Santo Tarsisius, Martir

Pesta: 15 Agustus

“Kardinal Wiseman telah membuat sebuah kisah yang mengesankan tentang sang Martir ini. Kami menyalinnya di sini dengan sedikit mempersingkatnya. Kejadian ini berlangsung di Roma. Gereja sedang melalui era yang bersimbahkan darah di tengah-tengah penganiayaan dari orang-orang pagan. Penjara-penjara pun dipenuhi dengan tahanan Kristen – dan kepada mereka dibutuhkan seseorang yang dapat membawakan, secara tersembunyi, roti kekuatan, yakni, Ekaristi. Sang Imam, Dionisius, baru saja menyelenggarakan misteri-misteri suci, dan ia mencari dari antara para pembantunya seorang kurir yang sanggup menghadapi segala kesulitan. Di sini kami akan membiarkan Sri Kardinal yang agung untuk berbicara.

« Roti sucinya sudah siap. Sang imam, dari ketinggian altar, yang di atasnya terdapat sibori, membalikkan badannya untuk melihat siapa dari antara para pembantunya yang paling pantas untuk menjalankan tugas suci yang telah dipersiapkan kepadanya. Seketika, Tarsisius, sang putra altar muda itu maju, dan datang berlutut di kakinya. Wajahnya lugu bagaikan wajah malaikat, tetapi ia hanyalah seorang anak. Sang imam, yang tersentuh hatinya oleh kekaguman, berkata kepadanya:

« - ‘Baik sekali anakku; tetapi engkau terlalu muda’

« - ‘Ya bapa suci, usia mudaku inilah yang akan menjadi bagiku suatu perlindungan. Aku mohon kepadamu, janganlah menolak untuk memberikanku kehormatan ini.’ Dan sambil berkata demikian, anak suci itu pun menangis.

« Sang imam tidak dapat menahannya. Ia mengambil Ekaristi, menyelubunginya dengan penuh hormat di dalam sebuah kain berwarna putih, dan membungkusnya sekali lagi dengan bungkus yang kedua sambil meletakkan harta yang berharga itu di dalam tangan putra altar yang muda itu:

« - ‘Ingatlah, ya Tarsisius, bahwa sebuah harta surgawi telah dipercayakan kepada penjagaanmu. Jagalah dengan setia harta suci ini dari Allah, dan jangan melupakan bahwa mutiara tidak boleh pernah dilemparkan kepada anjing dan kepada babi.’

« - ‘Bapaku, lebih baik aku mati daripada menyerahkannya kepada orang-orang pagan…’

« Remaja yang saleh itu menempatkan harta ilahi itu di bagian atas di dalam jubahnya; pikirannya dipenuhi dengan renungan, ia pun pergi untuk menunaikan tugasnya yang luhur itu. Sewaktu ia melewati jalanan kota Roma, ia menghindari dengan berhati-hati tempat-tempat yang terlalu ramai serta persimpangan-persimpangan yang terkenal akibat hal-hal buruk. Tetapi, untuk sampai kepada penjara yang dikehendaki itu, ia harus melewati sebuah lapangan besar, di mana anak-anak mulai bermain. Mereka kekurangan seorang pemain.

« - ‘Hei’, salah satu anak sekolahan itu berseru, lihatlah Tarsisius; ‘ialah yang akan membereskan masalah kita.’

Mereka pun menghentikannya; tetapi Tarsisius menolak untuk bermain; ia memiliki sebuah tugas yang harus dilakukannya.

« - ‘Engkau tidak memiliki sebuah tugas; engkau harus bermain bersama kami.’

« - ‘Kumohon, jangan menahan diriku’, ujar anak yang malang itu ; dan ia pun membekap dadanya rapat-rapat.

« Salah satu pemain itu berkata: ‘Apakah itu yang kausembunyikan dengan begitu berhati-hati? Berikanlah kepadaku, dan aku akan menjaganya dengan aman sewaktu kita bermain.’ Dan ia mengulurkan tangannya untuk mengambil harta yang kudus itu.

« - ‘Tidak akan pernah!’ jawab Tarsisius, ‘tidak akan pernah!’ Dan ia pun hendak melarikan diri.

« Untuk melepaskan Ekaristi dari Tarsisius, mereka menarik lengannya, ia pun didorong dengan keras. Tidak seorang pun mampu melakukannya. Tetapi, beberapa pria dari lingkungan itu berkumpul dan bertanya-tanya dengan ingin tahu apa yang sedang terjadi. Mereka melihat seorang anak yang menyilangkan lengannya di dadanya, yang tampaknya memiliki karunia supernatural. Pukulan-pukulan, tamparan-tamparan, berbagai macam kekerasan tampaknya tidak memengaruhinya. Tarsisius menahan semuanya itu tanpa mengeluh, tanpa amarah, bahkan tanpa membalas, tetapi ia menghimpun segenap tenaganya untuk melindungi harta suci itu.

« Seketika, sebuah suara terdengar berseru di tengah kerumunan orang:

« - ‘Ia orang Kristen yang ditugaskan membawa relikui!’

« Setelah mendengar kata-kata itu, rasa ingin tahu orang-orang pagan pun tersulut. Mereka ingin melihat, mereka ingin menistakan misteri-misteri Kristiani. Suatu seruan yang menakutkan pun terdengar:

« - ‘Kamilah pemiliki harta itu! Kamilah pemilik relikui-relikui Kristiani!’

 Tetapi, anak yang pahlawan itu, yang tak terkalahkan, menjawab:

« ‘Kalian tidak akan pernah memilikinya, kalian hanya akan mendapatkan nyawaku!’

« Pada saat itu, seorang pandai besi memukul kepalanya dengan sebuah tinju yang mengerikan. Tarsisius terkejut, terluka, dan berdarah. Pukulan yang kedua, lalu yang ketiga, lalu yang lain pun menghujani tubuhnya, sedemikian banyaknya sehingga anak yang malang itu, yang terluka di sekujur tubuhnya, jatuh pingsan ke tanah, tetapi lengannya tetap bersilang di dadanya.

« Kerumunan penyerangnya bergegas untuk merampas darinya harta surgawi itu, sewaktu seketika para pengecut itu merasakan tertahan dari kiri dan kanan oleh sebuah lengan yang luar biasa kuatnya. Seorang perwira yang tinggi besar, yang sendirinya seorang Kristiani datang membantu martir muda itu, yang dikenalnya dengan amat baik.

« Sewaktu orang-orang telah meninggalkan lapangan itu, sang perwira Kristiani itu mengangkat Tarsisius dengan lembut, yang masih bernapas, dan dengan kelemahlembutan seorang ibu.

« - ‘Apakah engkau menderita banyak, temanku?’

« Anak itu pun membuka matanya dan dengan sebuah senyuman yang surgawi berkata:

« - ‘Aku membawa bersamaku misteri-misteri ilahi, ambilah dan jagalah.’

« Sang serdadu pun memeluk anak itu dengan rasa hormat yang mendalam. Ia membawa tubuh seorang martir! Ia membawa tubuh Allah! Kepala dari korban yang manis itu beristirahat pasrah di bahu yang perkasa dari sang tentara; tetapi tangan dan lengan dari anak yang manis itu tetap tersilang di dadanya, untuk menjaga sampai akhir hayat harta yang telah dipercayakan kepadanya.

« Tidak seorang pun berani melawan perwira yang berani itu, tidak seorang pun berani menangkapnya; tetapi, beberapa langkah dari sana, Tarsisius pun mengembuskan napas terakhirnya atas Hati dari Allahnya.

« Sang imam yang terhormat, Dionisius, tidak sanggup menahan air matanya, sewaktu ia memisahkan lengan dari kurirnya yang muda itu, ia menemukan di atas dadanya Kurban yang Mahakudus, yang utuh dan tak terjamah. Martir muda itu memiliki wajah surgawi, yang lebih demikian adanya sewaktu ia mati daripada sewaktu ia hidup. Seseorang berkata bahwa seorang malaikat tertidur di atas Hati Yesus.

« Sang perwira Kristiani itu pun membawa korban yang mulia dan murah hati itu di pemakaman Kalikstus; di sana Tarsisius dikuburkan di hadirat para tua-tua dalam iman, dan para tua-tua itu pun, di hadapan anak yang terberkati itu, menangis oleh karena rasa kagum.

« Setelahnya, Paus St. Damasus mengarang untuk pahlawan kita sebuah puisi yang demikian adanya:

« Tarcisium sanctum Christi sacramenta gerentem
« Cum male sana manus petered vulgare profanes
« Ipse animam potius voluit dimittere caesus
« Prodere quam canibus rabidi celestia membra.

Demikianlah terjemahannya:

Tarsisius, anak muda itu membawa Ekaristi
Direnggut oleh orang pagan yang ingin melihat Hosti
Ia lebih hendak mati akibat pukulan-pukulan
Daripada menyerahkan Yesusnya kepada anjing yang kegilaan

Pesta dari martir muda yang mulia itu disebutkan pada tanggal 15 Agustus.”

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari Petit Messager du Cœur de Marie – Buletin Maret 1885, T. XI, Bag. I, hal. 74-78.