^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Kisah Ratu Elizabeth I, Musuh dan Penganiaya Gereja Katolik di Inggris
“23. Maria meninggal pada tanggal 13 Januari 1559, dan Elizabeth, anak perempuan dari Anna Boleyn dinyatakan sebagai ratu, seturut surat wasiat yang fasik dari Henry VIII. Saya menyebut surat wasiat itu fasik, sebab hak atas mahkota adalah milik Maria Stuart, Ratu Skotlandia, oleh karena kelahiran Elizabeth yang haram jadah, karena dia terlahir ketika Katarina, Ratu pertama dan istri yang sah dari Henry, masih hidup dan ketika Paus Klemens VIII serta Paulus III telah menyatakan pernikahan Henry dengan Anna batal demi hukum.[1]
Elizabeth pada waktu itu berusia dua puluh lima tahun, dan sangat sukses. Ia terdidik baik dalam ilmu pengetahuan maupun bahasa. Ia berbicara bahasa Prancis, Italia dan Latin. Di samping segala persyaratan lahiriah yang diperlukan untuk menjadi seorang Ratu yang hebat yang dimiliknya, ia walau demikian ternodai oleh bidah Lutheranisme, suatu ajaran yang dianutnya secara pribadi. Di sepanjang masa hidup Maria, ia berpura-pura menjadi seorang Katolik, dan kemungkinan, akan terus melakukannya ketika ia naik takhta, atau telah menjadi seorang Katolik pada kenyataannya, seandainya Sri Paus hendak mengakuinya sebagai seorang Ratu, sebab pada awalnya, ia mengizinkan kebebasan beragama kepada semua pihak, dan bahkan mengambil Sumpah Pemahkotaan yang lawas untuk membela Iman Katolik dan melestarikan kebebasan-kebebasan Gereja.[2]
Henry VIII dan Anna Boleyn, orang tua kandung Elizabeth
Ia memerintahkan Tuan Eduardus Cairne, Duta di Roma dari saudarinya Maria, untuk mengabarkan peristiwa naik takhta serta pemahkotaannya kepada Paus Paulus IV, serta tanggung jawabnya pada saat itu, dan meminta pemberkatan dari Sri Paus. Namun Sri Paus menjawab bahwa tidaklah sah kalau Elizabeth telah mengambil kepemerintahan atas kerajaan itu, yang merupakan sebuah fief (feudum) milik Takhta Suci, tanpa sepersetujuan Roma, sehingga akan perlu dilakukan suatu pemeriksaan atas hak-hak yang juga dimiliki Ratu Maria dari Skotlandia atas takhta itu pula, dan dengan demikian Elizabeth seharusnya berserah diri sepenuhnya ke dalam tangan Sri Paus dan bahwa dia akan mengalami kebaikan yang kebapaan dari Sri Paus. Elizabeth lalu melihat bahwa dirinya akan mengalami kesulitan untuk tetap berada di atas takhta itu, tanpa memisahkan diri dari Gereja Roma. Maka ia mengoyakkan kedok yang dikenakannya, memanggil Dutanya, Cairne, pulang dari Roma, dan secara publik mengakui bidah yang dahulu dianutnya secara pribadi.[3]
24. Sekarang, Elizabeth hanya perlu bertemu dengan Parlemen untuk menetapkan Agama Reformasi [Protestan], dan hal ini tercapai dengan mudah. Karena Dewan Rakyat sudah dimenangkannya, satu-satunya hambatan adalah agar para peer-nya menyetujui penetapan agama itu. Majelis Tinggi hampir sepenuhnya dipimpin oleh Adipati Norfolk, Lord Dudley dan Earl dari Arundel. Elizabeth berpengaruh kuat atas mereka masing-masing dan melalui mereka itu, Elizabeth memperoleh dukungan dari mayoritas para peer, terutama karena para peer awam jauh lebih banyak jumlahnya daripada uskup, untuk menyatakan dirinya sebagai Kepala Gereja. Semua peraturan yang dibuat dalam perkara-perkara agamawi pada masa pemerintahan Eduardus VI dipulihkan kembali, dan yang dibuat oleh Maria dibatalkan.[4] Masing-masing bangsawan ini mengharapkan agar Elizabeth, seorang penyiasat yang begitu liciknya, menjadikan dirinya sebagai mitra dalam kekuasannya.[5] Ada enam belas ribu rohaniwan di Inggris. Tiga per empatnya, seperti yang ditulis oleh Burnet, segera bergabung dengan kaum Reformator. Kebanyakan klerus menikah pada periode itu, dan itulah alasan mengapa mereka dengan begitu mudahnya berubah, seperti yang dinyatakan oleh Burnet sendiri.
25. Sekarang, Elizabeth diperkuat oleh kuasa parlementer. Ia pun dengan amat ketatnya melarang para rakyatnya untuk menaati Sri Paus dan memerintahkan agar semua orang mengakui dirinya sebagai Kepala Gereja, baik dalam ranah rohani maupun duniawi. Pada saat itu pula, dibuat ketetapan bahwa Mahkota sendirilah yang empunya hak penunjukkan para uskup, pemanggilan Sinode, kuasa untuk untuk menilai adanya bidah dan penyelewengan, serta hukuman atas pelanggaran-pelanggaran rohani. Suatu sistem pemerintahan dan disiplin gerejawi juga ditetapkan, dan meskipun doktrin Gereja Anglikan adalah Kalvinisme, suatu paham yang menolak para uskup dan segala upacara suci Gereja Roma serta altar dan gambar suci, namun demikian, Elizabeth menghendaki agar para uskup terus berlanjut, namun tanpa kuasa lain selain yang mereka peroleh dari dirinya.
Maka terlihat dalam Gereja apa yang belum pernah terdengar sebelumnya – seorang wanita secara semena-mena mengambil kuasa tertinggi atas Gereja. Betapa perbuatannya ini sama sekali berlawanan dengan Kitab Suci, seperti yang dikatakan kepada kita secara jelas oleh Santo Paulus, sebab ia berkata (1 Kor. xiv. 34):
Ia menghendaki supaya imamat, altar, dan upacara-upacara suci tetap entah bagaimana dipertahankan, sebab ujarnya, rakyat memerlukan hal-hal semacam itu.[7] Maka tampaknya Elizabeth memandang upacara-upacara Gereja hanya semata-mata sebagai suatu panggung sandiwara, yang pantas untuk menghibur rakyat jelata. Demikian pula, suatu hierarki baru dan upacara-upacara baru diinstitusikan, dan kita pun boleh berkata, martirologi yang baru, dengan Wickliffe, Huss, dan Cranmer sebagai para martinya; dan Luther, Petrus Martir, Henry VIII, Eduardus VI dan Erasmus sebagai para santonya.
26. Benefisi-benefisi serta properti biara sekarang disita, sebagian diperuntukkan bagi tujuan pemerintahan, dan sisanya diserahkan kepada kalangan bangsawan. Para Vikaris Jenderal dalam hal-hal rohani juga ditunjuk. Semua gambar suci dicabut dari gereja-gereja, namun ia tetap memasang sebuah Salib di dalam ruangannya sendiri, yang diletakkan di atas altar dengan dua batang lilin yang tak pernah dinyalakan. Misa dilarang, bersama dengan semua upacara kuno yang digunakan dalam pengkhotbahan dan penyelenggaraan Sakramen-Sakraman, dan upacara-upacara baru diinstitusikan, dan sebuah bentuk doa yang baru diperintahkan supaya dibaca dalam bahasa Inggris, yang sangat berbau Kalvinisme. Elizabeth menghendaki supaya Kalvinisme menjadi doktrin utama Gereja Anglikan, namun doktrin utama pemerintahan dan disiplin harus mengikuti rencana dirinya sendiri.[8] Ia lalu mendapatkan kesetujuan dari Parlemen atas segala peraturan ini, dan ada ketetapan yang memerintahkan agar semua uskup dan rohaniwan mengambil sumpah supremasi, di bawah ancaman pencabutan dan pemenjaraan untuk penolakan yang pertama, dan hukuman mati untuk penolakan yang kedua. Sumpahnya berbunyi demikian:
Elizabeth berharap bahwa perintah yang ditegakkan dengan penalti-penalti yang begitu beratnya itu dapat segera ditaati oleh semua orang; namun semua uskup (kecuali Uskup dari Llandaff) menolak, dan dituruntakhtakan serta diasingkan, atau dipenjarakan, dan teladan mereka yang mulia diikuti oleh sebagian besar klerus, oleh sejumlah kaum religius, oleh berbagai ordo, dan oleh banyak doktor, dan beberapa kaum bangsawan, yang ketabahan dalam menganut Iman sejati dihukum dengan hukuman pembuangan dan pemenjaraan. Namun tidak lama setelahnya, hukuman-hukuman ini dipandang terlalu lunak – banyak imam, frater dan pengkhotbah iman dihukum mati demi Iman, dan dimahkotai dengan kemartiran.[9] Sanders memberi sebuah catatan harian tentang segala kejadian yang berlangsung pada periode di negeri Inggris ini, bermula sejak tahun 1580.
27. Pada kesempatan ini saya tidak dapat melewatkan kisah tentang kematian Edmundus Campion, salah seorang dari banyak martir yang dihukum mati oleh Elizabeth oleh karena Iman. Ketika di Roma, Edmundus mendengar kabar penganiayaan yang mengerikan terhadap orang Katolik, dan terutama, tentang para misioner yang datang membantu mereka, yang menderita akibat Elizabeth.
Beato Edmundus Campion
Ia adalah seorang pria muda asal Inggris, seorang sarjana dan ahli bahasa, dan dengan semangat yang membara untuk keselamatan saudara setanah airnya, ia bertekad pergi membantu mereka. Ini adalah perkara yang sangat menyulitkan, sebab beberapa mata-mata mencari dirinya, untuk membawanya ketika ia sampai di darat, dan bukan hanya pribadinya yang dideskripsikan, namun gambarnya juga diambil. Namun demikian, ia menyamar sebagai seorang hamba, dan meloloskan diri dari segala jerat yang dipasang bagi dirinya, dan sampai dengan selamat di kerajaan itu. Siang dan malam ia berjuang dengan berkhotbah, mendengar pengakuan dosa, dan menyulut para umat beriman supaya bertekun; ia terus-menerus bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dengan nama yang berbeda-beda, dan dengan samaran yang berbeda-beda, dan dengan demikian sejak lama lolos dari para mata-mata yang mencari dirinya. Ia pada akhirnya dikhianati oleh seorang imam pemurtad, ketika ia sedang merayakan Misa, dan berkhotbah di rumah seorang Katolik. Ia tidak sempat melarikan diri, rumah itu dikepung, dan tuannya menyembunyikannya di dalam liang persembunyian yang dibuat sedemikian rumitnya, sehingga setelah pencarian yang begitu menyeluruh, ia tidak dapat ditemukan. Para perwiranya sedang pergi putus asa, ketika pada bagian bawah dari anak tangga rumah itu, mereka secara tidak sengaja mendobrak sebuah tembok, dan menemukannya berlutut, mempersembahkan hidupnya kepada Allah. Mereka membawanya ke dalam penjara, dan ia dengan begitu bengisnya disiksa dengan siksaan rak, sehingga ketika ia dibawa ke pengadilan, ia tidak kuat melakukannya dan hal itu disampaikan oleh seorang asisten. Ia didakwa sebagai seorang pengkhianat, dan demikianlah tuduhan mereka kepada para imam Katolik pada masa itu, untuk meniadakan kehormatan mereka untuk menderita kemartiran. Ujar mereka, mereka menjatuhi para imam Katolik dengan hukuman mati bukan karena mereka mengkhotbahkan Iman mereka, namun akibat bersekongkol melawan Sri Ratu. Ketika Campion dituduh melakukan pengkhianatan, ia membingungkan para pendakwanya dengan menjawab:
Ia dihukum dengan diseret pada sebuah papan ke tempat hukuman mati dan digantung. Ia lalu menyatakan bahwa dirinya tidak pernah memberontak terhadap Sri Ratu, dan bahwa ia dihukum mati hanya karena Imannya. Isi perutnya dikeluarkan, jantungnya dicabut dan dilemparkan ke dalam api, dan badannya dibelah empat. Beberapa imam mengalami hukuman yang serupa demi Iman pada masa pemerintahan Elizabeth.[10]
28. Ketika St. Pius V mendapat kabar tentang kekejaman-kekejaman yang dilakukan oleh Elizabeth terhadap orang Katolik, ia menerbitkan sepucuk surat Bulla melawan Elizabeth, pada tanggal 24 Februari 1570; namun surat bulla ini hanya semakin mengobarkan api yang sudah membara itu, dan penganiayaannya menjadi semakin dahsyat.[11]
Paus St. Pius V mengeluarkan surat bulla Regnans in excelsis untuk mengekskomunikasikan Elizabeth
Setelahnyalah, seperti yang telah kami ceritakan, Elizabeth menggunakan dalih palsu untuk memenggal kepala Maria, Ratu Skotlandia (Bab xi. art. iii. sec. Ii. n. 78). Elizabeth berkeinginan, jikalau mungkin, untuk bahkan menghancurkan agama Katolik di seluruh kerajaan Kristiani, dan berliga bersama para Reformator dari Belanda dan kaum Kalvinis dari Prancis, dan liga ini tidak pernah terputus pada masa hidupnya.[12] Dalam peperangan yang dilakukan oleh para pemberontak ini terhadap para Kepala Negara mereka, Elizabeth mengirimkan bala bantuan yang kuasa,[13] dan ia tidak mengabaikan suatu upaya apa pun untuk memajukan Reformasi Kalvinis di Skotlandia.[14]
29. Akhir masa pemerintahan dan akhir hayatnya pun akan segera tiba; seorang penulis Protestan telah berkata bahwa Elizabeth mengalami kematian yang berbahagia. Kita patut melihat kematian seperti apa yang dialaminya. Saya menemukan bahwa ketika kematian Earl dari Essex yang dipenggal kepalanya (meskipun Elizabeth sangat mesra dengan dia) atas kejahatan pemberontakan, Elizabeth tidak pernah menikmati satu pun hari bahagia. Seiring masa tua menjemput dirinya, ia juga tersiksa oleh rasa takut dan cemburu, dan meragukan kesetiaan yang penuh sayang dari para rakyatnya. Ia pergi ke Richmond, di mana pemandangannya yang menggembirakan sama sekali tidak berdampak untuk menenteramkan pikirannya. Ia membayangkan bahwa semua sahabatnya meninggalkan dirinya, bahwa segala sesuatu menentang dia, dan mengeluh bahwa dirinya tidak punya sahabat yang setia mendampinginya.
Elizabeth I di masa tuanya
Penyakit yang mematikan pun pada akhirnya mendatanginya, dan dia menolak diberi obat-obatan, dan karena ketidaksabarannya itu begitu besar, ia bahkan tidak tahan melihat dokter. Ketika ia melihat bahwa ajal sedang datang menjemputnya, ia menyatakan Raja Yakobus dari Skotlandia sebagai penerusnya, dan pada tanggal 24 Maret 1603, dua jam sebelum tengah malam, ia mengembuskan napas terakhirnya, pada usianya yang ketujuh puluh tahun, dan pada tahun keempat puluh empat dari masa pemerintahannya. Maka ia menutup usianya dalam dukacita dan kegelisahan, yang lebih besar dalam benaknya daripada dalam badannya. Ia terbenam dalam kuburan tanpa tanda pertobatan, tanpa Sakramen, tanpa bantuan seorang imam; ia hanya didampingi oleh beberapa rohaniwan Protestan, namun mereka hanya menyemangatinya supaya bertekun dalam bidah yang dianutnya.[15]
Demikianlah kematian yang berbahagia yang dialami Ratu Elizabeth. Konon kabarnya ia dahulu berkata:
Wanita celaka! Bukan empat puluh tahun saja, namun hampir empat puluh lima tahun ia berkuasa. Ia menjadi kepala Gereja; ia memisahkan Gereja Inggris dari Takhta Roma; ia melarang pelaksanaan agama Katolik; betapa banyaknya orang tak bersalah yang dihukumnya dengan kengerian akibat pembuangan, pemenjaraan, dan kematian yang kejam! Sekarang dia berada dalam keabadian, dan saya ingin tahu apakah dia puas dengan segala kejahatan dan kekejaman yang dilakukannya di sepanjang masa hidupnya. Oh, ia akan berbahagia seandainya ia tidak pernah menduduki takhta.
30. Sebelum Elizabeth meninggal, ia menamakan Yakobus VI, putra Maria Stuart sebagai penerusnya. Ketika ia menjadi Raja Inggris (Bab xi. art. iii., sec. ii., n. 85), ia lalai untuk taat kepada keinginan ibundanya yang baik, supaya jangan mengikut agama selain agama Katolik; maka ia mencondongkan dirinya kepada Lutheranisme, dan menjadi sahabat karib kaum Kalvinis – dan mendambakan agar Skotlandia, yang kerajaannya dipertahankannya, mengikuti doktrin Lutheran pula, namun dalam hal ini ia dikecewakan. Putra dan penerusnya, Karolus I, berjuang untuk melaksanakan maksud ayahnya, dan kehilangan kepalanya pada perancah. Penerusnya adalah putranya, Karolus II, yang meninggal tanpa keturunan, dan mahkota lalu jatuh ke tangan saudara laki-lakinya, Yakobus II. Pangeran yang baik ini menyatakan dirinya sendiri Katolik, dan akibatnya, ia harus melarikan diri ke Prancis, di mana ia mengalami ajal suci pada tahun 1701, dan meninggalkan seorang putra, Yakobus III, yang hidup dan mati di Roma, dalam Iman Katolik. Sebagai kesimpulan, negeri Inggris tidak berbahagia dan terpisah dari Gereja Katolik, dan mengerang akibat beban berbagai macam bidah. Setiap agama, terkecuali agama Katolik, ditolerir, namun para umat beriman terpapar segala macam keketatan hukum pidana yang menakutkan, dan dari kalangan para pengikut sekte, agamanya hampir sebanyak orangnya. Kenyataannya, kita bisa berkata bahwa di negeri yang tak berbahagia itu, sama sekali tidak ada agama, sebab seperti yang dikatakan oleh St. Agustinus:[17]
31. Saya telah mencapai akhir dari bagian sejarah dari Karya ini, Pembantahan terhadap Bidah-Bidah utama yang menjangkiti Gereja, namun mustahil adanya untuk menganggap skisma Inggris menganut suatu kesalahan tertentu, sebab apa yang dianutnya bukanlah agama sendiri pada hakikatnya, namun justru perpaduan yang terdiri dari segala macam bidah, yang mengecualikan agama Katolik, satu-satunya agama yang sejati. Maka inilah, seturut Burnet, ‘Karya Terang’, yang meratakan jalan menuju Surga. Betapa besar kebutaannya, atau justru, betapa besar ketidaksalehannya! Reformasi meratakan jalan menuju Surga, dengan mengizinkan setiap orang hidup sesuka hatinya, tanpa hukum ataupun sakramen, dan tanpa batasan apa-apa. Seorang penulis asing yang beragama Protestan bahkan mencemooh bualan Burnet itu: ‘Orang Inggris, akibat Reformasi’, ujarnya, ‘telah menjadi sedemikian merdekanya, sehingga setiap orang mengambil jalan apa pun menuju Surga yang menyenangkan dirinya sendiri.’ Dengan demikian, Reformasi Inggris membantah dirinya sendiri.’”
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari sumber berbahasa Inggris.
History of Heresies and Their Refutation [Sejarah Bidah dan Pembantahannya], disadur dari versi berbahasa Italia, Ed. II, Dublin, Penerbit James Duffy, 1857, hal. 344-349.
[1] Gotti, c. 114, s. 3, n. 2; Varillas, t. 2, l. 22, p. 284.
[2] Nat. Alex. t. 19, c. 13; Berti, His. sec. 16.
[3] Nat. Alex. loc. Cit.; Gotti, c. 114; Varillas, t. 2; Hermant c. 270.
[4] Nat. Alex. ar. 6, Gotti, s. 3.
[5] Varillas, l. 22.
[6] Nat. Alex. loc. cit.; Gotti, cit. n. 3.
[7] Varillas, t. 2, l. 22, n. 290.
[8] Nat. Alex. s. 6, n. 2; Gotti, c. 144, s. 3, n. 5; Varill. t. 2.
[9] Nat. Alex. ar. 6, n. 3; Gotti, c. 114, s. 3, n. 6, 7.
[10] Bartol. Istor. d'Inghil. l. 6, c. 1.
[11] Nat. Alex. t. 19, ort. 3, s. 6; Gotti, c. 144, s. 3, n. 8.
[12] Varil. t. 2, l. 26, p. 437.
[13] Idem, l. 29.
[14] Idem, l. 28.
[15] Nat. Alex. art. 3; Gotti, c. 114, s, 3; Bartoli. Istor. d’Inghil, l. 6.
[16] Bartoli. Istor. cit.
[17] St. Augus. Epis. 102, alias 49, cont. Pagan. b. 2, 3.
Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 8 jamBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 8 jamBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 5 hariBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 5 hariBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 mingguBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 4 mingguBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 3 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 3 bulanBaca lebih lanjut...Kami menerima semua dogma Gereja Katolik tanpa terkecuali, dan kami memandang mereka yang menerima semua dogma Gereja dan belum terpisah darinya, sebagai orang Katolik; itulah bagaimana kami bersekutu dengan Gereja...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...