^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Tentang Jahatnya Dosa Berat - Pertimbangan XV St. Alfonsus
PERTIMBANGAN XV.
Tentang Jahatnya Dosa Berat
“Aku telah membesarkan anak-anak, dan meninggikan mereka; namun mereka telah membenci Aku.” Yesaya i. 2.
POIN PERTAMA.
Apakah yang diperbuat orang yang melakukan dosa berat? Ia menghina Allah, ia membuat aib, ia mendukakan Allah. Dosa berat, pertama-tama, adalah penghinaan yang diberikan kepada Allah. St. Thomas berkata bahwa besar jahatnya sebuah penghinaan, diukur dari orang yang menerimanya, dan orang yang memberikannya. Menghina seorang petani itu salah, lebih salah lagi kalau menghina seorang majikan, dan masih lebih salah lagi kalau menghina seorang raja. Allah itu siapakah? Ia adalah Raja diraja, dan Tuan segala tuan (Wahyu xvii. 14). Allah adalah Kemegahan tak terhingga; ketimbang diri-Nya, semua pangeran di bumi dan semua orang kudus serta para malaikat Surga tidak lebih dari sebutir pasir: “Seperti setitik air pada timba, dan seperti sebutir debu” (Yesaya xl. 15). Yesaya berkata, bahwasanya ketimbang besarnya Allah, segala makhluk begitu kecilnya seolah-olah mereka tidak ada: “Segala bangsa seperti tidak ada di hadapan-Nya” (Yesaya xl. 17). Seperti itulah Allah: dan apakah manusia itu?
Menurut St. Bernardus, manusia adalah “sekarung cacing, dan makanan cacing”, yang tidak lama lagi akan menghabisinya. Manusia adalah cacing yang hina, yang tidak bisa berbuat apa-apa, buta dan tak dapat melihat apa-apa, dan miskin serta buta, tak berpunya apa-apa: “Malang, miskin, buta dan telanjang” (Wahyu iii. 17). Dan cacing yang malang ini berani menghina sesosok Allah, seru St. Bernardus itu juga: “Cacing yang hina, yang hidup dalam debu itu, berani mengganggu kemegahan yang sedemikian ngerinya.” Maka Doktor Malaikat berkata dengan benar, bahwa dosa manusia berisi kejahatan yang hampir tak terhingga: “Dosa memiliki ketidakterbatasan tertentu, akibat tak terbatasnya Kemegahan Ilahi.”[1] St. Agustinus bahwasanya menyebut dosa sebagai “kejahatan tak terbatas” segenap-genapnya. Maka, seandainya seluruh umat manusia dan semua malaikat mempersembahkan diri mereka sendiri untuk mati dan sampai dilenyapkan sekalipun, mereka sama sekali tidak bisa menjadi silih bagi satu dosa pun. Allah menghukum dosa berat dengan rasa sakit Neraka yang besar; namun betapa besar pun hukuman-Nya bagi dosa itu, semua teolog menyatakan bahwa Ia selalu menghukumnya “citra condignum”, yaitu, kurang dari hukuman yang pantas didapatkan.
Bahwasanya hukuman apakah yang mungkin cukup besar bagi seekor cacing yang menyerang Majikannya? Allah adalah Tuan bagi segala-galanya, karena diri-Nyalah Pencipta segala sesuatu: “Segala sesuatu ada dalam kuasa-Mu, sebab Engkau telah menciptakan segala hal” (Ester xiii. 9). Dan pada kenyataannya, segala ciptaan tunduk kepada Allah: “Angin dan lautan taat kepada-Nya” (St. Matius viii. 27). “Api, hujan es, salju, es, angin badai yang melakukan firman-Nya” (Mazmur cxlviii. 8). Namun ketika manusia berbuat dosa, apakah yang dilakukannya? Ia berkata kepada Allah: Tuhan, aku tidak mau menghamba kepada-Mu: “Engkau telah memutuskan tali pengikat-Ku, dan engkau berkata, aku tidak mau menghamba” (Yeremia ii. 20). Tuhan berkata kepadanya: Hak pembalasan dendam bukanlah milikmu; dan manusia menjawab: aku sendirilah yang akan membalas dendam. Janganlah mengambil barang kepunyaan sesamamu: aku akan mengambilnya. Tinggalkanlah kenikmatan terlarang itu: takkan kutinggalkan. Si pendosa berbicara kepada Allah seperti yang dilakukan Firaun, ketika Musa menyampaikan firman Allah kepadanya agar membebaskan umat-Nya, dan ia dengan lancang menjawab: “Siapakah Tuhan itu, sehingga aku harus mendengar suara-Nya? Aku tidak mengenal Tuhan” (Keluaran v. 2). Si pendosa pun berkata seperti itu pula: Tuhan, aku tidak mengenal-Mu; aku akan berbuat semauku. Singkat kata, si pendosa menghina Allah pada wajah-Nya sendiri, dan membelakangi Dia. Namun membelakangi Allah inilah yang kenyataannya adalah dosa berat: “Berpaling dari kebaikan yang tak berubah”.[2] Tentang perkara ini, Allah mengeluh: “Engkau telah meninggalkan Aku, Tuhan berfirman; engkau telah berpaling ke belakang” (Yeremia xv. 6). Engkau telah mendurhakai Aku, Allah berfirman, sebab engkau telah meninggalkan Aku, karena Aku tidak pernah mau meninggalkan engkau; engkau telah membalikkan badanmu kepada-Ku.
Allah telah menyatakan bahwa Dia membenci dosa, oleh sebab itulah Ia niscaya membenci orang yang berbuat dosa: “Namun bagi Allah, orang fasik dan kejahatannya sama-sama patut dibenci” (Kebijaksanaan Salomo xiv. 9). Ketika manusia berbuat dosa, ia berani berseru bahwa dirinya adalah musuh Allah, dan bertengkar dengan Allah: “Ia telah menguatkan dirinya melawan Yang Mahakuasa” (Ayub xv. 25). Apakah yang akan anda katakan, kalau anda melihat seekor semut berusaha bertarung melawan seorang tentara? Allah itulah Yang Mahakuasa: dengan sepatah firman, Ia menciptakan Surga dan Bumi dari ketiadaan sama sekali: “Allah menciptakan mereka dari ketiadaan” (2 Makabe vii. 28). Dan kalau itu kehendak-Nya, Ia bisa menghancurkan segala-galanya dengan sepatah firman yang lain: “Dengan firman-Nya, Ia dapat menghancurkan seluruh bumi sama sekali” (2 Makabe viii. 18). Sewaktu pendosa setuju berbuat dosa, ia merentangkan tangannya melawan Allah; ia menegakkan lehernya – maksudnya, keangkuhan – dan menghina Allah; ia mempersenjatai diri dengan kepala yang tebal – yaitu, kebebalan (tebal maksudnya bebal) – seraya berkata: “Memang aku berbuat apa? Dosa yang telah kuperbuat itu memang seberapa besar bahayanya? Allah itu rahim; Ia mengampuni para pendosa.” Betapa jahat penghinaannya! Betapa besar kelancangannya! Betapa parah kebutaannya!
DAMBAAN DAN DOA.
Lihatlah, ya Allahku, tersungkur di kaki-Mu, si pemberontak yang berani dan yang telah begitu seringnya berbuat gegabah, sehingga menghina wajah-Mu, dan memunggungi Engkau; namun yang sekarang memohon belas kasih-Mu. Engkau telah berkata: “Berserulah kepada-Ku, dan Aku akan mendengarmu” (Yeremia xxxiii. 3). Neraka itu kecil bagiku, itu sungguh kutahu; namun, ya Kebaikan Terluhur, kurasakan dukacita yang lebih besar karena telah menghina-Mu, daripada kalau aku kehilangan segala harta dan kehidupanku. Ah ya Tuhanku, ampunilah aku, dan jangan biarkan aku pernah menghina-Mu lagi. Engkau telah menantikanku, supaya aku boleh selama-lamanya memberkati kerahiman-Mu, dan mencintai-Mu. Ya, kuberkati Engkau dan kucintai diri-Mu; dan kuberharap, dengan jasa-jasa Yesus Kristus, agar tak pernah lagi memisahkan diri dari kasih-Mu. Kasih-Mu telah meluputkan aku dari Neraka, dan harus meluputkanku ke depannya dari dosa. Kubersyukur kepada-Mu, ya Tuhan, atas terang ini, dan atas keinginan yang selalu Kauberikan kepadaku untuk mengasihi-Mu. Ah, ambillah segenap keberadaanku ini, segenap jiwaku, segenap badanku, segenap kekuatanku, indraku, kehendakku, dan kebebasanku: “Aku ini milik-Mu, selamatkanlah aku”. Engkaulah kebaikanku satu-satunya, Engkaulah satu-satunya yang patut dikasihi, jadilah pula Engkau kasihku satu-satunya. Berilah aku semangat dalam mengasihi-Mu. Aku telah banyak-banyak menghina-Mu; maka tak cukup bagiku hanya mengasihi-Mu semata, aku juga harus banyak-banyak mengasihi-Mu, supaya aku bisa menggantikan kerugian atas penghinaan-penghinaan yang telah kuperbuat kepada-Mu. Itu kuharapkan dari-Mu, sebab Engkau Mahakuasa. Dan kuharapkan itu pula, ya Maria, dari doa-doamu, yang adikuasa dengan Allah.
POIN KEDUA.
Si pendosa tidak hanya menghina Allah, namun ia juga juga membuat aib bagi Allah: “Dengan pelanggaran hukum, engkau membuat aib bagi Allah” (Roma ii. 23). Ya, karena ia meninggalkan rahmat-Nya, dan demi kenikmatan celaka, ia menginjak-injak persahabatan-Nya. Seandainya manusia kehilangan persahabatan Allah demi memperoleh kerajaan, atau bahkan seisi dunia sekalipun, ia tetap akan melakukan kesalahan besar, sebab persabahatan dengan Allah lebih besar nilainya daripada dunia dan ribuan dunia. Namun demi apakah kita menghina Allah? “Mengapakah orang fasik telah menghasut Allah?” (Mazmur x. 13, versi Ibrani). Demi segenggam tanah, karena tersulut amarah, demi kenikmatan yang jijik, demi setitik uap semata, demi sebersit lela: “Mereka menajiskan Aku demi segenggam jelai dan sepotong roti” (Yehezkiel xiii. 19).
Ketika si pendosa menimbang-nimbang, apabila ia akan setuju berbuat dosa atau tidak, ia ibaratnya mengambil neraca di tangan, dan merenungkan yang mana yang lebih berat, rahmat Allah, ataukah amarah, uap, kenikmatan itu; dan ketika ia kemudian setuju, ia menyatakan bahwa dirinya berpendapat, hasrat dan kenikmatannya lebih besar nilainya daripada persahabatan dengan Allah. Lihatlah, si pendosa membuat aib bagi Allah!
Ketika merenungkan besar dan megahnya Allah, Daud berkata: “Tuhan, siapakah yang seperti Engkau” (Mazmur xxxiv. 10). Namun di lain sisi, ketika Allah melihat kenikmatan celaka dibandingkan oleh para pendosa dan lebih disukai daripada diri-Nya, Ia pun berkata kepada mereka: “Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia?” (Yesaya xl. 25). Maka, firman Tuhan, kenikmatan yang hina itu lebih besar nilainya daripada Rahmat-Ku: “Engkau telah membelakangi Aku” (Yehezkiel xxiii. 35). Anda tidak akan melakukan dosa itu, seandainya dengan berbuat demikian, anda akan kehilangan tangan, atau sepuluh keping emas, atau bahkan hal-hal yang jauh lebih tidak berharga sekalipun. Maka Salvianus berkata, bahwa Allah begitu hinanya di mata anda, sehingga Ia patut diabaikan demi hasrat sesaat atau demi kenikmatan yang hina: “Allah sendiri engkau anggap hina ketimbang segala sesuatu yang lain.”
Di samping itu, sewaktu si pendosa menghina Allah demi kenikmatan tertentu, kenikmatan itu lalu menjadi ilahnya, sebab si pendosa menjadikannya sebagai tujuan akhirnya. St. Hieronimus berkata: “Yang diinginkan setiap orang, kalau itu disembahnya, adalah ilah baginya. Kemaksiatan dalam hati adalah berhala di atas altar.” Karena itulah St. Thomas berkata: “Jika engkau mengasihi kenikmatan, kenikmatan adalah allahmu.” Dan St. Siprianus: “Apa pun yang lebih disukai orang daripada Allah, dijadikannya sebagai allahnya.” Ketika Yerobeam memberontak terhadap Allah, ia berupaya membawa rakyatnya bersama dirinya untuk menyembah berhala, dan karena itu, ia menghadirkan berhala-berhalanya kepada mereka, seraya berkata: “Lihatlah ilah-ilahmu, hai Israel” (3 Raja-Raja xii. 28). Seperti itulah cara Iblis menghadirkan kenikmatan tertentu kepada pendosa, dengan berkata: Ada apa engkau dengan Allah? Lihatlah allahmu dalam kenikmatan ini, dalam hasrat ini; ini kau ambillah, dan tinggalkanlah Allah. Dan ketika si pendosa setuju, dirinya pun menyembah dalam hatinya, kenikmatan itu sebagai ilahnya: “Kemaksiatan dalam hati adalah berhala di atas altar”.
Kalaupun dalam membuat aib kepada Allah, si pendosa tidak berbuat demikian di hadirat-Nya, ia setidak-tidaknya menghina wajah Allah, sebab Allah ada di mana-mana: “Aku memenuhi Surga dan Bumi” (Yeremia xxiii. 24). Dan ini juga diketahui si pendosa, namun ia tidak takut menghasut Allah bahkan di depan mata-Nya sekalipun: “Mereka terus-menerus di depan wajah-Ku memancing-Ku supaya marah” (Yesaya lxv. 3).
DAMBAAN DAN DOA.
Maka Engkau, ya Allahku, adalah kebaikan yang tak terbatas; dan aku telah sering menggantikan diri-Mu dengan kenikmatan yang celaka; baru-baru kudapat kenikmatan itu, dan ia pun menghilang. Namun meski dibenci aku, Engkau memang menawarkan aku ampun kalau aku menginginkannya; dan memang berjanji memulihkan aku supaya mendapat rahmat-Mu, jika aku bertobat menghina-Mu. Ya, oh Tuhanku, kubertobat dengan segenap hatiku karena telah menghina-Mu demikian; aku membenci dosaku di atas segala kejahatan. Lihatlah, sekarang aku kembali, sebab kuberharap kepada-Mu; dan Engkau bahwasanya sudah menerima dan merangkulku sebagai anak-Mu. Kubersyukur kepada-Mu, ya Kebaikan Tak Terhingga. Namun bantulah aku sekarang, dan jangan biarkan aku kembali mengusir diri-Mu dariku. Neraka takkan pernah berhenti menggodaku; namun Engkau lebih kuasa dari Neraka. Kutahu, bahwa takkan pernah daku memisahkan diri dari Engkau, jika aku senantiasa berserah kepada-Mu; maka inilah rahmat yang harus Kauberikan kepadaku, agar aku selalu berserah diri kepada-Mu, dan selalu berdoa kepada-Mu, seperti yang kulakukan sekarang, seraya berkata: ya Tuhan, tolonglah aku, berilah aku terang, berilah aku kekuatan, berilah aku ketekunan, berilah aku Firdaus; namun terutama, berilah aku cinta kasih-Mu, Firdaus sejati bagi jiwa-jiwa. Kucinta Kau, ya Kebaikan Tak Terhingga, dan kuingin selalu mengasihi-Mu. Dengarkanlah aku, demi cinta akan Yesus Kristus. Ya Maria, engkau suaka pendosa; tolonglah seorang pendosa yang ingin mencintai Allahmu.
POIN KETIGA.
Si pendosa menghina Allah, membuat aib bagi-Nya, dan mendukakan Dia parah-parah. Tiada yang lebih pahit, daripada kalau orang yang telah dikasihi dan diberi pertolongan, membalas dengan kedurhakaan. Siapakah yang diserang si pendosa? Ia menyerang sesosok Allah yang telah menciptakannya, dan yang telah begitu mengasihinya, sampai menyerahkan Darah-Nya serta hidup-Nya demi cinta akan dia; dan dengan melakukan dosa berat, ia mengusir Allah dari hatinya. Allah datang untuk tinggal dalam jiwa yang mengasihi-Nya: “Jika ada yang mengasihi-Ku … Bapa-Ku akan mengasihi-Nya, dan Kami akan datang kepadanya, dan akan membuat tempat tinggal Kami bersamanya” (St. Yohanes xiv. 23). Perhatikan: “Kami akan membuat tempat tinggal Kami”. Allah datang ke dalam jiwa untuk menghuninya selama-lamanya; sehingga menurut Konsili Trente, Ia tidak meninggalkannya kalau Ia tidak diusir oleh jiwa. Tetapi, Tuhan, Engkau sudah tahu bahwa di saat lain, si pendosa durhaka itu akan mengusir engkau dari dirinya; lantas mengapa Engkau tidak pergi saja sekarang? Mengapa menanti sampai dia sendiri mengusir Engkau? Tinggalkan dia, pergilah, sebelum dia memberi Engkau penghinaan yang begitu besarnya. “Tidak”, firman Allah Yang Mahakuasa, “Aku tidak akan pergi sampai dia sendiri mengusir Aku.”
Maka, ketika jiwa setuju berbuat dosa, ia berkata kepada Allah, “Tuhan, tinggalkanlah aku”. “Orang fasik telah berkata kepada Allah, tinggalkanlah kami” (Ayub xxi. 14). Jiwa berkata demikian, “bukan dalam perkataan, namun dalam perbuatan”, menurut St. Gregorius. Si pendosa sudah tahu, bahwa Allah tidak bisa tinggal bersama dosa; ia tahu bahwa jika dirinya berdosa, Allah harus pergi; karena itu, ia berkata kepada-Nya: “Karena Engkau tidak bisa tinggal dengan dosaku, pergilah Engkau; selamat tinggal.” Dan mengusir Allah dari jiwanya, ia membuat Iblis masuk ke dalamnya segera, untuk mengambil kepemilikannya. Melalui pintu yang dilewati Allah untuk keluar itu juga, si musuh masuk: “Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka masuk dan berdiam di situ” (St. Matius xii. 45). Tatkala seorang anak dibaptis, imam berkata kepada Iblis: “Enyahlah daripadanya, hai roh najis, dan sediakanlah ruang bagi Roh Kudus”. Ya, dengan menerima rahmat, jiwa itu menjadi bait suci Allah: “Tidak tahukah kalian bahwa kalian adalah bait Allah” (1 Korintus iii. 16). Tetapi ketika manusia setuju berbuat dosa, ia melakukan yang sama sekali berkebalikan; ia berkata kepada Allah, yang tinggal dalam jiwanya: “Enyahlah daripadaku, hai Tuhan; sediakanlah ruang bagi Iblis.” Tentang perkara inilah Tuhan persisnya mengeluh kepada St. Brigidia, seraya berkata bahwa diri-Nya diperlakukan oleh pendosa, seperti raja yang diusir dari takhta miliknya sendiri: “Aku seperti raja yang diusir dari takhta miliknya sendiri; dan sebagai pengganti-Ku, yang terpilih adalah para perampok yang terjahat.”
Seperti apa duka yang akan anda alami, kalau mendapat penghinaan yang parah dari orang yang sudah anda berikan pahala-pahala besar! Inilah duka yang telah anda timbulkan kepada Allahmu, yang telah menyerahkan diri-Nya sendiri sekalipun demi menyelamatkan diri anda. Tuhan hampir berseru kepada Surga dan Bumi supaya mengasihani diri-Nya, akibat kedurhakaan yang telah disodorkan para pendosa kepada-Nya. “Dengarlah, hai Surga, dan condongkanlah telingamu, hai bumi, Aku telah membesarkan anak-anak dan meninggikan mereka; namun mereka telah membenci Aku” (Yesaya i. 2). Singkat kata, dengan dosa-dosa mereka, para pendosa mendukakan Hati Allah: “Mereka memancing amarah, dan mendukakan Roh Kudus-Nya” (Yesaya lxiii. 10). Allah tak mampu berduka; namun seandainya Ia berduka, satu dosa berat saja akan cukup membuat-Nya mati, murni karena duka, ujar Romo Medina: “Dosa berat, seandainya mungkin, akan membinasakan Allah sendiri, sebab dosa itu akan menimbulkan dukacita yang tak terhingga dalam diri Allah”.[3] Oleh sebab itulah, seperti yang dicatat oleh St. Bernardus, “Dosa, sejauh kemampuannya, membunuh Allah.” Maka ketika si pendosa berbuat dosa berat, ia seperti memberi racun kepada Allah; sejauh yang ia bisa, ia melenyapkan hidup dari Allah: “Orang berdosa telah menghasut Tuhan” (Mazmur x. 4, versi Ibrani). Menurut St. Paulus, “ia menginjak-injak Putra Allah” (Ibrani x. 29); sebab ia membenci segala yang telah dilakukan Yesus Kristus dan yang telah diderita-Nya demi menghapus dosa dunia.
DAMBAAN DAN DOA.
Maka, ya Penebusku, kapan pun aku telah berdosa, aku telah mengusir Engkau dari jiwaku, dan telah melakukan segala sesuatu yang kubisa untuk menghilangkan hidup dari Engkau, seandainya Engkau bisa mati. Sekarang, kudengar diri-Mu bertanya: “Apakah yang telah Kuperbuat kepada-Mu, atau di manakah Aku telah mendukakan engkau? Jawablah engkau kepada-Ku.” Kejahatan apa yang telah Kuperbuat kepadamu, pelanggaran apakah yang telah kulakukan kepadamu, sehingga engkau hendak menimbulkan kegusaran yang begitu besarnya kepada-Ku? Tuhan, Engkau bertanya kejahatan apa yang telah Kaulakukan kepadaku. Engkau telah memberi keberadaan kepadaku, dan Engkau telah wafat demi aku; lihatlah kejahatan yang telah Kaulakukan kepadaku! Lalu aku bisa menjawab apa? Aku hanya bisa berkata, bahwa aku pantas mendapat beribu Neraka; Kaupunya alasan yang benar untuk mengirim aku ke dalam sana. Namun ingatlah cinta kasih yang telah membuat-Mu mati di salib demi aku; ingatlah Darah-Mu, Darah yang telah Kautumpahkan demi aku, dan kasihanilah aku. Tetapi, sudah kupahami bahwa Engkau tidak ingin kuberputus asa; sebaliknya, Engkau memberi tahu aku, bahwa Engkau bahwasanya berdiri pada pintu hatiku, pintu yang darinya aku telah mengusir-Mu, dan bahwasanya mengetuk pintu itu dengan ilham-ilham-Mu, supaya Engkau boleh masuk melaluinya: “Aku berdiri di depan pintu dan mengetuk”; dan Engkau berfirman agar aku membukanya. “Bukakan Aku, hai saudari-Ku.” Ya, Yesusku, kuusir semua dosa melalui pintu itu, kubertobat dengan segenap hatiku, dan kukasihi diri-Mu di atas segala-galanya; masuklah, hai Kasihku, pintu kubuka; masuklah, dan jangan Engkau pergi lagi meninggalkanku. Ikatlah aku kepada-Mu dengan cinta kasih-Mu, dan jangan pernah biarkan aku kembali terpisah dari Engkau. Tidak, ya Allahku, takkan pernah kita terpisah lagi; kurangkul diri-Mu, dan kurengkuh Engkau pada hatiku; berikanlah aku ketekunan suci. Ya Maria, ya Ibundaku, tolonglah aku di setiap saat, doakanlah aku kepada Yesus; buatlah supaya diriku tak pernah lagi kehilangan rahmat-Nya.
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Inggris, yang orisinalnya diterjemahkan dari bahasa Italia.
St. Alfonsus Maria de Liguori, The Eternal Truths. Preparation for Death [Kebenaran-Kebenaran Abadi. Persiapan Kematian], London, Burns and Lambert, 1857, hal. 102-109.
Tanda * tertera pada kutipan yang tidak bisa ditemukan penulisnya atau yang tidak bisa ditemukan perikop rujukannya oleh Penyunting.
[1] S. Thom. p. 3a. q. 1. a. 2, ad 2m.
[2] Id. p. 1. 2ae, q. 87, a. 4.
[3] *Medina de poenitent.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 6 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 7 bulanBaca lebih lanjut...