^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Tentang Hidup Celaka Orang Berdosa & Hidup Bahagia Orang yang Mengasihi Allah - Pertimbangan XXI St. Alfonsus
PERTIMBANGAN XXI.
Tentang Hidup Celaka Orang Berdosa & Hidup Bahagia Orang yang Mengasihi Allah
“Tiada damai bagi orang fasik, Tuhan berfirman.” – Yesaya xlviii. 22.
“Damai berlimpah bagi mereka yang mengasihi hukum-Mu.” Mazmur cxviii. 165.
POIN PERTAMA.
Semua orang di dalam kehidupan ini berjuang untuk mencari damai. Pedagang, tentara, orang yang terkena gugatan hukum berjuang dalam harapan bahwa dengan laba, dengan pangkat, dengan kemenangan dalam gugatan hukum itu, mereka bisa beroleh keuntungan dan karena itu mendapatkan damai. Namun betapa malangnya orang-orang duniawi, yang mencari damai di dunia ini, dunia yang tak mampu memberi damai bagi mereka! Hanya Allah sendirilah yang dapat memberi kita damai: “Berikanlah para hamba-Mu (doa Gereja yang kudus) damai yang tak dapat diberikan dunia.” Tidak, dunia bersama segala kekayaannya, tidak dapat memuaskan hati manusia, sebab manusia tidak diciptakan untuk hal-hal ini, namun untuk Allah sendiri, sehingga Allah sendirilah yang dapat memuaskan manusia. Binatang diciptakan demi kenikmatan indrawi, dan mereka beroleh damai dalam hal-hal baik di dunia ini. Berikanlah seikat rumput kepada kuda, atau sepotong daging kepada anjing, dan lihatlah, mereka gembira; mereka tak ingin apa-apa lagi. Tetapi jiwa, yang tercipta hanya demi mengasihi dan bersatu dengan Allah, tidak pernah mampu menemukan kedamaian meski mengalami sedapnya setiap kenikmatan badaniah; hanya Allah sendirilah yang mampu memuaskan dia sepenuhnya.
Orang kaya yang disebutkan dalam St. Lukas (xii. 19), setelah mengumpulkan panenan yang berlimpah dari ladangnya, berkata kepada dirinya sendiri: “Hai jiwa, engkau telah menimbun banyak barang selama bertahun-tahun; beristirahatlah, makanlah, minumlah, bersukarialah.” Namun orang celaka itu disebut orang bodoh; dan itu memang benar, ujar St. Basilius: Hai orang celaka yang malang (ujar St. Basilius kepadanya), apakah kebetulan jiwa yang kaupunya itu jiwa babi, atau binatang ternak, sehingga engkau ingin memuaskan jiwamu dengan makan, minum dan dengan kenikmatan badaniah? St. Bernardus berkata bahwa orang mungkin bisa dikenyangkan dengan barang-barang yang baik dari dunia ini, namun tidak bisa dipuaskan: “Ia mungkin bisa berbusung dada, namun tidak bisa dipuaskan.” Dan orang kudus yang sama itu menulis tentang perikop Injil berikut: “Lihatlah, kita telah meninggalkan segala sesuatu,” dan mencatat bahwa ia telah melihat berbagai macam orang yang menderita dalam aneka macam cara. Mereka semua, ujarnya, menderita kelaparan besar: namun beberapa mengenyangkan diri dengan tanah, suatu lambang orang tamak; beberapa dengan udara, lambang orang yang mengangan-angankan kehormatan; beberapa di sekeliling perapian, menelan percik api yang melompat dari padanya, suatu lambang orang yang marah; yang lain, pada akhirnya, di sekeliling danau berbau busuk, minum dari air yang tak sedap baunya itu, suatu lambang orang najis. Lalu, berpaling kepada mereka, St. Bernardus berseru: Ya orang bodoh, tidakkah kalian lihat, bahwa hal-hal ini memperbesar, alih-alih memuaskan kelaparan kalian? Barang-barang dunia ini hanya semata-mata barang-barang yang tampak, dan karena itu tidak bisa memuaskan hati manusia: “Kamu sudah makan, namun tidak sampai kenyang” (Hagai i. 6). Maka semakin banyak yang didapatkan orang tamak, semakin ia berjuang untuk mendapat lebih banyak barang. St. Agustinus berkata: “Menimbun uang tidak menutup, namun justru memperlebar rahang ketamakan.” Semakin orang najis berkubang dalam kotoran, semakin besar mual dan lapar yang dideritanya sekaligus; dan bagaimanakah bahwasanya kotoran dan kebobrokan indrawi dapat memuaskan hati? Hal yang sama terjadi pula kepada orang berambisi, yang mencoba memuaskan keinginan-keinginan diri mereka hanya dengan asap semata, karena mereka lebih menatap yang mereka inginkan, daripada yang mereka punya. Setelah Aleksander Agung menaklukkan begitu banyak kerajaan, ia menangis karena tak ada lagi yang bisa ditaklukannya. Seandainya barang-barang dunia ini bisa memuaskan manusia, orang kaya, para raja dunia ini akan menjadi bahagia seutuhnya; namun pengalaman memberi bukti yang berlawanan. Salomo menyatakannya, “Tak kutolak apa pun yang diinginkan mataku” (Pengkhotbah ii. 10). Namun untuk segalanya itu, apakah yang dikatakannya? “Sia-sia, sia-sia belaka, dan segalanya sia-sia” (Pengkhotbah i. 2). Maksudnya itu adalah: Segala sesuatu di dunia ini sia-sia belaka, dusta belaka, kebodohan belaka.
DAMBAAN DAN DOA.
Ah, ya Allahku, apakah yang tersisa bagiku ini akibat segala penghinaanku terhadap Dikau, kalau bukan sakit, kepahitan, dan Neraka yang pantas kudapatkan? Tak kusesali pahit yang kurasa sekarang; sebaliknya, itu menjadi penghiburan bagiku, sebab itu adalah karunia rahmat-Mu, dan memberikanku alasan untuk berharap (sebab Engkau sendirilah yang mengaruniakannya kepadaku) bahwa Engkau sudi mengampuniku. Yang membuatku menderita adalah duka yang telah kutimbulkan bagi-Mu, ya Penebusku, yang telah begitu mengasihiku. Ya Tuhanku, kupantas Engkau meninggalkan aku; namun alih-alih demikian, Engkau bahwasanya menawarkan ampun bagiku, bahwasanya Engkaulah yang pertama mencari perdamaian. Ya, Yesusku, kurindukan damai, dan kuinginkan rahmat-Mu di atas segala berkat lainnya. Aku berduka karena telah menghina-Mu, ya Kebaikan Tak Terhingga, dan dengan sukarela aku akan mati karena dukacita. Oh, dengan kasih yang Kaupunya ketika wafat demi aku di kayu salib itu, ampunilah aku, dan terimalah diriku ini masuk hati-Mu, dan ubahlah hatiku agar ke depannya, aku bisa berkenan kepada-Mu sebanyak kali aku telah mendukakan Dikau sampai sekarang. Demi cinta-Mu, sekarang kutinggalkan segala kenikmatan yang dapat diberikan oleh dunia kepadaku, dan aku justru bertekad kehilangan nyawaku daripada kehilangan rahmat-Mu. Berfirmanlah, apa yang harus kulakukan demi menyenangkan Dikau, dan akan kulakukan. Peduli apa aku ini terhadap kenikmatan, penghormatan, kekayaan! Yang kuinginkan Engkau saja, ya Allahku, sukacitaku, kemuliaanku, pusakaku, hidupku, kasihku, segala-galanya bagiku, Berilah aku, ya Tuhan, pertolonganmu, supaya kubisa setia kepada-Mu. Karuniakanlah rahmat bagiku supaya mengasihi-Mu, dan lakukanlah padaku apa yang Kauinginkan. Ya Maria, ya Ibundaku, dan pengharapanku setelah Yesus, ambillah diriku ini dalam perlindunganmu, dan buatlah aku menjadi milik Allah seutuhnya.
POIN KEDUA.
Salomo tidak hanya berkata bahwa kenikmatan dan kekayaan dunia ini sia-sia belaka, dan tak dapat memuaskan hati, namun segalanya itu adalah rasa sakit yang menderitakan roh: “Lihatlah, segalanya sia-sia dan derita bagi roh” (Pengkhotbah i. 14). Pendosa malang! Mereka kira dapat meraih kebahagiaan dengan dosa-dosa mereka, namun yang mereka temukan hanyalah pahit dan penyesalan: “Ada kebinasaan dan celaka pada jalan mereka, dan jalan kedamaian tidak mereka kenali” (Mazmur xiii. 3). Damai! Damai apa? Tidak, Allah berfirman: “Tiada damai bagi orang fasik” (Yesaya xlviii. 22). Pertama-tama, dosa membawa bersama dirinya kengerian dari pembalasan dendam Ilahi. Barang siapa punya musuh yang kuasa, ia tak bisa makan, ataupun tidur dalam damai; dan bisakah orang yang punya Allah sebagai musuhnya tidur dalam damai? “Hendaknya orang yang berbuat jahat menjadi takut” (Amsal x. 29). Kalau gempa bumi terjadi atau kalau guntur menyambar, betapa orang yang hidup dalam dosa akan gemetar! Setiap daun yang bergerak menggelisahkannya: “Bunyi yang dahsyat sampai ke telinganya” (Ayub xv. 21). Ia selalu berlari, meski yang mengejarnya tak dapat dilihatnya: “Orang fasik berlari ketika tidak dikejar seorang pun” (Amsal xxviii. 1). Dan siapakah yang mengejar dia? Dosanya sendiri. Kain, setelah membunuh Habel saudaranya, berkata: “Barang siapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku” (Kejadian iv. 14). Dan walau Tuhan meyakinkannya bahwa tidak akan ada orang yang menyakitinya - “Tidak, tidak akan demikian” – namun, Kitab Suci berkata, bahwa Kain selalu melarikan diri dari satu tempat ke tempat yang lain: “Ia tinggal seperti orang usiran di bumi” (Kejadian iv. 16). Siapakah yang menganiaya Kain kalau bukan dosanya sendiri?
Terlebih lagi, dosa mendatangkan sesal nurani; ulat yang kejam, yang menggerogoti tiada henti. Pendosa celaka pergi ke pertunjukan sandiwara, pesta dansa, perjamuan makan; namun ujar hati nuraninya, Engkau bermusuhan dengan Allah; dan sekiranya engkau mati, ke manakah engkau akan pergi? Sesal nurani menjadi siksaan yang kian besarnya, bahkan dalam hidup ini sekalipun, sehingga untuk mengenyahkannya, orang-orang terkadang telah sengaja membinasakan diri mereka sendiri. Salah seorang dari mereka ini, seperti yang kita semua ketahui, adalah Yudas, yang gantung diri dalam keputusasaan. Ada cerita tentang seseorang yang lain, bahwa setelah membunuh seorang anak, ia menjadi rohaniwan, untuk lari dari sakitnya sesal nurani; namun karena tidak menemukan damai dalam agama sekalipun, ia pergi dan mengakui kejahatannya kepada hakim, dan mengakibatkan dirinya sendiri dihukum mati.
Seperti apakah jiwa yang hidup tanpa Allah? Roh Kudus membandingkannya dengan lautan berbadai: “Orang fasik bagaikan lautan yang mengamuk, yang tidak dapat beristirahat” (Yesaya lvii. 20). Saya tanya kepada anda, seandainya seseorang dibawa ke festival musik, atau ke pesta dansa atau perjamuan makan, dan di sana, dia digantung pada kakinya, dengan kepala menghadap bawah, apa bisa dia menikmati hiburan ini? Seperti itulah manusia yang hidup dengan jiwa yang tergantung terbalik, berada di tengah-tengah kenikmatan dunia ini, namun tanpa Allah. Boleh saja dia makan dan minum dan berdansa; boleh saja dia mengenakan pakaian megah itu sehingga diagung-agungkan, menerima penghormatan itu, beroleh jabatan itu, atau barang kepunyaan itu; namun damai tak akan pernah dia punyai: “Tiada damai bagi orang fasik.” Damai datangnya dari Allah sendiri, dan Allah memberi damai kepada para sahabat-Nya, dan bukan kepada para musuh-Nya.
Kenikmatan dunia ini habis, ujar St. Vincentius Ferrer; kenikmatan dunia ini tiada masuk ke dalam hati: “Kenikmatan-kenikmatan itu adalah air yang tak menembus, di mana ada rasa haus.” Si pendosa boleh saja mengenakan gaun bersulam yang indah, atau cincin berlian yang berharga di jarinya; boleh saja dia memanjakan indra pengecapnya seturut keinginannya; namun hatinya yang malang akan terus dipenuhi duri-duri dan rasa pahit; maka engkau akan melihat dirinya, dengan segala kekayaannya, kenikmatannya, dan hiburannya, selalu gelisah, dan selalu murka dan marah terhadap setiap pertentangan, seperti anjing yang gila. Barang siapa mengasihi Allah berpasrah ketika datangnya peristiwa-peristiwa yang memudaratkan, seturut Kehendak Ilahi, dan beroleh damai; namun ini tak dapat dilakukan-Nya kepada orang yang memusuhi kehendak Allah, dan oleh sebab itulah orang tersebut sama sekali tidak bisa menenteramkan dirinya. Orang yang celaka menghamba kepada iblis – ia melayani pezalim, yang membalasnya dengan dukalara dan kegetiran. Ah, sabda Allah tak mungkin gagal, ia berkata: “Karena engkau tidak melayani Tuhan Allahmu dengan sukacita dan kegembiraan, engkau akan melayani musuhmu dalam kelaparan, kehausan, ketelanjangan, dan kekurangan segala-galanya” (Ulangan xxviii. 48). Derita apakah yang tak dialami orang yang pendendam itu, ketika dendamnya sudah ia balas? Orang najis itu ketika tujuannya telah dia dapatkan! Orang berambisi itu, orang tamak itu! Oh betapa banyak orang akan menjadi orang kudus yang agung, seandainya mereka menderita demi Allah apa yang mereka derita demi mengutuk diri mereka sendiri!
DAMBAAN DAN DOA.
Ya hidupku yang binasa! Ya Allahku, seandainya saja aku menderita, demi melayani-Mu, rasa sakit yang telah kuderita demi menghina-Mu, betapa banyaknya jasa yang akan kutimbun sekarang di dalam Surga! Ah, Tuhanku, demi apakah diri-Mu kutinggalkan, dan diriku kehilangan rahmat-Mu? Demi kenikmatan-kenikmatan singkat nan beracun, yang lenyap hampir segera setelah dimiliki, dan yang meninggalkan hatiku penuh dengan duri dan kepahitan. Ah, dosa-dosaku, kau kubenci dan kukutuk seribu kali; dan kuberkati kerahiman-Mu, ya Allahku, yang telah menanggung aku dengan begitu sabarnya. Kucinta Kau, ya Pencipta dan Penebusku, yang telah menyerahkan hidup-Mu demi aku; dan karena Engkau kukasihi, kubertobat dengan segenap hatiku karena telah menghina-Mu. Ya Allahku, ya Allahku, mengapakah aku telah kehilangan Dikau; dan diri-Mu telah kutukar demi mendapatkan apa? Sekarang kutahu kejahatan yang telah kuperbuat; dan kubertekad kehilangan segala sesuatu, bahkan hidup sekalipun, daripada kehilangan kasih-Mu. Berilah aku terang, ya Bapa yang Kekal, demi cinta Yesus Kristus; buatlah aku tahu betapa besarnya diri-Mu itu, dan betapa hinanya kenikmatan-kenikmatan yang ditawarkan Iblis kepadaku supaya aku kehilangan rahmat-Mu. Kucinta Kau, namun kuingin lebih mencintai-Mu. Karuniakanlah rahmat, supaya Engkau boleh menjadi pikiranku satu-satunya, keinginanku satu-satunya, kasihku satu-satunya. Kuharapkan segala sesuatu dari kebaikan-Mu, melalui jasa-jasa Putra-Mu. Ya Maria, ya Ibundaku, dengan cinta kasih yang kaupunya terhadap Yesus Kristus, kumohon supaya kaudapatkan terang dan tenaga bagiku untuk melayani Dia, dan untuk mengasihi-Nya sampai ajal menjemput.
POIN KETIGA.
Maka, karena segala barang dan kenikmatan dunia tak dapat memuaskan hati manusia, apakah yang bisa memuaskannya? Allah sendiri: “Bergembiralah dalam Tuhan, dan Ia akan memberi yang diinginkan hatimu” (Mazmur xxxvi. 4). Hati manusia senantiasa mencari barang yang dapat memuaskannya. Ia mendapat kekayaan, kenikmatan, penghormatan, dan tidak puas, sebab barang-barang ini fana, dan ia diciptakan untuk kebaikan yang tak terhingga: biarkanlah dia menemukan Allah, biarkanlah dia Bersatu dengan Allah, dan lihatlah, ia akan menjadi puas, tidak ada apa-apa lagi yang diinginkannya: “Bergembiralah dalam Tuhan, dan Ia akan memberi yang diinginkan hatimu”. St. Agustinus tidak mendapati damai di sepanjang seluruh tahun yang dihabiskannya di tengah-tengah kenikmatan badan. Ketika ia kemudian menyerahkan diri kepada Allah, ia lalu mengaku dan berkata kepada Tuhan: “Hati kami gelisah sampai beroleh istirahat dalam Dikau.” Ya Allahku, kutahu bahwa segalanya sia-sia belaka dan hanyalah penderitaan, dan bahwa Engkau sendirilah damai sejati bagi jiwa: “Segala sesuatu sarat masalah; Engkau sajalah tempat beristirahat.” Dan karena telah belajar atas kerugiannya sendiri, ia menulis: “Apakah yang kaucari, hai manusia celaka, dalam mencari hal-hal baik? Carilah kebaikan satu-satunya, yang di dalamnya semua baik adanya.” Ketika Daud menjadi raja, dan ketika ia berada dalam dosa, ia mengandalkan tamannya, mejanya, dan segala kenikmatan rajaninya; namun meja, taman dan segala makhluk lain yang dinikmatinya berkata kepadanya: Daud apakah kaukira engkau akan menjadi bahagia oleh karena kami? Tidak, kami tidak bisa memuaskanmu. “Di manakah Allahmu?” Pergilah, dan carilah Allahmu, sebab Ia sendirilah yang dapat memuaskanmu. Karena itulah, di tengah-tengah semua kenikmatannya, Daud tak berbuat apa-apa selain menangis: “Air mataku telah menjadi rotiku siang dan malam, ketika ada yang dikatakan tentang aku: Di manakah Allahmu?” (Mazmur xli. 4).
Namun di sisi lain, oh, betapa besarnya kebahagiaan yang didatangkan Allah kepada jiwa-jiwa yang setia mengasihi-Nya! St. Fransiskus dari Assisi, setelah meninggalkan segala-galanya demi Allah, meski telanjang kaki, meski pakaiannya compang-camping, dan meski setengah tuli serta kedinginan dan kelaparan, ia mengalami sukacita Firdaus, seraya berkata: “Ya Allahku dan segalanya bagiku.” St. Fransiskus Borgia, setelah menjadi rohaniwan, dan pada perjalanannya wajib berbaring di atas Jerami, menerima penghiburan yang begitu besarnya sehingga ia tidak bisa tidur. Demikian pula St. Filipus Neri, setelah meninggalkan segala sesuatu, Allah memberikannya penghiburan yang sedemikian besar ketika ia pergi beristirahat, sehingga ia bahkan berseru: “Tetapi ya Yesusku, biarkanlah aku tidur.” Romo Karolus dari Lorraine, seorang Yesuit keturunan pangeran Lorraine, ketika mendapati dirinya sendiri berada dalam selnya yang malang, terkadang menari-nari kegirangan. St. Fransiskus Xaverius, di padang India, membuka dadanya, sambil berkata: “Cukup sudah, ya Tuhan; jangan lagi ada penghiburan, sebab hatiku tidak mampu menahannya.” St. Teresa berkata bahwa setetes penghiburan surgawi memberi kebahagiaan yang lebih besar daripada segala kenikmatan dan hiburan dunia ini. Ah, Allah tidak dapat gagal dalam janji-janji-Nya untuk membalas seratus kali lipat orang yang meninggalkan barang-barang dunia ini demi cinta akan Dia, bahkan di kehidupan ini, dengan damai dan kepuasan: “Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal” (St. Matius xix. 29).
Lantas, apakah yang kita cari? Marilah kita mendatangi Yesus Kristus, yang memanggil kita dan berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (St. Matius xi. 28). Ah, jiwa yang mengasihi Allah, menemukan damai yang melampaui segala kenikmatan dan kepuasan yang dapat diberikan indra dan dunia ini: “ Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal” (Filipi iv. 7). Memang benar bahwa di kehidupan ini, orang-orang kudus pun menderita, sebab dunia ini adalah tempat berbuat jasa, dan kita tidak bisa berjasa tanpa menderita ; namun, ujar St. Bonaventura, cinta kasih ilahi bagaikan madu, yang membuat segala yang pahit menjadi manis dan menyenangkan. Barang siapa mengasihi Allah mengasihi kehendak-Nya, dan karena itu bersukacita dalam roh bahkan di tengah-tengah penderitaan, sebab dalam memeluk semuanya itu, ia tahu bahwa dirinya berkenan kepada-Nya dan memberikan-Nya kenikmatan. Ya Allah, para pendosa membenci kehidupan rohani; namun mereka tidak mencobanya: “Mereka melihat salib, tetapi mereka tidak melihat urapannya.” Yang mereka lihat, ujar St. Bernardus, hanyalah mati raga yang ditanggung oleh para pecinta Allah, serta kenikmatan-kenikmatan yang mereka lesapkan dari diri mereka sendiri; namun mereka tak melihat sukacita rohani yang berkat Allah meliputi mereka. Oh, seandainya saja para pendosa mengecap damai yang dinikmati jiwa yang tidak menginginkan apa-apa selain Allah! “Kecaplah dan lihatlah (ujar Daud) betapa manisnya Tuhan” (Mazmur xxxiii. 9). Saudaraku, mulailah sekarang anda melakukan meditasi harian anda, sering-seringlah berkomuni, mengunjungi Sakramen Mahakudus; mulailah anda meninggalkan dunia, dan berdamai dengan Allah; dan anda akan menemukan bahwa Tuhan akan memberi anda penghiburan yang lebih banyak dalam jangka waktu yang singkat itu, yang anda sempatkan bersama-Nya, daripada yang diberikan dunia kepada anda bersama segala hiburannya: “Kecaplah dan lihatlah”. Barang siapa tidak mengecap, tidak memahami seperti apa kebahagiaan yang dikaruniakan Allah kepada jiwa yang mengasihi-Nya.
DAMBAAN DAN DOA.
Ya Penebusku yang terkasih, betapa diriku ini sudah begitu butanya sampai sekarang, sehingga telah meninggalkan Engkau, Kebaikan Tak Terhingga, Sumber segala penghiburan, demi kepuasan indra yang celaka dan singkat! Kebutaanku membuatku takjub; namun lebih takjub diriku karena kerahiman-Mu, yang telah menanggung aku dengan begitu baiknya. Kubersyukur kepada-Mu karena telah membuat diriku melihat kebodohanku sekarang, dan kewajibanku untuk mengasihi-Mu. Kucinta Kau, ya Yesusku, dengan segenap hatiku; dan kuingin lebih mengasihi-Mu. Hendaknya Engkau membesarkan keinginan dan cintaku ini. Buatlah jiwaku cinta pada-Mu, Engkau yang patut mendapat cinta tak terhingga, yang berbuat segala sesuatu demi mengilhamiku dengan cinta kasih kepada-Mu, dan yang begitu menginginkan cinta kasihku. “Jika Kauberkenan, Engkau dapat menjadikanku tahir.” Ya Penebusku yang terkasih, tahirkanlah hatiku dari keterlekatan-keterlekatan najis yang menghalangiku sehingga tak mengasihi-Mu seperti yang dapat kuinginkan. Tidak mampu aku membuat hatiku ini terbakar dengan cinta-Mu, dan tidak mencintai yang lain selain Engkau; haruslah dengan kuasa rahmat-Mu, yang dapat melakukan segala yang dikehendakinya. Lepaskanlah diriku dari segala sesuatu, usirlah segala keterlekatan dari jiwaku yang tak tertuju kepada-Mu, dan buatlah diriku menjadi milik-Mu seutuhnya. Kuberduka, atas segala kejahatan, oleh karena kekecewaan yang kutimbulkan bagi-Mu, dan kubertekad akan membaktikan sisa hidupku seutuhnya kepada cinta kasih-Mu yang suci. Namun Engkau harus menyanggupkanku untuk berbuat demikian. Lakukanlah itu dengan Darah yang telah Kautumpahkan bagiku dengan rasa sakit yang begitu besarnya dan dengan cinta kasih yang begitu berlimpahnya. Biarlah itu menjadi kemuliaan kuasa-Mu, sehingga hatiku, yang dahulu penuh dengan keterlekatan-keterlekatan duniawi, sekarang membara dengan cinta kasih akan Dikau, ya Kebaikanku yang Tak Terhingga. Ya Bunda kasih kirana, buatlah aku dengan doa-doamu, menjadi seperti engkau selalu, seutuhnya terbakar dengan cinta akan Allah.
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Inggris, yang orisinalnya diterjemahkan dari bahasa Italia.
St. Alfonsus Maria de Liguori, The Eternal Truths. Preparation for Death [Kebenaran-Kebenaran Abadi. Persiapan Kematian], London, Burns and Lambert, 1857, hal. 147-155.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 6 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 7 bulanBaca lebih lanjut...