hierarki Vatikan II/Novus Ordo sejalan dengan kemurtadan buku ini.

SEORANG Bidah TIDAK DAPAT MENJADI PAUS YANG VALID

Adalah suatu fakta yang telah terbukti bahwa Ratzinger (Benediktus XVI) adalah seorang bidah non-Katolik. Gereja Katolik mengajarkan bahwa seorang bidah tidak dapat terpilih secara valid menjadi paus, karena seorang bidah bukanlah anggota Gereja Katolik. Ratzinger atau Benediktus XVI adalah seorang anti-Paus non-Katolik yang pemilihannya sama sekali kosong dan tidak valid.

Paus Paulus IV, Bulla Cum ex Apostolatus Officio, 15 Februari 1559:  “6. Di samping itu, [lewat Konstitusi Kami ini, yang tetap sah selamanya Kami mengundangkan, memutuskan, mendekretkan, dan mendefinisikan:-] bahwa jika pada waktu kapan pun tampak bahwa Uskup apa pun, walaupun ia adalah seorang Uskup Agung, Patriark, atau Primat; atau Kardinal apa pun dari Gereja Roma yang disebutkan dahulu, atau, yang telah disebutkan, perwakilah Paus apa pun, ataupun bahkan sang Paus Roma, sebelum promosinya atau naiknya ia sebagai Kardinal atau Paus Roma, telah menyimpang dari Iman Katolik atau jatuh ke dalam sebuah bidah:

(i) promosi atau kenaikan tersebut, bahkan bila hal tersebut tidak ditantang dan lewat persetujuan serempak dari semua Kardinal, akan menjadi tidak sah, kosong dan tidak berarti;

(ii) tidak akan mungkin untuknya untuk mendapatkan kesahan (tidak pun dikatakan bahwa maka ia telah mendapatkan kesahan) lewat penerimaan jabatan, konsekrasi, otoritas berikutnya, tidak pun dari kepemilikan administrasi, tidak pun lewat tanda kutip perayaannya sebagai Paus Roma, atau Penghormatan, atau kepatuhan yang diberikan kepadanya oleh semua, ataupun dengan lewatnya kurun waktu di dalam keadaan yang telah disebutkan;

(iii) hal tersebut tidak akan dianggap sebagai sah secara sebagian di dalam cara apa pun...

(vi) mereka yang oleh karena itu dipromosikan atau dinaikkan akan dicabut secara otomatis, dan tanpa perlu deklarasi selanjutnya, dari seluruh jabatan, posisi, kehormatan, titel, otoritas, tanggung jawab dan kekuatan...

10. Tidak seorang pun, maka dari itu dapat melanggar dokumen ini yang telah menerima persetujuan, perkenalan kembali, restu, statut, dan derogasi dari wasiat dan dekret kami, atau dengan anggapan yang sembrono menentangnya. Jika seorang pun, bagaimanapun, mencoba melakukannya, hendaknya ia mengetahui bahwa ia ditakdirkan untuk menderita murka dari Allah yang Mahakuasa dan dari Rasul-rasul yang terberkati, Petrus dan Paulus.

Diberikan di Roma di {basilika} Santo Petrus pada tahun Penjelmaan Tuhan 1559, 15 Februari, pada tahun keempat Kepausan kami.

+Saya, Paulus, Uskup Gereja Katolik...”

St. Robertus Bellarminus (1610), Doktor Gereja:
“Seorang Paus yang adalah bidah terang-terangan secara otomatis (per se) berhenti menjadi Paus dan kepala, layaknya ia berhenti menjadi seorang Kristiani dan seorang anggota Gereja. Maka dari itu, ia dapat dihakimi dan dihukum oleh Gereja. Ini adalah ajaran dari semua Bapa-Bapa Kuno yang mengajarkan bahwa bidah yang terang-terangan langsung kehilangan semua yurisdiksi.” (De Romano Pontifice, II, 30)

The Catholic Encyclopedia, “Papal Elections {Pemilihan Paus},” 1914, Vol. 14, hal. 456:
“Tentunya, pemilihan seorang bidah, skismatis, atau perempuan [sebagai Paus] adalah tidak sah dan kosong.”

Catatan kaki:

[1] Denzinger 1000.

[2] Decrees of Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-konsili Ekumenis}, Vol. 1, hal.578; Denzinger 714.

[3] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 1, hal. 479.

[4] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-Konsili Ekumenis}, Vol. 1, hal. 380.