Penganiayaan Protestan terhadap para Katolik di Abad ke-17

Berikut adalah suatu kutipan yang agaknya menarik tentang bagaimana, setelah pemberontakan Protestan, negara Denmark pada abad ke-17 melarang semua imam dan biarawan Katolik dari kerajaan tersebut. Orang-orang Protestan gemar membuat rujukan-rujukan kepada contoh-contoh dalam sejarah tentang bagaimana negara-negara atau institusi-institusi Katolik mengucilkan orang-orang Protestan. Mereka tidak tampak begitu antusias, bagaimanapun, dalam hal menyebutkan penganiayaan Protestan terhadap Katolik.

“Denmark, tempat di mana Propaganda [Kongregasi Penyebaran Iman] mengutus beberapa Yesuit dan Dominikan, mengungkapkan kebencian yang sama terhadap orang-orang Katolik. Colen dari ordo Yesuit diusir pada tahun 1624 sewaktu pedagang yang menerimanya sebagai tamu dibunuh. Maklumat kerajaan pada tanggal 24 Februari 1624 melarang di bawah hukuman mati semua imam dan biarawan Katolik untuk tinggal di dalam negara tersebut”. (Ludwig Pastor, History of the Popes [Sejarah Para Paus], Vol. 29, hal. 275.)

Berikut penganiayaan di Belanda:

“Penindasan orang-orang Katolik di Belanda, yang masih berjumlah banyak, berlanjut. Mengingat fakta bahwa hukum 26 Februari 1622, yang melarang pelaksanaan ibadah Katolik, bahkan secara pribadi, di bawah hukuman denda yang berat, tidak dapat dilaksanakan di mana-mana dalam keketatan hukum yang penuh, hukum itu ditegakkan lagi pada tahun 1624, 1629, dan kembali pada tahun 1641. Hampir di mana-mana para imam hanya dapat memberikan kenyamanan rohani di malam hari. Pada 1628 Uskup dari Brugge menulis kepada Urban VIII untuk mengeluhkan penindasan penuh terhadap agama lama di dekanat Ardenbourg.

Di provinsi-provinsi tertentu peraturan yang keras melawan pelaksanaan ibadat Katolik secara pribadi terus diperketat. Ketakutan pemerintah yang amat besar terhadap setiap perwujudan kehidupan Katolik dibuktikan dengan ketegasan penolakannya, pada tahun 1630, permintaan duta besar Prancis yang meminta agar ibadah Katolik dapat berlanjut di Bois-le-Duc yang ditaklukkan; pada tahun 1631 semua gereja Katolik di sana ditutup. Di Groningen, pada tahun yang sama, seorang Dominikan dihukum sampai enam bulan penjara dan denda 1.000 florin. Pada tahun 1640 semua imam Katolik diusir dari Leiden di bawah dalih bahwa mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk membawa kemenangan Paus dan Spanyol ... Di Zeeland dan Frisia, menurut laporan itu ... jumlah orang-orang Katolik telah sangat menurun pada tahun 1638 ..." (Ludwig Pastor, History of the Popes [Sejarah Para Paus], Vol. 29, hal. 270-271).

Kutipan berikut adalah tentang penganiayaan terhadap orang-orang Katolik di Irlandia setelah revolusi Protestan:

“Pada tahggal 31 Januari 1629, Wakil Raja Falkland dan para Uskup Agung Protestan dari Dublin dan Armagh, meminta Dewan Privy untuk mengizinkan mereka menindaki orang-orang Katolik. Maka, sang Wakli Raja mendekretkan bahwa semua kapel, biara, dan sekolah dari para Papis [pengikut Paus] digunakan untuk tujuan-tujuan lain, dan imam-imam dilarang untuk berkhotbah, melaksanakan ibadat, atau untuk memberikan pengajaran. Sehari setelah Natal 1629, Uskup Agung Anglikan dari Dublin menyerbu gereja Fransiskan dari kota tersebut dan mengepalai pasukan bersenjata serta menghancurkan segala hal yang ditemukannya di gereja tersebut. Beberapa hari kemudian, sebuah dekret dikeluarkan yang memerintahkan penyitaan semua kapel, biara, dsb. di Irlandia. Tetapi, pertimbangan terhadap opini dari luar negara segera mendesak peringanan terhadap pendapat tersebut”. (Ludwig Pastor, History of the Popes [Sejarah Para Paus], Vol. 29, hal. 340.)

Kutipan berikut relevan terhadap penganiayaan bersejarah terhadap orang-orang Katolik yang dilakukan oleh para Protestan, terutama pada masa “Reformasi”. Kutipan ini juga menyebutkan organisasi misi-misi Katolik pada saat itu.

“Di koloni Maryland, yang diberikan oleh Charles I. pada 1632 kepada Lord Baltimore, untuk pemukiman Katolik, para Yesuit Inggris menetap dan juga berkarya di antara orang-orang Indian; namun, revolusi Puritan tahun 1644 mengakhiri aktivitas mereka. Bertindak berdasarkan laporan nuncio Brusel tahun 1630 tentang emigrasi kaum Puritan ke Amerika Utara, dan sebagai jawaban atas permintaannya untuk bantuan, Propaganda [Kongregasi Suci untuk Penyebaran Iman] mengutus pada tahun yang sama para Kapusin Prancis dan Inggris ke Virginia atau New England. Di Kanada, atau Prancis Baru, Injil sedang diberitakan oleh para Kapusin kepada suku Penobscot, oleh Ordo Rekolektorum, sampai waktu mereka dibubarkan pada tahun 1627, kepada berbagai suku, dan oleh para Yesuit dari 1627-1629 dan kembali setelah tahun 1632 kepada suku Huron dan suku-suku lainnya." (Ludwig Pastor, History of the Popes [Sejarah Para Paus], Vol. 29, hal. 261)