^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan | ![]() |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Tentang Sedikitnya Jumlah Umat Pilihan - Khotbah XXIV St. Leonardus
KHOTBAH XXIV
Untuk Hari Rabu Sesudah Minggu IV Masa Prapaskah
TENTANG SEDIKITNYA JUMLAH UMAT PILIHAN
(DU PETIT NOMBRE DES ÉLUS)
De turba autem multi crediderunt in eum.
Banyak dari khalayak itu percaya akan Dia.
Yohanes 7:31.
I. Puji Tuhan, jumlah murid sang Juru Selamat tidak sebegitu kecilnya sehingga niat jahat para ahli Taurat dan orang-orang Farisi boleh menaklukkan mereka. Meski sudah mengerahkan beberapa upaya untuk memfitnah Sang Ketidakberdosaan sendiri, dan bahkan menyesatkan khalayak dengan sofisme-sofisme jahanam mereka dengan mendiskreditkan doktrin serta kekudusan Tuhan kita, hingga ingin mencari-cari noda pada matahari, mereka tak mampu mencegah banyak orang mengakui martabat sang Mesias berkat terang yang Dia sebarkan di sekeliling diri-Nya, tanpa takut ancaman-ancaman, atau hukuman-hukuman. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi pun tak mampu mencegah banyak orang merangkul kubu-Nya secara terbuka, kendati tipu daya para musuh-Nya itu: De turba autem multi crediderunt in eum.
Adapun perkara mengetahui apabila mereka semua yang dulu mengikut Yesus Kristus di bumi ini juga mengikut-Nya sampai pada kemuliaan, itu adalah misteri yang saya takzimkan dalam keheningan, sebab saya lebih suka mengagumi ketetapan-ketetapan ilahi dalam kesederhanaan, ketimbang dengan lancang memutuskan suatu poin yang sedemikian beratnya. Pokok pembahasan yang hendak kita bahas pada pagi hari ini adalah jumlah umat pilihan, suatu perkara mengerikan yang telah menggetarkan sokoguru-sokoguru Gereja sendiri, menimbulkan ngeri teramat besar bagi para Kudus, dan membuat padang gurun berjejalan dengan kaum anakoret (rahib); perkara mengerikan, menentukan apabila jumlah umat Kristiani yang selamat lebih besar dari jumlah umat Kristiani yang mengalami kebinasaan jiwa.
Saya harap dengan merenungkan pokok pembahasan ini baik-baik, anda sekalian boleh terilhami rasa takut yang mendatangkan keselamatan dari hukuman-hukuman Allah.
Wahai para pendengarku yang terkasih, terdesak oleh cinta kasih membara yang saya miliki terhadap diri anda, saya ingin bisa menenangkan diri anda dengan prakiraan-prakiraan bahagia, dengan berkata kepada anda masing-masing: Bersukacitalah, Firdaus terjamin bagi diri anda, kebanyakan umat Kristiani selamat, anda sekalian juga akan selamat. Namun bagaimana saya bisa memberi anda jaminan yang manis itu, kalau anda menjadi musuh bebuyutan diri anda sendiri, dengan memberontak terhadap rancangan-rancangan Allah? Dalam diri Allah, saya temukan keinginan membara untuk menyelamatkan anda, dan dalam diri anda, saya melihat kuatnya kecondongan untuk membinasakan diri. Harus berbuat apa dalam keadaan semacam ini? Kalau saya berbicara terus terang, lantas saya akan mengecewakan anda; kalau saya tak berbicara, saya mengecewakan Allah.
Marilah kita mengambil jalan tengah: akan saya bagi pokok pembahasan saya menjadi dua poin. Pada poin pertama, saya akan menakut-nakuti diri anda, dengan membiarkan para teolog dan para Bapa kudus sendiri yang memutuskan perkaranya, dan mewartakan bahwa kebanyakan orang Kristen dewasa binasa, sedangkan diri saya bungkam dalam keheningan mengagumi besarnya misteri ini dan tidak akan menyingkap perasaan saya sendiri. Pada poin kedua, saya akan ikut bertempur untuk membalas kebaikan Allah sendiri melawan serangan-serangan kaum jangak, dengan membuktikan bahwa mereka yang binasa, hanyalah binasa karena kejahatan diri mereka sendiri dan karena mereka hendak membinasakan diri.
Lantas inilah dua kebenaran teramat penting:
Kalau yang pertama menakutkan diri anda, jangan jadi marah dengan saya, seolah-olah saya ingin mempersempit jalan anda masuk Surga; itu akan menjadi fitnah bagi saya, sebab sudah saya kemukakan bahwa saya hendak netral saja pada perkara ini dan membungkam cara pandang diri saya sendiri: namun bersungut-sungutlah anda terhadap para teolog dan para Bapa kudus, mereka yang dengan kekuatan pikiran mereka, akan membekaskan semboyan ini pada hati anda. Kalau anda insaf karena poin yang kedua, bersyukurlah anda kepada Allah yang hanya menginginkan satu hal, menyerahkan hati anda sekalian seutuh-utuhnya kepada-Nya. Kalau pada akhirnya anda mendesak diri saya supaya terus terang mengutarakan yang saya pikirkan, itu akan saya lakukan supaya anda menjadi puas sekali. Mari kita mulai.
POIN PERTAMA.
II. Bukan karena keingintahuan, namun karena kehati-hatian, yang membuat adanya suara bergaung dari atas mimbar, menyerukan kebenaran-kebenaran tertentu yang amat berguna mengekang kelancangan kaum jangak, mereka yang karena mulutnya hanya menyuarakan kerahiman Allah yang berlimpah-limpah, mudahnya pertobatan, teguhnya harapan-harapan kita, lantas hidup dengan kelancangan mereka itu dan dengan demikian tenggelam dalam segala macam dosa, dan tidur lelap serta terjamin seutuh-utuhnya pada jalan menuju kebinasaan.
Demi menginsafkan mereka dan membangunkan mereka dari kelelapan mereka itu, kita akan membahas perkara berat ini, soal apabila jumlah umat Kristiani yang selamat lebih besar dari jumlah orang Kristen yang terkutuk. Hai jiwa-jiwa bajik, pergilah dari sini, perkaranya bukan tentang anda; perkaranya hanya bertujuan mengekang keangkuhan kaum jangak yang menyingkirkan takut akan Allah dari hati, dan dengan demikian bersekutu dengan roh jahat, yang, seturut pendapat Eusebius, meyakinkan jiwa-jiwa bahwa diri mereka aman demi menjerumuskan mereka sehingga binasa: Immittit securitatem, ut immittat perditionem.
Agar keraguan ini tersingkir, marilah kita menyusuri ajaran semua Bapa kudus di satu sisi, baik Yunani maupun Latin; dan di sisi lain, ajaran para teolog paling terpelajar, sejarawan teramat cendekia, dan marilah di tengah-tengahnya kita tempatkan Kitab Suci yang terbuka kepada tatapan semua orang. Lalu, berilah perhatian, bukan kepada yang akan saya katakan, sebab saya sudah menyatakan, dan saya nyatakan lagi bahwa diri saya ini tidak mau mengangkat suara secara pribadi ataupun memutuskan masalahnya. Lantas berilah perhatian kepada para genius itu, yang bertindak ibarat mercusuar dalam Gereja Allah demi menerangi orang-orang lain, agar mereka tidak tersesatkan pada jalan menuju Surga. Dengan demikian, keraguan akan terpecahkan seluruhnya berkat bantuan terang iman, otoritas serta akal.
Namun perhatikan di sini, perkaranya bukanlah tentang umat manusia seluruhnya, ataupun semua umat Katolik tanpa dibeda-bedakan, namun hanya orang Katolik dewasa, yang mampu bekerja sama dengan kehendak bebas mereka pada perkara besar soal keselamatan mereka.
Cari tahulah pertama-tama dari para teolog, yang ranahnya adalah menelisik hal-hal secara amat cermat dan tidak sedikit pun melebih-lebihkan. Di sini ada dua orang kardinal terkemuka, Gaetanus dan Belarminus. Mereka menghadirkan diri kepada anda, dan didukung oleh Yohanes dari Avila yang terpelajar: mereka bersuara dengan bulat melawan pendapat kaum jangak dan terbuka menyatakan bahwa menurut mereka, kebanyakan orang Kristen dewasa terkutuk; dan seandainya saya punya waktu untuk menunjukkan di depan mata kepala anda, alasan-alasan berat yang menjadi tumpuan mereka, anda akan benar-benar yakin. Namun demikian, dengarkanlah Suarez. Usai mencari tahu dari segala macam otoritas, setelah menimbang-nimbang segala-galanya, ia menulis kata-kata berikut: “Pikiran terumum percaya bahwa di antara orang-orang Kristen, ada lebih banyak orang terkutuk daripada umat pilihan”: Communior sententia tenet ex christianis plures esse reprobos quam praedestinatos. Apabila, dengan otoritas para teolog, anda sertakan otoritas para Bapa Yunani dan Latin, anda akan mendapati mereka, istilahnya, seia sekata seluruhnya.
Demikianlah pendapat Santo Teodorus, Santo Basilius, Santo Efrem dan Santo Yohanes Krisostomus. Terlebih, kalau mendengar dari Baronius, para Bapa Yunani pada umumnya berpendapat bahwa kebenaran ini sudah diwahyukan secara jelas kepada Santo Simeon Stilita, dan bahwa demi semakin menjamin urusan terbesar soal keselamatannya, ia memutuskan hidup selama empat puluh tahun berturut-turut di atas sebuah sokoguru, terpapar segala cuaca buruk, dengan demikian mengerjakan keajaiban besar serta karya penitensi.
Sekarang, cari tahulah pendapat para Bapa Latin, dan anda akan mendengar Santo Gregorius berkata kepada anda dengan terang benderang, bahwa “banyak orang sampai pada iman, namun bahwa sedikit yang sampai pada Kerajaan Surga”: Ad fidem plures perveniunt, ad regnum caeleste pauci perducuntur; dan Santo Anselmus menggaungkannya dengan berkata bahwa sedikit orang yang selamat: Ut videtur, pauci sunt qui salvantur. Santo Agustinus mengungkapkan dirinya dengan lebih jelas lagi: “Maka sedikitlah”, simpulnya, “yang selamat, berbanding mereka yang binasa”: Pauci ergo qui salvantur in comparatione multorum periturorum. Namun tiada yang lebih ngeri daripada putusan yang dituturkan oleh Santo Hieronimus, ihwal akhir hayatnya, di hadirat para muridnya: Vix de centum millibus, quorum mala fuit semper vita, meretur habere indulgentiam unus: “Dari antara seratus ribu orang Kristen yang senantiasa hidup buruk, hampir tidak ada satu orang yang pantas beroleh pengampunan.”
III. Namun apa guna mencari tahu opini para Bapa dan teolog, ketika Kitab Suci, yang terbuka di depan mata kepala kita, memutuskan perkara ini dengan begitu jelasnya? Selidikilah di satu ujung, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan anda akan menemukannya sarat dengan simbol, tanda-tanda serta perumpamaan-perumpamaan, yang menjelaskan terang benderang kebenaran ini, bahwa sedikit, bahkan sedikit sekali orang yang selamat. Pada zaman Nuh, seluruh umat manusia terkubur dalam air bah, dan hanya delapan orang yang mendapati keselamatan mereka dalam bahtera; namun bahtera ini, ujar Santo Petrus dalam Epistolanya, merupakan gambaran Gereja; dan delapan orang semata yang selamat itu, lanjut Santo Agustinus, menandakan sangat sedikitnya orang Kristen yang selamat, karena hanya sangat sedikit orang Kristen yang menyesuaikan perilaku mereka dengan janji-janji yang telah mereka buat dengan perkataan ketika menyambut Pembaptisan: Qui saeculo solis verbis, non factis renunciant, non pertinent ad hujus arcae mysterium.
Teruslah membaca, dan anda akan menarik kesimpulan yang sama dari setumpuk peristiwa lain: dari antara dua juta orang bangsa Ibrani yang keluar dari Mesir untuk pergi ke tanah terjanji, hanya dua orang saja yang bisa masuk ke sana. Hanya empat orang saja yang lolos dari luluh lantaknya Sodom serta kota-kota najis lainnya. Jerami yang telah tertakdir untuk dibuang ke dalam api, gambaran orang terkutuk, menang jumlahnya dari gandum yang melambangkan para umat pilihan.
Saya takkan bisa menyelesaikannya kalau saya di sini harus mendedahkan segala gambaran berlimpah ruah dalam Kitab Suci yang menegaskan kebenaran ini. Hendaknya kita puas ketika mendengarkan sang Hikmat menjelma: apa tanggapan Allah sang Juru Selamat di Injil aneh yang menanyakan-Nya apabila sedikit atau banyak orang yang selamat? Domine, si pauci sunt qui salvantur[1]? Tetap diamkah Dia? Apakah Dia menjawab dengan ragu-ragu? Apakah Dia mengaburkan kebenaran agar tidak membuat orang ketakutan? Tidak, jawaban-Nya sangat jelas, dan meski ditanya oleh satu orang saja, jawaban-Nya Dia sampaikan kepada mereka semua yang hadir di sana: “Kamu semua mencari tahu dari Aku”, ujar-Nya kepada mereka, “apabila hanya sedikit jumlah umat pilihan; jawaban-Ku seperti ini. Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu, sebab Aku berkata kepada-Mu, sesungguhnya, akan ada banyak orang yang mencoba untuk masuk dan tidak akan dapat; karena mereka puas hati dengan usaha yang biasa-biasa saja, padahal untuk sampai Firdaus, besarlah upaya-upaya yang harus dikerahkan: Domine, si pauci sunt qui salvantur? Ipse autem dixit ad illos: Contendite intrare per augustam portam, quia multi, dico vobis, quaerent intrare, et non poterunt.[2]
Siapa gerangan yang berkata seperti itu? Seorang teolog yang sedang berdiskusikah, seorang doktor yang sedang berargumenkah? Bukan, bukan: Putra Allah, sang kebenaran abadi secara pribadi, Dialah yang dalam keadaan lain, telah berkata dengan lebih jelas: “Banyak orang terpanggil, namun sedikit yang terpilih”: Multi sunt vocati, pauci vero electi.[3] Tidak dikatakan-Nya: semua orang terpanggil, omnes sunt vocati, dan bahwa dari antara semua orang, hanya sedikit yang terpilih; namun Ia berkata: Multi sunt vocati, maksud-Nya, seperti penjelasan Santo Gregorius, bahwa dari antara semua orang, banyak yang terpanggil menganut iman sejati, banyak yang Kristen Katolik, dan bahwa dari antara mereka, hanya ada sedikit umat pilihan, sedikit yang selamat.
Mengeluhlah anda semua sekarang, seolah-olah saya sudah mempersempit jalan ke Firdaus bagi anda, padahal saya sudah menyatakan tidak akan berkata satu patah kata pun dari diri saya sendiri. Kata-kata ini, hai saudara-saudaraku, bukankah datangnya dari Tuhan kita Yesus Kristus sendiri? Tidak cukup jelaskah kata-kata-Nya itu? Tidak cukup pastikah? Katakan kepada saya sekarang, apakah mungkin punya iman dalam hati dan tidak gemetar?
IV. Ah! Saya lihat tidak lama kemudian, bahwa dengan sedang berbicara dengan cara begitu umum ini, saya berbuat dengan sia-sia belaka. Marilah kita mencermati berbagai macam jalan hidup Kristiani secara khusus, dan anda akan paham, bahwa diri anda harus entah menolak akal sehat, pengalaman, perasaan umum para umat beriman, atau mengakui bahwa kebanyakan orang Katolik terkutuk. Saya tanya kepada anda, di dunia, adakah jalan hidup yang lebih berfaedah bagi kemurnian dan keselamatan, atau bereputasi lebih kudus, daripada jalan hidup menjadi imam, mereka yang merupakan wakil Allah? Siapa gerangan yang tak tahu, bahwa pada pandangan pertama, kebanyakan dari mereka itu tidak hanya baik, namun sempurna? Tetapi saya mendengar, bukan tanpa gemetar, seorang Hieronimus yang meratapi bahwa meskipun bumi ini penuh dengan imam, namun di kalangan mereka ada bencana kelaparan yang luar biasa, sehingga hampir-hampir tidak ditemukan satu yang baik dari antara seratus imam.
Saya mendengar seorang hamba Allah bersaksi, bahwa telah didapatkannya kabar dari sebuah wahyu yang dibuat kepada dirinya sendiri, bahwa setiap harinya, jumlah imam yang jatuh ke dalam Neraka ada begitu banyaknya, sehingga ia tidak bisa membayangkan masih ada tersisa begitu banyak di dunia ini. Saya dengar Krisostomus agung merenungkan kehidupan para imam yang begitu tidak layak diteladani, sehingga menyimpulkan dengan berlinang air mata bahwa hanya sedikit dari antara mereka yang selamat, dan ada jauh lebih banyak yang binasa: Non arbitror inter sacerdotes multos esse qui salvi fiant, sed multo plures qui pereant.
Dan kalau anda masih mau memperbesar lagi rasa takut anda, menengadahlah, dan beri beri tahu saya apabila dari antara para pangeran dan prelat Gereja, dari antara para pastor paroki yang bertugas menjaga jiwa-jiwa, jumlah mereka yang selamat menang dari jumlah mereka yang binasa. Bagi saya, saya diam saja dan memberi kesempatan berbicara kepada Kantipratensis yang akan menceritakan suatu kejadian kepada anda: andalah yang perlu menarik konsekuensi-konsekuensinya.
Dulu, pernah diadakan sebuah sinode di Paris; ada banyak prelat dan pastor paroki yang ditemukan berhimpun di sana; Sri Raja dan para pangeran datang dan semakin memperbesar megahnya perhimpunan itu dengan kehadiran mereka. Seorang pengkhotbah terkenal diundang untuk berkhotbah di sana. Dan ketika ia sedang mempersiapkan khotbahnya, ada satu roh jahat mengerikan yang tampak dan berkata kepadanya: Singkirkanlah semua buku ini; kalau kamu ingin membuat khotbah yang berbuah banyak bagi para pangeran, prelat dan gembala jiwa-jiwa ini, biarlah engkau menyampaikan pesan dari kubu kami saja dan katakanlah kepada mereka atas nama kami: “Kami, para penguasa kegelapan, kami menghaturkan syukur tak terhingga kepada anda sekalian, kepada para pangeran, prelat dan pastor Gereja anda; karena dengan kelalaian anda, umat beriman yang terkutuk mencapai jumlah terbesar, kami juga sedang bersiap-siap mengganjar anda atas pertolongan ini, ketika anda sekalian kelak berada bersama kami di Neraka.”
Celakalah anda yang memerintah orang lain, celakalah anda! Kalau ada begitu banyak orang yang binasa karena kesalahan anda, akan seperti apa nasib anda? Namun, kalau dari antara anda sekalian, terang tingkat tertinggi dalam Gereja Allah, hanya ada begitu sedikit yang selamat, akan seperti apa nasib anda?
Kumpulkanlah khalayak orang dari semua jenis kelamin, dari semua jalan hidup, dari semua kondisi, suami dan istri, janda dan gadis muda, serdadu, pedagang, pengrajin … petani, orang kaya, miskin, bangsawan dan rakyat jelata; hendak berkata apa kita tentang semua orang ini yang hidup begitu buruk? Jangan tanyakan itu kepada saya, saya takkan berani menjawab anda: saya hanya mengagumi keputusan-keputusan Allah dalam keheningan.
Santo Vinsensius Ferrer akan mencerahkan anda dengan menceritakan suatu kejadian. Orang kudus itu lantas melaporkan bahwa seorang diakon agung kota Lugdunum (Lyon), usai meninggalkan jabatannya dan mengasingkan diri ke padang belantara untuk mengurusi keselamatannya dan berpenitensi di sana, meninggal pada hari dan jam yang sama dengan mangkatnya Santo Bernardus. Lalu tampak kepada prelatnya, ia berkata kepadanya: Ketahuilah, Monsinyur, bahwa pada saat saya meninggal dunia, tiga puluh ribu orang mati: dari antara jumlah itu, Kepala Biara Bernardus dan saya naik ke Surga tanpa tertunda, tiga orang masuk Api Penyucian, dan … yang lainnya jatuh ke Neraka.
Perkataan berikut ini yang tersimpan dalam catatan sejarah kami masih lebih mengerikan lagi. Salah seorang rohaniwan kami, terkenal karena kekudusan dan ajarannya, sedang berkhotbah di Jerman, ketika ia menggambarkan kuat-kuat betapa buruk rupanya dosa najis, sehingga seorang wanita jatuh mati kesakitan di tengah-tengah para hadirinnya. Lalu, kembali hidup, wanita itu berkata: Ketika saya dihadirkan pada pengadilan Allah, enam puluh ribu orang tiba di sana pada saat bersamaan dari semua belahan dunia; dari antara jumlah itu, tiga orang selamat dan masuk Api Penyucian; sisanya terkutuk semua. Dari antara tiga puluh ribu orang, hanya lima yang selamat! Dari antara enam puluh ribu orang, hanya tiga yang datang ke tempat keselamatan! Wahai pendosa, wahai saudara-saudaraku yang sedang mendengarkanku, anda akan termasuk jumlah yang mana? Apa kata anda? Apa pendapat anda tentang itu?
V. Saya melihat bahwa hampir semua orang menundukkan kepala, terkena rasa terkejut dan ngeri. Namun singkirkanlah rasa terkejut itu, hai pendengarku yang terkasih, dan berhentilah mulai sekarang menipu diri soal bahaya yang sedang mengancam kita. Alih-alih, marilah kita berusaha menuai beberapa manfaat dari rasa takut kita. Anda berakal sehat, lantas hendak saya hadirkan terang pikiran kepada anda: bukankah benar bahwa hanya ada dua jalan menuju Surga, jalan ketidakberdosaan dan jalan pertobatan? Lantas kalau saya membuktikan kepada anda bahwa sedikit sekali yang mengambil salah satu dari kedua jalan ini, anda bisa menarik kesimpulan, selaku orang berakal sehat, bahwa hanya ada sedikit sekali yang selamat.
Untuk membuktikannya, pada usia berapa, dalam pekerjaan apa, dalam keadaan hidup apa anda berada, di mana jumlah orang jahatnya tidak seratus kali lebih banyak dari orang baiknya dan yang tak bisa kita terapkan perkataan Bias ini: Rari boni, pravi plurimi? Pada zaman ini boleh diterapkan perkataan Salvianus soal zamannya: lebih mudah mendapati khalayak orang yang tak terhitung tenggelam dalam segala macam kemaksiatan, daripada mendapati sedikit orang tak bersalah. Ada berapa banyak orang dari antara para hamba yang sepenuhnya lurus dan setia dalam jabatan mereka? Berapa banyakkah pedagang yang adil dan lurus dalam niaga mereka? Berapa banyakkah dari antara para pengrajin yang sungguh-sungguh benar dan tepat dalam pekerjaan mereka? Berapa banyakkah pengusaha yang objektif dan tulus dalam usaha mereka? Berapa banyakkah tentara yang tidak menginjak-injak kaki orang tak bersalah? Berapa banyakkah tuan yang tak menahan gaji pekerjanya? Berapa banyakkah penguasa yang tak menindas bawahannya? Rari boni, pravi plurimi.
Siapa yang tak melihat pada hari ini, ada begitu banyak kejangakan di kalangan orang muda, begitu banyak niat jahat di kalangan orang dewasa, begitu besar kebebasan di kalangan gadis muda, kesia-siaan di kalangan wanita, kebobrokan di kalangan bangsawan, kebejatan di kalangan kelas menengah, kebobrokan rakyat, kelancangan di kalangan kaum papa, sehingga boleh dituturkan perkataan Daud di zamannya, bahwa jumlah yang sedikit dari mereka yang hidup baik menghilang dalam khalayak, seolah-olah tidak ada satu pun yang baik: Omnes declinaverunt… Non est qui faciat bonum, non est usque ad unum.[4] Sayang sekali, kita sudah tiba pada banjir kemaksiatan universal yang dinubuatkan oleh Nabi Hosea: Maledictum et mendacium, et furtum, et adulterium inundaverunt.[5]
Selidikilah jalanan dan tempat-tempat, pertokoan, tempat-tempat tukang, istana-istana, rumah-rumah, perkotaan dan pedesaan, pengadilan dan puri, bait-bait suci Allah sendiri: di manakah anda akan menemukan tempat yang tak terjangkiti? Sayang sekali! Seru Salvianus, kita diserbu dari segala penjuru oleh membeludaknya penghujatan, sumpah palsu, pembunuhan, kebencian, penindasan, perampokan, ketidakjujuran, percabulan, skandal dan kefasikan, yang menyebarkan kehancuran mereka ke mana-mana: Praeter paucissimos qui mala fugiunt, quid est aliud christianorum coetus quam sentina vitiorum? “Selain beberapa orang yang menjauhi kejahatan, apakah khalayak umat Kristiani itu, kalau bukan kubangan kemaksiatan?”
Di mana-mana, yang ditemukan hanyalah kepentingan, ambisi, kerakusan dan kemewahan. Bercak-bercak kenajisan bukankah dengan sendirinya telah menjangkiti kebanyakan orang? Lantas dengan benar Santo Yohanes berkata bahwa dunia, yang kadang kala boleh dibilang sesuatu yang sedemikian jahanamnya, terbakar seutuhnya oleh demam jahat yang melahapnya: Mundus totus in maligno positus est.[6] Janganlah anda marah dengan saya, kalau demikian adanya; bukan saya yang berkata demikian kepada anda, namun akallah yang memaksa percaya bahwa dari antara begitu banyak orang yang hidup kian buruknya, hanya ada sedikit, dan bahkan sangat sedikit yang selamat.
VI. Namun anda akan berkata kepada saya, pertobatan, tak bisa berhasilkah mengobati hilangnya ketidakberdosaan? Tentu saja bisa; namun saya tahu juga bahwa itu begitu sulitnya dijalankan, dan bahwa para pendosa jarang-jarang menggunakannya, atau begitu sering menyalahgunakannya, sehingga itu saja bisa meyakinkan kita bahwa sedikit yang selamat melalui jalan itu. Oh! Bahwasanya betapa jalan itu kian sempit, penuh dedurian, ngeri dipandang, sulit didaki, sukar dijalani, diliputi jejak kaki berdarah serta kenangan-kenangan pahit! Betapa banyaknya orang yang lemah hanya karena melihatnya saja! Betapa banyak orang yang tersentak mundur sejak awalnya! Betapa banyak orang yang jatuh di pertengahan jalan! Betapa banyak yang celaka karena meninggalkannya ketika akhir sudah dekat! Dan betapa sedikitnya orang yang bertekun pada jalan ini sampai kesudahannya!
Santo Ambrosius telah menuturkan satu patah kata yang amat mengejutkan; yakinnya, lebih mudah baginya menemukan orang-orang yang telah menjaga ketidakberdosaan mereka, daripada menemukan yang telah melakukan pertobatan yang layak. Facilius inveni qui innocentiam servaverint quam qui congruam poenitentiam egerint.
Kalau anda mempertimbangkan Sakramen Tobat, ya Allahku! Betapa banyaknya pengakuan yang cacat, betapa banyaknya tuduhan-tuduhan yang dibuat kepada diri seolah-olah orang menuturkan sebuah cerita, betapa banyaknya pembenaran yang direkayasa, betapa banyaknya pertobatan berdusta, betapa banyaknya resolusi yang tak efektif, betapa banyaknya absolusi diberikan secara tak pantas! Akan anda pandang baik dan validkah pengakuan dosa orang yang menuduh diri berbuat dosa cabul nan najis yang kesempatannya terus dia jaga? Atau ketidakadilan terang benderang, yang tak berniat dia perbaiki sebesar yang dia sanggup? Atau dusta-dusta atau pelanggaran-pelanggaran entah bagaimana yang kembali dilakukannya segera setelah mengaku dosa?
Betapa mengerikannya penyalahgunaan sakramen yang kian agungnya itu! Yang satu mengaku dosa demi menghindari ekskomunikasi, yang lain untuk menyematkan reputasi peniten kepada diri sendiri; orang yang satu tak menganggap dosa-dosanya demi menyesatkan hati nuraninya, yang lain membungkam dosa-dosa itu karena rasa malu; yang satu menyembunyikan separuh dosa-dosanya karena niat jahat, yang lain menyingkapkan dosa-dosanya karena kebiasaan: yang satu tidak memikirkan tujuan sakramen tersebut dengan sungguh-sungguh, yang lain tak punya dukacita yang diperlukan, yang lain lagi tak punya tekad baik menyeluruh. Imam pengakuan yang malang! Betapa engkau harus menabur keringat demi membawa kebanyakan peniten menepati resolusi-resolusi ini, mendaraskan doa-doa ini, kalau tidak, pengakuan dosanya menjadi sakrilegi, absolusinya menjadi pengutukan, dan penitensinya ilusi!
Ada di manakah mereka sekarang yang mengandalkan alasan diri mereka sendiri demi mendukung pendapat bahwa ada banyak umat pilihan: kebanyakan orang Katolik dewasa mati di ranjang mereka sendiri, didampingi sakramen-sakramen Gereja, sesudah mengaku dosa; lantas, kebanyakan orang Katolik dewasa selamat? Alasan yang cantik! Harus ditarik kesimpulan yang sama sekali berbeda: kebanyakan orang Katolik dewasa mengaku dosa dengan buruk selama hidup mereka, lantas mereka a fortiori mengaku dosa dengan buruk pada saat kematian, dan kebanyakan binasa. Saya berkata a fortiori, sebab bagaimanakah anda menginginkan orang sekarat yang begitu kesulitan mengaku dosa dengan baik ketika masih sehat, berhasil melakukannya ketika sudah terbaring di ranjang orang sakit, dengan jantung tersiksa, kepala goyah, pikiran lemah, ketika ia sedang bertarung dengan bermacam-macam cara melawan bahan nafsunya yang masih hidup, melawan kesempatan-kesempatan berdosa yang masih segar, melawan kebiasaan-kebiasaan yang sudah menularinya, dan terutama, melawan roh-roh jahat yang mendudukinya serta mencari segala cara untuk membuatnya binasa?
Namun demikian, kalau pada para peniten palsu ini, atau nirpeniten sejati ini, anda tambahkan begitu banyak pendosa lain yang mati tak terduga dalam keadaan mereka yang celaka, atau karena ketidaktahuan dokter, atau karena kesalahan orang tua, yang mati karena racun, atau terkubur ketika berlangsungnya gempa bumi, atau terkena apopleksi, yang tewas terjatuh, atau mati dalam pertarungan, atau peperangan, atau terjerat perangkap, atau disambar kilat, atau terbakar, atau tenggelam, bagaimanakah gerangan anda tak bisa menyimpulkan bahwa mereka melampaui banyaknya orang yang selamat, dan dengan demikian, jelas adanya bahwa kebanyakan orang Kristen dewasa terkutuk? Alasan ini datangnya bukan dari saya; saya pribadi tetap netral dan diam saja; Santo Yohanes Krisostomus yang menantang diri anda secara demikian. Jawablah, ujar orang kudus itu: bukankah benar bahwa kebanyakan orang Kristen menyusuri jalan ke Neraka? Tidakkah mereka berjalan seumur hidup mereka ke tujuan itu? Lantas mengapa anda terkejut bahwa jumlah terbanyak masuk Neraka, dan jumlah tersedikit masuk Firdaus? Kita tak bisa sampai ke pintu kalau kita tidak menyusur jalan yang membimbing padanya: Non potest quis pervenire ad portam, nisi ambulaverit in via. Berilah jawaban, kalau anda berani, kepada alasan yang begitu kuatnya itu.
VII. Jawabannya begitu singkat: kerahiman Allah, bukannya amat besar? – Ya, bagi orang yang takut akan Dia: Misericordia Domini… super timentibus eum,[7] ujar sang nabi; namun bagi orang yang tidak takut akan dia, keadilan-Nyalah yang besar … : Discedite a me qui operamini iniquitatem.[8] – Namun lantas Firdaus itu untuk siapa, kalau bukan untuk orang Kristen?
Firdaus adalah untuk orang Kristen, tentunya, namun untuk orang Kristen yang tidak menghina karakter mereka dan yang hidup sebagai orang Kristen baik; dan tentu saja, kalau pada jumlah orang Kristen dewasa yang mati dalam keadaan rahmat, anda tambahkan tumpukan anak-anak yang mati usai dibaptis dan dalam ketidakberdosaan, sebelum mencapai usia akal, anda akan dengan mudah sampai pada khalayak mengagumkan yang dilihat oleh Santo Yohanes Rasul dan yang ujarnya tak terhitung: Vidi turbam magnam, quam dinumerare nemo poterat.[9] … Namun kalau pokok pembahasannya adalah orang Kristen dewasa, pengalaman, akal, otoritas, moral serta Kitab Suci sungguh seia sekata dalam meyakinkan kita bahwa lebih banyak yang terkutuk. Janganlah anda karena itu membayangkan bahwa Surga bagaikan padang gurun; tidak, tentu saja Surga adalah kerajaan yang amat sarat dengan orang-orang; dan kalau orang-orang terkutuk sama besar jumlahnya dengan butiran pasir di laut, umat pilihan juga akan sebanyak bintang di langit, yakni, yang satu dan yang lain akan tak terhitung, meski proporsinya jauh berbeda.
Santo Yohanes Krisostomus pada suatu hari menghentikan dirinya supaya bisa mempertimbangkan proporsi ini, ketika ia dulu sedang berkhotbah di katedral Konstantinopel, kota yang dahulu sangat banyak warganya. Ia pun direnggut rasa takut, dan berseru sambil mengesah: “Akan ada berapa banyakkah menurut anda, jumlah umat pilihan dari populasi yang sebegitu besarnya ini?” Dan tanpa menantikan jawabannya, ia mengimbuhkan: “Saya berpendapat bahwa dari antara beribu-ribu orang, hampir tidak ditemukan seratus orang yang selamat; saya bahkan meragukan angka seratus itu”: Non possunt in tot millibus inveniri centum qui salventur, quin et de his dubito. Betapa menyeramkan! Dari antara orang-orang yang begitu banyak, orang kudus agung itu percaya bahwa hampir tidak ada seratus orang yang akan selamat, dan jumlah itu pun masih dia ragukan.
Akan seperti apakah nasib anda sekalian yang sedang mendengarkan saya? Ya Allah yang Mahaagung! Bukankah pikiran itu membuat diri gemetar? Ini adalah perkara yang pelik, wahai saudara-saudaraku yang terkasih, perkara keselamatan kita, dan seturut semboyan semua teolog, ketika suatu tujuan hanya bisa digapai dengan jalan teramat sulit, hanya ada sedikit orang yang selamat: Deficit in pluribus, contingit in paucioribus.
Itulah sebabnya Doktor Malaikat, Santo Tomas, usai menimbang matang-matang dengan ilmunya yang luar biasa besar tentang segala motif, segala alasan pro dan kontra, pada akhirnya menyimpulkan bahwa dari antara umat Katolik dewasa, kebanyakan terkutuk: “Kebahagiaan kekal melampaui daya-daya alam, terutama karena alam kehilangan rahmat asali. Oleh sebab itulah sedikit jumlah orang yang selamat”: Cum beatitude Aeterna excedat statum naturae, et praecipua secundum quod est gratia originali destitute, paciores sunt qui salvantur.
VIII. Lantas koyakkanlah selubung cinta diri yang menutup mata anda, yang mencegah diri anda melihat kebenaran-kebenaran yang begitu berfaedah bagi keselamatan, dan mengilhami anda dengan ide-ide teramat sesat soal keadilan Allah. “Bapa yang adil”, ujar Tuhan kita Yesus Kristus, “dunia tidak mengenal Engkau”: Pater juste, mundus te non cognovit.[10] Tak dikatakan-Nya: Bapa yang Mahakuasa, Bapa yang Mahabaik, Bapa yang Rahim; namun justru: Bapa yang adil, untuk menengarai bahwa dari semua atribut Allah, taka da yang lebih tak dikenal daripada keadilan-Nya, karena orang-orang menolak percaya hal yang takut mereka alami.
Lantas angkatlah selubung penutup mata anda dan biarkanlah mengalir dari padanya, dua sumber air mata. Sayang sekali! seru anda, di dunia Katolik, di Negara ini, di tempat ini, bahkan mungkin pada hadirin ini, kebanyakan akan terkutuk! Pernah adakah perkara yang lebih patut ditangisi, daripada perkara yang kian menyedihkannya itu?
Raja Ahasyweros mulai menangis ketika dari bukit tinggi, melihat seratus orang serdadunya berbaris rapi untuk berperang, sembari dirinya berpikir bahwa dari para tentaranya yang berjumlah besar dan brilian ini, tidak akan tersisa satu orang pun yang hidup setelah seratus tahun.
Bukankah kita lebih patut menangis, tatkala merenungkan bahwa dari antara khalayak umat beriman Katolik yang tak terhitung ini, jumlah terbesarnya akan mati dalam maut abadi? Ah! Pemandangan yang kian patut diratapi ini seharusnya membuat kita bercucuran air mata, atau setidak-tidaknya menyulut bela rasa yang dulu dirasakan oleh Venerabilis Bruder Marselus dari Santo Dominikus, rohaniwan Agustinian. Ketika ia sedang bermeditasi pada suatu hari tentang siksaan-siksaan abadi, Tuhan sudi memperlihatkan kepadanya betapa banyak jiwa, yang pada saat itu juga, jatuh ke Neraka; ia melihat sebuah jalan besar, tempat dua puluh dua ribu orang berbenturan satu sama lain, dan terjungkal bersama-sama ke dalam jurang maut. Melihat itu, sang hamba Allah direnggut rasa takut, dan orang mendengarnya berseru: Oh! Betapa banyaknya! Betapa banyaknya! Dan masih datang yang lain pula! Dan mereka semua berlari menuju kebinasaan. Ya Yesus! Ya Yesus! Betapa bodohnya! Betapa gilanya!
Tak kuasa saya menahan diri berkata bersama Yeremia: Quis dabit capiti meo aquam, et oculis meis fontem lacrymarum? et plorabo… interfectos filiae populi mei:[11] “Siapakah yang akan memberi air bagi kepalaku dan sumber air mata bagi mataku, agar bisa menangisi anak-anakku serta anak perempuan bangsaku yang telah terbunuh?” Jiwa malang, jiwa yang kian cantik, bagaimanakah engkau bisa melaju begitu cepat menuju Neraka? Demi ampun, berhentilah, berhentilah, dan mari berpikirlah sejenak saja seperti biasanya: entah anda paham yang dimaksud selamat dan yang dimaksud terkutuk untuk selama-lamanya, atau anda tidak paham. Kalau anda paham, dan kendati demikian, anda tak memutuskan pagi ini untuk mengubah hidup, membuat pengakuan dosa yang baik, menginjak-injak dunia, pendek kata, mengerahkan segala upaya anda demi bergabung dalam jumlah orang selamat yang sedikit itu, lantas saya katakan bahwa anda tak punya iman. Kalau anda tak paham, anda lebih bisa dimaafkan, sebab yang tak anda punya adalah pikiran dan akal sehat. Selamat untuk selama-lamanya! Terkutuk selama segala keabadian! Dan menghadapi pilihan ini, tak mengerahkan segenap usaha demi menghindari yang satu dan menjamin yang lain, itu hal tak terbayangkan!4
Masih belum yakinkah anda? Masih tetap ragukah anda? Tetapi yang sudah mengkhotbahkan kebenaran kian ngeri melalui mulut saya ini adalah para teolog teragung, para Bapa termulia. Saya secara pribadi tidak berani memutuskan. Lantas bagaimana bisa anda melawan otoritas-otoritas semacam itu, yang diperkuat oleh begitu banyak alasan, begitu banyak contoh, begitu banyak kesaksian Kitab Suci? Apabila, kendati begitu banyaknya bukti paling meyakinkan ini, anda tetap bimbang, dan anda merasa terbawa kepada opini yang sebaliknya, menduga saja bahwa mungkin memang benar kebanyakan orang Kristen terkutuk (seperti ajaran begitu banyak orang kudus, hamba Allah dan semua pengkhotbah paling bersemangat demi keselamatan jiwa-jiwa), bahwasanya dugaan ini saja tidak cukupkah untuk membuat diri anda gemetar? Ah! Kalau sebaliknya, anda memang memperlihatkan bahwa keselamatan abadi diri anda itu hampir tidak mengkhawatirkan anda.
Saya tahu bahwa bagi orang berakal sehat akan lebih terkesan oleh keraguan terkecil sekalipun, bahaya sekecil apa pun soal keselamatan, ketimbang kepastian binasa totalnya perkara-perkara lain yang tidak menyangkut jiwa.
Dan juga, salah seorang rohaniwan kami, Egidius yang terberkati, dulu terbiasa berkata bahwa kalau dari antara semua orang, satu saja akan binasa, ia akan berbuat segala-galanya demi menjamin bahwa orang itu bukan dirinya. Lantas apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi kebenaran sebegitu jelasnya di mata kepala kita ini, bahwa bukan hanya dari antara seluruh umat manusia, namun juga dari antara orang-orang Katolik, kebanyakan terkutuk? Resolusi apa yang harus diambil demi tergabung dalam jumlah sedikit yang selamat itu? Akan berkata apa, anda? Akan berpikir seperti apa, anda? Anda mau saya berkata apa? … Seandainya Yesus Kristus hendak mengutuk aku, akankah Dia menaruhku di muka bumi? – Diamlah, hai lidah yang lancang, diamlah! Allah tidak menciptakan seorang pun, bahkan kaum Mahometan sekalipun, untuk membuat mereka binasa; barang siapa terkutuk, penyebabnya hanyalah kejahatannya sendiri: ia terkutuk karena ia ingin dirinya terkutuk. Di sini, saya akan angkat suara demi membela kebaikan Allahku, dan membalas segala celaan terhadap kebaikan-Nya itu.
POIN KEDUA.
IX. Sebelum membahas lebih lanjut, marilah kita di satu sisi mengumpulkan semua buku serta semua bidah yang diajarkan Luther serta Kalvin, di sisi lain, tumpukkanlah semua buku serta semua bidah kaum Pelagian serta Semi-Pelagian, dan bakarlah. Yang satu menghancurkan rahmat, yang lain menghancurkan kebebasan, semuanya penuh kesalahan, buanglah ke dalam api. Pada dahi setiap orang terkutuk itu, ada terukir nubuat Nabi Hosea ini: Perditio tua, Israel:[12]“Kebinasaanmu datang dari engkau”, supaya mereka paham bahwa barang siapa binasa, penyebab kebinasaannya hanyalah kejahatannya, dan karena ia ingin binasa.
Marilah kita pertama-tama meletakkan dua kebenaran mendasar sebagai fondasi: Deu omnes homines vult salvos fieri.[13] Allah, selama diri-Nya adalah Allah, ingin menyelamatkan semua orang; dan: Omnes… egent gloria Dei;[14] demi beroleh keselamatan, kita semua perlu rahmat Allah.
Namun kalau saya perlihatkan kepada anda, bahwa Allah tulus berkehendak menyelamatkan semua orang, dan karena itu telah diberikan-Nya segala rahmat-Nya serta sarana-sarana lain yang perlu untuk beroleh tujuan akhir nan luhur itu, anda akan terdesak untuk setuju bahwa siapa pun binasa, binasa murni karena kejahatan, dan bahwa kalau kebanyakan orang Kristen sampai pada kebinasaan mereka, penyebabnya adalah mereka mau binasa: Perditio tua, Israel: tantummodo in me auxilium tuum:[15] “Kebinasaanmu datang dari engkau, hai Israel; hanya dalam Akulah engkau dapat menemukan pertolongan”
Bahwa Allah benar-benar berkehendak menyelamatkan semua orang, itu dinyatakan-Nya di seratus tempat dalam Kitab Suci: Vivo ego, dicit Dominus Deus: nolo mortem impii, sed ut convertatur impius a via sua, et vivat:[16] “Aku mengambil sumpah atas nama diri-Ku sendiri, Tuhan Allah berfirman, bahwa tak Kuinginkan kematian orang fasik, namun agar orang fasik bertobat dan hidup.” Convertimini… et non erit vobis in ruinam iniquitas… Quia nolo mortem morientis, dicit Dominus Deus, revertimini et vivite:[17] “Bertobatlah, dan pelanggaranmu takkan menyeretmu sampai kebinasaan. Sebab tak Kuinginkan kematian orang yang binasa, Tuhan berfirman, berpalinglah dan hiduplah.”
Karena saya tak punya banyak waktu untuk menjelaskan panjang lebar, saya hanya akan membuat anda memperhatikan, bahwa ketika seseorang sangat menginginkan sesuatu, ada kebiasaan menyebut orang itu mati karena rindu; namun itu hanyalah perkataan yang dilebih-lebihkan, sebuah hiperbola. Namun Allah yang kerinduan begitu besar, kehendak begitu membara untuk menyelamatkan kita, sehingga Ia sungguh-sungguh mati karenanya; karena kerinduan memberi kita hiduplah, diri-Nya menderita maut: Propter nos et propter nostram salutem… mortuus est. Lantas kehendak dalam diri Allah untuk menyelamatkan semua orang ini bukanlah kehendak yang sok-sokan, dangkal dan maya semata, namun merupakan kehendak tulus, efektif dan bermaslahat, sebab sesungguhnya, Ia menyediakan kita segala sarana paling tepat untuk menyelamatkan kita. Dan sarana-sarana itu Dia berikan kepada kita, bukan supaya tak berbuah apa-apa, atau karena Ia sejak dulu melihat bahwa tidak akan ada buahnya, namun dengan kehendak tulus, dengan maksud nyata agar sarana-sarana tersebut mencapai tujuannya; dan kalau sarana-sarana itu tidak beroleh tujuannya, Ia dengan demikian berduka dan terhina.
Diperintahkan-Nya mereka yang sudah Dia lihat sejak dahulu kebinasaannya, seperti orang lain pula, supaya menggunakan sarana-sarana untuk sampai pada keselamatan; mereka dinasihati-Nya, mereka didesak-Nya; dan kalau mereka tidak melakukannya, lantas mereka berbuat dosa. Karena itulah mereka bisa melakukannya dan selamat juga. Terlebih, Allah melihat bahwa tanpa pertolongan-Nya, kita bahkan tidak bisa menggunakan rahmat-Nya. Karena itu, Allah memberikan kita pertolongan-pertolongan lain ini untuk membantu kita, dan kalau pertolongan-pertolongan itu kadang kala tak mujarab, itu salah kita, karena pertolongan-pertolongan itu sendiri bersifat in actu primo, seperti ujaran-ujaran para teolog, yang satu menyalahgunakannya dan terkutuk, sedangkan yang lain bekerja sama dengan pertolongan-pertolongan itu dan selamat, bahkan dengan pertolongan-pertolongan terkecil sekalipun.
Ya, orang yang sudah menerima rahmat paling kuasa bisa menyalahgunakannya dan binasa, dan orang yang menerima rahmat terkecil bisa mengambil faedahnya dan selamat. Santo Agustinus di sini berdiri dan berseru: “Maka barang siapa menyimpang dari kebenaran dan terjungkal ke dalam jurang maut, itu adalah buah kehendak bebasnya serta kejahatannya”: Ergo si quis a justitia deficit, suo in praeceps fertur arbitrio, sua concupiscentia trahitur, sua persuasione decipitur.
Namun bagi mereka yang tidak paham teologi, akan saya katakan yang berikut ini kepada mereka, perhatikan baik-baik: Allah begitu baik, hai saudara-saudara terkasih, kian baik, dan sedemikian baiknya, sehingga waktu Ia melihat seorang pendosa berlari dengan kecepatan penuh menuju kebinasaan, tahukah anda yang Dia perbuat? Ia berlari mengikuti orang itu, memanggilnya, menasihatinya, mendampinginya sampai ke tepi jurang. Tak berbuat apa Allah demi mempertobatkan pendosa itu? Dikirimnya ilham-ilham baik, pikiran-pikiran suci, dan kalau orang celaka itu tidak mengambil faedahnya, Ia marah, Ia murka, Ia mengejar orang itu. Ia tampak mau memukul si pendosa; namun tidak, Ia memukul angin dan mengampuni orang itu. Namun si pendosa tak berbenah diri: Allah lantas membiarkannya sekarat di ranjang orang sakit. Tentu saja Ia akan menghabisi orang itu. Namun tidak; Ia menyembuhkannya. Orang lain tegar hati dalam kejahatan. Sayang sekali! Demikianlah Tuhan tampak berkata, lihatlah, marilah Kita berpikir sejenak, apa lagi yang bisa Kita lakukan? Marilah Kita berikan dia satu tahun lagi. Dan pada akhir tahun itu: Mari! Satu tahun lagi. Dan kalau kendati demikian, si pendosa dengan segenap kekuatannya hendak mencampakkan diri ke dalam tungku api membara, berbuat apakah Allah? Meninggalkannyakah? Tidak; Dia ambil tangannya, dan ketika satu kaki pendosa ada di Neraka, dan yang lain di luar, Ia terus mengkhotbahinya, memohonnya agar mengambil faedah rahmat-Nya. Namun saya kalau saya bertanya, jika orang itu binasa, bukankah dirinya binasa kendati bantuan Allah, bahwa ia binasa karena ia ingin dirinya binasa? Di manakah orang yang membantah saya: Seandainya Allah ingin membuatku terkutuk, mengapakah Dia melahirkanku ke dunia?
X. Ah! Pendosa durhaka, pelajarilah hari ini bahwa kalau anda mau diri anda terkutuk, salahnya bukan di Allah, namun pada diri anda sendiri: penyebab diri anda binasa hanyalah karena anda menginginkannya. Supaya semakin yakin lagi, marilah kita mendekat ke pintu jurang maut, dan biarkan saya mengingat kembali tentang beberapa kaum terkutuk malang ini yang terbakar di tengah-tengah lidah api, demi menjelaskan kebenaran ini kepada anda. Ah, celaka, hendaknya salah seorang dari kalian bangkit untuk menginsafkan mereka yang sedang mendengar saya! Lihatlah, dari tengah-tengah arus api dan asap ini, muncul sebuah sosok mengerikan, menyeramkan. Katakan kepada saya, siapa engkau ini? – Aku seorang penyembah berhala yang malang, terlahir di negeri antah-berantah, tak pernah mendengar tentang Surga, Neraka atau segala sesuatu yang kuderita sekarang. – Orang celaka yang malang, pergilah engkau: bukan engkau yang kucari, biarlah yang lain datang. – Lihatlah dia. Oh! Betapa ngeri! Dan kamu ini siapa? – Saya seorang skismatis dari pedalaman Tartaria, saya dulu selalu hidup di tengah hutan, dan saya baru saja tahu bahwa ada Allah. – Bukan engkau yang kucari, kembalilah ke dalam sana. – Lihatlah ada satu yang keluar dari pusaran lidah api itu: Siapa kamu ini? – Saya seorang bidah malang dari Utara, lahir di kutub, tanpa pernah mengenal sinar matahari, maupun terang iman. – Saya juga tidak perlu orang macam anda; jadi pergilah anda. – Saudara-saudaraku, hati saya hancur berkeping-keping ketika melihat di antara para terkutuk, orang-orang malang yang tak pernah mengenal kebenaran-kebenaran iman; namun ketahuilah bahwa ketika putusannya sudah diwartakan terhadap mereka, disampaikan pula kepada mereka: Perditio tua: “Kebinasaanmu datang dari engkau”. Mereka terkutuk karena mereka menginginkannya.
Oh! Betapa banyaknya pertolongan yang sudah mereka dapat dari kebaikan Allah demi beroleh keselamatan! Kita tidak mengenal mereka, tetapi mereka tahu benar dan mereka sekarang berseru: Justus es, Domine, et rectum judicium tuum:[18] “Adillah Engkau ya Tuhan, dan putusan-putusan-Mu adil.” Lantas anda tahu bahwa dari antara segala hukum, yang terkuno adalah hukum Allah; hukum Allah inilah yang kita semua bawa, terpatri pada hati kita, hukum yang dipelajari tanpa seorang guru, cukup bagi terang akal untuk mengetahui semua asasnya. Itulah sebabnya, kaum barbar sekalipun bersembunyi demi melakukan kejahatan-kejahatan tertentu, dan merahasiakannya; karena mereka tahu yang perbuat itu jahat. Itulah sebabnya mereka beroleh pengutukan; mereka tidak menaati hukum kodrat yang terukir pada hati mereka; sebab seandainya mereka taat hukum itu, Allah akan membuat mukjizat-mukjizat untuk membantu mereka, dan tidak meninggalkan mereka; akan diutus-Nya seseorang untuk mengajar mereka, dan memberik mereka pertolongan-pertolongan lain; namun mereka sudah tidak pantas beroleh pertolongan-pertolongan itu, sebab mereka tidak hidup seturut ilham-ilham hati nurani mereka, yang memberi tahu mereka soal baik dan buruk: hati nurani mereka itu jugalah yang telah menuduh mereka di pengadilan Allah, dan hati nurani itu jugalah yang terus-menerus menyampaikan hardikan ini kepada mereka: Perditio tua ex te: “Kebinasaanmu datang dari engkau.” Dan mereka tak bisa menjawab apa-apa, mereka terpaksa mengakui bahwa nasib itulah yang pantas mereka dapat.
Namun, kalau orang-orang kafir ini tak bisa berdalih, lantas alasan apa yang bisa dipunya orang Katolik, dengan begitu banyak sakramen, begitu banyak khotbah, begitu banyak macam pertolongan? Bagaimana bisa dia berkata: Kalau Allah ingin membuatku terkutuk, mengapakah Dia melahirkanku ke dunia ? Sedangkan Allah sudah mengaruniakannya segala sarana keselamatan? Mari kita terus membantahnya.
XI. Jawablah, kamu semua yang menderita di lubuk jurang maut ini: adakah orang Katolik di antaramu? – Apa ada? Tentu saja, dan berapa banyak? – Biarlah ia datang ke atas ini. – Tidak bisa, mereka terlalu dalam, sehingga seisi Neraka harus dijungkirbalikkan; lebih mudah menghentikan salah seorang dari mereka yang akan segera jatuh ke sana. – Lihatlah! Kamulah yang saya peringatkan, kamu yang hidup dalam dosa berat, memberi makan kebencian atau hubungan-hubungan jahat, terbenam dalam lumpur dosa najis, dan setiap hari melaju satu langkah menuju Neraka: berhentilah, siapapun engkau itu, laki-laki atau perempuan, berhentilah dan berbaliklah.
Ah! Yesusku yang terkasih, bebatuan sendiri takkan terbelahkah mendengar kata-kata yang kian manisnya itu, serta ungkapan-ungkapan sebegitu lembutnya itu? Di hadirin ini, adakah orang yang ingin terkutuk kendati pertolongan Allah serta bantuan-bantuan-Nya, dan bagaimanapun juga terjerumus masuk Neraka? Kalau ada satu orang, biarlah dia memerhatikan saya satu saat lagi, dan lalu biarlah dia melawan, kalau dia sanggup.
XII. ... Maka tuntaskanlah itu, hai saudaraku yang terkasih, tiaraplah anda di kaki Juru Selamat, dan dengan kepala tunduk, air mata berlinang, hati remuk dan ditembus dukacita getir, katakanlah kepadaku: Ya Allahku, kuakui bahwa sampai sekarang, hidupku lebih buruk dari hidup orang kafir; aku tak pantas terhitung di antara umat pilihan, aku tahu diriku sungguh pantas dikutuk. Namun kerahiman-Mu lebih besar, dan penuh keyakinan akan rahmat-Mu, kunyatakan bahwa diriku ingin menyelamatkan jiwaku. Apa pun yang terjadi, haruskah aku berkorban harta, kehormatan, sampai nyawa sendiri, asalkan aku selamat, itu sudah cukup. Kalau dengan masa laluku, aku sudah tidak setia, aku bertobat, aku meratap, aku benci kedurhakaanku. Kumohon ampun dari-Mu dengan kerendahan hati. Ampunilah aku, ya Yesusku yang manis, dan di saat itu juga, kuatkanlah aku, supaya aku boleh selamat. Yang kuminta dari-Mu bukanlah kekayaan, kehormatan, maupun kesejahteraan; yang kuminta hanyalah keselamatan jiwaku. – Dan Engkau, ya Yesusku, apakah yang Kaukatakan? Lihatlah domba hilang yang kembali ke gembalanya yang baik! Ah, rangkulah dia, pendosa yang bersikap begitu baik, begitu bertobat, berkatilah air matanya, berkatilah desahan-desahannya; atau alih-alih, jangan berkati satu orang pendosa saja, namun seluruh umat yang Kaulihat bertekad sedemikian kuat untuk tidak mencari apa-apa lagi selain keselamatan mereka.
Lihatlah, hai para umat terkasih, marilah kita bersimpuh di kaki salib, menyatakan tekad kita untuk menyelamatkan jiwa kita dengan segala harga yang harus dibayar. Semoga mereka semua yang sudah berkeinginan kuat menyelamatkan diri menyertai diri saya; mau berkata apa saya? Dampingilah saya, umat semua, dan marilah kita berkata secara serempak: Ya Yesusku, aku ingin menyelamatkan jiwaku. – Katakanlah kepada-Nya dengan berlinang air mata: Ya Yesusku! Aku ingin menyelamatkan jiwaku. – Hai air mata terberkati! Desahan-desahan terberkati! Oh! Sekarang, tentu saja saya akan mengutus anda pulang dengan hati terhibur.
…
Tangisilah dosa-dosa anda yang lalu, buatlah pengakuan dosa dengan baik, jangan berdosa lagi ke depannya, dan anda semua akan selamat. Mengapa menyiksa diri berat-berat, kalau sangat pasti bahwa kita masuk Neraka hanya karena dosa berat; bahwa kita tidak berdosa berat tanpa menghendakinya, dan bahwa dengan demikian, untuk pergi ke Neraka, orang harus menghendakinya. Itu bukanlah suatu pendapat, namun kebenaran kukuh, tak terpungkiri yang menghibur dan menguatkan. Semoga Allah sudi membuat anda paham dan memberkati anda!
Catatan kaki:
Santo Leonardus dari Porto Mauritio, Sermons pour le carême [Khotbah-Khotbah untuk Masa Prapaskah], diterjemahkan dari bahasa Italia oleh F.-I.-J. Labis, edisi II, Tomus II, Khotbah XIII-XXXIII, Paris, P. M. Laroche, Librairie-Gérant, H. Casterman, Tournai, 1867, hal. 175- 203.
[1] Luc. 13, 23.
[2] Ibid.
[3] Matth. 20, 16.
[4] Ps. 13, 3.
[5] Os. 4, 2.
[6] I. Joan. 5, 9.
[7] Ps. 102, 17.
[8] Ibid. 6, 9.
[9] Apoc. 7, 9.
[10] Joan. 17, 25.
[11] Jerem. 9, 1.
[12] Os. 13, 9.
[13] I Tim. 2, 4.
[14] Rom. 3, 23
[15] Os. 13, 9.
[16] Ezech. 33, 1.
[17] Ibid. 18, 30 32.
[18] Ps. 118, 137.
Terimakasih atas artikelnya, saya semakin mengerti perjalanan kerajaan raja salomo
Novriadi 1 bulanBaca lebih lanjut...Justru karena kami punya kasih Kristiani sejati kepada sesama kamilah, materi-materi kami ini kami terbitkan. St. Paulus mengajarkan, bahwa kita harus menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan (Ef. 5:11). Gereja Katolik, satu-satunya lembaga...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo – devosi kepada Santa Perawan Maria itu krusial untuk keselamatan dan pengudusan jiwa. Namun, dan juga yang terpenting, orang harus 1) punya iman Katolik sejati (yakni, iman Katolik tradisional),...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Since your comment is written in English, we are responding in English and including a translation in Indonesian. However, we would recommend that you write us in Indonesian instead, if...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo – memang benar bahwa orang hendaknya mengasihi orang lain dan menjaga ciptaan Allah. Namun, yang terutama, kita pertama-tama harus mengasihi/mencintai Allah. Sangat amat penting pula, terutama pada zaman kita,...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo – Misteri Terang itu datangnya dari Yohanes Paulus II. Dia ini seorang Anti-Paus dan pemurtad masif. Rosario orisinal yang diberikan oleh Santa Perawan Maria adalah 15 dekade dengan Misteri-Misterinya...
Biara Keluarga Terkudus 3 bulanBaca lebih lanjut...peristiwa terang kenapa tidak ada dalam pembahasan artikel ini?
devie 5 bulanBaca lebih lanjut...Allah Maha Besar melalui Putranya Yesus Kristus dan Bundanya Maria ..Melakukan muzizat menunjukan Betapah Besarnya dan Baiknya Allah..Kita manusia harus berbuat baik satu dengan yang lain dan alam sekitar serta...
fidelis Budi Suryanto 5 bulanBaca lebih lanjut...Are the FSSP and SSPX right on the sacraments?
Petrus Fiter Panco 5 bulanBaca lebih lanjut...Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 6 bulanBaca lebih lanjut...