^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Revolusi Prancis yang Satanik
Saya ingin berbicara tentang Revolusi Prancis. Saya ingin membahas beberapa fakta tentang peristiwa ini yang menurut saya paling menarik dan yang relevan terhadap Gereja Katolik serta aspek-aspek Katolik dari Revolusi Prancis.
Tahukah anda bahwa pada waktu berlangsungnya Revolusi Prancis – yang bertempat dari tahun 1789 sampai sekitar tahun 1799 – agama Kristiani sebenarnya dihapuskan di Prancis?
Penghapusan agama Kristiani di Prancis terjadi pada salah satu periode yang paling kelam dari Revolusi tersebut pada tahun 1793. Sejak bulan September sampai November pada tahun itu, Konvensi (Majelis Rakyat) dari Revolusi Prancis menghapuskan era Kristiani.
Pada dasarnya, Revolusi Prancis itu sepenuhnya adalah suatu pemberontakan terhadap monarki Katolik di Prancis, tatanan Kristiani di Prancis, dan pengubrak-abrikkan tatanan tersebut, serta penggulingan Sri Raja, yakni, Raja Louis XVI, yang memimpin pada saat itu dan mengaku diri Katolik.
Revolusi Prancis dianggap sebagai pemberontakan yang mengatasnamakan kebebasan, hak-hak manusia, kesetaraan, dan persaudaraan. Tetapi, sewaktu Revolusi tersebut berkembang, pemberontakan itu pun menjadi semakin jahat. Dan pada bulan Oktober 1793, mereka menghapuskan era Kristiani. Pesta-pesta dari tahun Kristiani tidak lagi dirayakan. Penanggalan tahun-tahun tidak lagi dibuat sejak Penjelmaan Kristus – mereka menciptakan suatu sistem penanggalan yang baru. Dan bahkan pekan pun diubah dari 7 hari menjadi 10 hari. Hari Minggu, yang adalah Harinya Tuhan, juga dihapuskan.
Dan era baru itu diawali dengan bermulanya penggulingan monarki oleh Revolusi Prancis yang berlangsung pada tahun 1792.
Menurut saya, sangatlah menakjubkan bahwa pada abad ke-18 (yang belum lama lalu), di tempat yang dahulunya adalah negeri Prancis yang Katolik, peristiwa ini sungguh terjadi. Kenyataan ini sungguh mencerminkan besarnya aktivitas satanik yang mendalangi Revolusi Prancis, dan bagaimana kejahatan dapat secara cepat menerpa dan mengambil alih atas rakyat banyak dan menggerakkan sejumlah besar orang.
Beberapa langkah bertahap juga diambil untuk mengutuk dan melarang agama Katolik. Semua imam Katolik diwajibkan untuk mengambil sumpah, yang disebut sebagai Sumpah Konstitusi Sipil Rohaniwan. Itulah salah satu dari langkah-langkah pertama yang mereka ambil sebelum mereka sungguh-sungguh menghapuskan agama Kristiani.
Beberapa imam mengambil Sumpah Konstitusional Sipil Rohaniwan
Sumpah ini pada dasarnya adalah suatu sumpah skismatis yang menyangkal yurisdiksi penuh dari jabatan Kepausan. Sumpah tersebut diberlakukan atas para imam agar para revolusioner mampu memberantas semua umat Katolik sejati dan mendirikan suatu imamat boneka yang “dilantik” dari orang-orang yang tidak percaya apa-apa tetapi yang tunduk kepada Revolusi tersebut. Ordo-ordo religius Katolik dilarang dan dirampok.
Kemudian, sewaktu kekerasan di dalam Revolusi itu menjadi semakin membeludak, para imam yang tidak hendak mengambil sumpah skismatis ini bukan hanya diusir – tetapi mereka juga mulai ditangkap. Dan apa yang begitu menyedihkan dan menjijikkan sewaktu anda membaca tentang peristiwa ini, adalah bagaimana Raja yang disebut-sebut “Katolik” ini, Louis XVI dari Prancis, sungguh-sungguh menandatangani undang-undang yang mewajibkan agar sumpah skismatis tersebut diambil oleh para imam.
Louis XVI adalah seorang pengecut yang menyedihkan dan seorang bidah yang tercela. Beberapa orang berkata bahwa ia, dalam suatu tingkatan tertentu, mungkin telah bertobat atas beberapa tindakannya di masa Revolusi Prancis, tetapi ini sungguh adalah suatu contoh yang menjijikkan atas kekecutan serta ketidakberimanan di hadapan kejahatan.
Raja Louis XVI dari Prancis
Ketercelaannya itu juga terlihat sewaktu Revolusi Prancis sedang bermula. Louis XVI dan istrinya telah ditahan oleh para revolusioner. Para revolusioner itu masih belum memutuskan apakah Sri Raja dan istrinya harus dihukum mati, karena para revolusioner itu masih berpura-pura berbakti terhadap hak-hak individu dan hak untuk mendapatkan pengadilan, jadi, mereka pun berkata, Ah, kita akan memeriksanya dulu sebelum kita menghukum mati dirinya.
Menarik adanya bahwa di kemudian hari pada periode Revolusi Prancis, kita dapat melihat bahwa orang-orang dihukum mati tanpa diadili sekali pun. Dan orang-orang ini termasuk para revolusioner yang paling bernama buruk. Jadi, revolusi yang jahat ini, yang dianggap dilakukan atas nama hak-hak individu berubah menjadi suatu situasi di mana orang-orang dihukum mati kiri dan kanan, tanpa diadili sekali pun. Ini adalah suatu hal yang ironis.
Tetapi, sewaktu Raja Louis XVI dan istrinya sedang ditahan dan dikurung oleh para revolusioner ini, beberapa Garda Swiss, yakni, para serdadu asing yang sedang mencoba untuk melawan para revolusioner ini demi Sri Raja, sebenarnya sedang menembaki para revolusioner itu. Para Garda Swiss ini mencoba membuat suatu perlawanan dan mereka mencapai suatu keberhasilan yang kecil.
Para revolusioner itu pun lalu menghadap Sri Raja, yang sedang ditahan, dan berkata kepadanya: “Suruhlah mereka agar berhenti!” Dan dengan segera, sang pengecut yang menyedihkan itu, Raja Louis XVI, memerintahkan para Garda Swiss itu untuk berhenti melawan: Garda Swiss yang, beberapa dari antaranya, telah mati dibunuh karena mereka melawan! Jadi, pada dasarnya, upaya Garda Swiss itu sia-sia jika mereka patuh kepada perintah ini untuk berhenti melawan.
Tetapi, komandan dari para serdadu Swiss ini tidak hendak patuh karena ia memiliki keberanian serta martabat yang lebih besar, dan karena ia menyadari bahwa ini adalah suatu keputusan yang konyol. Jadi, sang komandan menyimpulkan bahwa ia hanya dapat berhenti bertempur jika ia mendapatkan perintah tertulis secara resmi dari Sri Raja. Suatu perintah lisan tidak cukup. Maka, Raja Louis XVI, yang sedikit didesak oleh para revolusioner yang jahat ini, segera tunduk, memberikan perintah tertulis, dan para Garda Swiss itu pun berhenti melawan. Lalu apa yang terjadi? Semua serdadu Swiss yang bergerak mundur itu dibantai oleh para revolusioner.
Pembantaian Garda Swiss oleh para revolusioner
Bagi saya, itu adalah suatu contoh sifat pengecut yang menjijikkan, dan tidaklah mengejutkan menimbang Louis XVI adalah seorang skismatis. Sewaktu ia menyerah kepada desakan para revolusioner dan menyangkal iman Katolik sehubungan dengan Konstitusi Sipil Rohaniwan serta sumpahnya, tidaklah mengejutkan bahwa ia akan bertindak demikian dengan cara yang sama tercelanya sewaktu ia mengalami desakan-desakan lainnya. Sewaktu Louis XVI dan keluarganya mencoba untuk meloloskan diri dari revolusi itu, mereka ditangkap. Mungkin, seandainya ia telah dengan lebih bersemangat membela iman Katolik, Allah akan telah membiarkannya meloloskan diri.
Raja Louis XVI dihukum mati dengan guillotine
Terdapat dua buku yang menarik yang sungguh-sungguh membahas perkara ini: Yang pertama, The Guillotine and The Cross [Guillotine dan Salib] oleh Warren H. Carroll. Dan sang penulis membahas topik yang sama dengan amat rinci serta menarik di dalam bukunya, The Revolution against Christendom [Revolusi Melawan Kekristenan], Vol. 5 dari A History of Christendom [Sejarah Kekristenan].
Beberapa hal lain terjadi pada Revolusi Prancis.
Kekristenan lambat laun dihapuskan. Ikatan antara Gereja Katolik dan negara Prancis dihapuskan. Ordo-ordo religius dihapuskan, dan para revolusioner juga menyita properti mereka. Para revolusioner menistakan Hosti. Mereka membakar Kitab Suci serta salib-salib.
Perampokan Ordo-Ordo Religius oleh para revolusioner
Katedral Notre Dame dijadikan sebagai “Bait Akal Budi”. Di dalam katedral itu, mereka melaksanakan penyembahan kepada dewi yang dilakukan dengan seorang aktris yang hidup. Mereka melakukan suatu perayaan di mana aktris itu memainkan peran sebagai Dewi Akal Budi dan mereka pun menyembah aktris itu!
Jadi, kita melihat digantikannya Kekristenan dengan tatanan yang musyrik, yang berpusat kepada manusia, dan satanik. Menarik pula bahwa slogan dari Revolusi Prancis adalah Kebebasan, Kesetaraan, dan Persaudaraan. Yohanes Paulus II berulang kali memuji slogan Revolusi Prancis itu yang oleh Paus St. Pius X dinyatakan tidak selaras dengan Kebenaran Katolik. Jelas bahwa slogan itu juga adalah salah satu lambang dari serangan-serangan yang paling gelap yang pernah dilakukan terhadap masyarakat Kristiani.
Slogan Revolusi Prancis - Liberté, Égalité, Fraternité (Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan)
Sewaktu Revolusi itu semakin berkembang, para revolusioner mulai membunuh semua orang yang bukan hanya berupaya untuk membela monarki yang sebelumnya, tetapi juga yang tidak mempertunjukkan semangat yang seharusnya dimiliki terhadap revolusi itu. Terjadi suatu peristiwa di mana seorang revolusioner sedang berjalan melewati seorang wanita dan ia bertanya kepada wanita itu, bagaimana cara untuk sampai ke tempat tertentu untuk membunuh seseorang. Dan karena revolusioner itu tidak mendapatkan jawaban dari wanita itu, ia siap membunuh wanita tersebut.
Dan apa yang begitu menarik adalah bahwa salah satu dari pemimpin dari hari-hari yang paling menakutkan dari Revolusi Prancis, Maximilien Robespierre, bertanggung jawab atas banyaknya orang yang dihukum mati dengan guillotine (alat pancung). Ia pada akhirnya juga dibunuh dengan guillotine itu! Para revolusioner membuatnya dihukum mati. Hal ini sangatlah ironis. Mereka menuai apa yang mereka tebarkan.
Maximilien Robespierre, revolusioner yang pada akhirnya juga dihukum pancung
Banyak orang dihukum mati karena mereka tidak cukup agresif mendukung revolusi itu. Hukuman mati dilaksanakan tanpa pengadilan. Jadi, revolusi ini, yang dianggap dilakukan atas nama hak-hak individu, menginjak-injak hak semua orang dan berakhir dalam anarki penuh.
Sangatlah menarik pula bahwa pada saat Revolusi Prancis berlangsung, mereka mengeluarkan sebuah dekret yang mengizinkan untuk masuk dari rumah ke rumah dan untuk mencari-cari senjata. Hal itu mirip dengan apa yang dilakukan di dalam operasi Kementerian Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat. Mereka juga menggunakan pencarian itu untuk merampas senjata dari siapa pun yang mereka anggap mengancam revolusi itu, serta untuk mengadukan musuh-musuh mereka dan mencari tahu apa yang sedang mereka lakukan.
Juga, sangatlah menarik bahwa salah satu dari para pendukung yang paling radikal dari Revolusi Prancis adalah Jean-Paul Marat. Ia adalah seorang wartawan yang menyulut emosi dan semangat yang radikal terhadap Revolusi Prancis melalui karya-karyanya, secara lisan dan tertulis. Ia pun dibunuh di bak mandinya oleh seorang wanita yang bernama Charlotte Corday.
Jean Paul Marat, revolusioner (kiri) dibunuh oleh Charlotte Corday di bak mandi (kanan)
Jean-Paul Marat pada dasarnya menjadi “martir” dari Revolusi Prancis. Para revolusioner yang fasik itu bahkan mulai menghormati hatinya! Mereka mengadakan suatu arak-arakan untuk tubuh Marat yang membusuk dan seperti yang ditunjukkan oleh Carroll pada hal. 121 dari The Guillotine and The Cross [Guillotine dan Salib]:
Dan hatinya pun bahkan dipotong dan digantung dari langit-langit klub khusus mereka. Mereka sering mengadakan setiap pertemuan dari kelompok ini di bawah hati Marat itu. Jadi kita melihat digantikannya Hati Yesus dengan hati dari pria yang satanik ini. Kita melihat manusia di tempat Allah sebagai lambang dari kejahatan yang amat gelap.
Kemungkinan di lain kali, saya akan berbicara tentang aspek-aspek lainnya dari Revolusi Prancis yang menarik.
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 2 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 4 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 6 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 6 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...