Kehidupan Sekolah Dominikus Savio di Mondonio. Kelakuannya Menghadapi Tuduhan Fitnah.

BAB V.

Kehidupan Sekolah Dominikus Savio di Mondonio.
Kelakuannya Menghadapi Tuduhan Fitnah.

Penyelenggaraan Ilahi tampak telah merancang agar Dominikus diberi kejelasan, bahwa dunia ini memang sungguh tempat pembuangan, tempat diri kita, bagaikan musafir, selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain; atau mungkin itu dilakukan-Nya agar Dominikus dikenal di beberapa distrik, sehingga kebajikan-kebajikannya boleh terlihat nyata di masing-masing distrik itu.

Seperti yang sudah disebutkan, sekitar akhir 1852, orang tua Dominikus mendapati kesehatan anak laki-laki mereka tampak memerlukan mereka berpindah rumah sekali lagi, dan di waktu ini, mereka pindah ke Mondonio, sebuah desa tidak jauh dari Castelnuovo. Di sini, tiada yang kita temukan, selain laporan-laporan yang paling membangun tentang Dominikus. Takkan perlu dikutip seluruh catatan lengkap yang diberikan oleh gurunya di Mondonio, sebab catatannya mengulangi poin-poin baik yang sudah disebutkan oleh mantan gurunya di Murialdo. Fokusnya hanya akan tertuju pada fakta-fakta tertentu yang paling penting.

Romo imam yang bersangkutan menulis:

“Saya dapat berkata tanpa ragu-ragu, bahwa selama dua puluh tahun pengalaman saya dengan anak laki-laki, tidak pernah saya mendapati seorang yang sepadan dengan Savio dalam kesalehan sederhana dan asli. Ia juga diberi bakat hikmat yang melampaui usianya; dan kerajinannya, ketekunannya serta keramahannya menjadikannya anak favorit bagi para guru serta rekan-rekannya. Ketika saya melihatnya di gereja, dirinya yang sedang merenung membuat saya penuh rasa heran; perilakunya serta sikapnya memunculkan pikiran: ‘Ini ada jiwa tak bersalah yang dikenankan oleh karunia-karunia surgawi, dan yang dengan kesalehannya, membumbung tinggi ke dalam persahabatan dengan para malaikat di Surga.’”

Kejadian berikut ini patut dicatat secara khusus:

“Pada suatu hari, ada suatu pelanggaran berat yang telah dilakukan oleh beberapa siswa tertentu yang saya ajar, dan kalau ketahuan, mereka yang bersalah akan dikeluarkan. Para pelakunya merencanakan beberapa siasat agar lolos dari hukuman, dan pada akhirnya, mereka memutuskan berencana menuduh Dominikus atas pelanggaran itu. Saya tentu saja sama sekali menolak percaya bahwa Dominikus mampu berbuat semacam itu, namun cerita dan tuduhannya dirajut dengan begitu lihainya, sehingga sepenuhnya tampak seolah benar dan patut diyakini.

Ketika saya masuk sekolah di pagi hari, siap menghadapi perkara itu, dengan suasana pikiran yang marah, saya berbicara secara umum kepada kelas. Lalu saya menoleh kepada Savio dan menghardiknya keras-keras, memberi tahu dia bahwa dia pantas dikeluarkan, dan bahwa dia tidak akan dikeluarkan hanya karena dia baru pertama kalinya bersalah atas pelanggaran itu. Dominikus bisa saja membuktikan bahwa dia sama sekali tidak bersalah, namun dia tidak menjawab. Ia menundukkan kepalanya, dan tidak mencoba membersihkan namanya.

Namun jarang-jarang Allah membiarkan orang tak bersalah tetap diselubungi oleh awan fitnah, dan persis di hari berikutnya, pelakunya ditemukan. Karena benar-benar saya sesali perkataan keras dalam hardikan saya pada anak itu, saya menyuruh dia datang dan berkata:

‘Mengapa kamu tidak memberi tahu saya bahwa itu tidak ada sangkut-pautnya denganmu?’

              Dia menjawab seperti biasa dengan apa adanya:

‘Saya tahu bahwa anak yang bersalah itu sudah diancam akan dikeluarkan karena hal-hal lain, namun saya berharap bisa diampuni, sebab itu pertama kalinya saya dituduh berbuat buruk di sekolah. Saya juga ingat bahwa Tuhan kita dulu pernah dituduh secara tak adil.’

Mendengar jawaban ini saya terdiam; entah bagaimana, saya merasa bahwa tidak ada apa-apa lagi yang perlu dikatakan. Bukan hanya para guru, namun seluruh sekolahannya mengagumi kepasrahan yang dilakukannya dengan murah hati ini dalam menghadapi penderitaan dan ejekan atas nama orang lain, terutama kalau harus berkorban dengan dipermalukan dan dihina.”

Catatan kaki:

Disadur dari sumber berbahasa Inggris:

The Life of Dominic Savio [Riwayat Hidup Dominikus Savio], yang diterjemahkan dari karya orisinal Santo Yohanes Don Bosko, Salesian Press, Surrey Lane, Battersea, London, S. W.; Nihil Obstat: F. Thomas Bergh, OSB (Censor Deputatus); Imprimatur: PETRUS, Episcopus Southwarcensis; 1915, hal. 16-18.