I.
“Lalu, setelah para serdadu dari gubernur membawa Yesus ke aula, mereka berkumpul bersama di dekat-Nya. Mereka semua menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan sebuah jubah merah di sekeliling-Nya. Mereka lalu menganyam sebuah mahkota dari duri yang mereka kenakan di atas kepala-Nya, dan sebuah buluh di dalam tangan kanan-Nya.[1]
Marilah kita sekarang merenungkan siksaan-siksaan lain yang dideritakan oleh para serdadu kepada Tuhan kita yang disiksa. Mereka semua berkumpul, mereka mengenakan di atas pundak-Nya sebuah jubah merah (yang adalah sebuah mantel tua yang dikenakan oleh para serdadu di atas tameng mereka), sebagai suatu tiruan dari kain ungu, yang merupakan emblem raja: mereka lalu menempatkan di dalam tangan-Nya sebuah buluh sebagai sebuah tongkat, dan sebagai mahkota, mereka menemparkan sebuah mahkota duri yang mengelilingi kepala-Nya. Dan karena tekanan tangan tidak cukup untuk membuat duri-duri itu masuk ke dalam kepala-Nya yang kudus, yang telah dilukai oleh deraan, mereka mengambil sebuah buluh, dan meludahi wajah-Nya, memukuli dengan segenap tenaga mereka mahkota itu sehingga duri-duri-Nya masuk ke dalam kepala Yesus. Dan setelah mereka meludahi-Nya, mereka mengambil buluh itu dan memukul kepala-Nya.[2]
Wahai duri-duri, wahai makhluk yang durhaka! Apakah yang kalian lakukan? Lantas, kalian menyiksa Pencipta kalian? Lantas mengapa duri-duri itu dipukuli? Wahai benak manusia yang berdosa! Engkaulah yang menusuk kepala sang Penebus! Ya, Yesusku, karena kami menjahati-Mu dengan setuju untuk berbuat dosa, kami telah membuat mahkota duri untuk diri-Mu. Sekarang aku membenci takluknya diriku kepada dosa, dan lebih jijik akan takluknya diriku kepada dosa daripada kejahatan yang lain; ah, tusuklah jiwaku ini, buatlah agar jiwaku senantiasa berduka karena telah menyakiti Allah yang sedemikian baiknya. Dan karena Engkau, Ya Yesus, ya kasih-Ku, karena Engkau telah menderita begitu banyak untuk diriku, lepaskanlah diriku ini dari ciptaan dan dari diriku sendiri, sehingga aku dapat berkata dengan benar bahwa aku bukan lagi milik diriku, bahwa aku ini milik-Mu seorang, dan aku milik-Mu sepenuhnya.
II.
Ya Juru Selamatku yang menderita! Ya Raja dunia! Betapa mengenaskannya keadaanmu! Kau kulihat sebagai raja yang dicemooh dan yang berdukacita! Pendek kata, Kau kulihat sebagai bahan olok-olok seluruh Yerusalem! Dari kepala Tuhan kita, sungai darah mengalir atas wajah-Nya dan dada-Nya. Ya Yesusku, diriku ini penuh dengan ketakjuban! Akibat kekejaman para musuh-Mu, yang tidak puas hanya dengan, kiasannya, menguliti daging-Mu dari ujung kepala sampai ujung kaki, tetapi terus-menerus menyiksa diri-Mu dengan kekejaman dan penghinaan yang baru: tetapi aku lebih mengagumi kelembutan-Mu dan cinta kasih-Mu dalam penderitaan dan karena Engkau menerima dengan kesabaran yang begitu besar demi cinta akan diri kami: Yang sewaktu Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.[3] Nubuat Yeremia, bahwa Juru Selamat kita akan dikenyangkan dengan dukacita dan cercaan telah terbukti. Ia akan memberikan pipi-Nya kepada ia yang memukul-Nya, Ia akan dikenyangkan dengan cercaan.
III.
Tetapi, hai para serdadu, mengapa kalian tidak puas? Dan sambil berlutut di hadapan-Nya, mereka mengolok-olok-Nya, sambil berkata, Salam, wahai Raja orang Yahudi.[4] Setelah mereka menyiksa-Nya dengan demikian, dan menjubahi-Nya seperti seorang raja palsu, mereka berlutut di hadapan-Nya untuk mencemooh-Nya, dan berkata, Salam, wahai Raja orang Yahudi. Lalu, mereka bangkit dan menertawakan-Nya, mengolok-olok-Nya, dan menggocoli-Nya … Kepala Yesus yang kudus penuh dengan luka-luka akibat tusukan duri, sehingga setiap gerakan membuat-Nya merasakan perihnya kematian. Maka, setiap gocolan dan pukulan menjadi suatu siksaan yang amat kejam terhadap diri-Nya. Pergilah, ya jiwaku, dan akuilah, setidaknya, sang Juru Selamat sebagai diri-Nya, Tuhan dari alam semesta; dan berterima kasihlah kepada-Nya dan kasihilah diri-Nya sebagai Raja dukacita dan kasih, sebab Ia menderita demi dicintai oleh dirimu.”
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Inggris:
The Complete Works of Saint Alphonsus de Liguori – The Passion and the Death of Jesus Christ [Karya Lengkap Santo Alfonsus de Liguori – Sengsara dan Wafat Yesus Kristus], disunting oleh Rev. Eugene Grimm, Vol. V, New York, Cincinnati, dan St. Louis, Benziger Brothers, 1887, hal. 192-194.
[1] ‘Tunc milites Praesidis, suscipientes Jesum in praetorium, congregaverunt ad eum universum cohortem: et exuentes eum chlamydem coccineam circumdederunt ei; et plectentes coronam de spinis, posuerunt super caput ejus, et arundinem in dextera ejus.’ – Matt. xxvi. 27.
[2] ‘Et expuentes in eum, acceperunt arundinem, et percutiebant caput ejus.’ Matt. xxvii. 30.
[3] ‘Qui, cum malediceretur, non maledicebat; cum pateretur, non comminabatur; tradebat autem judicanti se injuste.’ I Pet. ii. 23.
[4] ‘Et genu flexo ante eum, illudebant ei, dicentes: Ave, Rex Judaeorum!’ – Matt. xxvii. 29.
Tuhan, maafkan dosa2ku, Tuhan Yesus yang kukasihi. Kekasih hatiku. Tuhan Yesus