Wawancara Bunda Teresa dengan Time Magazine tahun 1989 - Ia Mencintai Semua Agama!

Time: Apa pendapat anda tentang Hinduisme?

Bunda Teresa: Saya cinta semua agama, tetapi saya mencintai agama saya sendiri. Tidak ada diskusi. Itulah apa yang kami harus buktikan kepada mereka. Saat mereka melihat apa yang saya lakukan, mereka menyadari bahwa saya mencintai Yesus.

Time: Dan apakah mereka juga harus mencintai Yesus?

Bunda Teresa: Tentunya, jika mereka menginginkan kedamaian, kita mereka menginginkan sukacita, kiranya mereka menemukan Yesus. Jika seseorang menjadi Hindu yang lebih baik, Muslim yang lebih baik, Buddhis yang lebih baik hanya oleh tindakan kasih kita, terdapat suatu hal yang lain yang sedang bertumbuh di sana. Mereka semakin mendekat kepada Allah. Sewaktu mereka mendekat, mereka harus memilih.[1]

Komentar: Seperti yang dikutip di sini, Bunda Teresa cinta semua agama. Bunda Teresa mencintai agama-agama Setan! Ia mencintai agama yang musyrik, agama-agama yang menolak Kristus, dst. Ini adalah kemurtadan. Dan ia telah "dibeatifikasikan" oleh Yohanes Paulus II dan "dikanonisasikan" oleh Fransiskus di tahun 2016, yang membuktikan bahwa mereka bukanlah Paus sejati.

1 Korintus 13:3- “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.”

Kasih Bunda Teresa adalah kasih yang palsu, karena tidak didirikan di atas Iman yang sejati. Kasih Bunda Teresa tidak menghasilkan faedah bagi dirinya.

Paus Pius XI, Mortalium Animos (#9), 6 Januari 1928:
“Itulah sebabnya, karena fondasi dari kasih adalah iman yang murni dan tidak ternodai, maka dari itu kesatuan iman haruslah merupakan ikatan yang hakiki yang mempersatukan para murid Kristus.”[2]

Pastikan pula bahwa anda membaca artikel tentang bagaimana Bunda Teresa menyembah Buddha di tahun 1975.

Catatan kaki:

[1] Arsip wawancara dapat ditemukan di https://web.archive.org/web/20010208150240/http://www.servelec.net/mothertheresa.htm

[2] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 3 (1903-1939), hal. 316.