^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Surat Bulla Apostolicae Curae - Leo XIII, 1896 - Tentang Invaliditas Ritus Penahbisan Anglikan
Pada tanggal 13 September 1896, Paus Leo XIII mengeluarkan surat bulla yang menyatakan secara khidmat penghakiman Gereja Katolik bahwa ritus Penahbisan Anglikan “secara mutlak batal dan sama sekali tidak valid” oleh karena kecacatan di dalam formula Penahbisan tersebut. Surat bulla ini penting dipertimbangkan sehubungan dengan Ritus Imamat Vatikan II, yang memiliki kecacatan formula yang serupa dengan Penahbisan Anglikan. Maka, para pria yang "ditahbiskan" menurut ritus Anglikan tidak menjadi imam ataupun uskup, melainkan tetap menjadi orang awam.
Rangkuman
SURAT APOSTOLIK TENTANG PENAHBISAN ANGLIKAN (Apostolicae Curae)
LEO, USKUP, HAMBA DARI HAMBA ALLAH.
UNTUK KENANGAN SELAMANYA.
“Kami telah membaktikan, demi kesejahteraan dari bangsa Inggris yang mulia, perhatian Apostolik serta kasih yang besar, yang menyertai, bersama pertolongan rahmat-Nya, perjuangan Kami untuk menunaikan jabatan serta mengikuti jejak kaki ‘sang Gembala Agung dari Segala Domba,’[1] Tuhan kita Yesus Kristus. Surat yang pada tahun lalu Kami kirimkan kepada ‘Bangsa Inggris yang mencari Kerajaan Kristus dalam kesatuan iman’, adalah suatu kesaksian yang istimewa akan kehendak baik Kami kepada negara Inggris. Di dalam surat itu, Kami mengenang memori akan kesatuan kuno rakyat negeri itu dengan Bunda Gereja, dan Kami berupaya untuk mempercepat terjadinya hari rekonsiliasi yang berbahagia dengan membangkitkan semangat hati manusia agar mereka dengan tekun mempersembahkan doa. Dan, kembali, baru-baru ini, sewaktu Kami menganggap pantas adanya untuk membahas Kesatuan Gereja secara lebih penuh di dalam suatu Surat yang umum, negara Inggris tidaklah menempati tempat yang terakhir di dalam benak Kami, dalam harapan bahwa ajaran Kami dapat meneguhkan para umat Katolik serta membawa cahaya yang menyelamatkan kepada mereka yang terpisahkan dari diri Kami.
Kami senang saat Kami mengetahui bahwa rakyat Inggris telah menyambut semangat serta keterusterangan diri Kami, yang bukan semata-mata terilhami oleh maksud yang manusiawi; dan hal ini pun menjadi suatu saksi akan kesantunan mereka yang sama besarnya dengan perhatian dari banyak orang untuk keselamatan kekal diri mereka.
Alasan untuk kembali membahas Pertanyaan tersebut
1. Dengan pikiran dan niat yang sama, pada saat ini Kami telah bertekad untuk mengarahkan pertimbangan Kami kepada suatu perkara yang tidak kalah pentingnya, yang berhubungan erat dengan topik yang sama dan dengan apa yang Kami ingini. Sebab, terdapat suatu kepercayaan umum yang diteguhkan lebih dari satu kali oleh tindakan dan praktik yang konstan dari Gereja, bahwa sewaktu di Inggris, tidak lama setelah negara tersebut terpisahkan dari pusat kesatuan Kristiani, suatu ritus baru untuk menganugerahkan Imamat Suci secara publik diperkenalkan di bawah Edward VI, sakramen Imamat yang sejati, sebagaimana yang diinstitusikan oleh Kristus, menjadi cacat, dan dengan demikian, suksesi hierarkis juga menjadi cacat. Bagaimanapun, dalam jangka waktu tertentu, terutama pada tahun-tahun terakhir ini, telah timbul suatu kontroversi bilamana Sakramen Imamat yang dianugerahkan seturut Ordinal [Buku Penahbisan] Edwardin memiliki kodrat dan hasil dari suatu sakramen; orang-orang yang mendukung validitas absolut, atau yang mendukung validitas yang diragukan, bukanlah hanya beberapa penulis Anglikan, tetapi juga beberapa orang Katolik, yang terutama bukan orang Inggris. Pertimbangan tentang kemuliaan imamat Kristiani menggerakkan para penulis Anglikan dalam hal ini. Para penulis Anglikan ini kiasannya menginginkan agar rakyat mereka tidak kekurangan kekuatan yang berlipat ganda atas Tubuh Kristus. Para penulis Katolik terdorong oleh suatu keinginan untuk memuluskan jalan bagi para Anglikan untuk kembali ke dalam kesatuan suci. Memang, kedua belah pihak berpikir bahwa berkat kajian-kajian dari penelitian terkini dan dari dokumen-dokumen kuno yang baru ditemukan, tiba sudah suatu kesempatan yang baik bagi otoritas Kami untuk kembali mencermati pertanyaan itu. Dan Kami pun tidak mengabaikan keinginan-keinginan serta pendapat-pendapat tersebut, dan, terutama, dengan menaati amanat dari kasih Apostolik, Kami telah memutuskan agar segala jalan ditempuh, yang mungkin dapat menjaga jiwa-jiwa agar tidak celaka atau untuk memperoleh manfaat bagi jiwa-jiwa.
Metode Penelitian yang Ditetapkan
2. Maka, dalam kemurahan hati, Kami telah berkenan untuk mengizinkan agar perkara ini kembali dicermati, agar melalui penelitian yang baru yang dilakukan dengan keberhati-hatian yang amat besar, segala keraguan, bahkan yang terkecil sekalipun, menjadi sirna di masa depan. Untuk mencapai tujuan ini, Kami telah membentuk panitia yang terdiri dari sejumlah pria yang terkemuka dalam hal ilmu dan kepandaiannya. Para pria ini diketahui memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang perkara ini. Mereka Kami tugaskan untuk menyatakan dasar-dasar dari penilaian mereka dalam tulisan. Lalu, setelah mereka Kami panggil untuk menghadap diri Kami, Kami pun menugaskan mereka untuk saling bertukar karya tulis dan lalu untuk menelaah dan mendiskusikan segala hal yang diperlukan untuk mendapatkan pengetahuan yang penuh tentang perkara tersebut. Kami juga memastikan agar mereka dapat menelaah kembali segala dokumen yang membahas pertanyaan ini yang diketahui berada di dalam arsip-arsip Vatikan, untuk mencari dokumen-dokumen yang baru, dan bahkan untuk menyediakan kepada mereka semua akta yang berkenaan dengan masalah ini yang dijaga oleh Kementerian Suci – atau yang juga disebut Dewan Agung – dan untuk mempertimbangkan segala hal yang sampai pada saat ini telah dikemukakan sebagai bukti oleh para pria yang terpelajar ini dari kedua belah pihak. Sewaktu mereka telah bersiap diri dengan cara yang demikian, Kami memerintahkan mereka untuk bertemu bersama di dalam sesi-sesi khusus. Sesi-sesi yang berjumlah dua belas ini diselenggarakan di bawah kepemimpinan salah satu dari para Kardinal Gereja Roma yang Kudus, yang ditunjuk oleh diri Kami sendiri, dan mereka semua diundang untuk berdiskusi secara bebas. Pada akhirnya, Kami memerintahkan agar akta-akta dari pertemuan ini, bersama dengan semua dokumen yang lain, diserahkan kepada Saudara Kami yang Terhormat, para Kardinal dari Dewan yang sama, agar setelah mereka semua telah mempelajari perkara tersebut secara menyeluruh, dan mendiskusikannya di hadirat diri Kami, masing-masing orang dapat memberikan pendapatnya.
Keputusan-Keputusan Sebelumnya – Yulius III dan Paulus IV.
3. Setelah aturan untuk mendiskusikan masalah ini telah ditetapkan, adalah sesuatu yang diperlukan, dalam tujuan untuk membentuk suatu perkiraan yang benar tentang keadaan yang riil dari pertanyaan tersebut, untuk mulai membahasnya, setelah dilaksanakannya penyelidikan yang cermat tentang keadaan masalah tersebut sehubungan dengan keputusan serta kebiasaan yang telah ditetapkan oleh Takhta Apostolik; asal muasal serta bobot dari kebiasaan tersebut jelas penting untuk dinilai. Maka dari itu, dokumen-dokumen yang pertama-tama dipertimbangkan adalah dokumen-dokumen utama di mana para pendahulu Kami, atas permohonan dari Ratu Mary, melaksanakan perhatian mereka yang khusus untuk rekonsiliasi Gereja Inggris. Itulah sebabnya, Yulius III, mengutus Kardinal Reginald Pole, orang Inggris yang termashyur dalam berbagai hal, sebagai Duta Besar a latere-nya untuk tujuan tersebut, ‘sebagai malaikat perdamaian dan cinta kasihnya’, dan memberikan kepadanya amanat-amanat atau izin-izin serta petunjuk-petunjuk yang luar biasa sebagai pedomannya. Demikianlah pula apa yang ditegaskan dan dijelaskan oleh Paulus IV.
Di sini, untuk menginterpretasikan bobot dari dokumen-dokumen ini secara benar, hal berikut perlu dijadikan sebagai suatu prinsip yang mendasar: bahwa dokumen-dokumen tersebut pastinya bukanlah dimaksudkan untuk membahas keadaan yang abstrak, melainkan suatu permasalahan yang spesifik dan konkret. Sebab, karena izin-izin yang diberikan oleh para Paus tersebut kepada Duta Besar Apostolik hanya merujuk kepada negara Inggris, dan kepada keadaan agama di negara tersebut, dan oleh karena aturan-aturan bertindak ditetapkan oleh mereka atas permohonan dari Duta Besar tersebut, dokumen-dokumen tersebut tidak mungkin semata-mata merupakan pedoman-pedoman untuk menentukan syarat-syarat yang diperlukan untuk validitas Penahbisan secara umum. Dokumen-dokumen tersebut pastinya secara langsung berhubungan dengan penyediaan Imamat Suci di dalam kerajaan tersebut, sebagaimana yang dituntut oleh kondisi dari keadaan dan masa tersebut. Hal ini bukan hanya jelas dari sifat dan bentuk dari dokumen-dokumen tersebut, tetapi juga jelas dari fakta bahwa akan sama sekali tidak relevan adanya untuk memberikan ajaran kepada sang Duta Besar - yang keterpelajarannya telah terlihat secara menonjol pada Konsili Trente - tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk menganugerahkan Sakramen Imamat.
Semua orang yang menilai perkara-perkara ini secara benar tidak akan mengalami kesulitan untuk mengerti mengapa di dalam Surat-Surat Yulius III, yang ditujukan kepada sang Duta Besar Apostolik pada tanggal 8 Maret 1554, terdapat sebutan yang khusus, pertama-tama kepada mereka yang ‘diangkat secara benar dan sah’, dapat dipertahankan di dalam Tahbisan mereka; lalu mereka yang ‘tidak diangkat kepada Imamat Suci’, dapat ‘diangkat jika mereka dinilai pantas dan layak’. Sebab, hal berikut tercatat secara jelas dan pasti, sebagaimana yang memang sungguh terjadi, bahwa terdapat dua kelompok pria: pertama, mereka yang telah benar-benar menerima Imamat Suci baik sebelum perpecahan yang diakibatkan oleh [Raja] Henry VIII, maupun setelah perpecahan tersebut, yang menerima Imamat Suci dari para pelayan yang terjangkiti kesesatan dan skisma, yang walau bagaimanapun menggunakan ritus Katolik yang lazim; kedua, mereka yang diinisiasikan menurut Penahbisan Edwardin, yang sehubungan dengan hal itu, dapat diangkat, karena mereka telah menerima suatu penahbisan yang batal. Demikianlah maksud dari Sri Paus dan bukan hal yang lain; kenyataan ini secara jelas ditegaskan oleh Surat dari Duta Besar tersebut (29 Januari 1555), yang menyubdelegasikan izin-izin yang telah diperolehnya kepada Uskup dari Norwich. Di samping itu, apa yang dinyatakan oleh Surat-Surat Yulius III sendiri tentang penggunaan izin-izin Kepausan secara bebas, bahkan atas nama orang-orang yang telah menerima konsekrasi mereka yang ‘minus rite dan tidak seturut formula yang lazim dari Gereja’, harus dicatat secara khusus. Ungkapan ini hanya mungkin mengacu kepada orang-orang yang telah dikonsekrasikan seturut ritus Edwardin, sebab di samping ritus Edwardin ini serta formula Katolik, tidak terdapat ritus yang lain di Inggris pada masa itu.
Hal ini bahkan menjadi lebih jelas sewaktu kita mempertimbangkan duta besar yang, atas nasihat Kardinal Pole, diutus oleh para Penguasa yang berdaulat, Felipe dan Mary, kepada Sri Paus di Roma pada bulan Februari 1555. Para duta besar kerajaan – tiga pria yang ‘teragung dan terberkati dengan segala kebajikan’, yang salah satunya adalah Thomas Thirlby, Uskup dari Ely – ditugaskan untuk menginformasikan Sri Paus secara lebih penuh tentang keadaan agamawi dari negara tersebut, dan terutama untuk memohon agar Sri Paus hendak mempermaklumkan dan menegaskan apa yang telah dengan sulit dicapai oleh sang Duta Besar, dan yang telah berhasil dicapainya, untuk rekonsiliasi kerajaan tersebut dengan Gereja. Itulah sebabnya, semua bukti tertulis yang diperlukan serta bagian-bagian yang relevan dari Buku Ordinal yang baru diserahkan kepada Sri Paus. Setelah sang Duta Besar telah disambut dengan hangat dan bukti mereka telah ‘didiskusikan dengan cermat’ oleh beberapa Kardinal, ‘setelah pertimbangan yang matang’, Paulus IV mengeluarkan surat bullanya, Praeclara carissimi pada tanggal 20 Juni di tahun yang sama. Di dalam surat bulla ini, sembari memberikan kuasa dan persetujuan penuh terhadap apa yang telah dilakukan oleh Pole, hal berikut diperintahkan, sehubungan dengan Penahbisan: ‘Mereka yang telah diangkat kepada Ordo-Ordo Gerejawi … oleh siapa pun selain seorang uskup yang ditahbiskan secara valid dan sah diwajibkan untuk kembali menerima Ordo-Ordo tersebut.’ Tetapi siapakah para uskup yang tidak ‘ditahbiskan secara valid dan sah’ tersebut telah dibuat cukup jelas oleh dokumen-dokumen sebelumnya dan izin-izin yang digunakan dalam perkara tersebut oleh sang Duta Besar: mereka, yakni, yang telah diangkat kepada jabatan Keuskupan, sebagaimana orang-orang yang lainnya kepada Ordo-Ordo lain, tanpa ‘mengikuti formula yang lazim dari Gereja’, atau, sebagaimana yang dituliskan oleh sang Duta Besar tersebut kepada Uskup dari Norwich, tanpa mengikuti ‘formula dan intensi Gereja’. Orang-orang ini tentunya adalah mereka yang diangkat seturut formula yang baru dari ritus tersebut; dan hal ini telah ditelaah dengan perhatian yang besar oleh para Kardinal yang ditugaskan secara khusus. Tidak pun teks yang berkata secara langsung di dalam Surat Kepausan yang sama tersebut boleh diabaikan di sini, di mana, bersama dengan orang-orang lain yang memerlukan dispensasi, disebutkanlah satu demi satu, mereka ‘yang telah memperoleh pula Penahbisan sebagai benefice nulliter et de facto’. Sebab, untuk memperoleh penahbisan secara nulliter memiliki makna yang sama dengan penahbisan melalui tindakan yang batal demi hukum, yakni tidak valid, sebagaimana yang diungkapkan dalam gaya bahasa umum. Hal ini terutama jelas sewaktu kata tersebut digunakan dalam cara yang sama tentang Penahbisan sehubungan dengan ‘benefice gerejawi’. Hal ini, jelas dinyatakan batal oleh ajaran yang pasti dari kanon-kanon suci, jika dianugerahkan dengan kecacatan apa pun yang merusak. Terlebih lagi, sewaktu orang-orang tertentu meragukan siapakah, yang menurut Sri Paus, dapat disebut dan dianggap sebagai para uskup yang ‘ditahbiskan secara valid dan sah’, Sri Paus tidak lama setelahnya, pada tanggal 30 Oktober, menerbitkan lebih lanjut Surat-Surat dalam bentuk sebuah Breve, dan berkata: ‘Demi mengenyahkan keraguan, demi kedamaian hati nurani dari mereka yang, pada saat skisma tersebut terjadi, diangkat kepada Imamat, Kami hendak memberikan nasihat yang tepat waktu dengan cara mengungkapkan secara lebih jelas pikiran dan maksud yang Kami miliki di dalam Surat-Surat tersebut, Kami mendeklarasikan bahwa hanya para Uskup dan Uskup Agung yang tidak ditahbiskan dan dikonsekrasikan dalam formula Gerejalah yang tidak dapat dikatakan sebagai telah ditahbiskan secara valid dan sah.’ Seandainya deklarasi ini sebelumnya tidak berlaku kepada kasus yang nyata di Inggris, yakni, kepada Buku Ordinal Edwardin, Sri Paus tentunya tidak akan telah bertindak secara sia-sia melalui Surat-Surat yang terakhir ini dalam upayanya untuk mengenyahkan keraguan dan memulihkan kedamaian hati nurani. Terlebih lagi, dalam makna inilah sang Duta Besar memahami dan mematuhi dokumen-dokumen tersebut dan perintah-perintah dari Takhta Apostolik secara layak dan saksama, dan hal yang sama pun dilakukan oleh Ratu Mary dan orang-orang lain yang membantu untuk memulihkan Katolisisme kepada keadaannya yang terdahulu.
Praktik Takhta Suci yang Tidak Pernah Berubah
4. Otoritas Yulius III dan Paulus IV, yang telah Kami kutip, menunjukkan secara jelas asal-usul praktik tersebut yang telah ditaati tanpa henti selama lebih dari tiga abad, bahwa Penahbisan yang dianugerahkan seturut ritus Edwardin harus dianggap batal demi hukum. Praktik ini dibuktikan secara penuh oleh banyak kasus penahbisan kembali secara mutlak seturut ritus Katolik, bahkan di Roma. Dalam ketaatan terhadap praktik ini, kita memiliki suatu bukti yang menyentuh masalah tersebut. Sebab, seandainya sekelumit keraguan pun tetap ada sehubungan dengan makna sejati yang dengannya dokumen-dokumen Kepausan ini harus dimengerti, prinsip yang tetap berlaku adalah bahwa ‘Kebiasaan adalah penafsir hukum yang terbaik.’ Karena di dalam Gereja, telah selalu terdapat suatu aturan yang konstan dan tetap bahwa pengulangan Sakramen Imamat adalah suatu penistaan, Takhta Apostolik tidak akan pernah mungkin telah dengan hening merelakan dan menolerir kebiasaan semacam itu. Tetapi, Takhta Apostolik bukan hanya telah menolerir praktik ini, tetapi juga menyetujui dan mendukung praktik tersebut manakala suatu kasus tertentu terjadi, yang memerlukan penilaiannya tentang perkara tersebut.
Kami menambahkan dua fakta semacam ini sebagai bukti dari antara banyak fakta lainnya, yang dari waktu ke waktu telah diserahkan kepada Dewan Agung Kementerian Suci. Kasus yang pertama (pada tahun 1684) menyangkut seorang Kalvinis dari Prancis, dan yang lainnya (pada tahun 1704) menyangkut John Clement Gordon; keduanya telah menerima Penahbisan mereka seturut ritus Edwardin. Dalam kasus pertama, setelah penyelidikan yang saksama, para penasihat yang tidak sedikit jumlahnya, memberikan tanggapan-tanggapan mereka secara tertulis – atau, sebagaimana yang mereka sebut, vota mereka – dan orang lainnya pun setuju secara bulat suara dengan kesimpulan mereka tentang invaliditas Penahbisan tersebut, dan para Kardinal menganggap layak untuk menjawab dengan sebuah dilata [yakni, untuk menunda pembentukan kesimpulan pada saat itu] hanya sehubungan dengan alasan. Dokumen-dokumen yang sama itu pun diperintahkan untuk kembali digunakan serta dipertimbangkan pada penelaahan kasus yang kedua, dan pernyataan-pernyataan pendapat tambahan secara tertulis juga didapatkan dari para penasihat, dan pendapat dari para doktor yang paling terkemuka dari Sorbonne dan dari Douai demikian pula dimintakan. Segala upaya yang bijak dan berhati-hati sepenuhnya dikerahkan untuk memastikan agar pertanyaan tersebut dimengerti secara menyeluruh.
Dekret Klemens XI dan Pentingnya Dekret Tersebut
5. Dan di sini, penting untuk memperhatikan bahwa walaupun Gordon sendiri, yang kasusnya dibahas, serta beberapa dari para penasihat telah menambahkan Penahbisan Parker sebagai suatu alasan yang membuktikan invaliditas, seturut gagasan-gagasan diri mereka sendiri tentang perkara itu, alasan ini sepenuhnya diabaikan pada saat penyampaian keputusannya, seperti yang dibuktikan oleh dokumen-dokumen yang keasliannya tidak dapat dibantah. Dalam pemberian keputusan tersebut, tidak suatu bobot pun diberikan kepada alasan apa pun selain dari ‘kecacatan formula dan intensi’; dan agar penghakiman mengenai formula ini dapat menjadi lebih jelas dan lengkap, suatu upaya pencegahan yang berhati-hati pun dilakukan: suatu salinan dari Buku Ordinal Anglikan diserahkan untuk penyelidikan, dan Buku Ordinal Anglikan tersebut lalu dibandingkan dengan formula Penahbisan yang dikumpulkan bersama dari berbagai ritus Timur dan Barat. Lalu, Klemens XI sendiri, bersama dengan suara bulat dari para Kardinal yang bersangkutan, pada Feria V,[2] 17 April, 1704, mendekretkan: ‘John Clement Gordon harus ditahbiskan dari awal dan secara tak bersyarat untuk semua Ordo, dan bahkan Ordo-Ordo suci, dan terutama imamat, dan dalam kasus di mana ia belum diberikan Sakramen Penguatan, ia harus pertama-tama menerima Sakramen Penguatan.’ Penting untuk mengingat bahwa penghakiman ini sama sekali tidak ditentukan oleh pengabaian tradisi-tradisi instrumen, sebab dalam kasus semacam ini, sesuai dengan kebiasaan yang lazim, arahan yang akan diberikan adalah untuk mengulangi Penahbisan secara bersyarat, dan hal yang bahkan lebih penting untuk dicatat adalah bahwa penghakiman Sri Paus berlaku secara universal kepada semua Penahbisan Anglikan, karena, walaupun penghakiman tersebut merujuk pada suatu kasus tertentu, penghakiman tersebut tidak didasarkan suatu alasan khusus untuk kasus tersebut, melainkan berdasarkan kecacatan formula, yakni kecacatan yang pengaruhnya sama kepada semua Penahbisan ini: begitu besarnya pengaruh dari kecacatan ini sehingga setelahnya, dalam pembuatan keputusan untuk kasus-kasus yang serupa, dekret Klemens XI dikutip sebagai norma.
Pertanyaan ini telah diselesaikan secara pasti
6. Maka, haruslah jelas bagi semua orang bahwa kontroversi yang baru-baru ini dibangkitkan kembali ini telah secara pasti diselesaikan oleh Takhta Apostolik, dan kurangnya pengetahuan akan dokumen-dokumen inilah alasan yang mungkin harus kita anggap sebagai penyebab fakta bahwa seorang penulis Katolik menganggap pertanyaan ini sebagai pertanyaan yang masih terbuka. Tetapi, seperti yang telah Kami nyatakan pertama kalinya, tiada suatu hal pun yang begitu Kami inginkan selain membantu manusia yang berkehendak baik dengan memperlihatkan perhatian dan kasih yang terbesar kepada diri mereka. Itulah sebabnya, Kami memerintahkan agar Penahbisan Anglikan, yang merupakan poin esensial dari seluruh masalah ini, harus ditelaah sekali lagi dengan amat cermat.
Buku Ordinal Anglikan
7. Untuk menyelidiki segala ritus yang bertujuan menghasilkan dan menyelenggarakan suatu Sakramen, pantas adanya untuk membedakan bagian yang bersifat upacara dan bagian yang bersifat esensial, yang biasanya disebut sebagai materi dan formula. Semua orang mengetahui bahwa sakramen-sakramen Hukum Baru, sebagai tanda-tanda yang terlihat dan mujarab dari suatu rahmat yang tidak kelihatan, harus menandakan rahmat yang mereka hasilkan dan menghasilkan rahmat yang mereka tandakan. Walaupun tanda tersebut harus ditemukan di seluruh ritus esensialnya – yakni, di dalam materi dan formula – tanda tersebut terutamanya tetap berkaitan dengan formula Sakramen itu; sebab materi Sakramen adalah suatu bagian yang tidak ditentukan oleh materi itu sendiri, melainkan yang ditentukan oleh formula Sakramen. Dan hal ini pun tampak dengan lebih jelas di dalam Sakramen Imamat, yang materinya, sejauh mana Kami harus pertimbangkan di dalam kasus ini, adalah penumpangan tangan. Penumpangan tangan sendiri tidak menandakan suatu hal yang pasti, dan juga digunakan untuk beberapa Ordo dan untuk Sakramen Penguatan. Tetapi kata-kata yang, sampai baru-baru ini, dipercayai secara umum oleh orang-orang Anglikan sebagai formula yang tepat untuk Penahbisan imam – yakni, ‘Terimalah Roh Kudus’, jelas tidak mengungkapkan secara pasti Ordo Imamat Suci, ataupun rahmat dan kekuatannya, yang terutama adalah kekuatan ‘untuk mengonsekrasikan dan untuk mempersembahkan Tubuh dan Darah Tuhan yang nyata’ (Konsili Trente, Sess. XXIII., de Sacr. Ord, Can. 1) di dalam kurban itu yang bukanlah ‘peringatan belaka akan Kurban yang dipersembahkan di Salib’ (Ibid, Sess. XXII., de Sacrif. Missae, Can. 3). Formula ini memang di kemudian hari telah ditambahkan kepada kata-kata ‘untuk jabatan dan karya seorang imam,’ dst.; tetapi penambahan ini bahkan, sebaliknya, membuktikan bahwa para Anglikan sendiri menganggap bahwa formula yang pertama itu cacat dan tidak memadai. Tetapi seandainya pun penambahan ini dapat memberikan kepada formula tersebut tanda yang layak, penambahan ini diperkenalkan secara terlambat, karena satu abad telah berlalu sejak penggunaan Penahbisan Edwardin; sebab; karena Hierarki [Imamat] telah punah, kekuatan untuk melakukan Penahbisan tidak lagi ada. Sia-sialah upaya yang baru-baru ini dilakukan demi memperjuangkan validitas Penahbisan Anglikan berdasarkan doa-doa lain dari Buku Ordinal Anglikan.
Kami hanya akan mengutip salah satu dari berbagai alasan yang menunjukkan betapa formula dari ritus Anglikan tidak cukup untuk tujuan yang harus dicapai: alasan ini lebih utama daripada alasan-alasan lainnya. Di dalam formula ini, segala hal yang menyatakan secara jelas jabatan dan tanggung jawab imamat di dalam ritus Katolik telah dihapuskan secara sengaja. Oleh karena itu, formula tersebut tidak dapat dianggap tepat ataupun cukup untuk sakramen tersebut, sebab formula tersebut menghapuskan hal yang harus ditandakannya secara pokok.
Alasan yang sama pun berlaku untuk Konsekrasi Keuskupan. Sebab, kata-kata ‘untuk jabatan dan tugas seorang uskup’, dst., bukan hanya ditambahkan kepada formula ‘Terimalah Roh Kudus’ para periode yang terlalu terlambat, tetapi bahkan kata-kata ini, sebagaimana yang Kami nyatakan pada saat ini, harus dimengerti dengan suatu makna yang berbeda dari makna yang dimiliki oleh kata-kata ini dalam ritus Katolik. Tiada suatu hal pun jua yang diperoleh dengan mengutip doa prefasi Allah Yang Mahakuasa, sebab doa tersebut demikian pula telah dihapuskan dari kata-kata yang menyatakan summum sacerdotium [imamat teragung]. Tidaklah relevan di sini untuk mencermati bilamana Keuskupan merupakan pelengkap dari Imamat ataukah suatu Penahbisan yang berbeda dari Imamat, atau bilamana, sebagaimana yang mereka katakan per saltum, sewaktu Konsekrasi Keuskupan dianugerahkan kepada seseorang yang bukan seorang imam, Konsekrasi tersebut memiliki atau tidak memiliki hasil. Tetapi tidak diragukan bahwa Keuskupan, atas dasar institusi Kristus, memang benar merupakan bagian dari Sakramen Penahbisan dan merupakan sacerdotium derajat tertinggi, yakni, yang seturut ajaran dari para Bapa yang Kudus dan dari kebiasaan-kebiasaan liturgis kita disebut sebagai summum sacerdotium, sacri ministerii summa. Maka, oleh karena Sakramen Penahbisan dan sacerdotium Kristus sama sekali dihapuskan dari ritus Anglikan, dan maka dari itu sacerdotium tersebut sama sekali tidak dianugerahkan secara benar dan valid di dalam Konsekrasi Keuskupan dari ritus yang sama, demikian pula, oleh karena itu, Keuskupan sama sekali tidak dapat dianugerahkan secara benar dan valid oleh Konsekrasi Keuskupan ritus Anglikan; terutama karena, salah satu tugas utama dari Keuskupan adalah untuk menahbiskan para pelayan untuk Ekaristi Kudus dan Kurban Kudus.
Benak dan Tujuan dari mereka yang menyusun Buku Ordinal Anglikan
8. Demi memahami Buku Ordinal Anglikan secara penuh dan akurat, di samping apa yang telah Kami catat sehubungan dengan beberapa dari bagian-bagiannya, sangatlah relevan untuk mempertimbangkan secara cermat keadaan-keadaan di mana Buku Ordinal itu disusun dan diotorisasikan secara publik. Akan menjadi terlalu panjang untuk membahas detail-detailnya, dan kita pun tidak perlu melakukannya, sebab sejarah dari masa itu mengungkapkan dengan cukup jelas maksud dari para pengarang Buku Ordinal Anglikan yang menentang Gereja Katolik, serta para kaki tangan dari sekte-sekte heterodoks dengan siapa mereka berguyub, dan tujuan yang mereka kejar. Walaupun sepenuhnya sadar akan hubungan yang pasti antara iman dan ibadat, antara ‘hukum kepercayaan dan hukum berdoa,’ di bawah dalih untuk kembali kepada formula yang primitif, mereka merusak tatanan liturgi dengan berbagai cara demi memuaskan kesalahan-kesalahan para reformer. Itulah sebabnya, di sepanjang Buku Ordinalnya, bukan hanya tidak terdapat rujukan yang jelas kepada kurban, kepada konsekrasi, kepada sacerdotium, tetapi, seperti yang baru saja Kami sebutkan, setiap bekas dari hal-hal tersebut, yang dahulunya terdapat di dalam doa-doa ritus Katolik yang sebelumnya tidak mereka tolak seluruhnya, telah dihapuskan dan ditiadakan secara sengaja. Dengan demikian, terwujud dengan jelas karakter asli - yang juga disebut sebagai semangat asli - dari Buku Ordinal tersebut. Maka, jikalau Buku Ordinal Anglikan tersebut, yang sejak awalnya sudah ternodai, sama sekali tidak cukup untuk menganugerahkan Penahbisan, mustahil adanya bahwa Buku Ordinal itu dapat menjadi cukup seiring berjalanannya waktu, sebab tiada perubahan yang telah berlangsung. Sia-sialah upaya mereka yang sejak masa Charles I telah mencoba untuk menerima suatu jenis kurban atau imamat dan telah mencoba membuat beberapa penambahan kepada Penahbisan tersebut. Sia-sia pula pertentangan yang timbul dari sekelompok kecil badan Anglikan yang dibentuk baru-baru ini, yang mengajukan bahwa Buku Ordinal tersebut dapat dimengerti dan diinterpretasikan dengan makna yang sehat dan ortodoks. Kami menegaskan bahwa upaya-upaya semacam itu telah dan memang dilakukan dengan sia-sia. Dan itulah sebabnya, Kami juga menegaskan bahwa setiap kata yang bersifat ambigu di dalam Buku Ordinal Anglikan, sebagaimana yang ada pada masa kini, tidak dapat dimengerti dengan makna yang sama dengan makna kata-kata tersebut di dalam ritus Katolik. Sebab sekalinya suatu ritus baru digunakan, ritus baru di mana Sakramen Imamat dicemarkan atau disangkal, di mana segala gagasan konsekrasi dan kurban telah ditolak, formula ‘Terimalah Roh Kudus’ menjadi sia-sia belaka; sebab Roh Kudus ditanamkan ke dalam jiwa dengan rahmat dari Sakramen tersebut, dan kata-kata ‘untuk jabatan dan karya seorang imam atau uskup’ dan kata-kata yang serupa sama sekali tidak berguna, dan hanya merupakan kata-kata yang tidak memiliki realitas yang telah diinstitusikan oleh Kristus.
Beberapa dari penafsir Buku Ordinal tersebut yang beragama Anglikan yang lebih cerdik telah mengetahui bobot dari argumen ini, dan mereka secara terbuka menggunakannya untuk melawan orang-orang yang memahami Buku Ordinal tersebut dengan makna yang baru dan yang dengan sia-sia mengatribusikan kepada Penahbisan yang dianugerahkan secara demikian suatu nilai dan kemujaraban yang tidak dimiliki oleh Penahbisan tersebut. Argumen yang sama ini membantah pertentangan yang dikemukakan oleh mereka yang berpikir bahwa doa Ya Allah Yang Mahakuasa, pemberi segala hal yang baik, yang berada pada awal dari ritual tersebut, mungkin cukup sebagai formula yang legitim untuk Penahbisan, bahkan dengan hipotesis bahwa formula tersebut dapat dipercayai sebagai cukup dalam suatu ritus Katolik yang disetujui oleh Gereja.
Doktrin Katolik tentang Intensi
9. Kecacatan formula yang inheren ini terkait dengan kecacatan intensi, yang sama esensialnya untuk Sakramen tersebut. Gereja tidak menghakimi benak atau intensi karena hal semacam itu secara kodrat bersifat internal; tetapi sejauh mana benak atau intensi itu terwujud secara eksternal, Gereja wajib memberikan penghakiman tentang hal tersebut. Sewaktu seseorang telah secara benar dan sungguh-sungguh menggunakan formula dan materi yang tepat yang diwajibkan untuk melaksanakan atau menganugerahkan sebuah Sakramen, ia dianggap, oleh karena fakta itu sendiri, melakukan apa yang dilakukan oleh Gereja. Prinsip ini merupakan landasan dari doktrin yang menyatakan bahwa sebuah Sakramen benar-benar dianugerahkan oleh pelayanan dari seseorang yang bidah atau seseorang yang belum dibaptis, dengan syarat bahwa ritus Katolik digunakan. Sebaliknya, jika ritus Sakramen tersebut diubah, dengan intensi yang jelas untuk menggunakan suatu ritus lain yang tidak disetujui oleh Gereja, dan untuk menolak apa yang Gereja lakukan, serta menolak hal yang, atas dasar institusi Kristus, tergolong kodrat dari sakramen tersebut, maka jelaslah bahwa bukan hanya intensi yang diperlukan tidak terdapat di dalam Sakramen tersebut, tetapi bahwa intensi tersebut berlawanan dan merusak Sakramen tersebut.
Keputusan dari Takhta Suci dan Dekret Final dari Sri Paus
10. Semua permasalahan ini telah lama dipertimbangkan dengan berhati-hati oleh diri Kami sendiri dan oleh Saudara-Saudara Kami yang Terhormat, para Hakim dari Dewan Agung. Kami telah berkenan para Hakim dari Dewan Agung itu untuk mengadakan suatu rapat khusus pada hari Feria V, pada tanggal 16 Juli lalu, pada pesta khidmat Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel. Mereka dengan bulat suara setuju bahwa pernyataan yang diajukan di hadapan diri mereka telah dinilai sebelumnya dengan pengetahuan yang penuh dari Takhta Apostolik, dan bahwa diskusi serta penyelidikan yang diperbarui ini tentang isu-isu tersebut hanya berguna untuk kembali memperlihatkan secara lebih jelas hikmat dan keakuratan yang dahulu telah menyertai pembuatan keputusan tersebut. Bagaimanapun, Kami menganggap pantas untuk menunda pembuatan suatu keputusan demi menyediakan waktu, untuk mempertimbangkan bilamana pantas adanya bagi Kami harus membuat suatu pernyataan otoritatif yang baru tentang masalah tersebut, dan untuk berdoa dalam kerendahan hati demi memperoleh bimbingan Ilahi yang lebih penuh. Lalu, menimbang bahwa masalah praktik ini, yang walaupun sebelumnya sudah diputuskan, telah diminta oleh orang-orang tertentu agar didiskusikan, entah apa pun alasan mereka, dan bahwa oleh karena itu suatu kesalahan yang berbahaya mungkin berkembang di dalam benak dari banyak orang yang mungkin beranggapan bahwa mereka memiliki Sakramen tersebut dan hasil-hasil dari Penahbisan, walaupun sebenarnya hal-hal tersebut tidaklah ada, Kami menilai baik adanya untuk menetapkan penghakiman Kami di dalam Tuhan.
Kami harus tetap menyatakan bahwa walaupun Kami telah memberikan pencerahan atas pertanyaan yang berat ini dalam nama dan dalam kasih terhadap sang Gembala Agung, dalam nama dan dalam kasih yang sama, Kami memanggil mereka yang menginginkan dan mencari, dengan hati yang tulus, kepemilikian hierarki dan Penahbisan. Mungkin sampai pada saat ini, walaupun mereka berupaya memperoleh kesempurnaan yang lebih besar dari kebajikan Kristiani, dan menyelidiki Kitab Suci Ilahi dengan bakti yang lebih besar, serta melipatgandakan semangat doa-doa mereka, mereka bagaimanapun telah tinggal dalam keraguan dan kekhawatiran untuk mengikuti suara Kristus, yang telah begitu lama menasihati mereka dari dalam batin mereka. Sekarang, mereka melihat dengan jelas tempat ke mana Ia, dalam kebaikan-Nya, mengundang dan menghendaki mereka untuk datang. Jika mereka kembali kepada kandang domba-Nya yang tunggal dan esa, mereka akan memperoleh berkat-berkat yang mereka cari, dan oleh karena itu, mereka akan memperoleh pertolongan menuju keselamatan, yang Gereja, dibuat oleh-Nya sebagai penganugerahnya. Ia kiasannya telah menugaskan Gereja untuk senantiasa menjaga dan memajukan Penebusan-Nya di tengah bangsa-bangsa. Dengan demikian, memang benar bahwa ‘mereka akan menimba air dengan sukacita dari mata air keselamatan.’[3] Berkat sakramen-sakramen-Nya yang mengagumkan, jiwa-jiwa yang setia kepada-Nya telah sungguh menerima pengampunan dosa dan dipulihkan ke dalam persahabatan dengan Allah. Berkat sakramen-sakramen-Nya itu pula, jiwa-jiwa yang setia kepada-Nya dipelihara dan diperkuat oleh Roti Surgawi, dan memperoleh kelimpahan pertolongan yang amat kuasa untuk keselamatan kekal diri mereka. Semoga Allah dari perdamaian, Allah dari segala penghiburan, di dalam kelemahlembutan-Nya yang tak terhingga memperkaya dan memenuhi dengan semua berkat ini semua orang yang sungguh-sungguh merindukan berkat-berkat tersebut.
Kami berharap untuk menujukan nasihat Kami serta keinginan-keinginan Kami dalam suatu cara yang khusus kepada mereka yang merupakan pelayan-pelayan agama di dalam komunitas-komunitas mereka masing-masing. Mereka adalah para pria yang, atas dasar jabatan mereka sendiri, unggul dalam hal keterpelajaran dan otoritas, dan mereka menghendaki kemuliaan Allah serta keselamatan jiwa-jiwa. Hendaknya mereka menjadi yang pertama untuk dengan penuh sukacita tunduk kepada panggilan Ilahi, dan untuk mematuhinya dan menjadi teladan yang mulia kepada orang lain. Pastinya, dengan sukacita yang meluap-luap, Bunda Gereja akan menyambut mereka, dan akan menyayangi dengan segenap cinta kasih dan perhatiannya, mereka yang dituntun kembali ke dalam dada Gereja oleh kekuatan dari jiwa-jiwa mereka yang murah hati di tengah-tengah cobaan dan kesulitan yang begitu banyak.
Kata-kata pun tidak dapat mengungkapkan penghargaan yang akan dimenangkan oleh keberanian yang penuh bakti ini, bagi mereka yang berasal dari perhimpunan saudara-saudara di tengah-tengah dunia Katolik, atau betapa besarnya harapan serta kepercayaan yang akan pantas mereka dapatkan di hadapan Kristus sebagai Hakim mereka, atau besarnya imbalan yang akan diperolehkan bagi mereka dari diri-Nya dalam Kerajaan Surgawi. Dan Kami sendiri, dalam segala cara yang sah, akan terus memajukan rekonsiliasi mereka dengan Gereja di dalam mana para individu dan orang-orang, sebagaimana yang Kami inginkan dengan penuh semangat, dapat berpaling untuk menemukan teladan. Sementara itu, dengan kerahiman yang lembut dari Tuhan, Allah kita, Kami meminta dan memohon kepada semua orang untuk berjuang dengan setia untuk mengikuti jalan yang terbuka dari Rahmat dan Kebenaran Ilahi.
Kami mendekretkan agar Surat-Surat ini dan segala hal yang termuat di dalam Surat-Surat selalu terbebas dari keraguan dan penolakan akibat kesalahan atau kecacatan apa pun yang berasal dari penambahan atau pengurangan, ataupun dari intensi Kami, tetapi adalah dan akan selalu valid dan berlaku, dan wajib ditaati tanpa diganggu gugat secara yuridis dan lainnya, oleh semua orang yang memiliki derajat dan keutamaan apa pun; dan mendeklarasikan sebagai batal demi hukum apa pun yang dalam hal ini, mungkin dicoba untuk dilakukan oleh seseorang, secara sadar maupun tanpa sadar, oleh siapa pun, oleh otoritas atau dalih apa pun, kendatipun semua hal yang bertentangan.
Kami menghendaki agar salinan-salinan Surat-Surat ini, atau bahkan cetakan-cetakan dari Surat-Surat ini, dengan syarat ditandatangani oleh seorang notaris dan dimeteraikan oleh seseorang yang memegang jabatan gerejawi, mengungkapkan kepercayaan yang sama akan diberikan kepada ungkapan dari kehendak Kami layaknya jika seseorang menunjukkan Surat-Surat ini sendiri.
Diberikan di Roma, di Basilika St. Petrus, pada tahun Penjelmaan Tuhan kita, seribu delapan ratus sembilan puluh enam, pada tanggal 13 September dalam tahun kesembilan belas dari Kepausan Kami.
C. CARD DE RUGGIERO”
Catatan kaki:
Dokumen ini diterjemahkan dari terjemahan Bahasa Inggris surat bulla ini, yang berjudul LETTER APOSTOLIC of his Holiness LEO XIII., by Divine Providence POPE, concerning ANGLICAN ORDERS (Apostolicae Curae), Art and Book Company, Catholic Truth Society, London, 1896, hal. 1-15.
[1] Ibrani xiii, 20.
[2] [Istilah Feria V di sini memiliki nilai teknis. Pertemuan-pertemuan biasa dari Dewan Agung untuk maklumat Dekret-Dekret biasanya bertempat pada hari Rabu, dan ditandai dengan Feria IV. Tetapi, sesi-sesi khusus dan khidmat yang, untuk masalah-masalah yang berdampak lebih berat, dilangsungkan dalam kehadiran dan di bawah kepemimpinan Sri Paus sendiri, yang oleh karena itu, dengan cara yang khusus membuat keputusan-keputusannya sendiri, bertempat pada hari Kamis, dan ditandai dengan Feria V – Catatan Penerjemah ke Bahasa Inggris.]
[3] Yesaya, xii. 3
Artikel-Artikel Terkait
Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 mingguBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 3 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 3 bulanBaca lebih lanjut...Kami menerima semua dogma Gereja Katolik tanpa terkecuali, dan kami memandang mereka yang menerima semua dogma Gereja dan belum terpisah darinya, sebagai orang Katolik; itulah bagaimana kami bersekutu dengan Gereja...
Biara Keluarga Terkudus 4 bulanBaca lebih lanjut...Maaf tapi saya tidak mempercayai artikel ini. Bagaimana Anda bisa tetap berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik jika Anda menolak untuk percaya Paus (setelah Vatikan II) & Magisterium? Jika Anda...
Novy Binarti 5 bulanBaca lebih lanjut...Gereja Katolik mengajarkan bahwa iman Katolik diperlukan untuk keselataman, dan bahwa kalau ada orang yang mengalami ketidaktahuan, dan dia sungguh-sungguh menjalani hidup baik seturut hukum kodrat, maka Allah akan mencerahkan...
Biara Keluarga Terkudus 7 bulanBaca lebih lanjut...Tuhan Yesus jelas mewajibkan orang untuk mendengar Gereja (Mat. 18:17). Dan Ia telah mendirikan institusi Kepausan di atas St. Petrus (Mat 16:18-19), dan menyerahkan segenap kawanan domba-Nya kepada St. Petrus...
Biara Keluarga Terkudus 7 bulanBaca lebih lanjut...Konsili Vatikan II adalah konsili sesat yang memuat begitu banyak bidah dalam dokumen-dokumennya. Konsili tersebut dibuka oleh Anti-Paus Yohanes Paulus XXIII dan dokumen-dokumennya diratifikasi oleh Anti-Paus Paulus VI. Konsili itu...
Biara Keluarga Terkudus 7 bulanBaca lebih lanjut...Setuju, Tuhan Yesus Turun kebumi bukan membawa agama tapi mengajarkan kasih. Agama adalah buatan manusia.
Joe 7 bulanBaca lebih lanjut...